Você está na página 1de 35

9

BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Umum Tentang Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan (ansietas / axienty) adalah gangguan alam perasaan

(affective)yang di tandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran

yang mendalam dan berkelanjutan,tidak mengalami gangguan dalam

menilai realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik),

kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan

kepribadian (Spilitting of Personality),prilaku dapat terganggu tetapi

masih dalam atas - batas normal,(Hawari, 2011)

Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang

mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai

perkembangan, perubahan,pengalaman baru atau yang belum pernah

dilakukan serta dalam menemukan identitas diri dan arti kehidupan.

Kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut

dan kehati - hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak

menyenangkan. Kecemasan seringkali disertai dengan gejala fisik

seperti sakit kepala, jantung berdebar cepat, dada terasa sesak, sakit

perut, atau tidak tenang dan tidak dapat duduk diam. Gejala - gejala

kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing - masing

orang,(Widury, 2010)
10

2. Penyebab kecemasan

Stuart dalam wahyuni 2015 menjelaskan bahwa penyebab

kecemasan adalah faktor predisposisi dan faktor presipitasi

1. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi

jenis dan jumlah sumber yang dapat di gunakan individu untuk

mengatasi kecemasan. Faktor predisposisi kecemasan di uraikan

melalui beberapa teori :

a. Teori psikoanalitis

Menurut teori psikoanalitis kecemasan adalah konflik

emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id

dan superego. Id adalah dorongan insting dan impuls premitif,

sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan di

kendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menangani

tuntunan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan

fungsi kecemasan adalah mengingatkanego bahwa ada bahaya

b. Teori interpersonal

Menurut teori interpersonal kecemasan timbul dari perasan

takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal.

Kecemasn juga berhubungan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kerentangan

tertentu.
11

c. Teori prilaku

Menurut teori prilaku kecemasan merupakan produk

frustasi yaitu segala sesuatu yang kemampuan individu untuk

mencapai tujuan. Ahli teori prilaku lain menganggap

kecemasan sebagai suatu dorongsn ysng di pelajari berdasarkan

keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.

d. Kajian keluarga

Menurut teori kajian keluarga kecemasan biasanya terjadi

dalam keluarga. Gangguan kecemasan terkadang juga terjadi

tumpang tindih dengan kejadian defresi.

e. Kajian biologis

Menurut teori kajian biologis otak mengandung reseptor

khusus untuk benzodiasepin, obat – obat yang meningkatkan

neuro regulator inhibisi asam gama – amino butirat (GABA)

uang berperan penting dalam mekanisme biologis yang

berhubungan kecemasan

2. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi adalah stimulus yang di persepsikan oleh

individu sebagai tantangan, ancaman dan tuntutan yang

membutuhkan energi ekstra untuk koping.

a. Ancaman terhadap integritas fisik

Bila seseorang akan mengalami ancaman terhadap

integritas fisik, maka akan memberikan kesan ketidakmampuan


12

fisiologis atau berkurangnya kemampuan terhadap perilaku

sehari-hari.

b. Ancaman terhadap konsep diri

Ancaman terhadap konsep diri biasa terjadi pada setiap

orang dan biasanya mampu diadaptasi dengan baik

3. Gejala Klinis Kecemasan

Keluhan - keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang

mengalami gangguan kecem asan antara lain yaitu : Cemas Khawatir,

firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung,

merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian,

takut pada keramaian dan banyak orang,gangguan pola tidur, mimpi -

mimpi yang menegangkan gangguan konsentrasi dan daya ingat,

keluhan - keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging (tinitus), berdebar - debar, sesak nafas,

gangguan pencernaan dan sakit kepala,(Hawari, 2011).

4. Tipe Kepribadian Cemas

Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang,memandang

masa depan dengan rasa was - was atau khawatir, Kurang percaya diri,

gugup apabila tampil di muka umum,Sering merasa tidak bersalah atau

menyalahkan orang lain,tidak mudah mengalah gerakan sering serba

salah, tidak tenang bila duduk, gelisah,seringkali mengeluh ini dan itu

atau keluhan somatik, khawatir berlebihan terhadap penyakit,mudah

tersinggung, suka membesarkan - besarkan masalah yang kecil,dalam


13

mengambil keputusan sering di liputi rasa bimbang dan ragu,kalau

sedang emosi sering bertindak dengan histeris,(Hawari, 2011).

5. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart (2010) tingkat kecemasan dibagi menjadi :

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari - hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan

dapat memotivikasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah

kelelahan, kesadaran tinggi, mampu belajar, motivasi meningkat

dan tingkah laku sesuai situasi.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada masalah yang selektif, namun dapat melakukan

sesuatu terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu

kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernafasan

meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan

volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar

namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, mudah

tersinggung, tidak sabar, muda lupa, marah dan menangis.


14

c. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang dengan kecemasan berat dan cenderung untuk

memusatkan pada suatu area lain. Manifestasi yang muncul pada

tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, tidak dapat tidur

(insomnia), sering kencing, diare, dan tidak mau belajar secara

efektif

d. Kecemasan panik

Kecemasan panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan,

dan teror. Hal terinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami

kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup

diorganisasikan kepribadian dan menimbulkan peningkatan

aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan

dengan orang lain. Persepsi yang menyimpang, dan kehilangan

pemikiran rasional. Tingkat ini tidak sejalan dengan kehidupan,

jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi

kematian dan kelelahan.

6. Alat Ukur Kecemasan

Menurut Hawari ( 2011 ) Untuk mengetahui sejauh mana derajat

kecemasan seseorang apakah ringan,sedang,berat atau berat sekali

orang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama

Hamilton Rating Scale For Anxiety. Masing - masing kelompok gejala


15

diberi penilaian angka (score) antar lain 0 - 4 yang artinya adalah :

Nilai 0 = tidak ada gejala

Nilai 1 = gejala ringan

Nilai 2 = gejala sedang

Nilai 3 = gejala berat

Nilai 4 = gejala berat sekali

Masing - masing nilai angka score dari 14 kelompok gejala

tersebut di jumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat

diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu Total nilai score :

kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

19– 20 = kecemasan ringan

21 – 27 = kecemasan sedang

28 – 41 = kecemasan berat

B. Tinjauan Tentang Pre Operasi

Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan

perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat

tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awal yang

menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya.

Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap

berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi

fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan

kesuksesan suatu operasi (Smeltzer dan Bare 2010)


16

Fase pre operasi di mulai ketika keputusan di ambil untuk

melaksanakan intervensi (operasi). Tahap ini berakhir ketika pasien di

antar ke kamar operasi dan di serahkan ke perawat bedah untuk di berikan

tindakan perawatan selanjutnya (Baradero, Dayrit, & Siswadi 2009).

Dalam Tahap pre operasi perawat di harapkan dapat melakukan

pengkajian terhadap fungsi fisiologis dan psikologis yang menentukan

keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (Paryanto 2009). Pengkajian

fisiologis dan psikologis yang harus di lakukan oleh perawat pada tahap

pre operasi menurut (Smeltzer Dan Bare 2010) adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Fisik secara umum

Sebelum tindakan operasi perawat perlu mengkaji riwayat

kesehatan dan melakukan pengkajian fisik. Selama pemeriksaan fisik

tersebut tanda – tanda vital di catat dan data dasar di tegakkan untuk

perbandingan di masa yang akan dating. Pengkajian fisik umum yang

di lakukan adalah :

a) Status nutrisi dan penggunaaan bahan kimia

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan

berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein

darah dan keseimbangan nitrogen. Perawat harus bias mengkoreksi

segala bentuk defisiensi nutrisi untuk menjaga kebutuhan protein

yang cukup saat perbaikan jarigan. Pada pasien yang mengalami

obesitas, sangan meningkatkan resiko komplikasi pasca operasi

selama proses operasi, jaringan lemak sangat rentang terhadap


17

infeksi, Selain itu obesitas dapat meningkatkan masalah – masalah

teknik dan mekanik dehisens dan infeksi luka dapat terjadi. Pada

individu yang ketagihan terhadap obat atau alcohol yang

mengalami intoksitasi akut sangat rentang terhadap cedera

sedangkan individu yang mempunyai riwayat alkoholik kronis

akan menderita malnutrisi dan masalah – masalah sistemik lain

yang meningkatkan resiko operasi.

b) Status Pernapasan

Tujuan mengkaji status pernapasan pasien sebelum operasi

adalah untuk menjaga pasien yang mempunyai fungsi pernapasan

yang optimal. Penting sekali memmpertahankan ventilasi yang

adekuat selama tahap pre operasi.

c) Status Kardiovaskuler

Tujuan mengkaji status kardiovaskuler pasien sebelum operasi

adalah agar fungsi system kardiovaskuler berfungsi dengan baik

untuk memenuhi kebutuhan oksigen, nutrisi, dan cairan selama

tahap pre operasi.

d) Fungsi Hepatik dan Ginjal

Tujuan mengkaji fungsi hepatic dan ginjal pasien sebelum

operasi agar fungsi hepar dan system urinary bisa maksimal

sehingga agen anastesi dan sampah tubuh serta toksin dapat di

buang oleh tuhug secara adekuat. Hepar penting dalam

biotranformasi senyawa – senyawan anastesi. Sedangkan Ginjal


18

terlibat dalam ekskresi obat – obatan anastesi dan metaboliknya.

