Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
REFERAT
Disusun oleh:
Rizka Arifani, S. Ked
072011101050
Dosen Pembimbing:
Dr. H. Ahmad Nuri, Sp. A
Dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp. A
Dr. Ramzy Syamlan, Sp. A
1. PENDAHULUAN 1
2. DEFINISI 2
3. EPIDEMIOLOGI 2
4. ETIOLOGI 2
5. PATOFISIOLOGI 4
6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS DEMAM KURANG DARI
TUJUH HARI 5
7. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN 6
7.1 Anamnesis 7
7.2 Pemeriksaan Fisik 9
7.3 Pemeriksaan Penunjang 11
8. ALGORITMA DIAGNOSIS 12
9. KEADAAN KHUSUS AKIBAT DEMAM 17
10. TATALAKSANA 17
11. PROGNOSIS 24
12. LAMPIRAN 1 25
13. DAFTAR PUSTAKA 26
1
2
PENDAHULUAN
2. EPIDEMIOLOGI
Demam sering ditemukan pada bayi dan anak. Pizzo et al. mengatakan bahwa 10-15%
bayi yang berkunjung ke dokter mengeluh demam. Orang tua menaruh perhatian lebih untuk
berobat bila anaknya demam dibandingkan keluhan yang lain, meskipun keluhan selain
demam lebih dahulu diderita. Penelitian lain menyebutkan bahwa anak-anak berusia kurang
dari 2 tahun mengalami 4-6kali serangan sakit yang memiliki gejala demam. Selain itu,
demam pada anak-anak berusia kurang dari 2 tahun seringkali merupakan manifestasi dari
penyakit yang serius. Oleh karena itu perlu diketahui karakter klinis demam pada anak agar
dapat mengatasi secara komprehensif.
3. ETIOLOGI
Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum penyakit infeksi,
namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun keadaan fisiologis. Demam
karena infeksi melputi infeksi bakteri maupun infeksi virus. Demam non infeksi meliputi
alergi, autoimun, atau keganasan. Demam fisiologis misalnya setelah latihan fisik atau
apabila kita berada di lingkungan yang sangat panas.
Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan, sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa
diketahui penyebab penyakitnya. Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan
pendekakatan masalah. Untuk kepentingan diagnosis, demam dapat diklasifikasikan menurut
WHO menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Demam kurang dari 7 hari
2. Demam lebih dari 7 hari
3. Demam dengan ruam
2
3
Penyebab terbanyak dari demam pada anak, utamanya demam yang berlangsung kurang
dari tujuh hari, adalah infeksi (>50%). Sedangkan demam yang bersifat non infeksius
memerlukan pemeriksaan khusus, dan dipikirkan setelah kemungkinan infeksi dapat
disingkirkan.
Faktor pendukung diagnosis demam yang disebabkan oleh infeksi adalah:
a. Bayi dengan imunokompromais
b. Adanya intravenous cateter
c. Telah dilakukan splenektomi
d. Demam lebih dari 400C, adanya demam dengan fluktuasi durnal, menggigil
e. Adanya fokus yang jelas
f. Tanpa fokus tetapi dapat dikenali dengan cepat dengan dengan lab, misalnya
infeksi saluran kemih, malaria, dll
g. Leukositosis
h. Demam yang pendek
i. Respon membaik yang cepat dengan pemberian antibiotik
Seperti disebutkan diatas, 10% kasus demam pada anak, dapat digunakan sebagai tanda
bahwa anak tersebut terserang infeksi bakteri. Hubungan demam sebagai prediktor bakteria
tersembunyi adalah:
Demam dengan suhu 39 0C– 39,40C, kemungkinan bakterimia <2 %
Demam dengan suhu 39,50C – 400C, kemungkinan bakterimia 2-3 %
Demam dengan suhu 400C – 40,40C, kemungkinan bakterimia : 3-4 %
Demam dengan suhu >40,50C, kemungkinan bakterimia 4-5%
Bakterimia pada anak yang mengalami demam, juka ditandai dengan peningkatan jumlah
leukosit. Leukosit lebih dari 15000 meningkatkan risiko bakterimia menjadi 3-5%. Leukosit
lebih dari 20.000 meningkatkan risiko bakterimia menjadi 8-10%. Untuk mendeteksi
bakterimia tersembunyi, hitug neutrofil absolute lebih sensitive daripada hitung leukosit.
