Você está na página 1de 6

A.

Definisi
Filariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh tiga spesies cacing yaitu,
wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori ditularkan melalui nyamuk ke
manusia
B. Etiologi
Cacing filaria termaksud family filaredea dan dapat ditemukan dalam pendarahan
darah, limfe, otot,jaringan ikat, atau rongga serosa pada veberata. Vector yang di gunakan
untuk penularan adalah nyamuk sebagai hospes perantara. Kera, anjing, dan manusia
berperan sebagai hospes definitif.

Nama spesies Vector Lokasi Lokasi Karakteristik


(nyamuk) bentuk mikrof mikrofilaria
dewasa ilaria
Wuchereria bancrofti Culex (kota) Jaringan darah Selubung
anopheles/aedes limfatik aseluler, tidak
(desa) terdapat
nucleus pada
ekornya
Brugia malayi Mansonia Jaringan darah Selubung
Anopheles limfatik aseluler,
terdapat
nucleus
terminal dan
subterminal
Brugia timori Anopheles Jaringan darah
limfatik

1. W.brancofti
Periodisitas keberadaan mikrofilaria dalam darah tepi tergantung sepsies.
Mikrofilaria W.brancofti di Indonesia biasanya ditemukan pada malam hari
(nocturnal). Parasit ini ditularkan melalui nyamuk culex quinquefasciatus di
daerah pedesaan. Masa hidupnya di tubuh manusia sangat panjang. Perrtumbuhan
dalam tubuh nyamuk sekitar 2 minggu dan pada manusia bisa hinggan 5 tahun.
Mikrofilaria yang terisap nyamuk akan masuk lambung, melepaskan kulit,
dan menembus dindingnya untuk bersarang pada otot toraks. Mikrofilaria
kemudian berkembang menjadi larva stadium I. larva stadium I bertukar kulit 2
kali menjadi larva stadium II dan kemudian larva stadium III yang sangat aktif.
Bentuk aktif ini berimigrasi sampai ke alat penusuk nyamuk. Melalui gigitan
nyamuk, larva stadium III ini masuk tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe.
Larva yang berkembang menjadi larva stadium IV dan V atau cacing dewasa yang
menimbulkan sumbatan di pembuluh darah dan limfe. Cacing dewasa
memproduksi mikrofilaria yang kemudian meninggalkan cacing induk dan
menembus diding pembulu limfe menuju pembulu darah terdekat.

2. B.malayi dan B.timori


Mikrofilaria B.malayi memiliki periosiditas nokturnal dan nonperiodik sedangkan
B.timori bersifat nokturnal. B.malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh
nyamuk anopheles barbirostris sedangkan yang hidup pada manusia dan hewan
ditularkan oleh nyamuk mansoni. B.timori ditularkan nyamuk Anopheles
barbirostris. Daur hidup parasite dalam tubuh nyamuk sekitar 10 hari dan dalam
tubuh manusia sekitar 3 bulan. Fase perkembangan serupa dengan W.brancofti.
C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis secara umum juga dibagi menjadi 3 stadium, yakni stadium
tanpa gejala, stadium peradangan (akut), dan stadium penyumbatan (menahun). Stadium
ini lebih terlihat pada filariasis brancofti Karena dapat berlansung lama. Filariasis akibat
B.malayi dan B.timori tidak pernah megenai sistem limfe alat kelamin.

1. Stadium tanpa gejala


Pada daerah edemis hanya di temukan pembesaran kelenjar limfe terutama di inguinal
sedangkan pada pemeriksaan darah ditemukan mikrofilaria dalam jumblah besar disertai
eosinophilia
2. Stadium peradangan (akut)
Limfangitis, inflamasi eosinofil akut, demam,menggigil, sakit kepala, muntah, dan
kelemahan tubuh dapat terjadi. Stadium ini berlangsung beberapa hari hingga minggu dan
terutama menyerang saluran limfe tungkai, ketiak, epitrochlear, dan alat kelamin. Pada
laki-laki dapat ditemukan funikulitis, epididimis, orkitis, dan pembekakan skrotum ulkus
dapat timbul dengan cairan serosanguin. Terkadang dapat muncul hematuria dan
proteinuria yang menandakan gangguan ginjal. Fenomena ini adalah tropical pulmonary
eosinophilia akibat respon imunologik berlebih dengan tanda eosinophilia. Gejala mirip
asma/penyakit paru restriktif/obstruktif, dan splenomegali.