Status asam dan basa metabolis merupakan pertimbangan penting

dalam pemberian anastesi.

e) Fungsi Endokrin

Tujuan mengkaji fungsi endokrin pasien sebelum pre operasi

adalah mengetahui status metabolik pasien. Pada Pasien dengan

diabetes tidak terkontrol, bahaya yang paling mengancam adalah

hipoglikemia. Hipoglikemia dapat terjadi selama proses anastesi

sebagai akibat dari masukan karbohidrat yang tidak adekuat atau

pemberian obat insulin yang berlebihan.

f) Fungsi Imunologi

Tujuan mengkaji fungsi imunologi sebelum operasi adalah

menentukan alergi, termasuk reaksi alergi sebelumnya. Hal ini

sangat penting untuk mengindentifikasi dan mencatat segala

bentuk sensitivitas terhadap medical tertentu dan adanya reaksi

yang merugikan.

g) Terapi medikal sebelumnya

Tujuan mengkaji terapi medical sebelumnya adalah

mengetahui kemungkinan efek samping dari medical pada

perjalanan pre operasi pasien dan kemungkinan efek interaksi obat.

Medikasi yang paten memiliki efek pada fungsi fisiologis karna

interaksi medikasi ini dengan agen anastesi dapat menyebabkan

masalah yang serius seperti hipotensi arteri, dan depresi.


19

h) Pertimbangan Gerontologi

Tujuan mengkaji pertimbangan gerontology pada pasien pre

operasi terutama di lakaukan pada pasien lansia. Hal ini disebabkan

karna lansia sering sering memiliki kombinasi penyakit kronik dan

masalah kesehatan. Secara umum, lansian di anggap memiliki

resiko operasi yang lebih buruk yang di bandingkan dengan pasien

yang lebih mudah, karna turunnya fungsi jantung, Ginjal, Hepar,

dan Gastrointestinal.

2. Informed Consent

Informed consent adalah ijin tertulis yang di buat secara sadar dan

sukarela dari pasien yang di perlukan sebelum tindakan operasi di

lakasanakan. Tujuan dari informed consent adalah melindungi pasien

terhadap operasi yang lalai, dan melindungi tenaga kesehatan yang

bertugas tyerhadap tuntutan dari suatu lembaga hokum. Sebelum

pasien menandatangani informed consent, petugas kesehatan harus

memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang hal – hal

yang di perlukan dalm operasi.

3. Pendidkan pasien pre operasi

Pendidikan kesehatan pre operasi yang di berikan harus melebihi

deskripsi tentang berbagai langkah prosedur dan harus mencakup

penjelasan tentang yang akan di alami oleh pasien.


20

4. Persiapan mental dan psikologis

Persiapan mental yang kurang memadai akan mempengaruhi

pengambilan keputusan oleh pasien dan keluarganya. Tidak jarang

pasien menolak proses operasi namun beberapa hari kemudian dating

lagi kerumah sakit karna sudah merasa siap dan hal ini berarti

menunda operasi yang sebenarnya sudah bisa di lakukan beberapa hari

atau minggu yang lalu. Oleh karna itu persiapan psikologis pasien

menjadi hal penting untuk di perhatikan dan di dukung oleh keluarga

pasien. Perawat juga perlu memberikan dukungan psikologis pada

pasien yang akan menjalanai operasi. Selain itu persiapan mental atau

psikologis merupakan hal yang penting dalam proses persiapan operasi

karna mental atau psikologis pasien yang belum siap akan

menimbulkan kecemasan pre operasi sehingga memempengaruhi

kondisi fisiologis tubuh.

Perubahan fisiologis yang dapat muncul sebagai akibat dari

kecemasan sebelum operasi adalah sebagai berikut:

1. Pasien akan mengalami hipertensi, jika hal ini terjadi akan

mengakibatkan pasien sulit tidur dan meningkatnya tekanan darah

yang dapat memmbatalkan tindakan operasi yang di laksnakan.

2. Pasien wanita yang mengalami kecemasan yang berlebihan dapat

mengalami meanstruasi yang lebih cepat dari biasanya, sehingga

pelaksanaan operasi di tunda.


