Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Pengertian Stilistika.
‘Style’ atau sering disebut sebagai gaya bahasa adalah cara mengungkapkan
gagasan dan perasaan dengan Bahasa dengan bahasa khas sesuai kreativitas,
kepribadian, dan karakter pengarang untuk mencapai efek tertentu, yakni efek
estetik atau efek kepuitisan dan efek penciptaan makna. Gaya bahasa atau ‘style’
dalam karya sastra berhubungan erat dengan ideologi atau keyakinan dan latar
atau sesuatu yang lain kepada orang lain. Orang tidak akan berbahasa demi bahasa
itu sendiri. Intinya adalah adanya sesuatu yang di dalam batin yang akan
diungkapkan dalam wujud bahasa yang dapat di dengar atau di produksi untuk
kemudian dilihat ataupun didengar orang lain. Sesuatu yang masih dalam batin
jumlahnya banyak sekali, tetapi yang akan diproduksi dalam bentuk bahasa
tentunya sesuai dengan tujuannya saja. Cara pengungkapan apa yang ada di batin
ini bisa dilakukan oleh seseorang dengan berbagai cara, dan hal inilah yang
jiwa dan kepribadian pemakai bahasa Oleh karena itu gaya bahasa disebut
beda. Gaya inilah yang selanjutnya dikenali sebagai ‘style’(Keraf, 2010 :113).
retorika sastra merupakan stile yang membedakan antara pengarang yang satu
dengan pengarang lainnya. Selain itu Jika seorang pengarang mahir dalam
pengarang.
interpretasi dari satu teks yang sama, maka faktor latar sosiokultual pembaca pun
menjadi berperan penting. Maka kajian stilistika ini tidak hanya memandang
‘style’ atau gaya bahasa yang digunakan pengarang saja tapi faktor-faktor di luar
Bidang garapan stilistika adalah ‘style’, bahasa yang dipakai dalam konteks
diadaptasikan menjadi stile atau gaya bahasa, istilah ‘stylistic’ juga dapat
diperlakukan sama, yaitu diadaptasi menjadi stilistika. Istilah stilistika juga lebih
singkat dan efisien daripada terjemahannya yaitu kajian gaya bahasa atau kajian
Bahasa menyatakan bahwa ‘Style’ diartikan sebagai gaya bahasa. Pendapat ini
didasarkan pada beberapa ahli, seperti Abrams, yang menyatakan bahwa stilistika
adalah gaya yang digunakan oleh pengarang untuk mengungkapkan pikiran dan
banyak pihak. Hal ini terjadi karena masing-masing pakar memiliki cara tersendiri
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Pertama, gaya bahasa merupakan cara
berkomunikasi untuk memperoleh efek tertentu. Efek yang dimaksud adalah efek
estetik. Efek estetik ini yang kemudian menjadi salah satu penentu nilai estetik
dari sebuah karya sastra. Kedua bahwa stilistika merupakan bidang linguistik
terapan sebagai ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dalam karya sastra yang
1. Tujuan Stilistika
linguistik, mempunyai tujuan. Pada dasarnya, untuk memahami tujuan dari kajian
sebagai sebuah karya sastra dan 2) mengobservasi bahasa karya sastra tersebut.
Spitzer di kutip oleh Leech & Short dalam Al-Ma’ruf (2012:17) menggambarkan
dua kemampuan tersebut sebagai ‘cycle’ (lingkaran siklus) yang saling mengisi,
Apresiasi Sastra
Proses
Proses Mencari
mencari A B
bukti-bukti
fungsi A B linguistik
estetik A B
B
Deskripsi B
Linguistik A
Gambar 2.1Tujuan Stilistika menurut Leech & Short
Bagan tersebut menjelaskan pada kita bahwa tujuan kajian stilistika berada
pada dua sisi yaitu 1) mencari fungsi estetik karya sastra dan 2) mencari bukti-
bukti linguistik. Dalam rangka mencari bukti-bukti fisik tersebut, proses kajian
stilistik berkisar pada deskripsi segi-segi linguistik yang ada dalam karya sastra.