3. Stadium penyumbatan (menahun)


Pada stadium ini dapat ditemukan hidrokel, limfedema, dan elefantiasis. Limfedema
tungkai dapat di bagi dalam 4 tingkat, yaitu:
 Tingkat 1: edema pitting tungkai, kembali normal bila tungkai di anggkat;
 Tinggkat 2: edema pitting/nonpitting, tidak dapat kembali normal bila tungkai
diangkat;
 Tinggkat 3: edema nonpitting, tidak dapat kembali normal bila tungkai diangkat,
kulit tebal;
 Tinggkat 4: edema non pitting dengan jaringan fibriosis dan verukosa kulit
(elepfantiasis).
D. Pathogenesis & patofisiologis
Kerusakan terjadi pada pembulu getah bening akibat inflamasi yang disebabkan oleh
cacing dewasa. Cacing dewasa tinggal dipembulu getah bening aferen atau sinus kelenjar
sehingga terjadi pelebaran pembulu getah bening dan penebalan dinding. Sistem limfatik
menjadi berliku-liku dan terjadi inkompetasi katub pembulu getah bening. Obtruksi
limfatik dan penurunan funggsi juga disebabkan oleh proses imun penjamu yang
menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi.
E. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah perifer: leukositosis, eosinopfilia
 Ditemukan mikrofilia dalam darah tepi, cairan hidrokel, atau kiluria. Pegambilan
spesimen disesuaikan dengan puncak aktifnya, yankni saat malam hari (pukul
22.00 – 02.00). pegambilan darah tebal atau tipis dapat dipulas dengan
pewarnaan glemsa atau wright.
 Biopsi kelenjar atau jaringan limfe: ditmukannya potongan cacing dewasa.
 ELISA dan immunochromatographic (ICT) untuk deteksi antigen
 Pencitraan: limfoskintigrafi dengan radionuklir, USG Doppler.
F. Komplikasi
1. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
2. Elepfantiatis tungkai
3. Limfadema: infeksi wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis, vulva
vagina dan payudara.
4. Hidrogel (40-50% kasus), adenolimfangitis pada saluran limfe testis berulang:
5. Pecahnya tunika vaginalishidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di
antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan
yang berada di dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorsi oleh sistem
limfatik sekitarnya.
6. Kiluria : kencing seperti susu
Karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan
masuknya cairan limfe ke saluran kemih.
G. Penatalaksanaan
Penata laksanaan filariasis bergantung pada keadaan klinis dan beratnya penyakit. (addis
DG, dreyer G)
1. Terapi medikamentosa
o Diethylcarbamazine cirate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12
hari berturut-turut. Di Indonesia, dosis 6mg/kgBB memberikan efek samping
yang berat, sehingga pemberian DEC dilakukan bedasarkan usia dan
kombinasi dengan albendazol.
o Invermectin
Obat ini merupakan obat anti biotik semisentik golongan makrolid yang
berfungsi sebagai agent mikrofiliria poten. Dosis tunggal 200-400µg/kg dapat
menurukan mikrofilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat ini
belum digunakan di Indonesia.
o Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selama bertahun-tahun
dan baru-baru ini dicoba digunakan sebagai anti-filaria. Albendazole hanya
mempunyai sedikit efek untuk mikrofileremia dan antigenamia jika digunakan
sendiri. Dosis tunggal 400 mg dikombinasikan dengan DEC atau ivermectin
efektif menghancurkan mikrofilaria.
o Pemberian benzopyrenez, termaksud flavonoids dan coumarin dapat menjadi
terapi tambahan.
2. Pembedahan
Tindakan bedah pada limfedema bersifat paliatif, indikasi tindakan bedah adalah jika
tidak terdapat perbaikan dengan terapi konservatif, limfadema sanggat bersar
sehingga menggangu aktivitas dan perkerjaan dan menyebabkan tidak berhasilnya
terapi konservatif.
H. Pengkajian
1. Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur
2. Kelemahan otot, menurunnya masa otot, respon fisiologi aktivitas (perubahan TD,
frekuensi jantung)
3. Perubahan TD, menurunya volume nadi pafiler, perpanjang pegisi kapiler
4. Stress b.d perubahan fisik, mengikuti penapilan, putus asa dan sebagainya.
5. Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah
6. Intergumen kering, gatal, lesi, bernanah, benggkak, tugor jelek.
7. Anoreksia, permeabilitas cairan.
8. Pusing, perubahan status mental, kerusakan status peraba, kelemahan otot.
9. Ansietas, reflek tidak normal.
10. Nyeri umum local, rasa terbakar, sakit kepala
11. Benggkak, penurunan rentang gerak.
12. Perubahan intergritas kulit, pelebaran kelenjar limfe seksualitas, menurunnya libido.
13. Pembekakan daerah skrotalis.
I. Diagnosa
Masalah keperwatan yang umum dapat muncul berupa:
1. Hipertermia b.d peradangan pada kelenjar getah bening.
2. Gangguan eliminasi urine b.d infeksi saluran kemih.
3. Nyeri akut b.d pembekakan kelenjar limfe.
4. Gangguan citra tubuh b.d tahap perkembanggan penyakit, perubahan pada struktur
dan fungsi tubuh.
5. Kerusakan mobilitas fisik b.d pembekakan kelenjar limfe.
6. Resiko ketidak berdayaan.
7. Ansietas b.d proses penyakit.

J. Intervensi

Você também pode gostar