21

Pada tahap pre operasi ini masalah keperawatan psikologis

utama akan di alami pasien adalah kecemasan (Muttaqin & Sari

2011) Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda dalam

mengahadapi pengalaman operasi sehingga memberikan respon

yang berbeda – beda. Menurut Smeltzer Dan Bare 2010 alasan

yang dapat menyebabkan kecemasan adalah sebagai berikut :

1. Takut nyeri setelah operasi

2. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi lebih buruk rupa dan dan

tidak berfungsi secara normal (Body Image)

3. Takut keganasan ( jika diagnose yang di tegakkan belum pasti )

4. Takut atau cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang

lain yang mempunyai penyakit yang sama.

5. Takut menghadapi ruang operasi, peralatan operasi dan petugas

6. Takut mati saat di lakukan pembiusan dan

7. Takut operasi yang di jalaninya mengalami kegagalan

Keperwatan pre operasi katarak

Pada tahap pre operasi perawat di harapkan dapat melakukan

pengkajian terhadap fugsi fisiologis dan psikologisyang

menentukan keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (Paryanto

2011). Pengkajian fisik pada paseian katarak berfokus pada

optilmatisasi laser oftamologi. Pengkajian riwayat kesehatan di

perlukan untuk menghindari komplikasi pada tahap intra operasi

dan pasca operasi. Pasien yang memiliki riwayat gangguan glukosa


22

darah dan hipertensi perlu di beri tindakan sebelum karna akan

operasi mempengaruhi proses intra operasi. Perawat juga harus

mengkaji riwayat alergi obat – obatan. Keluhan yang akan di

temukan pada pengkajian fisik pre operasi katarak antara lain

lapang pandang secara bertahap yang tidak nyeri, pandangan

kabur, berkabut, pandangan ganda, mata sulit fokuspada kerja

dekat,merasa ruang gelap,pupil Nampak kecoklatan, peningkatan

air mata (Muttaqin & Sari 2011)

Selain persiapan fisiologis, persiapan psikologis juga menjadi

salah satu objek bagi perawat di rumah sakit dalam menjalankan

peran pre operasi, diantaranya adalah dengan menentukan atau

mengkaji status psikologis pasien serta mendengarkan keluhan

bersifat psikologis yang di rasakan pasien terhadap tindakan yang

di lakasanakan (Baradero 2012). Masalah keperawatan yang

muncul pada pre operasi adalah kecemasaan (Muttaqin & Sari

2011). Intervensi keperawatan untuk persiapan psikologi pre

operasi yaitu mengatasi tingkat kecemasan.

C. Tinjauan umum tentang katarak sinilis

1. Pengertian katarak sinilis

Katarak sinilis adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang

dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi

protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2010). Lima

puluh satu persen (51%) kebutaan diakibatkan oleh katarak,


23

(WHO,2012). Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling

sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa

yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun.

Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya

jernih dan bening menjadi keruh (Wijaya & Putri, 2013).

Menurut (Smeltzer & Bare 2013) katarak adalah opasitas lensa

atau kekeruhan lensa. Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang

terjadi karena proses degenerasi dan biasanya mulai muncul pada usia

diatas 50 tahun (Ilyas, 2014).

Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu:

a. Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk

jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal).

b. Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan

katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa

bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif

lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan

hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

c. Katarak matur, pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai

seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca

yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan, maka

cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran

normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan

mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata


24

depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat

bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif.

d. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami

proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair.

Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga

lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada

pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul

lensa. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan

dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut

disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang

berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan

memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan

nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat,

keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni (Ilyas Sidarta,

2014).

2. Etiologi

Penyebab pertama katarak senilis adalah proses penuaan. Dengan

bertambahnya usia seseorang, maka fungsi lensa juga akan menurun

sehingga mengakibatkan katarak (Smeltzer & Bare 2013).

3. Faktor resiko

Menurut Ilyas, (2014) faktor-faktor penyebab munculnya katarak

adalah sebagai berikut:


25

a. Usia

Usia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya katarak.

Protein lensa pada mata akan semakin menurun seiring dengan

bertambahnya usia. Selain itu juga lingkungan juga bisa menjadi

penyebab munculnya katarak.

b. Trauma mata

Trauma mata dapat mengakibatkan penebalan, pembengkakan,

dan munculnya warna putih pada serat lensa. Warna putih yang

terbentuk tersebut pada akhirnya akan menyebabkan katarak.

c. Genetika

Genetika juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab

terjadinya katarak. Hal ini karena kelainan kromosom dapat

mempengaruhi kualitas lensa mata.

d. Penyakit kulit

Beberapa penyakit kulit tertentu seperti eksim, pemvigus,

ichthyosis, dan dermatitis atopik dapat mempengaruhi kondisi

lensa mata.

e. Infeksi

Jenis infeksi tertentu seperti cysticercosis, tokoplasmosis, dan

kusta bisa memicu munculnya katarak.


