Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Kertas kerja merupakan suatu dasar dalam penerapan standar auditing terutama
dalam hal pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Pentingnya konsep materialitas
yakni sebagai pertimbangan seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya,
semakin rendah resiko audit yang auditor bersedia menanggung nya. Tujuan akhir auditor
dalam perencanaan dan pelakasanaan proses audit adalah mengurangi risiko audit ke
tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya. Tujuan ini dicapai dengan
mengumpulkan bukti audit tentang asersi yang terdapat dalam laporan keuangan yang
disajikan oleh manajemen. Oleh karena itu pentingnya materialitas, risiko dan strategi
audit awal guna memperlancar tugas seorang auditor serta sebagai bahan
pertimbangannya yang akan dibahas selanjutnya.
1
4. Bagaimana hubungan masing-masing risiko audit?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima
oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji
tersebut.
2) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Sebagai contoh, auditor memutuskan kombinasi salah saji berjumlah 8 % dari laba
bersih sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba-rugi, dengan memperhatikan
faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Oleh karena itu, jika kombinasi salah saji
kurang dari 3 %, auditor akan memandang sebagai salah saji yang tidak material, dengan
4
memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah saji berada diantara 3 %
dan 8 % memerlukan pertimbangan auditor untuk memutuskan materialitasnya. Jika
misalnya, laba bersih sebelum pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp
100 juta, maka batas materialitas (materiality border) untuk laporan laba-rugi berada
dalam kisaran :
Rp 3.000.000 sampai Rp 8.000.000
Batas bawah dihitung 3% x Rp100.000.000 dan batas dihitung 8% x Rp 100.000.000.
Contoh berikut ini menunjukan batas materialitas yang ditentukan oleh auditor :
1) Untuk total aktiva dalam neraca Rp 41 juta s.d Rp 100 juta
2) Untuk aktiva lancar Rp 25 juta s.d Rp 60 juta
3) Untuk total ekuitas pemegang saham dalam neraca Rp 15 juta s.d Rp 45 juta
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas lapoaran sebagai keseluruhan dan
tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan
menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
7
• 1% dari ekuitas pada saat hasil dari operasi sangat rendah yang menyebabkan
likuiditas sebagai perhatian utama/ pada saat pengguna laporan keuangan lebih
memfokuskan perhatian pada ekuita dari pada hasil dari operasi.
• 0.5% - 1% dari total aktiva pada saat ekuitas mengalami penurunan pada titik paling
rendah.
Dianjurkan : kepada pemeriksa menggunakan tingkat materialitas yang paling
rendah (paling konservatif) pada pemeriksaan atas laporan keuangan entitas yang baru
kali pertama diperiksa. Selain itu, tingkat materialitas yang konservatif juga harus
digunakan pada pemeriksaan atas laporan keuangan entitas-entitas yang mempunyai
risiko pemeriksaan tinggi atau belum mempunyai system pengendalian intern yang
memadai.
8
1) Risiko ini tergantung pada ketiga faktor lainnya yang terdapat dalam model.
Risiko deteksi terencana hanya akan berubah jika auditor melakukan
perubahan pada salah satu dari ketiga faktor lainnya tersebut.
2) Risiko ini menentukan nilai substantif yang direncanakan oleh auditor untuk
dikumpulkan, yang merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi terencana
itu sendiri.
Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor harus mengumpulkan
lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang berkurang ini.
2.3.2 Risko inheren
Risko inheren (inheren risiko) merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh
auditor dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang
material (kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia
mempertimbangkan keefektifan dan pengendalian intern yang ada. Dengan
mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka risiko inheren ini dapat dinyatakan
sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya salah saji yang material. Jika
auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern, menyimpulkan bahwa terdapat suatu
kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah salah saji, maka auditor akan
menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya tinggi. pengendalian intern diabaikan
dalam menetapkan dalam menetapkan nilai risiko inheren karena pengendalian intern ini
dipertimbangkan secara terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian.
Penilaian ini cenderung didasarkan atas sejumlah diskusi yang telah dilakukan dengan
pihak manajemen, pemahaman yang dimiliki akan perusahaan, serta hasil-hasil yang
diperoleh dari tahun-tahun sebelumnya.
Hubungan antara risiko dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti audit
yang direncanakan adalah sebagai berikut : risiko inheren saling berlawanan dengan
risiko deteksi terencana serta memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.