Selain itu, absoulut neutrofil >10.000/mm3 meningkatkan risiko bakterimia menjadi 8-10%.
4. PATOFISIOLOGI DEMAM
Demam ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Dikenal dua jenis pirogen,
yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari
luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk mikroba, toksin atau mikroba itu
sendiri. Bakteri Gram negative memproduksi pirogen eksogen berupa polisakarida yang
disebut pula sebagai endotoksin. Bakteri Gram positif tertentu dapat pula memproduksi
pirogen eksogen berupa polipeptida yang dinamakan eksotoksin. Pirogen eksogen
5
menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen.
Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama
sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti
interleukin (interleukin-1β, interleukin-1, interleukin-6), tumor necrosis factor (TNF-α, TNF-
β) dan interferon.
Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu lainnya
secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk system sirkulasi dan dibawa
ke hipotalamus di daerah preoptik berikatan dengan reseptor, akan merangsang hipotalamus
untuk mengaktivasi fosfolipase-A2 yang selanjutnya akan melepaskan asam arakhidonat dari
membran fosfolipid dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 akan diubah menjadi PGE2.
Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan
metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat
pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu
suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi
panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi
aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit sehingga suhu tubuh meningkat atau
terjadi demam.
b. Sinusitis
c. OMA (otitis media akut)
d. Infeksi pada saluran nafas bagian bawah:
Bronkiolitis
Pneumonia
e. Infeksi saluran kemih
f. Meningitis
g. Infeksi jaringan lemak dan kulit
h. Gastroenteritis
Diferensial diagnosis demam juga dapat dipikirkan dari kelompok usia penderita, antara
lain:
a. Kelompok bayi muda, 0-48 hari
Demam pada anak usia usia <28hari (neonates) akan menyulitkan dokter, karena 75%
dari yang menderita infeksi bakteri tetap baik kondisi klinisnya pada saat pemeriksaan.
Anak usia 1-2 bulan yang terinfeksi bakteri, hanya 10% yang menunjukkan gejala
demam. Pada neonates, ditemukan 17% termasuk golongan SBI (serious bakteri
infection) meskipun penampakan demamnya tidak tinggi. Adanya antibody maternal
mempengaruhi presentasi klinik infeksi yang terjadi. Karena itulah demam pada neonates
merupakan salah satu indikasi masuk rumah sakit.
b. Kelompok 2-36 bulan
Bayi dan balita demam pada usia ini tampilan klinisnya berada di daerah “abu-abu”,
antara demam yang mengindikasikan SBI dan demam yang berarti infeksi bila ada fokus
yang jelas.
c. Kelompok usia >3 tahun
Anak usia diatas 3 tahun dapat memberikan gejala klinis yang lebih jelas, seperti
adanya kelainan anatomik atau kelainan fungsional. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk penentuan diagnosis.
6.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan bagian penting dalam menegakkan diagnosis. Sebanyak 80%
penyakit dapat didiagnosis dengan anamnesis yang baik. Anamnesis demam meliputi:
a. Pola demam
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan, variasi derajad suhu selama periode 24 jam
dan selama apisode kesakitan, siklus demam, dan respon terapi. Gambaran pola demam klasik
meliputi:
Demam septik, suhu demam berangsur naik ke tingkat tinggi pada malam hari, dan
kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.
Demam kontinu, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan
fluktuasi maksimal 0,40C selama periode 24 jam. Pola ini dapat ditemukan pada
typhoid (minggu kedua), endokarditis, tuberkuloid
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,50C selama periode 24 jam. Pola ini merupakan tipe
demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatric dan tidak spesifik untuk
penyakit tertentu.
Demam intermiten, ditandai dengan suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada
pagi hari, dan puncak demam pada siang hari. Pola ini merupakan pola kedua
terbanyak yang ditemukan dalam praktek pediatric, dan dapat ditemukan pada
malaria.
