Você está na página 1de 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Beyond use date (BUD) adalah batas waktu penggunaan produk obat
setelah diracik/disiapkan atau setelah kemasan primernya dibuka/dirusak.
Kemasan primer disini berarti kemasan yang langsung bersentuhan dengan bahan
obat, seperti: botol, ampul, vial, blister, dst.
Pengertian BUD berbeda dari expiration date (ED) atau tanggal
kedaluwarsa karena ED menggambarkan batas waktu penggunaan produk obat
setelah diproduksi oleh pabrik farmasi, sebelum kemasannya dibuka. BUD bisa
sama dengan atau lebih pendek daripada ED. ED dicantumkan oleh pabrik farmasi
pada kemasan produk obat, sementara BUD tidak selalu tercantum.
Idealnya, BUD dan ED ditetapkan berdasarkan hasil uji stabilitas produk
obat dan dicantumkan pada kemasannya. BUD dan ED menentukan batasan
waktu dimana suatu produk obat masih berada dalam keadaan stabil. Suatu
produk obat yang stabil berarti memiliki karakteristik kimia, fisika, mikrobiologi,
terapetik, dan toksikologi yang tidak berubah dari spesifikasi yang sudah
ditetapkan oleh pabrik obat, baik selama penyimpanan maupun penggunaan.
Menggunakan obat yang sudah melewati BUD atau ED-nya berarti
menggunakan obat yang stabilitasnya tidak lagi terjamin. Mengingat BUD tidak
selalu tercantum pada kemasan produk obat, penting bagi tenaga kesehatan,
khususnya apoteker, untuk mengetahui tentang ketentuanketentuan umum terkait
BUD serta bagaimana cara menetapkan BUD berbagai produk obat, baik produk
nonsteril maupun steril, kemudian mencantumkannya.
Melalui pemaparan tentang BUD berbagai produk obat dan vaksin,
apoteker sebagai tenaga kesehatan profesional yang bertanggung jawab
memberikan produk obat yang berkualitas kepada pasien, diharapkan dapat mulai
memperhatikan pentingnya BUD dan menerapkan pengetahuan ini ketika
menyimpan, memberikan, serta menggunakan produk obat dalam praktek sehari-
hari.
II.2 Tujuan Penulisan

1. Memahami perbedaan beyond-use date dan expiration date dalam


compounding dan dispensing
2. Mengetahui cara-cara penentuan beyond-use date dan aplikasi penentuan
beyond-use date pada berbagai produk obat, baik produk nonsteril maupun
steril.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Beyond Use Date Produk Nonsteril

