Você está na página 1de 2

A.

Salam
B. Sapaan
C. Syukur Terimakasih
D. Penyebutan Topik pidato
E. Isi Pidato
F. Kesimpulan
G. Harapan-harapan
H. Penutup
I. Salam

Assalammualaikum wr.wb. Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua. Yang saya
muliakan, Ibu Rofi selaku pembimbing mata pelajaran bahasa indonesia, dan yang
terhormat teman-teman sejawat sekalian.

Pertama-tama marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat Allah swt, berkat limpahan
rahmat-Nya kita bisa berkumpul di kesempatan kali ini dalam keadaan yang sehat
walafiat. amin. Tak lupa kita panjatkan shalawat dan salam kepada junjungan kita
Nabi Muhammad saw. yang karena perjuangan dakwahnya di masa lampaulah kita bisa
terbebas dari masa jahiliah.

Ijinkan saya meminta perhatian saudara, demi menyampaikan pidato saya yang berjudul
�Apakah Siasat Diplomasi Budaya Korea Selatan Bisa Diadopsi di Indonesia?�

Seperti yang kita tahu, dalam beberapa tahun belakangan ini industri hiburan di
kancah Internasional, termasuk Indonesia diinvasi oleh sebuah gerakan yaitu Hallyu
Wave atau Korean Wave yang berarti Gelombang Korea, yang membawa arus budaya dengan
produknya dalam hal musik, tarian, film, serial drama, fashion dan lain-lain.
Gerakan Hallyu Wave atau Korean Wave ini dimulai pada sekitar tahun 1990 ketika
Korea Selatan gencar mempromosikan produk-produknya berupa film dan serial tv yang
akhirnya meledak di pasar Jepang, Cina dan sekitar Asia Tenggara. Pada sekitar
tahun 1999 Korean Wave sudah meningkat pesat dan dapat dianggap sebagai kekuatan
budaya yang memainkan peranan penting bagi negara, salah satunya sebagai SOFT POWER
DIPLOMACY, sarana memperkuat reputasi Korea dengan cara mengenalkan budaya mereka
kepada dunia Internasional.

Pertumbuhan budaya korea ini tidak lepas dari intervensi pemerintah Korea terhadap
kebijakan budaya, pemerintah korea dibantu dengan industri dan media menjadi
penggerak dan pelaku budaya pop Korea. Lewat tangan Kim Dae Jung, mantan presiden
Korea Selatan periode 1998-2003 yang dijuluki President of Culture ini, lahir
banyak kebijakan yang mendukung sepenuhnya pengembangan industri budaya di Korea,
diantaranya adalah kebijakan The Basic Law of Cultural Industry Promotion dan
penggelontoran dana sebesar 148,5 juta US DOLLAR untuk mendukung ekspor budaya
Korea Selatan. Tak khayal dalam beberapa tahun Korea akhirnya berhasil berubah
menjadi pusat baru produksi budaya di Asia.

Indonesia patut iri, ah bukan, tapi Indonesia memang harus iri terhadap
keberhasilan Korea Selatan memajukan budaya dan turismenya. Jika dilihat dari
potensinya, Indonesia yang punya lebih banyak sumber daya alam, manusia, dan
tentunya budaya, sudah sepantasnya bisa mengukir prestasi lebih baik dibandingkan
Korea selatan dengan Hallyu wave-nya. Tapi kenapa selama ini Indonesia tidak pernah
berusaha "menjual" kekayaan budayanya?

Jika dilihat dari keunikan cita rasa budaya, Indonesia jaauuuhhh lebih baik
dibandingkan Korea Selatan. Indonesia memiliki berbagai wajah budaya dari suku dan
ras seluruh nusantara, dari ujung sampai ujung. Musik hallyu wave tidak murni khas
musik korea, namun dipadukan dengan aliran musik yang sudah lebih dahulu terkenal
di Eropa, Jepang, ataupun Amerika. Jika Indonesia mau "menjual" budayanya,
Indonesia bisa mengadopsi trik ini. Mencari celah dan selera musik masyarakat luas,
lalu merancang suatu sistem untuk mendukung pergerakan musik ataupun budaya agar
dapat dijadikan komoditas baru untuk mengembangkan potensi negara.

Tapi ada perbedaan yang mencolok diantara negara kita dengan Korea Selatan, yaitu
dalam hal dukungan pemerintah. Jika di Korea Selatan memiliki Kementrian Budaya dan
Turisme serta banyak organisasi pemerintah maupun non pemerintah yang mendukung
seniman untuk terus berkembang, di Indonesia belum dirancang Kementrian khusus yang
menangani sektor budaya. Untuk sekarang ini, kementrian budaya diintegrasikan
dengan kementrian Pendidikan, sehingga kurang spesifik dan efektif dalam
menggerakkan sektor budayanya. Pemerintah seakan tidak pernah menengok atau
memberikan jalan bagi seniman, musisi, budayawan untuk berkembang. Sehingga bisa
kita lihat, artis yang muncul di televisi sehari-hari mayoritas bukan seniman yang
bertalenta/berpotensi, tapi industri hiburan masih dipandang sebagai jalan singkat
mencari kekayaan, bukan untuk tujuan panjang ke depan, memajukan budaya negara.
Berbeda dengan Korea Selatan yang memiliki banyak agensi artis yang menjembatani
calon-calon seniman agar melewati suatu prosedur pelatihan bakat dan kemampuan,
sehingga ketika mereka sudah terlibat di industri hiburan, mereka tidak sekedar
mewarnai sebentar saja, tapi juga dapat meninggalkan kesan.

Mungkin hal itulah yang menurut saya harus menjadi perhatian pemerintah. Buat
segera lembaga khusus yang menangani seputar budaya, lalu rawat dan kembangkan
budaya-budaya khas Indonesia agar menjadi lebih bernilai dan berdaya jual di kancah
Internasional, dukung seniman dan pelaku budaya. Kalau Indonesia tidak ingin
budayanya diculik negara lain ya hanya satu jalan keluarnya yaitu merawatnya
sebaik-baiknya. Semoga 20 tahun mendatang disaat kita semua menjadi tonggak bangsa
ini, Indonesia sudah bisa mulai menapaki jalan menuju Indonesia yang jauh lebih
maju dari sekarang. Amin.

Saya kira cukup sekian yang bisa saya argumentasikan pada kesempatan kali ini,
mohon maaf atas kesalahan serta kurang atau lebihnya, terimakasih atas perhatian
saudara, Wassalammualaikum wr.wb.

Você também pode gostar