Demam bifasik, menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam. Dapat
ditemukan pada penderita demam dengue.
d. Nyeri telinga
Anamnesis mengenai gejala yang menunjukkan gangguan pada telinga peru ditanyakan,
mengingat bahwa otitis media akut merupakan salah satu penyebab demam yang sering
ditemukan pada anak. Adanya demam tinggi yang terus menerus disertai nyeri telinga, keluar
secret dari telinga, tinnitus, dan gangguan kesadaran mengarahkan diagnosis ke otitis media
akut. Hal ini terlihat lebih jelas pada anak berusia >3tahun. Sedangkan pada bayi, manifestasi
lokal dari otitis tersamarkan. Gejala yang timbul justru demam tinggi yang disertai diare,
muntah, dan terkaddang timbul kejang.
f. Gejala perdarahan
Salah satu diferensial diagnosis dari demam kurang dari 7 hari adalah demam akibat
infeksi virus dengue. Karena itu perlu ditanyakan riwayat perdarahan pada pasien. Perlu digali
apakah ada perdarahan gusi, hematemesis ataupun melena pada pasien. Keluhan gejala
perdarahan yang dibuktikan dengan pemeriksaan fisik dan lanjutan yang mengarahkan
diagnosis ke demam akibat infeksi virus dengue.
Jika pasien mengeluhkan BAB yang mengandung darah, maka lanjutkan penggalian data
ke arah infeksi gastrointestinal. Namun pada umumnya, pasien dengan penyakit
gastrointestinal tidak mengeluhkan BAB berdarah sebagai keluhan utama. Infeksi
gastrointestinal umumnya memiliki keluhan utama berupa diare atau muntah.
9
g. Riwayat imunisasi
Hal ini perluditanyakan untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis demam yang
termasuk dalam KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi). Perlu dipikirkan bahwa 50% dari
anak pasca imunisasi akan menunjukkan gejala demam sebagai reaksi dari tubuhnya.
Imunisasi yang menimbulkan efek demam antara lain:
a. Imunisasi DPT, pada umumnya demam terjadi selama 1-2 hari.
b. Imunisasi campak, pada umumnya demam dapat diikuti dengan timbulnya ruam
setelah 7-12 hari.
b. Pemeriksaan dada
Hal-hal yan perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dada adalah:
Inspeksi: bentuk dada, ada tidaknya retraksi dan kesimaetrisan dada
Palpasi: teraba tidaknya iktus kordis dan normal tidaknya fremitus vokal
Perkusi: Perkusi normal untuk paru adalah sonor.
Auskultasi: ada tidaknya suara nafas tambahan. Misalnya pada bronkiolitis akan
terdengar ronkhi.
10
c. Pemeriksaan Perut
Hal-hal yang perlu diperhatikan seperti bentuk perut, bising usus, turgor kulit dan
elastisitas perut, serta suara perkusi pada perut. Diperhatikan pula ada tidaknya
pembesaran hati atau limpa.
e. Pemeriksaan telinga
Dilakukan dengan otoskopi, dan dilakukan pada pasien yang mengarah ke otitis
media. Interpretasi ditentukan dari stadium dari OMA. Pada stadium I akan ditemukan
retraksi membrane timpani dan membrane timpani yang berwarna keruh. Pada stadium
II akan ditemukan membrane timpani yang hiperemis dan edem. Pada stadium III
didapatkan membrane timpani pulging, secret purulen, dan terlihat daerah yang lembek
serta kekuningan akibat nekrosis membrane timpani. Pada stadium IV, tampak nanah
keluar dari telinga.
Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan jika ada dugaan kemungkinan resiko terjadinya
infeksi bakteri yang serius (Serious Bakteri Infectin (IBS)). Hal ini tergantung dari usia,
tingginya suhu tubuh, tanda adanya toksisitas, dan ada tidaknya tanda infeksi lokal. Yang
dimaksud infeksi bakteri yang serius adalah meningitis, bakterimia, infeksi saluran kemh,
pneumoni, infeksi tulang dan sendi, dan gastroenteritis bakterialis. Dugaan adanya infeksi
bakteri yang serius sering dipakai istilah jika keadaan umum anak tampak toksik (toxic child)
pada anak usia 0-36 bulan.