Pengendalian mutu sediaan farmasi merupakan salah satu pekerjaan


kefarmasian yang berkaitan erat dengan stabilitas obat. Suatu sediaan farmasi
dapat dikatakan stabil jika tetap memiliki karakteristik kimia, fisika, mikrobiologi,
terapetik dan toksikologi yang tidak berubah sejak awal diproduksi hingga selama
masa penyimpanan serta penggunaan.1 Stabilitas obat diharapkan terjamin tidak
hanya pada saat penyerahan obat ke pasien atau tenaga kesehatan, namun hingga
disimpan di rumah ataupun di ruang rawat inap serta digunakan oleh pasien. Oleh
karena itu, siapapun yang menerima obat harus mengerti hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk menjaga stabilitas obat. Pemberian informasi kepada pasien
dan tenaga kesehatan mengenai cara penyimpanan dan batas waktu penggunaan
obat setelah kemasan dibuka merupakan salah satu tanggung jawab tenaga
kefarmasian yang penting untuk ketahui.
Dalam praktek sehari-hari, tidak jarang terjadi salah kaprah terkait tanggal
kedaluwarsa (expiration date/ ED) obat setelah kemasan dibuka. Seringkali, ED
obat setelah kemasan dibuka dianggap tetap sama dengan yang tertera pada
kemasan, padahal ED obat tersebut telah berubah. Dalam dunia kefarmasian, ED
yang telah berubah ini dikenal dengan istilah beyond use date (BUD). Beyond use
date merupakan batas waktu penggunaan yang tercantum pada wadah/kemasan
obat, mencakup obat racikan, produk repacking (dikemas ulang), maupun produk
obat pabrik dengan wadah multidose (penggunaan obat berkali-kali menggunakan
wadah yang sama). Expiration date merupakan batas waktu penggunaan produk
obat yang dicantumkan oleh pabrik obat pada kemasan asli. Expiration date
memberikan gambaran kepada pengguna obat mengenai jangka waktu obat masih
dapat dikatakan stabil sebelum kemasan dibuka berdasarkan uji stabilitas.1-3
Menurut The U.S Pharmacopeia (USP), BUD sebaiknya dicantumkan
pada etiket wadah obat untuk memberikan batasan waktu kepada pasien kapan
obat tersebut masih layak untuk digunakan. Informasi BUD ini dapat ditentukan
berdasarkan informasi dari pabrik obat, ataupun dari pedoman umum dalam USP.
Penetapan BUD pada wadah sebagian besar obat diatur oleh regulasi masing-
masing negara. Seperti halnya USP, The National Association of Boards of
Pharmacy (NABP) merekomendasikan agar BUD dicantumkan pada etiket obat.
Oleh karena itu, banyak negara yang akhirnya mengadopsi standar tersebut. Di
Indonesia, belum ada regulasi khusus yang mengatur penetapan BUD. Meskipun
demikian, hal ini tetap menjadi tanggung jawab profesional seorang apoteker
untuk memberikan informasi BUD kepada pasien dan tenaga kesehatan.2
Informasi ini penting disampaikan karena beberapa obat tidak boleh digunakan
kembali setelah kemasannya dibuka akibat ketidakstabilannya.

Kesulitan Penetapan BUD


a. Penetapan BUD merupakan suatu masalah yang kompleks karena berkaitan
dengan molekul obat dengan sejumlah gugus fungsi reaktif, bahan tambahan
yang beragam, wadah obat dan kondisi penyimpanan maupun penggunaan obat
yang bervariasi.2
b. Penghalang utama dalam penetapan BUD pada etiket obat adalah kurangnya
ketersediaan informasi stabilitas obat. Ilmu yang menjadi cikal bakal penetapan
BUD adalah kinetika kimia. Ilmu ini membahas mengenai laju reaksi perubahan
kimia obat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: konsentrasi awal dan
akhir obat, jenis pelarut, tekanan udara, serta suhu. Idealnya, bukti yang tepat
untuk menentukan BUD hanya dapat diperoleh melalui penelitian yang spesifik
terhadap obat dengan bentuk sediaan tertentu. Penelitian secara kuantitatif dapat
dilakukan menggunakan highperformance liquid chromatography (HPLC) dan
metode analisis lainnya yang sesuai.1 Dalam situasi seperti ini, yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana sebaiknya seorang apoteker menentukan BUD
yang valid sekalipun tidak tersedia penelitian mengenai stabilitas obat tersebut
Menanggapi kesulitan ini, USP kemudian memprakarsai penelitian yang
diadakan bersama dengan pabrik obat. Pharmaceutical Forum USP digunakan
sebagai media bagi para apoteker, badan pemerintah, organisasi profesi farmasi,
dan industri farmasi untuk saling bertukar pendapat dan informasi. Sementara
penelitian ini terus berjalan, dibuatlah suatu konsensus dalam General Notices and
General Chapters USP yang dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Pabrik obat bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang
diperlukan oleh apoteker dalam menetapkan BUD.
2. Apoteker disarankan untuk menggunakan penilaian profesional saat
menggunakan informasi yang tersedia dalam menentukan BUD.
3. Tersedia pedoman standar bagi apoteker dalam menetapkan BUD produk
obat pabrik maupun obat racikan. Pedoman standar ini hanya dapat
diterapkan jika obat disimpan pada suhu serta kelembaban yang terkontrol
sesuai syarat penyimpanan, dan disimpan dalam wadah kedap yang
terlindung dari cahaya (kecuali dinyatakan lain).