Sedangkan dalam proses mencari fungsi estetik, proses kajian stilistika berkisar
pada apresiasi sastra. Dalam hal, baik tahap deskripsi linguistik maupun tahap
apresiasi sastra merupakan satu kesatuan proses yang saling mendukung dan
(Nurgiantoro, 2014:100).
a. Bahasa Sastra
Bahasa dalam karya sastra merupakan medium yang utama. Akan tetapi
bahasa alam sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari. Bahasa dalam karya sastra
tetapi inovasi ini tidak akan pernah mengubaah total konvensi tersebut sehingga
orang masih mengenali bahasa yang digunakan. Berikut ciri bahasa sastra secara
umum
Tedapat hubungan antara ilmu bahasa dan ilmu sastra bahasa, bahwa sastra
sama dengan bahasa yakni sebuah sistem untuk memahami sekaligus menjadi
syarat mutlak untuk mengarang karya sastra. Selanjutnya istilah ilmu bahasa:
oleh penutur atau (pengarang) sesuai dengan konteks dan atau situasi. Langue
merupakan bentuk konvensi kaidah yang mencakup berbagai unsur bahasa seperti
sudah melewati seleksi, juga dapat dikreasikan, disiasati, atau diberdayakan oleh
penutur sesuai dengan kompetensi dan pandangan artistiknya. Terhadap hal ini
dilihat dalam sebuah karya sastra baik fiksi, maupun puisi, juga dalam ragam
bahasa yang lain, merupakan sebuah pernyataan lahiriah dari sesuatu yang bersifat
batiniah. Ini merupakan manifestasi dari sebuah sistem kaidah bahasa. Jadi
bahasa, style jika dikaitkan dengan teori kebahasaam Saussure merupakan suatu
Bahasa dalam sastra memiliki peran sentral, merupakan media utama yang
(Al-Ma’ruf, 2012:1).
kedudukan yang penting. Hal ini berhubungan dengan sifat bahasa. Wellek &
secara konotatif mengandung arti tambahan, jauh dari hanya bersifat referensial
kebudayaan oleh sebab itu, aspek kebudayaan peninggalan masa lalu direkam dan
memiliki ciri yang bersifat dinamis. Dikatakan dinamis karena bahasa dapat
Sifat dinamis bahasa, memiliki makna bahwa bahasa ini berkembang oleh
banyak hal seirama dengan pekembangan masyarakat pemakai bahasa, baik dari
segi sosiologis, sains, teknologi maupun lainnya, dan secara rekayasa seperti yang
dilakukan oleh balai bahasa, ataupun masyarakat pemakai bahasa secara bersama
fungsi komuniktif ini akan efektif apabila tuturan masih tunduk dan
Pemakaian bahasa dalam karya sastra tidak sama dengan pemakaian bahasa
serta pidato kenegaraan. Bahasa dalam karya sastra memiliki keunikan tersendiri,
keunikan ini yang membedakan antara bahasa dalam karya sastra dengan
pemakaian bahasa pada tulisan yang bukan sastra seperti yang disebutkan di atas.
dengan stile. Bahasa memiliki fungsi sebagai perekam budaya dan berbagai
peradaban terus dapat dikembangkan. Sebagai contoh sampai kini kita masih bisa
menikmati karya-karya yang ditulis pada masa lalu, misalnya hikayat Si Miskin,
Hikayat Hang Tuah, dan karangan pengarang Shakespeare yang terkenal hingga
kini yakni Hamlet, Romeo dan Juliet, masih bisa kita nikmati belum lagi karya-
karya nonsastra, seperti karya ilmiah. Dari berbagai fakta di atas, ternyata
Terdapat enam faktor dan fungsi bahasa yakni pengirim ‘addreser, sender’,
konteks ‘context’, pesan ‘message’, kontak ‘contact’, kode ‘code’ dan penerima
‘receiver’. Adapun keenam fungsi bahasa tersebut adalah fungsi emotif ‘emotive’,
Konteks
Kontak
Kode
Bagan fungsi bahasa dari teori Jakobson akan diuraikan lebih rinci sebagai
berikut.
Referensial
Patik
Metaliguall
Terdapat hubungan antara fungsi bahasa referensial dan fungsi puitis ini.
Jika sebuah penuturan lebih menekankan pada pesan dalam sebuah teks demi
pesan itu sendiri dengan sifat ambiguitasnya dan kurang memperhatikan konteks,
dalam bahasa karya sastra prosa (cerpen) fungsi puitik lebih dominan daripada
kelima fungsi lainnya. Fungsi puitik inilah yang menjadikan pesan kebahasaan
karya seni. Komunikasi dalam cerpen dapat dikatakan sebagai bentuk komunikasi
puitik dan memiliki fungsi emotif berkaitan engan aktifitas imajinasi dan kreasi
Hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa penuturan dalam
bukan semata-mata bertujuan ingin aneh ataupun ingin berbeda, ingin lain dari
yang lain, tetapi dimaksudkan untuk memperoleh efek keindahan disamping juga
tuturkan. Seorang pengarang merasa lebih pas jika idenya diungkapkan dengan
cara tertentu, bukan dengan cara lain yang biasa (Nurgiyantoro, 2010:275).