Selain semakin meningkatnya bukti audit yang diperlukan untuk suatu tingkat
risiko inheren yang lebih tinggi dalam suatu area audit tertentu, merupakan hal yang
umum dilakukan pula untuk menugaskan staf yang telah memiliki lebih banyak
pengalaman untuk melakukan audit pada area tersebut serta melakukan riview yang lebih
mendalam pada kertas kerja yang telah selesai dibuat. Sebagai contoh : jika risiko inheren
atas keusangan persediaan sanagt tinggi, maka sangatlah masuk akal bila kantor akuntan
publik memilih staf yang berpengalaman untuk melakukan sejumlah tes yang lebih
9
mendalam atas keusangan persediaan ini dan melakukan review yang lebih cermat atas
hasil-hasil yang diperoleh dari audit ini.
2.3.3 Resiko pengendalian
Resiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang digunakan oleh
auditor untuk menilai adanya kemungkina bahwa terdapat sejumlah salah saji material
yang melebihi nilai salah saji yang masi dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak
terhadang atau tidak terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki klien. Resiko
pengendalian ini memperhatikan 2 hal berikut:
1) Penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk
mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji.
2) Kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada di bawah nilai
maksimum (100 persen) sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya.
Model resiko audit menunjukan hubungan yang erat antara resiko inheren dan
resiko pengendalian. Sama dengan yang terjadi pada resiko inheren, hubungan antara
resiko pengendalian dan resiko deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara
hubungan antara resiko pengendalian dan bukti substantif merupakan hubungan yang
searah. Sebagai contoh, jika auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern bersifat
efektif, maka nilai resiko deteksi terencana dapat meningkat sehingga jumlah bukti audit
yang direncanakan akan dikumpulkan akan turun. Auditor dapat meningkatkan resiko
deteksi terencana pada saat pengendalian intern bersifat efektif karena pengendalian
intern yang efektif akan mengurangi kemungkinan hadirnya salah saji dalam laporan
keuangan.
Sebelum auditor dapat menetapkan nilai resiko pengendalian kurang dari 100
persen, auditor harus memahami pengendalian intern yang ada, dan berdasarkan
pemahaman itu, auditor melakukan evaluasi tentang bagaimana seharusnya fungsi
pengendalian intern tersebut, serta melakukan uji atas efektifitas pengendalian intern
tersebut. Hal pertama dari semua ini adalah keharusan untuk memahami semua jenis
audit. Dua hal terakhir adalah langkah-langkah penilaian resiko pengendalian yang
diperlukan jika auditor memilih untuk memberikan nilai atas resiko pengendalian supaya
berada di bawah nilai maksimum.
2.3.4 Resiko akseptibilitas audit
Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat
kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih
mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu
10
laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk
menetapkan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah, hal tersbut berarti
bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan
keuangan tidak mengandung salah saji yang material. Resiko nol berarti yakin sekali, dan
suatu tingkat resiko sebesar 100 persen berarti benar-benar tidak yakin.
Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu
merupakan pelengkap dari resiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung dengan
perhitungan satu dikurangi resiko akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat resiko
akseptibilitas audit sebesar 2 persen sama dengan tingkat audit assurance sebesar 98
persen.
Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah
antara resiko akseptibilitas audit dan resiko deteksi terencana, serta hubungan yang saling
berlawanan antara resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang direncanakan. Sebagai
contoh, jika auditor memutuskan akan mengurangi nilai resiko akseptibilitas audit, maka
akan mengurangi pula resiko deteksi terencana serta bukti audit yang direncanakan akan
dikumpulkan harus ditingkatkan. Auditor pun seringkali harus menugaskan staf yang
lebih berpengalaman atau mereview kertas kerja dengan lebih cermat bagi klien dengan
tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah.
2.3.5 Resiko kecurangan
Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini
biasanya di perhitungkan di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan secara
konsep dan praktek sangat sulit untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko
di atas. Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang dilakukan secara
sengaja dalam bentuk penggelapan aktiva dan kecurangan pelaporan keuangan.
Untuk menilai resiko kecurangan, auditor mengumpulkan informasi untuk
menentukan luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Hal-hal yang menyebabkan
timbulnya resiko kecurangan antara lain tekanan yang diterima manajemen baik
kelompok maupun individual, kesempatan yang tercipta, dan perilaku manajemen untuk
membiarkan terjadinya tindakan ketidakjujuran tersebut.
13
DAFTAR PUSTAKA
Arens dan James K. Loebbecke (2003), Auditing: Pendekatan Terpadu Jakarta: Salemba
Empat
14