Penetapan BUD Obat Nonsteril

Berikut ini akan dirinci langkah-langkah penetapan BUD baik untuk produk obat
pabrik maupun obat racikan:
A. Produk Obat Pabrik
Tidak jarang dijumpai tablet dan kapsul yang sensitif terhadap
kelembaban. Stabilitas obat-obat yang dikemas dalam jumlah banyak (satu
wadah) seringkali perlu dipertimbangkan secara khusus. Pasien akan membuka–
tutup wadah setiap kali akan menggunakan obat untuk setiap dosis pemakaian.
Hal ini menyebabkan obat akan terpapar oleh udara dan dengan demikian akan
mengurangi shelf-life atau mempercepat ED.
1) Bentuk Sediaan Padat Produk obat pabrik bentuk sediaan padat yang
membutuhkan BUD misalnya produk repacking (contoh: CTM kemasan 1000
tablet dikemas ulang dalam wadah yang lebih kecil dengan jumlah yang lebih
sedikit dalam masing-masing wadah barunya) dan obat yang dikemas dalam
wadah multi-dose (contoh: Sistenol®). Seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, saat wadah dibuka maka batas waktu penggunaannya pun ikut
berubah.
Langkah-langkah penetapan BUD:
a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkutan
b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman umum dari
USP: - Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli - Jika ED1 tahun,
BUD maksimal = 1 tahun.

2) Bentuk Sediaan Semipadat Contoh sediaan semipadat adalah salep, krim,


lotion, gel dan pasta.
Langkah-langkah penetapan BUD:
a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkutan
b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman umum dari
USP:
 Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli.
 Jika ED 1 tahun, BUD maksimal = 1 tahun.

Gambar 1. Skema Langkah-langkah Penetapan BUD Produk Obat Pabrik Sediaan


Padat/Semipadat
3) Bentuk Sediaan Cair
Untuk produk obat yang harus direkonstitusi sebelum digunakan,
informasi BUD ditetapkan berdasarkan informasi yang tertera pada kemasan
asli obat. Untuk produk obat nonrekonstitusi (termasuk produk repacking).
langkah-langkah penetapan BUD-nya yaitu:
a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkutan
b. b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman
umum dari USP:
- Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli
- Jika ED1 tahun, BUD = 1 tahun

Contoh:
1. Obat merek X pertama kali digunakan pada bulan November 2011. ED
obat yaitu Juni 2012, berarti sisa masa penggunaan = 8 bulan (sejak
digunakan, yaitu Agustus 2012).
2. Obat merek Y pertama kali digunakan November 2011. ED obat yaitu Mei
2013, berarti sisa masa penggunaan = 1,5 tahun (>1 tahun), maka BUD
maksimal = 1 tahun sejak digunakan, yaitu Desember 2012.
Gambar 2. Skema Langkah-langkah Penetapan BUD Produk Obat Pabrik Sediaan Cair

B. Obat Racikan
Penetapan BUD obat racikan harus dilakukan secermat mungkin. Hal ini
disebabkan karena obat racikan memiliki karakteristik fisika kimia dan stabilitas
tertentu yang dipengaruhi oleh masingmasing bahan obat yang ada di dalamnya.1
Beyond use date obat racikan terhitung sejak tanggal peracikan. Ketika akan
menetapkan BUD, harus dipertimbangkan ED semua obat yang dicampurkan
dalam formulasi. Obat racikan ini tentunya akan memiliki BUD yang lebih
singkat daripada ED masingmasing bahan dalam formulasi. Jika dalam satu
racikan terdapat lebih dari satu macam obat, gunakan BUD yang paling singkat.
Langkah-langkah dalam menetapkan BUD obat racikan adalah1-4:
1. Gunakan informasi BUD berdasarkan penelitian spesifik pada obat racikan
yang bersangkutan.
2. Jika tidak tersedia penelitian spesifik, maka carilah informasi penetapan BUD
dari pabrik masing-masing obat yang digunakan dalam racikan (pilih BUD yang
paling singkat).
3. Jika tidak tersedia informasi dari pabrik, maka carilah informasi stabilitas dari
buku referensi atau literatur primer, seperti:
a) Trissel’s Stability of Compounded Formulations
b) AHFS Drug Information
c) Remington: The Science and Practice of Pharmacy
d) USP Dispensing Information
e) Journal of Pharmaceutical Sciences
f) American Journal of Health-System Pharmacy
g) International Journal of Pharmaceutical Compounding
4. Sering ditemukan bahwa referensi yang dipublikasikan tidak mengevaluasi
formulasi yang sama dengan formulasi obat racikan yang dimaksud, atau
penelitian yang dilakukan tidak menguji stabilitas sediaan untuk periode waktu
yang cukup panjang. Dengan kata lain, informasi stabilitas dari buku referensi
maupun literatur primer tidak cukup memadai. Untuk mengatasi hal ini, USP Bab
memberikan petunjuk umum penetapan BUD untuk obat racikan non steril seperti
yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Petunjuk Umum Penetapan BUD Obat Racikan Non Steril