Skala observasi untuk membedakan anak kondisi baik dengan penyakit demam dengan
infeksi bakteri serius (El radhi et al., 2009)
Penilaian observasi Tanda demam tidak Demam dengan curiga
menghawatirkan infeksi bakteri serius
Tangisan Kuat Lemah, high pitch cry
Stimulasi Respon cepat dan kuat respon lambat
Kewaspadaan Waspada Mengantuk
11
Keadaan klinis yang mengidentifikasi risiko rendah infeksi bakteri serius pada bayi
dengan demam. menurut kriteria Rochester adalah:
a. Bayi tampak baik-baik saja
b. Bayi sebelumnya sehat:
Lahir cukup bulan (>= 37 minggu kehamilan)
Tidak ada riwayat pengobatan untuk hiperbilirubinemia (kuning) tanpa sebab yang
jelas
Tidak ada riwayat pengobatan dengan antibiotika
Tidak ada riwayat rawat inap
Tidak ada penyakit kronis atau penyakit lain yang mendasari demam
Dipulangkan dari tempat bersalin bersama / sebelum ibu
Tidak ada tanda infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, sendi, atau telinga
c. Nilai laboratorium sebagai berikut:
Leukosit 5000 – 15000/µl
Hitung jenis neutrofil batang 1500/µl
≤ 10 leukosit/LPB di urin
≤ 5 eritrosit (sel darah merah)/LPB pada feses bayi dengan diare
7. ALGORITMA DIAGNOSIS
wheezing mendatar.
dan ronkhi,
ekspirasi
memanjang,
paru
hipersonor
Pilek Secret kuning hijau, Foto waters positif Sinusitis
berbau,nyeri tekan di sinus,
illumination test positive
Nyeri telinga Gangguan pendengaran, Sekret (+), membran Otitis media akut
keluar cairan dari telinga, bisa timpani hiperemis
disertai nyeri kepala
Gangguan berkemih - Nyeri ketika - Nyeri ketok sudut Urine lengkap: ISK
berkemih costovertebral 1. Bakteri > 104 pada
- Berkemih lebih - Nyeri tekan supra midstream urine
sering dari biasanya simfisis (golden standart) (ISK pada bayi tidak
- Mengompol (diatas - Bias terdapat 2. Leukosituria memiliki gambaran
usia 3 tahun) kelainan genitalia (>5/lpb) khas. Gejala yang
- Ketidakmampuan eksterna 3. Hematuria timbul dapat berupa
untuk menahan 4. proteinuria panas, malas minum,
kemih pada anak mencret, muntah, berat
yang sebelumnya badan turun)
bisa melakukannya
14
test
9. TATALAKSANA
Banyak disebutkan bahwa demam mempunyai banyak manfaat, sehingga intervensi
intervensi secara rutin menurunkan suhu pada anak sebenarnya bukan merupakan hal yang
diharuskan. Penurunan suhu dapat dilakukan denganpendinginan eksernal dan pemberian
antipiretik. Untuk pengobata demam, dilakukan sesuai dengan etiologi dari penyakit asalnya.
b. Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di hipotalamus secara
difusi dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini tercapai dengan menghambat
siklooksigenase, enzim yang berperan pada sintesis prostaglandin. Meski beberapa jenis
prostaglandin dapat menginduksi demam, PGE2 merupakan mediator demam terpenting.
