Você está na página 1de 6

Analisis Data

No Konsentrasi Panjang Silinder (cm) Panjang Diameter (mm)


Awal akhir awal akhir
1 0% 4,4 4,4 8.2 8.3
2 6% 4,4 4,4 8.2 7.3
3 9% 4,4 4,2 8.2 7.05
4 12% 4,4 4,1 8.2 7

Diagram Pertambahan Panjang dan Diameter

Pertambahan panjang
14

12

10

0
4.4 4.4 4.2 4.1

Konsentrasi (%)

Pertambahan Diameter
14

12

10

0
8.3 7.3 7.05 7

Konsentrasi (%)
Pembahasan Potensial Air
Pada praktikum potensial air terjadi pemendekan panjang dan diameter dari silinder
bengkoang yang dimasukkan ke dalam larutan Sukrosa dengan perlakuan besar
konsentrasi 6%, 9%, dan 12%. Sedangkan pada perlakuan kontrol (larutan dengan
konsentrasi 0%) terjadi pemanjangan diameter dari silinder bengkoang.

Proses pemanjangan dan pemendekan jaringan tumbuhan tersebut terjadi karena


peristiwa osmosis yang mempengaruhi potensial air dalam sel tumbuhan. Peristiwa
osmosis merupakan peristiwa pergerakan air melewati membrane selektif
semipermeable dari larutan berkonsentrasi rendah ke tinggi (Hopkins et al, 2008).
Yang dimaksud dengan larutan berkonsentrasi rendah adalah larutan yang memiliki
kadar zat terlarut yang sedikit dan zat pelarut (air) yang banyak. Peristiwa osmosis
akan mempengaruhi potensial air dalam sel tumbuhan sehingga mengakibatkan
tekanan turgor pada sel tumbuhan (Hopkins et al, 2008). Tekanan turgor adalah
tekanan yang diberikan oleh protoplast kepada dinding selnya akibat tingginya
potensial air dalam sel tumbuhan (Hopkins et al, 2008). Tingginya tekanan turgor
pada sel tumbuhan akan mengakibatkan sel tumbuhan menjadi menggembung dan
bertambah secara volume, begitu juga dengan hilangnya tekanan turgor akan
megakibatkan hilangnya bentuk sel dan bentuk dinding sel tumbuhan (Prinzivalli
et al, 2006). Hilangnya tekanan turgor sel tumbuhan dapat terjadi karena adanya
peristiwa osmosis.

Jika sel tumbuhan berada pada larutan berkonsentrasi tinggi, maka air dalam sel
tumbuhan akan bergerak ke luar menuju larutan karena potensial air di larutan lebih
rendah daripada di dalam sel (Taiz et al, 2002). Hilangnya potensial air dalam sel
akan mengakibatkan hilangnya tekanan turgor pada sel yang berakibat pada
hilangnya hilangnya bentuk sel dan bentuk dinding sel tumbuhan (Prinzivalli et al,
2006). Hilangnya bentuk sel dan bentuk dinding sel tumbuhan akan mengakibatkan
terjadi penurunan volume pada sel tumbuhan yang berakibat pada penurunan baik
Panjang maupun diameter silinder bengkoang. Selain itu akibat hilangnya potensial
air pada sel tumbuhan akan mengakibatkan hilangnya junction atau hubungan antar
sel sehingga mengakibatkan ruang intercellular menjadi mengecil (Prinzivalli et al,
2006).
Pada Konsentrasi 6% terjadi pemendekan diameter silinder yang semula 8,2 mm
menjadi 7,3 mm dikarenakan terjadi peristiwa osmosis, dimana air dalam sel
tumbuhan akan berpindah ke larutan akibat konsentrasi larutan yang lebih tinggi
daripada sel tumbuhan dan karena potensial air larutan yang lebih rendah dari pada
sel tumbuhan. Akibantnya terjadi peristiwa plasmolysis, hilangnya bentuk dinding
sel tumbuhan, dan terputusnya junction antar sel tumbuhan yang mengakibatkan
pada penurunan volume dari jaringan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari
diameter silinder yang semula 8,2 mm turun menjadi 7.3 mm