* Petunjuk ini dapat digunakan jika sediaan obat racikan tersebut dikemas dalam
wadah kedap dan tidak tembus cahaya, disimpan pada suhu yang sesuai dan
terkontrol (kecuali dinyatakan lain).

Berdasarkan petunjuk umum ini, maka dapat dibuat ketentuan penetapan


BUD berdasarkan bentuk sediaan obat racikan, antara lain sebagai berikut:
a. Puyer/Kapsul
 Cek ED masing-masing obat:
 ED < 6 bulan maka BUD maksimal = ED
 ED>6 bulan maka hitunglah 25% dari sisa waktu penggunaan obat
sebelum ED, jika hasilnya 6 bulan, maka BUD maksimal = 6
bulan. Contoh perhitungan: Obat merek X diracik pada bulan
Desember 2012. ED obat yaitu Desember 2013.
 Perhitungan BUD: = 25% x 12 bulan = 3 bulan (<6bulan)
 BUD maksimal = 3bulan

b. Larutan Oral (Oral Solution), Suspensi Oral, Emulsi Oral


 Larutan yang mengandung air, BUD maksimal = 14 hari.
 Larutan yang tidak mengandung air:
 Cek ED masing-masing obat: ED< 6 bulan maka BUD maksimal
=ED
 ED> 6 bulan maka hitunglah 25% dari sisa waktu penggunaan obat
sebelum ED, jika hasilnya <6bulan maka BUD maksimal = hasi
perhitungan tersebut. Jika >6 bulan, maka BUD maksimal = 6 bulan.

c. Sediaan Semipadat (Salep, Krim, Gel, Pasta)


BUD maksimal untuk obat racikan sediaan semipadat adalah 30 hari.
II.2. Beyond Use Date Produk Steril
US Pharmacopoeia mengelompokkan tingkat risiko kontaminasi produk
steril menjadi 5, yaitu:
1. Segera digunakan Pemberian injeksi dilakukan dalam waktu 1 jam sesudah
penyiapan/ pencampuran sediaan injeksi.
2. Rendah Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Laminar Air Flow Workbench
(LAFW) atau Biological Safety Cabinet (BSC) yang memenuhi persyaratan
partikel dan mikroba ISO Class 5 dan tahapan pencampurannya sedikit, misalnya:
rekonstitusi sediaan injeksi antibiotik vial satu dosis. Ruang ISO Class 5 adalah
salah satu klasifikasi ruang bersih (Clean room) yang digunakan untuk melakukan
pencampuran sediaan injeksi secara aseptik. Persyaratan ruang ISO Class 5 adalah
jumlah partikel yang berukuran 0,5 mikrometer tidak lebih dari 3520 partikel/m3
dan jumlah mikroba kur ang d ari 1 cfu /m3.
3. Rendah dan diberikan dalam waktu 12 jam BUD Penyiapan sediaan injeksi
dilakukan di Ruang ISO Class 5, tahapan pencampurannya sedikit dan diberikan
dalam waktu 12 jam BUD.
4. Sedang Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Ruang ISO Class 5 dan tahapan
pencampurannya banyak; atau produk steril digunakan untuk lebih dari satu
pasien; atau produk steril digunakan untuk satu pasien namun beberapa kali
penggunaan.
5. Tinggi Penyiapan sediaan injeksi dengan bahan obat yang tidak steril; atau
penyiapan sediaan steril dengan bahan obat steril namun tidak dilakukan di Ruang
ISO Class 5; atau waktu/saat sterilisasi sediaan injeksi dilakukan >6 jam waktu
penyiapan/pencampuran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan injeksi adalah: jumlah
tusukan, teknik aseptis yang dilakukan oleh petugas kesehatan, masuknya udara
pada saat penusukan, lama penyimpanan, kondisi penyimpanan,ada/tidak adanya
pengawet. Waktu kedaluwarsa (beyond use date) secara umum dengan
mempertimbangkan kategori risiko kontaminasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Pedoman pemberian injeksi yang aman:


1. Vial dengan label single dose atau single use hanya digunakan untuk satu
pasien dan satu prosedur. Single dose vial berarti satu vial mengandung satu
dosis pemberian. Single use vial berarti vial tersebut diformulasikan untuk satu
kali pemberian.
2. Jarum dan syringe steril hanya digunakan satu kali (satu kali pakai buang,
disposable).
3. Penyiapan dan pemberian sediaan injeksi secara aseptis dan mencegah
kontaminasi.
4. Pemberian sediaan injeksi sebelum batas waktu kedaluwarsa (expiration date
atau beyond use date)
5. Penyimpanan, pencampuran dan pemberian sediaan injeksi sesuai dengan
standar prosedur operasional yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang terlatih.
6. Dokumentasi dan evaluasi keefektifan dan keamanan penggunaan sediaan
injeksi secara berkala.
BAB III
KESIMPULAN

Pentingnya penetapan BUD menggerakkan diadakannya penelitian


spesifik mengenai stabilitas dari masing-masing sediaan obat. Namun, terbatasnya
ketersediaan informasi stabilitas ini menyebabkan USP membuat suatu konsesus
untuk menyusun pedoman umum bagi apoteker dalam menetapkan BUD.
Pedoman umum ini dapat digunakan jika sediaan obat memenuhi syarat
penyimpanan dan pengemasan yang sesuai. Dalam mengaplikasikan petunjuk
yang ada dalam pedoman umum USP, seorang apoteker diwajibkan untuk tetap
menggunakan penilaian profesional dalam menetapkan BUD.
BUD menghindari suatu produk obat atau sediaan farmasi dari kerusakan
stabilitas yang disebabkan antara lain oleh pH, suhu, pelarut, cahaya, udara
(oksigen), karbon dioksida, uap air atau kelembaban, dan ukuran partikel. Untuk
menentukan beyond use date dengan menggunakan rumus
t90(T2) = t90(T1)/Q10(∆T10),
dimana t90 (T2) adalah umur simpan diperkirakan, t90 (T1) adalah umur simpan
diberikan pada T1 suhu tertentu, dan ΔT adalah perbedaan suhu antara T1 dan T2.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Society of Health-System Pharmacists. ASHP Technical Assistance


Bulletin on Compounding Nonsterile Products in Pharmacies. Am J Hosp
Pharm [Internet]. 1994 [cited 2012 May 27]. Available from:
http://www.ashp.org/ s _ a s h p / d o c s / f i l e s / B P 0 7 /
Prep_TAB_Nonsterile.pdf.

2. Anonim, Beyond Use Date. Buletin Rasional, 2012. Vol. 10, Nomor 3.

3. Allen Jr, L.V., 2005, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding Fourth Editio. Washington, D.C. : American Pharmacists
Association.

4. Marriott, F. M., et al, 2010, Pharmaceutical Compouding and Dispensing


second edition, Pharmaceutical Press, Great Britain

5. Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek
FarmasiIndustri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.

6. Patricia C. Kienle, RPh, MPA, FASHP. 2007. USP Chapter 797


“Understanding Beyond Use Dating for Compounded Sterile Preparations”

7. University of North Carolina - Eshelman School of Pharmacy. Assigning


Beyond Use Date [Internet]. 2012 [cited 2012 May 27]. Available from:
http://pharmlabs.unc.edu/ labs/prescriptions/beyond.htm.

8. Thompson JE. A Practical Guide to Contemporary Pharmacy Practice. 3rd ed.


Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins – Wolters Kluwer; 2009.

Você também pode gostar