Segi kekhususan bahasa sastra yang lain adalah adanya aspek keindahan
atau estetis, mengandung pesan yang tidak langsung, dan hakikat emosional. Hal
terbungkus, bahkan dengan sengaja disembunyikan, oleh karena itu bahasa dalam
ilmiah dan penyampaian pesan yang dilakukan secara tidak langsung dalam
batin ketika membaca karya sastra. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Jan
Van Luxembrug dkk dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Dick Hartoko
(1992: 12) bahwa bahasa dalam sastra, pengolahan bahan dapat membuka batin
Jika kita rumuskan secara padat, maka akan didapat rumusan ciri-ciri dan
sifat bahasa sebagai berikut.
a. Bahasa sastra didominasi oleh unsur emosi ‘perasaan’ dan subjektif
daripada unsur rasio pikiran dan objektif seperti dalam bahasa ilmiah.
Emosi bukan dalam artian emosional, mengandung maksud untuk
mengekspresikan perasaan yang kuat.
b. Bahasa dalam sastra lebih menunjuk pada makna konotatif daripada
makna denotatif.
c. Karya sastra disebut sebagai karya kreatif, maka bahasa yang
digunakanpun disebut bahasa kreatif.
d. Bahasa sastra ditandai oleh adanya pengucapan yang menyimpang, yang
lain daripada yang lain.
e. Bahasa sastra ditandai oleh adanya unsur-unsur tertentu yang mendapat
penekanan lebih, dengan tujuan untuk mencapai keindahan. Istilah lain
terhadap bahasa dan pengguunaan bahasa dalam suatu teks sastra. Kajian stile ini
akan membawa masyarakat pembaca pada suatu pemahaman yang lebih baik.
Hal-hal di atas dilakukan dengan tujuan agar tercipta komunikasi bahasa yang
Kajian stilistika adalah bagian dari estetik, disamping pula kajian linguistik.
Kaitannya dengan objek penelitiannya yakni teks sastra, teks sastra ini adalah
bagian dari sebuah karya seni. Sedangkan objek linguistik karena wujud nyatanya
Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa posisi stilistika tidak bisa
mengabaikan fakta bahwa ada dua penekanan yakni efek keindahan dan dukungan
tertentu. Data stile adalah bahasa, jadi kajian stilistika ini berangkat dari
penggunaan bahasa dalam sebuah teks. Deskripsi stile tidak lain adalah deskripsi
bahasa, lebih tepatnya penggunaan berbagai komponen bahasa. Oleh karena itu,
kerja yang terkait dengan hal-hal tersebut merupakan kerja linguistik. Kajian
2014:78).
ada dua kutup yang harus diselesaikan dalam kajian penelitian ini, yakni kutup
seni dan kutup liguistik yang harus terselesaikan secara tuntas. Pengamatan
sebaliknya wawasan estetis sastra akan menstimulasi secara lebih lanjut terhadap
Jadi tidak ada keharusan penelitian tentang stilistika ini berangkat dari sisi
linguistik atau sisi literer. Namun yang menjadi penekanannya adalah tuntutan
estetis sebuah teks dengan melakukan observasi secara mendalam terhadap tanda-
Analisis stilistik, dapat dilakukan melaui dua cara. Cara yang pertama
adalah dilakukan dengan analisis secara sistematik terhadap sistem dan tanda-
dan itu dalam hubungannya dengan tujuan estetis sebuah karya sastra. Tanda-
berbagai bentuk deviasi dan distorsi bahasa yang terdapat pada sebuah karya dan
baku dan dari sinilah kemudian dicobatemukan fungsi estetisnya. Aspek bahasa
yang menyimpang itu dapat berupa pengulangan bunyi, inversi susunan kata,
penghilangan afik, penggunaan makna konotasi, dan lain-lain baik yang bertujuan
Penelitian tentang kajian stilistika ini tidak boleh lepas pada pandangan
bahwa sebuah teks tidak dapat lepas dari konteks penggunaannya. Jadi ragam
bahasa yang akan dikaji benar-benar menjadi titik tolak peneliti dalam melakukan
analisisnya. Karena stilistika berada pada posisi linguistik dan seni hal ini harus
dijadikam patokan karena data stile adalah data bahasa. Namun analisis stile
tidaklah sama dengan analisis bahasa. Analisis bahasa akan terhenti pada
deskrepsi berbagai asppek bahasa saja. Sedangkan tujuan kajian stilistika adalah
secara estetis maupun efektivitasnya sebagai sarana komunikasi. Oleh karena itu
langkah-langkah penelitian stilistika ini harus setia pada tujuan kajian. Adapun
keindahan. Tetapi keindahan ini juga berarti tepatnya bentuk bahasa itu sebagai
dianalisis pada teks sastra ini adalah berbagai tanda linguistik yang meliputi
aspek bunyi, struktur, bahasa figuratif (pemajasan), sarana retorika, serta konteks
dan kohesi. Berbeda dengan kajian puisi yang mementingkan aspek bunyi sebagai
aspek estetis dalam bentuk persajakan dengan segala variasinya seperti, irama,
tiruan bunyi, penciptaan suasana tertentu. Kajian stile bahasa prosa unsur-usur
stilistika sebuah karya sastra dapat dilakukan dengan mengkaji bentuk dan tanda-
tanda linguistik yang digunakan dalam struktur lahir karya sastra tersebut. Bentuk
ini tentunya memiliki latar belakang tertentu bagi sastrawannya. Berbagai alasan
pemanfaatan bentuk atau satuan kebahasaan inilah yang dikaji dalam stilistika.
