Você está na página 1de 3

ANALISIS HUKUM TENTANG PELANTIKAN PEJABAT DI PEMKOT KUPANG

Oleh: Fellyanus Haba Ora


(Researchers at FreePublik NTT)
Pendahuluan

Peradaban milenium menyebabkan efek transparansi dan pengawasan publik mudah


diikuti. Kemajuan teknologi menyebabkan gerak-gerik pemerintah mudah terpantau. Salah
satunya melalui media sosial facebook. Konten facebook dinilai unggul dalam fitur
perekaman video, bentuk komunikasi sosial tanpa komunikasi verbal, dan keunggulan
lainnya. Bahkan melalui facebook, publik cepat mengikuti informasi dan berita kejadian di
pemerintahan yang dulunya sulit diakses dan diketahui.
Kejadian mutasi di lingkungan Pemerintah Kota Kupang (Selasa, 19 Desember 2017)
merupakan satu contoh efek penggunaan media sosial. Pro dan kontra terhadap mutasi yang
dilakukan Pemkot Kupang menjadi perbedaan pandangan publik. Kelompok pro menyebut
bahwa mutasi yang dilakukan telah sesuai dengan mekanisme hukum sesuai Undang-Undang
yang berlaku bahwa mutasi yang dilakukan telah sesuai arahan dan petunjuk Kementerian
Dalam Negeri. Kelompok kontra menyebut bahwa mutasi yang dilakukan bertentangan
dengan perundangan yang berlaku karena izin Kementerian Dalam Negeri adalah mengisi
jabatan yang sedang kosong, bukan terkait dengan promosi dan pergeseran pejabat. Bahkan
kelompok kontra lain hanya menyebut jika mutasi yang dilakukan ilegal tanpa ada
rasionalisasi pendapat yang ilmiah “pokoknya mutasi itu ilegal”.
Pandangan pro dan kontra ini memberi petunjuk ilmiah, perlu dilakukan suatu analisis
singkat berbasis sains hukum yang objektif dan mempertimbangkan nilai kebenaran terhadap
pelantikan pejabat di Pemerintah Kota Kupang (Pemkot Kupang) yang dijelaskan
menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Dasar Hukum Pergantian Pejabat Pemerintah Daerah

Beberapa ahli hukum seperti Moekijat (1989) dan Hasibuan (1994) menyatakan
pengangkatan pejabat atau mutasi jabatan sebagai suatu perubahan posisi, jabatan, tempat,
pekerjaan, klas dan lain sebagainya baik secara horizontal maupun vertikal (promosi/demosi)
di dalam suatu organisasi. Namun kegiatan mutasi mengekspresikan kemunculan rasa
bahagia, senang, haru, iri, cemburu, dan tidak senang. Deskriptif kualitatif ekspresi ini tidak
dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan kualitas kinerja pemerintahan.
Pertimbangan ontologi sainsnya adalah apakah mutasi yang dilakukan oleh Pemkot Kupang
telah sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar Hukum Mutasi adalah: Undang-Undang Nomor Tahun 2014 Tentang Aparatur
Sipil Negara; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang; Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003
Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara,
berbunyi: “Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara
Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh
pejabat pembinan kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan”. Kegiatan
memindahkan ASN dari suatu tempat ke tempat kerja lain disebut mutasi. Kemudian Pasal 73
ayat (1), berbunyi: “Setiap PNS dapat dimutasi dan/atau lokasi dalam 1 (satu) instansi Pusat,
antar-Intansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, dan keperwakilan Negara
Republik Indonesia di luar negeri”. Pasal 3 ayat (2), berbunyi: “Mutasi PNS dalam satu
Instansi Pusat atau Instansi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian”.
Defenisi Pejabat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang
Wewenang Pengangkatan Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah
pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan
Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pejabat pembinan kepegawaian daerah tingkat kota adalah Walikota.
UU Nomor 8 Tahun 2015, Pasal 162 ayat (3) berbunyi “Gubernur, Bupati, atau
Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangkan waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
pelantikan”. Kemudian Pasal 162 ayat (3) tersebut diubah lagi dalam UU Nomor 10 Tahun
2016 menjadi :“Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat
di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota dalam jangka waktu 6
(enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari
Menteri”. Berdasarkan dasar hukum yang telah diuraikan maka beberapa pertimbangan
hukum dalam mutasi ASN adalah kegiatan mutasi dapat dilakukan oleh Walikota dalam
tenggang waktu setelah 6 (enam) bulan mulai tanggal pelantikan, dan jika dilakukan pada
masa waktu sebelum 6 bulan sejak tanggal pelantikan maka perlu ada persetujuan Menteri
Dalam Negeri (Mendagri).
Kegiatan perpindahan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Kupang pada Selasa (19
Desember 2017) dapat dikatakan salah dan ilegal jika dilakukan tanpa adanya persetujuan
dari Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri RI). Tetapi pelantikan tersebut
telah sesuai dengan mekanisme hukum, yakni dengan adanya persetujuan oleh Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 820/10512/Dirjen Otda tanggal 6 Desember 2017
Tentang Persetujuan Pengisian Jabatan di Lingkungan Pemerintah Daerah Kota Kupang.
Berdasarkan surat dari Mendagri maka pelantikan tersebut adalah sesuai ketentuan hukum
dan tidak ilegal.