Penurunan pusat suhu akan diikuti oleh respon fisiologi , termasuk penurunan produksi panas,
peningkatan aliran darah ke kulit serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan
radiasi, konveksi dan penguapan. Sebagian besar antipiretik dan obat anti-inflamasi non-
steroid menghambat efek PGE2 pada reseptor nyeri, permeabilitas kapiler dan sirkulasi,
migrasi leukosit, sehingga mengurangi tanda klasik inflamasi. Prostaglandin juga
mengakibatkan bronkodilatasi dan mempunyai efek penting pada saluran cerna dan medulla
adrenal. Oleh karena itu, efek samping biasanya berupa spasme bronkus, perdarahan saluran
cerna dan penurunan fungsi ginjal. Antipiretik tidak mengurangi suhu tubuh sampai normal,
tidak mengurangi lama episode demam atau mempengaruhi suhu normal tubuh. Efektivitas
dalam menurunkan demam bergantung kepada derajat demam ( makin tinggi suhunya, makin
besar penurunannya ), daya absorbsi dan dosis antipiretik. Pembentukan pirogen atau
mekanisme pelepasan panas seperti berkeringat tidak dipengaruhi secara langsung.
Indikasi pemberian antipiretik jika ada resiko terjadinya kejang demam atau pasien
memiliki riwayat kejang demam. Pertimbangkan pemberian antipiretik jika ada kemungkinan
anak tidak mampu mengkompensasi kenaikan suhu tubuh. Misalnya pada pasien demam
dengan kelainan neurologis nyata, sepsis, gangguan jantung, gangguan system respirasi, serta
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Alasan pemberiannya adalah atas dasar
pertimbangan konsekuensi gangguan metabolik dan akibat merugikan dari penyakit di atas.
19
Indikasi tersering pemberian antipiretik adalah untuk membuat pasien merasa nyaman dan
untuk penilaian seberapa serius penyakit anak yang lebih akurat. Selain mengurangi
ketidaknyamanan anak juga mengurangi kecemasan orang tua. Dalam praktek sehari-hari,
umumnya antipiretik diberikan jika suhu tubuh melebihi 38,50C.
Obat antipiretik dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu paraaminofenol, derivate asam
propionate, salisilat, dan asam asetik.
Paraaminofenol (Paracetamol)
Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini parasetamol
merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan analgesik dalam pengobatan
demam pada anak, tetapi tidak punya efek anti inflamasi. Obat ini tersedia dalam sediaan
sirup atau eliksir dan supositoria. Sediaan supositoria merupakan cara alternatif bila obat tidak
dapat diberikan per oral, misal anak muntah, menolak pemberian cairan, mengantuk atau tidak
sadar.
Beberapa penelitian menunjukan efektivitas yang setara antara parasetamol oral dan
supositoria. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek samping yang lain yang
berasal dari pengobatan dengan sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang
menderita infeksi. Dosis yang biasa dipakai 10 – 15 mg/kgBB direkomendasikan setiap 4 jam.
Dosis 20 mg/ kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tapi memperpanjang daya
antipiretik sampai 6jam. Bentuk sediaan dari paracetamol adalah tablet 500mg, forte tablet
650mg, sirup 120mg/5ml, sirup 160mg/5mL, dan drops 100mg/mL.
Setelah pemberian dosis terapeutik parasetamol, penurunan demam terjadi setelah 30
menit, puncak dicapai sekitar 3 jam dan demam akan rekurens 3-4 jam setelah pemberian.
Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang mengandung karbohidrat
tinggi akan mengurangi absorbsi sehingga menghalangi penurunan demam. Dengan
penurunan demam, aktivitas dan kesegaran anak akan membaik, sedang rasa riang dan nafsu
makan belum kembali normal.
Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa. Tidak
akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati ( meskipun metabolit aktif adalah asetanilid
dan fenasetin ) maupun koagulopati. Dosis maksimal adalah 2,6 gram/hari.Toksisitas terjadi
apabila anak makan melebihi dosis rekomendasi yaitu lebih dari 10-15 mg/kgBB. Parasetamol
berikatan dengan protein secara minimal, sehingga dieliminasi oleh tubuh dengan cepat.
Organ utama yang terkena jika keracunan parasetamol adalah hepar.
Tatalaksana keracunan paracetamol :
20
Efek samping meliputi perdarahan saluran cerna, gangguan hati, dan gangguan ginjal.