bentuk kebahasaan tertentu ini tentunya memiliki fungsi-fungsi ini tentulah tak
lepas dari fungsi untuk mencapai efek estetis tertentu yang dikehendaki oleh
pemanfataan bentuk atau satuan ligual tertentu dalam karya sasta. Penciptaan
bentuk-bentuk kebahasaan yang unik dan khas, serta estetik oleh sastrawan
evidence’ Berbagai aspek yang ada dalam bahasa teks perlu dianalisis dengan
seksama. Aspek yang dianalisis untuk teks sastra adalah berbagai tanda liguistik
Berbagai aspek inilah yang dikaji untuk ditemkan keberadaannya dalam sebuuah
teks yang akan dikaji. Hasilnya dideskripsikan dalam bentuk deskripsi kebahasaan
berikutnya adalah menjelaskan peran dan fungsi setiap aspek kebahasaan itu
2012:101).
terhadap cerpen karya Seno Gumira Ajidarma ini menerapkan kajian stilistika
yang tidak lagi berfokus pada penyimpangan pemakaian bahasa dalam cerpen.
Cerpen “Senja dan Cinta yang Berdarah” karya Seno Gumira Ajidarma dalam
retorika. Gaya dianggap sebagai sarana yang dipergunakan oleh pengarang untuk
mencapai tujuannya. Pedapat lain mendefinisikan gaya sebagai variasi. Gaya ialah
segala sesuatu yang memberikan ciri khas dibandingkan dengan teks-teks lainnya.
ungkapan dan isi (monistik). Variasi ini diklasifikasikan dan dikenal sebagai pola-
1992:104-105).
selanjutnya berkaitan dengan apa yang akan dikatakan. Sebuah fiksi hadir
atau stile pada masyarakat pembaca. Adapun gaya ini merupakan kekhasan yang
dimiliki oleh seorang pengarang, baik dari pilihan kata yang digunakan, kalimat
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Stanton yang mengatakan bahwa
gaya merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Misalnya dua orang
menggunakan alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa
sangat berbeda. Perbedaan ini terletak pada bahasa yang menyebar dalam
berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor,
kekongkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek
di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya (Stanton, 2007: 61).
4. Diksi
berarti ‘to say’.Di sisi lain, diksi juga diartikan sebagai pemilihan dan penyusunan
kata-kata dalam tuturan atau penulisan (Scott dalam Al-Ma’ruf, 2012: 50). Pada
konteks yang lebih konkret dapat dilihat apabila seseorang mendengar kata roti,
maka tidak ada yang berfikir tentang sesuatu barang yang terdiri dari, tepung air,
ragi, mentega yang telah di panggang. Orang akan berfikir kepada esensi yang
baru yaitu sejenis makanan, roti,‘bread’, ‘Brot’, ‘brood’, ‘pain’, ‘pains’. Bunyi
atau bentuk (rangkaian huruf ) yang akan mengarahkan perhatian kita kepada
jenis makanan itu. Oleh karena itu kata dapat didefinisikan sebagai rangkaian
bunyi atau simbol yang tertulis yang menyebabkan orang berfikir tentang sesuatu
hal dan makna sebuah kata diperoleh berdasarkan konvensi atau kesepakatan
umum tentang interelasi antara sebuah kata dengan referensinya (Keraf, 2010: 87-
karyanya dengan tujuan untuk mencapai efek makna tertentu. Dalam hal ini
ini selanjutnya menjadi sangat esensial dalam karya sastra. Kata-kata yang
Di dalam konteks ini, diksi dinilai sangat erat kaitannya dengan karya sastra.