26

f. Diabetes

Diabetes sering kali menjadi penyakit yang bisa menyebabkan

katarak. Hal ini karena enzim aldosa reduktase yang ada dalam

tubuh penderita diabetes dapat memicu terjadinya katarak.

g. Penggunaan obat tertentu

Beberapa jenis obat tertentu yang dapat mempengaruhi kondisi

penglihatan mata, seperti kortikosteroid yang dapat menyebabkan

katarak.

4. Manifestasi klinis

a. Tidak nyeri, pandangan kabur.

b. Persepsi bahwa lingkungan lebih redup (seakan-akan kaca mata yang

dibersihkan).

c. Penyebaran cahaya, penurunan sensitivitas kontras, sensitivitas

terhadap silau, dan penurunan aktivitas visual.

d. Efek lain mencakup pergeseran miopik (kembali memiliki kemampuan

melakukan pekerjaan dalam jarak dekat (misalnya: membaca cetakan

dalam leptop tanpa menggunakan kaca mata), astigmatisme, diplopia

monokular (penglihatan ganda), pergeseran warna (lensa pada lansia

menjadi jauh lebih absorbsi, ujung biru spektrum), brunessins (nilai

warna bergeser menjadi kuning), dan penurunan transmisi cahaya

(Smeltzer& Bare 2013).


27

5. Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,

transparan, berbentuk seperti kancing baju mempunyai kekuatan

refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada

zona sentral terdapat nukleus, diposterior ada korteks, dan yang

mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan

bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi

coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di

anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior

merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti

kristal salju pada jendela (Smeltzer& Bare 2013).

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya

transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang

memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya,

dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia

dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga

mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke

retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal

terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan

serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar (Smeltzer&

Bare 2013).
28

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Kartu nama snellen / mesin telebinokuler (tes ketajaman

penglihatan dan sentral penglihatan) mungkin terganggu dengan

kerusakan kornea,lensa, akvesus atau vitreus humor, kesalahan

refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan ke retina atau

jalan optik.

b. Lapang penglihatan. Penurunan mungkin disebabkan oleh cairan

cerebro vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau

patologis arteri serebral, glaukoma.

c. Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intra okuler (TIO)

normalnya 12-25 mmHg

d. Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji stuktur internal okuler,

mencatat atrofi lempeng optik, papil edema, perdarahan retina, dan

mikroaneurisma, dilatasi dan pemeriksaan belahan-lampu

memastikan diagnosa katarak

e. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED). Menunjukan anemia

sistemik atau infeksi .

f. EKG, kolestrol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk

memastikan aterosklerosis.

g. Tes toleransi glukosa (FBS). Menunjukkan adanya atau kontrol

diabetes (Wijaya & Putri, 2013).


29

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan keperawatan

1) Tunda pemberian antikoagulan yang diterima pasien jika

dibenarkan secara medis.

2) Berikan obat tetes pendilatasi setiap 10 menit untuk empat dosis

minimal 1 jam sebelum pembedahan. Obat tetes antibiotik,

kortikosteroid , dan obat tetes anti-inflamasi dapat diberikan secara

profilaksis untuk mencegah infeksi dan inflamasi pasca operasi.

3) Berikan instruksi lisan dan tulisan tentang bagaimana melindungi

mata, memberikan obat, mengenali tanda-tanda komplikasi, dan

mendapatkan perawatan darurat.

4) Jelaskan bahwa ketidaknyamanan yang dirasakan seharusnya

minimal setelah pembedahan, dan instruksikan pasien untuk

menggunakan agens analgetik ringan, seperti asetaminofen, sesuai

kebutuhan.

5) Tetes mata atau salep antibiotik, anti-inflamasi, dan kortikosteroid

diresepkan pasca-operasi (Smeltzer & Bare 2013).

b. Penatalaksanaan bedah

Indikasi intervensi bedah adalah hilangnya penglihatan yang

mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak yang

menyebabkan glaukoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi

gangguan okuler lain, seperti retinopati diabetika (Smeltzer& Bare

2013).
30

Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk

pengangkatan katarak, yaitu:

1) Ekstraksi katarak intrakapsuler

Ekstraksi katarak intrakapsuler (ICCE, intracapsular cataract

extraction) adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu

kesatuan. Setelah zonula dipisahkan, lensa di angkat dengan

cryoprobe, yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis.