Pada Konsentrasi 9% terjadi pemendekan diameter silinder yang semula 8,2 mm


menjadi 7,05 mm dan Panjang silinder yang semula 4,4 cm memendek menjadi 4,2
cm dikarenakan terjadi peristiwa osmosis, dimana air dalam sel tumbuhan akan
berpindah ke larutan akibat konsentrasi larutan yang lebih tinggi daripada sel
tumbuhan dan karena potensial air larutan yang lebih rendah dari pada sel
tumbuhan. Akibantnya terjadi peristiwa plasmolysis, hilangnya bentuk dinding sel
tumbuhan, dan terputusnya junction antar sel tumbuhan yang mengakibatkan pada
penurunan volume dari jaringan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari diameter
silinder yang semula 8,2 mm turun menjadi 7.05 mm dan Panjang yang semula 4.4
cm turun menjadi 4,2 cm. penurunan volume yang terjadi pada perlakuan 9% lebih
besar daripada 6% karena konsentrasi 9% lebih pekat daripada 6% sehingga
konsentrasi air pada perlakuan 9% lebih kecil daripada 6% (Taiz et al, 2002).

Begitu juga pada Konsentrasi 12% terjadi pemendekan diameter silinder yang
semula 8,2 mm menjadi 7 mm dan Panjang silinder yang semula 4,4 cm memendek
menjadi 4,1 cm dikarenakan terjadi peristiwa osmosis, dimana air dalam sel
tumbuhan akan berpindah ke larutan akibat konsentrasi larutan yang lebih tinggi
daripada sel tumbuhan dan karena potensial air larutan yang lebih rendah dari pada
sel tumbuhan. Akibantnya terjadi peristiwa plasmolysis, hilangnya bentuk dinding
sel tumbuhan, dan terputusnya junction antar sel tumbuhan yang mengakibatkan
pada penurunan volume dari jaringan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari
diameter silinder yang semula 8,2 mm turun menjadi 7 mm dan Panjang yang
semula 4.4 cm turun menjadi 4,1 cm. penurunan volume yang terjadi pada
perlakuan 12% lebih besar daripada 9% karena konsentrasi 12% lebih pekat
daripada 9% sehingga konsentrasi air pada perlakuan 12% lebih kecil daripada 9%
(Taiz et al, 2002).

Sedangkan pada perlakuan kontrol (Konsentrasi 0%) diameter silinder yang semula
8,2 mm berubah menjadi 8,3 mm walaupun panjangnya tetap. Perubahan diameter
ini diakibatkan oleh masuknya air dari luar sel tumbuhan ke dalam sel tumbuhan.
Air tersebut masuk karena potensial air di luar sel tumbuhan lebih besar daripada
di dalam sel tumbuhan. Masuknya air mengakibatkan sel tumbuhan menggembung
karena adanya tekanan turgor (Taiz et al, 2002). Menggembungnya sel tumbuhan
akan mengakibatkan pertambahan volume sel dan jaringan yang dibuktikan dengan
adanya penambagan Panjang diameter yang semula 8,2 mm menjadi 8,3 mm.

Pembahasan difusi metilen biru

Pada praktikum jarak hasil difusi pada larutan awal dan larutan bekas dengan
konsentrasi yang berbeda (0%, 6%, 9%, 12%) sebenarnya memanfaatkan prinsip
difusi. Difusi adalah pergerakan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsetrasi
rendah dalam pelarut (Taiz et al, 2002). Laju difusi dipengaruhi oleh beberapa hal,
seperti yang dijelaskan melalui prinsip fick. Hukum fick menjelaskan bahwa difusi
akan terjadi lebih cepat jika perbendaan antara konsentrasi zat terlarut dan pelarut
semakin besar (memiliki gradien konsentrasi yang besar). Hal tersebut berarti
bahwa lama kelamaan proses difusi akan semakin lambat karena konsentrasi zat
terlarut awal akan semakin berkurang (semakin mendekati gradien konsentrasi)
sejalan dengan proses difusi (Taiz et al, 2002).