Kontra indikasi meliputi usia kurang dari 6 bulan, berat badan <7 kg, adanya hipersensitivitas
terhadap asam asetil salisilat atau NSAID lainnya, dan ulkus peptikum aktif. Hati-hati
pemakaian ibuprofen pada pasien dengan gangguan ginjal, gangguan hati, dan gangguan
pembekuan darah. Obat ini juga tidak dianjurkan untuk anak demam dengan diare. Ibuprofen
tidak dianjurkan dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui. Penggunaan pada trimester tiga
meningkatkan risiko terjadinya penutupan duktus arteriosus pada janin, yang akan
mengakibatkan terjadinya hipertensi pulmonal persisten neonatus.
Salisilat
Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik analgetik yang luas dipakai
dalam bidang kesehatan anak. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol
dengan dosis setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektifitas antipiretik yang sama,
tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgetik.
Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on
Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics berkesimpulan pada tahun 1982
bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan
influenza. Aspirin tidak direkomendasikan ntuk usia <16 tahun, tetapi pada kenyataannya
aspirin masih digunakan secara luas terutama di negara berkembang. Kekurangan utama dari
aspirin adalah tidak stabil dalam bentuk larutan ( oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk
tablet ) dan efek samping lebih tinggi daripada parasetamol. Adapula peningkatan insiden
interaksi dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral ( menyebabkan peningkatan resiko
perdarahan ), metoklopromid dan kafein ( menyebabkan peningkatan daya serap ) dan natrium
valproat ( menyebabkan terhambatnya metabolisme natrium valproat ).
Pemberian aspirin pada kelompok beresiko harus dihindarkan, yaitu :
1. infeksi virus, khususnya infeksi saluran nafas bagian atas atau cacar air. Aspirin
dapat menyebabkan sindrom Reye.
2. defisiensi glukosa 6-phosphat dehidrogenase ( G6PD ), aspirin dapat menyebabkan
anemia hemolitik
3. anak yang menderita asma dapat timbul aspirin-induced sensitivity berupa mengi,
urtikaria, pilek atau angioedem. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang akan
mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan
pembentukan leukotrin pada keadaan aspirin-induced asthma. Leukotrien adalah
konstriktor yang poten terhadap otot polos saluran napas
22
4. pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang tendensi untuk
mengalami pendarahan, aspirin dapat menghambat agregasi trombosit yang
bersifat reversible.
Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah < 20 mg/100ml umummya dianggap
sebagai efek samping, sedangkan gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut
keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua kelompok tersebut.
Efek samping berasal dari efek langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis
prostaglandin pada organ-organ terkena.
Antipiretik steroid
Steroid mempunyai efek antipiretik, pasien yang mendapat pengobatan steroid jangka
panjang akan mengalami penurunan demam atau bebas demam dalam respon terhadap
infeksi, seperti sepsis. Umumnya penekanan demam berlangsung sampai 3 hari setelah
penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan pengurangan produksi Interleukin-1 (IL-1)
oleh makrofag ( menyebabkan terhambatnya respon fase akut proses infeksi yang sedang
berjalan ), supresi aktivitas limfosit dan respon inflamasi local dan menghambat pelepasan
prostaglandin. Pemakaian steroid harus kita hindari, karena dapat menutupi gejala demam
sementara memungkinkan infeksi untuk menyebar kecuali bila kemungkinan infeksi sudah
disingkirkan dan penyakitnya bersifat inflamasi yang dapat menimbulkan cacat atau kematian.
Dari pilihan diatas, maka antipiretik yang ideal adalah golongan aminofel, yaitu
paracetamol, dan golongan asam propionate, yaitu ibuprofen. Paracetamol bekerja lebih cepat
30menit dibandingkan ibuprofen, namun efek antipiretik ibuprofen bertahan lebih lama.
Sehingga pemberian paracetamol dan ibuprofen secara berselang seling tiap 4 jam lebih baik
daripada pemberian paracetamol atau ibuprofen saja.
c. Antibiotik
Anak dengan demam pada umumnya tidak memerlukan antibiotik. Antibiotik
dipertimbangkan diberikan jika:
a. Adanya gejala lokal yang diduga disebabkan oleh bakteri
b. Semua neonates atau anak yang tampak toksik
c. Anak usia <36bulan tanpa gejala lokal dengan demam >400C
d. Anak demam tanpa gejala lokal dengan hasil laboratorium darah dan urine abnormal.