Seorang pengarang dituntut untuk dapat memilih dan memilah kata-kata tertentu
makna atau ide, gagasan yang hendak disampaikan. Pada dasarnya di dalam
padankan dengan kata-kata yang lain yang benar-benar mengandung arti yang
sesuai dengan yang diinginkannya, baik dalam arti konotatif maupun denotatif.
dengan aspek arti ‘signifie’. Pemahaman ‘signifie’ dalam kesadaran batin penafsir
dengan sesuatu yang dilambangkannya ada dalam hubungan ganda itulah, kata
tercipta makna lain, makna yang sekaligus dapat mewakili nilai estetis yang
menimbulkan makna baru dari sekedar perpaduan makna unsur-unsur yang ada.
Kata yang dikombinasikan dengan kata-kata lain dalam berbagai variasi mampu
ekspresi ide dan gagasan ini kesatuan antara lambang dengan yang dilambangkan
sangat padu. Sebagai contoh kata buah mengacu kepada arti bagian dari
pada lambang kebahasaan itu sendiri. Kata buah, maknanya dapat diekspresikan
sebagai ide atau angan tentang hasil dari jerih payah, bukan lagi sebagai bagian
dari tumbuhan. Misalnya pada kata buah karya, buah dalam buah karya dalam hal
ini mengalami perubahan makna. Lambang buah karya mengacu pada pengertian
hasil karya, atau hasil cipta. Demikian halnya jika melekat pada kata cinta, maka
menjadi bentuk kebahasaan dengan makna yang berbeda pula, misalnya buah
cinta. Maka kata buah mengalami perubahan makna, tidak lagi sebagai bagian
5. Bahasa Figuratif
Figuratif berasal dari bahasa latin figura, yang berarti form, shape. Figura
berasal kata ‘fingere’dengan arti ‘to fashion’. Istilah ini sejajar dengan pengertian
dalam karya sastra. Retorika merupakan pemberdayaan semua unsur bahasa baik
rupa untuk memperoleh efek estetis. Dalam kajian stilistika karya sastra
mencakup majas, idiom, dan peribahasa. Majas, idiom dan peribahasa dipandang
Nurgiyantoro (2010) terdiri dari bahasa figuratif ‘figurative language’ dan wujud
of thought’ atau ‘tropes,’ dan (2) ‘figures of speech, rhetorical figures,’ atau
menyimpang dari makna yang harfiah dan lebih menyaran pada makna literal
‘meaning’, sedangkan yang kedua lebih menunjuk pada masalah pengurutan kata,
struktur. Stile ini yang merupakan retorika klasik, yang biasa dianggap hanya
a. Idiom
bahasa Indonesia. Menilik pada konsep idiom yang disampaika Keraf, makna
idiom jauh lebih luas daripada peribahasa. Idiom merupakan “Pola-pola struktur
frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara
2010:109).
b. Simile
eksplisit karena ia secara langsung menyatakan sesuatu sama dengan yang lain.
Oleh karena itu upaya yang digunakan dalam perbandingan ini juga bersifat
eksplisit yaitu dengan kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan
penggunaan simile yang dilakukan pengarang memiliki tujuan yang hampir sama
yakni untuk menyampaikan gagasan dan pikiran dengan lebih jelas kepada
merupakan bagian dari gaya bahasa figuratif yang dapat membuat komunikasi
bahasa menjadi lebih hidup dan lancar.Sejauhmana simile dalam karya sastra
sekaligus mencapai efek estetis?. Pertanyaan seperti inilah nanti yang akan
digunakan untuk mengupas cerpen karya Gumira Aji Darma dalam penelitian ini.
c. Konotasi
emotif atau makna evaluatif. Dalam makna konotatif antara stimulus dan respon
mangkat memiliki konotasi “kebesaran”, dan gugur memiliki nilai keagungan dan
keluhuran. Hal ini akan berbeda pada kata persekot, uang muka atau panjar hanya
Jadi sebuah kata mengandung makna denotasi dan makna konotasi apabila
kata tersebut disamping memiliki makna dasar yang melekat juga memiliki makna
tambahan yang mempertimbangkan aspek hubungan sosial. Jika sebuah kata tidak
memiliki makna konotasi tetapi hanya memiliki makna denotasi saja artinya
dalam hubungan sosial kata tersebut dianggap tidak memiliki nilai emosional.
d. Metafora
tetapi dalam bentuk yang singkat. Misalnya bunga bangsa, buaya darat, buah hati,
pengertian secara luas diartikan sebagai semua bentuk kiasan, penggunaan bahasa
unsur pembanding atau dua ‘term‘ atau dua bagian. ‘Term’ pokok ‘principal term’
dan term kedua ‘secondary term’. ‘Term‘pokok disebut juga ‘tenor’, term kedua
disebut juga ‘vehicle’.‘Term’ pokok atau term tenor menyebutkan hal yang
dibandingkan, sedangkan term kedua atau ‘vehicle’ adalah hal yang untuk
‘term’ kedua tanpa menyebutkan ‘term’ pokok atau tenornya. Inilah yang
2009:66).