Bedah beku berdasar pada suhu pembekuan untuk mengangkat

suatu lesi atau abnormalitas. Instrumen bedah beku bekerja dengan

prinsip bahwa logam dingin akan melekat pada benda yang lembab.

Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung pada kapsula lentis,

kapsul akan melekat pada probe. Lensa kemudian diangkat secara

lembut. Yang dahulu merupakan cara pengangkatan katarak utama,

ICCE sekarang jarang dilakukan karena tersedianya teknik bedah

yang lebih canggih.

2) Ekstraksi katarak ekstrakapsuler

Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE, extracapsular

cataract extraction) sekarang merupakan teknik yang lebih disukai

dan mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Mikroskop

digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.

Adapun temuan terbaru pada Ekstraksi ekstrakapsuler, adalah

sebagai berikut:
31

a) Fakoemulsifikasi, cara ini memungkinkan pengambilan lensa

melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat

ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nukleus dan korteks

lensa menjadi partikel kecil yang kemudian diaspirasi melalui

alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinus.

b) Pengangkatan lensa, karena lensa kristalina bertanggung jawab

terhadap sepertiga kekuatan fokus mata, maka bila lensa

diangkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat

dilakukan dengan salah satu dari tiga metode:

(1) Kaca mata apakia, mampu memberikan pandangan sentral

yang baik. Namun pembesaran 25% sampai 30%,

menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer,

yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi

spasial.

(2) Lensa kontak, jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia.

Tak terjadi pembesaran yang bermakna (5% sampai 10%),

tak terdapat aberasi sferis, tak ada penurunan lapang

pandangan dan tak ada kesalahan orientasi spasial.

(3) Implan Lensa Okuler (IOL), memberikan alternatif bagi

lensa apakia yang tebal dan berat untuk mengoreksi

penglihatan pascaoperasi (Wijaya S & Putri M, 2013).


32

8. Komplikasi

Adapun komplikasi dari katarak ini adalah sebagai berikut:

a. Glaukoma

Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intra

okuler di dalam bola mata, sehingga lapang pandang

mengalami gangguan dan visus mata menurun.

b. Kerusakan retina

Kerusakan retina ini dapat terjadi setelah pasca bedah,

akibat ada robekan pada retina, cairan masuk ke belakang dan

mendorong retina atau terjadi penimbunan eksudat dibawah

retina sehingga retina terangkat.

c. Infeksi

Ini bisa terjadi pasca bedah karena kurangnya perawatan

yang tidak adekuat (Wijaya S & Putri M, 2013).

D. Tinjauan Umum Fakoelmusifikasi

1. Fakoelmusifikasi

Popularitas fakoemulsifikasi dapat dilihat dari jumlah operasi

katarak dengan teknik fakoemulsifikasi yang meningkat sangat pesat di

berbagai belahan dunia. Tahun 1985, perbandingan operasi katarak

adalah 90% Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE ) dan hanya

10% dengan teknik fakoemulsifikasi. Perbandingan tersebut menjadi

terbalik dalam waktu 10 tahun yaitu pada tahun 1995, dimana operasi
33

katarak dengan fakoemulsifikasi mencapai 85% dan ECCE hanya 15%

sisanya (Purba,2010) .

Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak menggunakan

sayatan kecil sekitar 1,5 mm sampai 3 mm dengan implantasi lensa

intra okular lipat (foldable) sehingga penutupan luka dapat tanpa

jahitan. Cara kerja system fakoemulsifikasi adalah menghancurkan

lensa melalui ultrasonic probe yang mempunyai tip needle yang

mampu bergetar dengan frekuensi yang sangat tinggi yaitu setara

dengan frekuensi gelombang ultrasound (American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011 - 2012). Massa lensa yang sudah

dihancurkan akan diaspirasi melalui rongga pada tip fakoemulsifikasi

untuk kemudian dikeluarkan dari dalam mata melalui selang aspirasi

pada mesin fakoemulsifikasi (Soekardi dan Hutauruk, 2010; Khurana,

2011). Teknologi mesin fakoemulsifikasi saat ini sudah

memungkinkan mengeluarkan lensa dengan teknik fako bimanual,

sehingga insisi kornea hanya sebesar 1,5 mm saja (Purba dkk., 2010).