Antibiotik yang diberikan harus dapat mencakup bakteri yang paling sering dijumpai,
atau berdasar hasil kultur dan uji sensitifitas dari darah. Antibiotik yang sering digunakan
adalah ceftriakson . Dosis ceftriakson untuk bayi 25-50mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal
125 mg/hari. Dosis untuk anak 50-70mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan tidak melebihi
2 gram/hari.
Anak yang terkena demam, tidak harus dirawat di rumah sakit. Bayi dan anak yang perlu
dipertimbangkan rawat inap di rumah sakit antara lain:
1. Neonates
2. Terlihat toksik
3. Ada riwayat demam tanpa sebab yang jelas atau berkepanjangan
4. Ada gejala infeksi bakteri serius
5. Ada nyeri abdomen dan diare berdarah
6. Ptechiae pada kulit
7. Demam >400C, terlebih lagi tanpa gejala lokal
8. Demam disertai kejang untuk pertama kalinya
9. Takipnea, merintih, ruam
10. Nyeri kepala berat yang disertai muntah terus menerus
11. Leukosit >20.000 atau CRP yang tinggi
12. Hasil urinalisis menunjukkan ISK
24
13. Jika orang tua nampak tidak dapat diandalkan, atau diragukan kesaanggupan untuk
datang kontrol
Edukasikan kepada orang tua untuk membawa anaknya kembali ke dokter jika terdapat
tanda-tanda berikut:
a. Muntah dan diare
b. Nyeri telinga
c. Demam hilang timbul lebih dari 7 hari
d. High pitch cry
e. Hilang nafsu makan
f. Pucat
g. Kejang
h. Nyeri kepala hebat
i. Ruam kulit
j. Nyeri dan pembengkakan sendi
k. Kaku kuduk
l. Ubun-ubun besar menonjol
m. Mengi atau sesak
n. Penurunan kesadaran.
7. PROGNOSIS
Prognosis demam tergantung dari penyebab demamnya itu sendiri. Prognosis bayi dengan
demam yang termasuk dalam SBI memiliki prognosis 50% lebih buruk daripada yang tidak
termasuk dalam SBI. Demam yan disebabkan oleh infeksi sistemik dan SSP memiliki
prognosis yang lebih buruk.
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Azis, A.latief. 2003. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FKUNAIR. Surabaya
Behrman, Kliegman et.al. 2002.Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 2. EGC. Jakarta.
Fam Phys. 2001 (64); 1219-26
Gleadle, Jonathan. 2005. At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga
Ismoedijanto. 2010. Pendekatan Diagnosis pada Anak dengan Demam. Tatalaksana Mutakhir
Kasus Demam pada Anak. Jember
Kliegman, Marchdante, Jehnson, Behrman. 2008. Nelson Essential of Pediatric, Fifth edition.
SF: Elsevier
Luszczak M. Evaluation and management of infants and young children with fever. Am
Purwoko, Ismail, dan Soetaryo. 2002. Demam pada Anak: Perabaan Kulit dan Pemahaman
Ibu. Berkala Ilmu Kedokteran. J. 35(2).
Ratridewi, Irine. 2010. Edukasi tentang Demam kepada Orangtua. Tatalaksana Mutakhir
Kasus Demam pada Anak. Jember
Silbernagl, Stefan. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC. Jakarta
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo.2002.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit
Tropis. Ed.I. IDAI. Jakarta.
Soegijanto, Sugeng. 2010. Demam pada Bayi dan Anak. Tatalaksana Mutakhir Kasus
Demam pada Anak. Jember
Soemakto. 2010. Penatalaksanaan Demam pada Anak. Tatalaksana Mutakhir Kasus Demam
pada Anak. Jember
WHO dan DEPKES RI. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO
Indonesia press.