e. Metonomia
memiliki ciri-ciri yaitu adanya perubahan makna sehingga objek dapat dikaitkan
dengan apa yang dimaksudkan. Perbedaan antara keduanya adalah jika metafora
proses seleksi, pilihan satu tanda dengan tanda-tanda yang lain, sedangkan
dihasilkan, sebab dan akibat, ruang dan waktu. Oleh karena itu ciri khas dari
Berikut contoh yang diambilkan dari sajak Toto Sudarto Bachtiar dalam “Ibu
Kota Senja”.
atau partai yang bersaing adu keras suaranya. Sungai kesayangan mengganti
merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati
adalah benda-benda mati bertindak dan berbuat seperti manusia, atau perwatakan
g. Hiperbola
135). Hiperbola merupakan sarana retorika yang banyak kita jumpai pada karya-
karya berbentuk puisi. Gaya ini sering pula digunakan pada teks-teks fiksi dalam
261-263).
berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku terlihat pada kutipan berikut ini.
Jadi, begitulah Alina, kuambil juga senja itu. Kukerat dengan pisau Swiss
yang selalu kubawa, pada empat sisinya, sehingga pada cakrawala itu
berbentuk lubang sebesar kartu pos. Dengan dua senja disaku kiri dan
kanan aku melangkah pulang. Bumi berhenti beredar di belakangku,
menjadi kegelapan yang basah dan bacin. Aku mendaki tangga kembali
menuju gorong-gorong bumiku yang terkasih (SCB: 447).
Hiperbola yang indah dan khas karena merupakan bentuk kreasi yang baru karya
Karya sastra adalah hasil kreasi pengarang yang dilakukan melalui proses
kontemplasi dan refleksi dari berbagai fenomena kehidupan yang ada pada
lingkungan sosial budaya yang melingkupinya. Fenomena ini bisa terjadi pada
berbagai aspek kehidupan. Sebagi karya seni, karya sastra menggunakan bahasa
media ekspresi bahasa yang digunakan memiliki nilai estetik yang dominan (Al
Ma’ruf, 2012:1-2).
menggunakan teori stilistika. Hal ini dimaksudkan bahwa sebuah karya sastra
tidak bisa dilepaskan begitu saja dari aspek yang membangunnya yakni unsur
intrinsik dan unsur ektrisnik. Sekaitan dengan hal tersebut maka perlu kiranya
Secara umum konsep cerpen dapat diuraikan dari beberapa hal, Aziez dan
Cerita pendek haruslah berbentuk ‘padat’. Jumlah kata dalam cerpen harus
lebih pendek dari jumlah kata pada novel. Dalam novel terdapat bab yang
Menurut teori Poe, cerita dalam cerpen dilingkupi oleh dua efek ‘kengerian’ dan
pembaca(Station, 2007:76-80).
apakah suatu karya sastra prosa itu disebut cerpen, atau novel. Hal ini tentu tidak
salah, karena ukuran memang menjadi salah satu ciri dari cerpen disamping ciri-
ciri lain yang melekat. Misalnya ceritanya berpusat pada seorang tokoh saja.
Dalam stilistika bentuk fisik dalam hal ini ukuran panjang atau pendek
sebuah wacana sastra dalam hal ini adalah cerpen tidak menjadi persoalan. Karena
stilistika sebagai sebuah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya
Stilistika dalam penelitiannya dapat saja berangkat dari teori struktural. Yakni
ini tentu akan menjadikan hasil penelitiannya lebih kompleks. Artinya selain
aspek stilistika penelitian seperti ini juga akan bisa mendeskrepsikan komponen-
stilistik terhadap karya sastra, baik jenis puisi, novel maupun cerpen. Uraian
penelitian stilistika antara peneliti yang satu dan peneliti yang lainnya. Penelitian
tersebut akan dijadikan sebagai salah satu pijakan oleh peneliti di dalam
2011: 221). Oleh karena itu bermunculanlah produk-produk karya sastra itu, baik
yang berupa cerpen, novel maupun puisi sebagai wujud ekspresi. Demikian
stiistika terhadap karya sastra belum begitu banyak dilakukan, misalnya penelitian