Tujuan dari teknik operasi ini adalah agar penderita katarak dapat

memperoleh tajam penglihatan terbaik tanpa koreksi dengan cara

membuat sayatan sekecil mungkin untuk mengurangi induksi

astigmatisme pasca operasi (Soekardi dkk, 2010). Prosedur ini efisien,

terutama jika operasi yang lancer umumnya dikaitkan dengan hasil

penglihatan yang baik. Insiden CME pada teknik fakoemulsifikasi

yang mengalami komplikasi intra operatif lebih rendah karena


34

konstruksi insisi luka yang kecil dan stabilitas yang lebih besar

dibandingkan dengan teknik bedah katarak lain (Nishino dkk., 2009).

Kelemahan fakoemulsifikasi diantaranya mesin yang mahal, learning

curve lebih lama, dan biaya pembedahan yang tinggi (Khurana, 2012).

Pembedahan katarak dengan teknik fakoemulsifikasi dengan

implantasi lensa intra okular sudah banyak dikerjakan secara luas dan

merupakan pembedahan yang efektif. Meskipun komplikasi operasi

dapat dikurangi dengan kemajuan teknik pembedahan ini, namun

tajam penglihatan dapat dipengaruhi oleh keadaan tertentu pasca

operasi seperti munculnya CME (Noble dan Simmons, 2009). Sahin

dkk pada tahun 2013 melaporkan penelitiannya bahwa CME subklinis

menggunakan OCT terjadi sebanyak 7.5% dari jumlah pasien pasca

fakoemulsifikasi. Ching dkk. 2010 melaporkan insiden CME klinis

terjadi 3,05% dari 131 mata pasca fakoemulsifikasi. Vukicevic dkk.

2012 melaporkan insiden CME subklinis menggunakan OCT pada

minggu ke-empat pasca bedah

katarak teknik fakoemulsifikasi tanpa komplikasi sebanyak 5%.

2. Operasi Ekstrakapsular

Jenis operasi katarak ini membutuhkan sayatan panjang di kornea.

Pusat lensa yang keras diambil dalam keadaan utuh sementara sisanya

disedot. Lensa mata asli diambil dan diganti dengan lensa intraokular

(terbuat dari silikon, atau sejenis plastik yang dikenal sebagai PMMA

atau akrilik).
35

Beberapa jahitan diperlukan untuk mengencangkan mata setelah

operasi. Jahitan harus ketat untuk mencegah astigmatisma. Setelah

operasi katarak jenis ini, pasien biasanya melihat warna biru di sekitar

apa yang mereka lihat, ini dikarenakan oleh katarak, ketika katarak

belum dihilangkan, ia menghalangi warna seperti biru dan ungu. ketika

katarak diambil, warna biru dan ungu menjadi kembali lebih jelas. Di

sisi lain, ada beberapa komplikasi dari operasi katarak jenis ini atau

lebih dikenal sebagai "setelah-katarak" (after-cataract). After-Cataract

merupakan komplikasi jangka panjang yang umum pada pasien yang

menjalani operasi katarak jenis ini.

3. Teknik Jahitan

Teknik ini merupakan teknik lama. Operasi dengan sayatan yang

lebar dan kemudian bola mata dijahit. Teknik ini digunakan untuk

orang yang memiliki katarak yang sangat keras atau memiliki jaringan

epitel kornea yang lemah. Prosedur pengambilan katarak ini memiliki

risiko dan komplikasi yang tinggi karena pembuatan sayatan yang

besar dan jumlah tekanan yang digunakan untuk menempatkan lensa

pada vitreous mata. Teknik ini juga memerlukan waktu yang lebih

lama untuk pulih kembali.

Meski demikian perawatan mata pasca operasi waktu pemulihan

adalah gampang-gampang susah dan memerlukan disiplin perawatan

agar hasil operasi tidak rusak.


36

Harus disadari bahwa komplikasi saat bedah dan sesudah bedah

dapat terjadi. Komplikasi yang gawat dapat saja terjadi dan dapat

mengakibatkan gangguan penglihatan menetap.

E. Tinjauan Umum Tentang Faktor Dengan Tingkat Kecemasan

a. Pengalaman Sebelumnya

Kecemasan atau kekhawatiran nyata yang lebih ringan dapat

terjadi karena ada pengalaman sebelumnya. Semakin seringnya

seseorang mengalami stressor maka pengalaman dalam

menghadapi stressor tersebut akan meningkat sehingga cemas yang

dialami semakin menurun.