Melalui hukum fick dapat dijelaskan pergerakan zat terlarut akan semakin terjadi
lebih lambat pada pelarut yang memiliki konsentrasi yang mendekati konsentrasi
zat terlarut (Memiliki gradien konsentrasi yang hamper sama). Sehingga pada
periode waktu tertentu ketika dibandingkan dengan difusi pada gradien konsentrasi
yang besar, maka zat pelarut yang berdifusi pada zat terlarut yang memiliki gradien
konsentrasi hamper sama akan terlihat berdifusi pada kedalaman yang dangkal dan
sebaliknya

Hal tersebut dapat diartikan bahwa uji coba difusi pada larutan awal dan bekas akan
menunjukan kedalaman yang berbeda bergantung pada konsentrasi atau gradien
konsentrasi antara larutan awal dan larutan bekas. Perbedaan konsentrasi antara
larutan awal dan larutan bekas menunjukan adanya bukti persitiwa osmosis dari
percobaan sebelumnya. Dimana jika terjadi perpindahan air dari sel tumbuhan ke
larutan maka larutan bekas akan memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari pada
konsentrasi awal, Namun jika terjadi perpindahan air dari larutan ke sel tumbuhan
maka tidak akan terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan awal dan larutan
bekas.

Percobaan difusi yang dilakukan pada larutan awal dan bekas konsentrasi 6% dalam
periode waktu tertentu, difusi yang terjadi menunjukan bahwa larutan bekas
memiliki kedalaman difusi yang lebih besar dari pada larutan awal dengan
kedalaman larutan bekas sebesar 1,5 cm dan larutan awal sebsar 1 cm. larutan bekas
mendifusi lebih cepat sehingga pelarut dapat mencapai kedalaman yang lebih besar
dari pada larutan awal, kecepatan difusi ini menandakan bahwa konsentrasi larutan
bekas lebih rendah daripada larutan awal karena air berpindah dari sel tumbuhan ke
dalam larutan karena peristiwa osmosis (Gradien konsentrasi larutan bekas lebih
besar).

Percobaan difusi yang dilakukan pada larutan awal dan bekas konsentrasi 9% dalam
periode waktu tertentu, difusi yang terjadi menunjukan bahwa larutan bekas
memiliki kedalaman difusi yang lebih besar dari pada larutan awal dengan
kedalaman larutan bekas sebesar 1 cm dan larutan awal sebsar 0,8 cm. larutan bekas
mendifusi lebih cepat sehingga pelarut dapat mencapai kedalaman yang lebih besar
dari pada larutan awal, kecepatan difusi ini menandakan bahwa konsentrasi larutan
bekas lebih rendah daripada larutan awal karena air berpindah dari sel tumbuhan ke
dalam larutan karena peristiwa osmosis (Gradien konsentrasi larutan bekas lebih
besar)

Percobaan difusi yang dilakukan pada larutan awal dan bekas konsentrasi 12%
dalam periode waktu tertentu, difusi yang terjadi menunjukan bahwa larutan bekas
memiliki kedalaman difusi yang lebih besar dari pada larutan awal dengan
kedalaman larutan bekas sebesar 1 cm dan larutan awal sebsar 0,5 cm. larutan bekas
mendifusi lebih cepat sehingga pelarut dapat mencapai kedalaman yang lebih besar
dari pada larutan awal, kecepatan difusi ini menandakan bahwa konsentrasi larutan
bekas lebih rendah daripada larutan awal karena air berpindah dari sel tumbuhan ke
dalam larutan karena peristiwa osmosis (Gradien konsentrasi larutan bekas lebih
besar).

Percobaan difusi yang dilakukan pada larutan awal dan bekas konsentrasi 0% dalam
periode waktu tertentu, difusi yang terjadi menunjukan bahwa larutan bekas
memiliki kedalaman difusi yang lebih besar dari yang sama besar dengan larutan
awal dengan kedalaman larutan bekas sebesar 1,5 cm dan larutan awal sebsar 1,5
cm. larutan bekas dan larutan awal mendifusikan dengan kecepatan yang sama,
karena walupun terjadi osmosis dan menyebabkan sel tumbuhan turgid, namun
hanya air saja yang berpindah dan tidak mempengaruhi konsentrasi larutan baik
pada larutan awal maupun bekas.

Daftar Pustaka

Hopkins, W.G. & Huner, N.P.A. 2008. Introduction to Plant Physiology. 4th
edition. New york: john wiley & sons, inc.

Taiz, L. & Zeiger, E. 2002. Plant Physiology. 3rd Edition. Sunderland: Sinauer
Associates.

Prinxivalli, C., Brambilla, A., maffi, D., Scalzo, R.L, & Torregglani, D. 2006.
Effect of osmosis time on structure, texture and pectic composition of strawberry
tissue. Eur Food Res Technol. 224: 119–127.

Você também pode gostar