stilistika terhadap karya novel, puisi maupun cerpen. Diantara ketiga karya sastra
dengan dua diantaranya yaitu cerpen dan novel. Seperti yang ditulis oleh
Penelitian terhadap karya sastra dengan objek kajian cerpen dilakukan oleh
Satu tahun kemudian penelitian ini diterbitkan atas kerjasama antara Masyarakat
Poetika Indonesia dengan penerbit Pustaka Pelajar menjadi buku. Penelitian ini
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Jabrohim ini, untuk (1) mengetahui
gaya kalimat dan sarana retorika cerpen-cerpen Ahmad Tohari yang terhimpun
dalam Senyum Karyamin. (2) gaya kata yang dipakai dalam cerpen-cerpen
Ahmad Tohari yang terhimpun dalam Senyum Karyamin. (3) mengetahui makna
Senyum Karyamin. Selain itu terdapat tujuan teoretik dan tujuan praktis. Secara
bertujuan untuk dapat memotifasi para peneliti sastra lainnya agar tertarik untuk
dengan tidak melupakan relasi antar unsur dalam keseluruhan. Kedua, setiap
unsur yang ada diberi makna sesuai dengan konvensi fiksi. Ketiga, sebelum
dianalisis karya sastra perlu dilakukan pemahaman makna karya sastra itu dengan
yang akan diteliti sedangkan teknik pencatatan dilakukan untuk mencatat semua
diidentifikasi bahwa cerpen-cerpen yang diteliti bermuara pada sistem nilai yaitu
sikap hidup khas masyarakat Jawa tradisional. Nilai ini meliputi sikap sabar, ‘rila’
padanannya dalam bahasa Indonesia. Pada Analisis pemakaian gaya kata, kalimat
meneliti karya sastraadalah novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dengan
judul “Analisis Stilistika Novel Laskar Pelangi”. Karya Ilmiah ini merupakan
Maret tahun 2010. Penelitian ini bersifat analisis terhadap pemilihan pemakaian
figuratif. Terdapat pada leksikon bahasa asing, leksikon bahasa jawa, leksikon
ilmu pengetahuan, kata sapaan, kata konotatif pada judul. Analisis terhadap aspek
jawa dan bahasa inggris serta reduplikasi dalam leksikon bahasa jawa, kemudian
aspek sintaksis meliputi penggunaan repetisi, kalimat majemuk, dan pola kalimat
inversi. Pemanfaatan gaya bahasa figuratif yang unik dan menimbulkan efek-efek
estetis pada pembaca yaitu idiom, arti kiasan, konotatif, metafora, metonomia,
catat. Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan analisis mengalir yang
terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data,
pengarang memiliki kekhasan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini
dengan hal itu, maka terdapat perbedaan dalam ranah ini diantaranya adalah pada
pemilihan dan pemakaian kata bahasa Jawa dalam cerpen yang dikaji.
Pelangi” karya Andrea Hirata ialah sebagai berikut. a) Keunikan atau kekhasan
pemakaian bahasa pada novel “Laskar Pelangi” dilatarbelakangi oleh faktor sosial
Adapun keunikan pemilihan dan pemakaian kosa kata yaitu tampak pada (1)
pemilihan dan pemakaian leksikon bahasa asing. (2) pemilihan dan pemakaian
Pelangi” karya Andrea Hirata yaitu pada penggunaan afiksasi pada leksikon
bahasa Jawa dan bahasa Inggris, dan reduplikasi data leksikon bahasa jawa.
journal.unsrat.ac.id/index.php/jets/article.../1421).
jornal dan prosiding. Pertama, Penelitian Nurul Setyorini yang telah dimuat dalam
prosiding dengan judul “Aspek-Aspek Stilistika Novel Lalita Karya Ayu Utami”
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskrepsikan diksi dalam novel, gaya bahasa,
citraan dan gaya kalimat dalam novel “Lalita” karya Ayu Utami. Metode yang
dengan tujuan mengkaji penggunaan bahasa tertentu dalam sebuah wacana. Hasil
penelitian ini berupa kandungan makna, penggunaan kata dan ungkapan bahasa
Jawa dalam puisi “Tirta Kamandanu” Karya Linus Suryadi (Nurgiantoro, Burhan:
2014).