Pengalaman bedah sebelumnya dapat mempengaruhi respons

fisik dan psikologis klien terhadap prosedur pembedahan. Jenis

pembedahan sebelumnya, tingkat rasa tidak nyaman, besarnya

ketidakmampuan yang ditimbulkan dan seluruh tingkat perawatan

yang pernah diberikan adalah faktor-faktor yang mungkin akan

diingat kembali oleh klien

b. Pengetahuan

Menurut Soekidjo dalam Notoatmodjo bahwa

pengetahuan merupakan hasil tahu, dan hal ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Prilaku


37

yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada

yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2011)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang

didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers

(2010) mrngungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku

baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses

yang berurutan, yang disebut AIETA, yaitu:

1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari

dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus

(objek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.

Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

3) Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap

responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

(Notoatmodjo, 2011).
38

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur

dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan

yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan

tingkatan - tingkatan diatas ( Notoatmodjo, 2011).

c. Dukungan Keluarga

Menurut Nadeak, (2010) Dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Sedangkan menurut fatmawati (2013), Anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut

dalam Friedman Dukungan Keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya

(Psycholgymania, 2012).

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan dimana sifat dan jenis dukungannya

berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan

(Friedman, 2010 ). Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Dukungan bisa

berasal dari orang lain ( orang tua, anak, suami, istri atau saudara)

yang dekat dengan subjek dimana bentuk dukungan berupa

informasi, tingkah laku tertentu atau materi yang dapat menjadikan

individu merasa disayangi, diperhatikan dan dicintai (Fathra Annis

Nauli, 2014).
39

a. Fungsi Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga mempunyai peranan sangat penting,

karena keluarga bisa memberikan dorongan fisik maupun

mental. Keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:

1) Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

disseminator (penyebar) informasi tentang dunia.

Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi

yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.

Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan

munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan

dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada

individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat,

usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi

(Friedman, 2010).

Dukungan informasi yang diberikan oleh keluarga pada

keluarga yang sakit yaitu menginformasikan cara minum

obat yang benar dan pentingnnya berobat secara teratur

serta selalu mengingatkan pada anggota keluarga yang sakit

bahwa penyakit dapat di sembuhkan apabila berobat teratur

(Angelina 2012).
40

2) Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan

balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah,

sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga

diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian

(Friedman,2010).Bentuk dukungan ini melibatkan

pemberian informasi, saran atau umpan balik tentang situasi

dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat

menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah

dengan mudah (Psychologymania, 2012).

3) Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan

praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam

hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya

penderita dari kelelahan (Friedman, 2010). Menurut dalam

friedman dukungan instrumental merupakan dukungan

keluarga untuk membantu secara langsung, dan

memberikan kenyamanan serta kedekatan (Angelina,

2012).

4) Dukungan Emosional
41

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk

istirahat dan pemulihan serta membantu penguasan

terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional

meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi,

adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan

didengarkan. (Friedman, 2010). Bentuk dukungan ini

membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin,

diperdulikan dan dicintai oleh keluarga sehingga individu

dapat menghadapi masalah dengan baik.

b. Sumber dukungan keluarga

Menurut dalam Friedman (2010) Dukungan sosial keluarga

mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh

keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan

untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan).

Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial

keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau istri atau

dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga

eksternal (Psychologymania, 2012).

c. Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang

terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan

sosial yang berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus

kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus


42

kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga

mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.

Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan

adaptasi keluarga (Potter, 2010). Dukungan keluarga berperan

penting terhadap peningkatan konsep diri yang salah satunya

yaitu meningkatkan kualitas hidup keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan. Dukungan keluarga akan membentuk

nilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti,

berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga

individu mempunyai kualitas hidup yang tinggi (Sunaryo,

2011). Pada anak usia sekolah dukungan keluarga sangat

penting untuk dijadikan motivasi anak untuk belajar sehingga

anak mempunyai semangat lagi untuk tetap belajar walaupun

dengan keterbatasan karena penyakit yang dideritanya

(Santrock, 2011).

d. Bentuk-Bentuk Dukungan Keluarga

1) Dukungan sosial emosi meliputi caring, empati, cinta,

perhatian dan kepercayaan.

2) Dukungan instrumental yaitu dukungan yang bersifat nyata

atau berbentuk materi yang bertujuan untuk meringankan

beban bagi individu yang membutuhkannya.

3) Dukungan informasi yaitu dukungan yang dilakukan

dengan memberi informasi, nasehat dan petunjuk tentang


43

cara pemecahan masalah. Dukungan penilaian yaitu

komunikasi tentang informasi yang relevan untuk evaluasi

diri, dapat berbentuk bimbingan dan bantuan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi.

4) Dukungan sosial pada individu dapat diperoleh dari

anggota keluarga, baik saudara kandung atau keluarga

besar, teman dan tetangga.

Você também pode gostar