Analisis Hukum Pergantian Pejabat di Pemkot Kupang


Kegiatan Walikota Kupang untuk memindahkan/menggeser beberapa pejabat
pemerintah di lingkungan Pemkot Kupang telah memenuhi asas-asas sebagai pejabat
administrasi negara, yaitu: (1) Asas Yuridikitas (rechtmatingheid), bahwa setiap tindakan
pejabat administrasi negara tidak boleh melanggar hukum (harus sesuai dengan rasa keadilan
dan kepatutan) jadi tidak tertulis; (2) Asas Legalitas (wetmatigheid), bahwa setiap tindakan
pejabat administrasi negara harus ada dasar hukumnya (ada peraturan dasar yang
melandasinya) dimana Indonesia adalah negara hukum maka asas legalitas adalah hal utama
dalam setiap tindakan pemerintah; (3) Asas Diskresi dari Freis Ermessen, bahwa kebebasan
dari seorang pejabat administrasi negara untuk mengambil keputusan berdasarkan
pendapatnya sendiri tetapi tidak bertentangan dengan legalitas. Pelantikan yang dilakukan
oleh Walikota Kupang bukan merupakan suatu tindakan yang abuse of power (pelampauan
kewenangan) dan detournement de pouvoir (penyalahgunaan wewenang) atau ultravires
(penyalahgunaan wewenang).
Kegiatan untuk memindahkan pejabat di Pemerintah Kota Kupang telah memenuhi
asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) menurut De Monchy tahun 1950, yang
terdiri atas: (1) asas kepastian hukum; (2) asas keseimbangan; (3) asas kesamaan; (4) asas
bertindak cermat; (5) asas permainan yang layak; (6) asas keadilan dan kewajaran; (7) asas
perlindungan atas pandangan hidup; (8) asas kebijaksanaan; dan (9) asas penyelenggaraan
kepentingan umum. Sikap Pemkot Kupang sesuai asas legalitas meminta persetujuan
Mendagri RI menunjukkan adanya ketaatan sesuai residu theori tahun 1926 oleh Van
Vallenhoven dan tidak melanggar bestuursrecht (hukum pemerintahan) dan yang berlaku
dalam justitierecht (hukum yang berlaku dalam peradilan). Bahkan jika merujuk pada
falsafah hukum berlakunya undang-undang, maka yang dilakukan oleh Pemkot Kupang tidak
terdapat hal yang dianggap dapat melanggar asas-asas berlakunya suatu undang-undang, baik
secara lex posterior derogat legi priori, lex superior derogat legi inferiori, ataupun lex
specialis derogat legi generali.
Kegiatan melantik beberapa pejabat di lingkungan Pemkot Kupang pun telah secara sah
memenuhi Ius Constitutum, yakni hukum positif suatu negara dimana hukum yang berlaku
dalam suatu negara pada suatu saat tertentu. Pengisian jabatan karena merupakan urgensi
kebutuhan kinerja pemerintah Kota Kupang. Bahkan Ius Constutum yang telah berlaku saat
ini adalah bagian dari Ius Constituendum pada masa lampau.

Penutup

Kegiatan melantik pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Kupang yang dilakukan oleh
Walikota Kupang telah memenuhi dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia. Perbedaan non ilmiah dalam menanggapi proses
pelantikan pejabat di Pemkot Kupang melalui media sosial facebook merupakan dampak dari
kemajuan teknologi milenial yang kurang termanfaatkan oleh golongan milenial, baik yang
berstatus akademisi, politisi, praktisi hukum, dan lain sebagainya.

Você também pode gostar