Semarang pada November 2013, terdapat penelitian stilistika dalam bentuk artikel
yang ditulis oleh Syaiful Munir dkk.Penelitian tersebut berjudul “Diksi dan
Majas dalam Kumpulan Puisi Nyanyian dalam Kelam karya Sutikno W.S:
stilistika dengan cara menganalisis sistem liguistik karya sastra dan dilanjutkan
Kemudian berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan data dicatat dalam kartu data
stilistika masih relatif sedikit. Terhitung selama kurun waktu 1995 sampai 2014
terdapat karya ilmiah berupa skripsi S1 yang menggunakan karya sastra dengan
tinjauannya, dari jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia ialah Dewi
menganalisis unsur stilistika yang berujud retorika. Penelitian ini merupakan jenis
pencatatan. Hasil penelitian pada skripsi ini berupa deskrepsi penggunaan gaya
metonomia pada cerpen yang diteliti. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dari
bahasa figuratif. Sejauh mana pemanfaatan dan pemilihan bahasa figuratif ini
Penelitian lain yang cukup baik tentang analisis stilistika juga ditulis oleh
penelitian terhadap karya ini adalah untuk menguji kebenaran, yang pertama
bahwa sajak D. Zawawi Imron sebagai hasil sastra. Kedua, sajak ini memiliki
penyair. Ketiga, dunia angan D. Zawawi Imron bergerak ke alam surealisme, yang
cerpen karya Seno Gumira Ajidarma” ini tidak bertujuan untuk membuktikan
kebenaran tertentu yang menjadi fenomena yaitu aliran-aliran di dunia seni sastra
Metode dan teori yang digunakan pada penelitian Abdul Wachid B.S
merujuk pada teori semiotik yang mengacu pada pandangan Michael Riffaterre
dengan konsep dasarnya bahwa karya sastra disatu segi merupakan dialektika
antara pembaca dengan teks. Dengan cara kerja pembaca yang bertugas memberi
gejala di dunia luar. Dalam tataran semiotik karya sastra yang di teliti juga
kode bahasa dari makna biasa, dengan latar belakang keseluruhan karya sastra
yang disimpanginya.
bukanlah sajak gelap melainkan sajak yang bernilai sastra. Sajak ini memiliki
kiasan, citraan, sarana retorika, ataupun gaya sajak. Kemiripan dengan gaya
sajak karya D. Zawawi Imron memasuki wilayah religiositas, yang dalam hal ini
religiositas Islam, berangkat dari konsep bahwa Allah adalah pencipta segala
sesuatu, pemelihara dan pelaksana, serta tempat kembali seluruh ciptaan (Wachid
Abdul.2012).
D. Teori Relevan
Ada beberapa ahli yang melakukan penelitian stilistika berangkat dari kajian
struktural terlebih dahulu. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan menganalisis
oleh para peneliti terdahuludan telah dipublikasikan dalam bentuk artikel pada e-
tersebut dengan teori stilistika Ali Imron Al Ma’ruf (2012). Penelitian ini
mengambil dua aspek yang merupakan wilayah dalam kajian stilistika, kemudian
Dalam penelitian ini kajian struktural tidak menjadi pijakan secara utuh
untuk menganalisis aspek stilistika. Peneliti bertolak dari sisi bahasa sebagai
sarana penyampai pesan dan gagasan pengarang. Penyampaian pesan dan gagasan
peneliti.
interpretasi. Karena sifat interpretasi ini sangat tergantung kepada kepekaan dan
menjadi subjektif. Akan tetapi terhadap hal ini jarang sekali muncul perdebatan
atau pertentangan. Hal ini dikarenakan sifat yang melekat pada karya sastra itu
sendiri.
kebahasaan saat belum dilakukan distorsi dan setelahnya. Satuan kebahasaan yang
sesuai dengan aspek-aspek yang dikaji. Upaya ini dilakukan untuk membedakan
potensi estetis satuan kebahasaan yang didistorsi dengan satuan kebahasaan yang
penggantian atau subtitusi’ dalam penjelasan lebih lanjut sekaitan dengan metode
E. Landasan Pikir
Ajidarma merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berbobot. Kumpulan
cerpen “Senja dan Cinta yang Berdarah”karya Seno Gumira Ajidarmaini terdiri
dari beberapa judul cerpen, seperti “Telepon dari Aceh”, “Sepotong Senja untuk
Pacarku”, “Cinta di Atas Perahu Cadik”, “Orang yang Selalu Cuci Tangan”.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui lebih dalam lagi
Aceh”, “Sepotong Senja untuk Pacarku”, “Cinta di Atas Perahu Cadik”, “Orang
yang Selalu Cuci Tangan” karya Seno Gumira Ajidarma dapat dikaji dari
Apabila pada penelitian yang telah dilakuan (penelitian relevan) umunya teori
yang digunakanadalah teori struktural dengan aspek stilistika yang dikaji tidak
akanmemfokuskan diri pada teori stilistika secara murni dengan dua aspek
stilistika yang dianggap memiliki keunikan dan kekhasan dengan objek kajian
berupa karya sastra prosa.Oleh karena itu, teori yang digunakan dinilai sedikit
prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini dipaparkan pada bab tiga.
stilistika dengan menganalisis padaaspek, (1) aspek kata, (2) bahasa figuratif.
Kekhasandan Keunikan
pemakaian bahasa
Kajian Stilistika
- Keunikan - Idiom
kosakata - Simile
bahasa asing - Konotasi
- Metafora
- Metonomia
- Personifikasi
- Hiperbola