Você está na página 1de 13

Diabetes Insipidus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini banyak ditemukan penyakit yang sifatnya degeneratif. Karena banyaknya
komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada masyarakat luar negeri dan adanya
ketertarikan masyarakat terhadap gaya hidup masyarakat luar negeri sehingga banyak
bermunculan penyakit – penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes
insipidus akibat gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit diabetes insipidus ini kemungkinan
besar akan megalami peningkatan jumlah penderitanya di masa datang akibat adanya gaya
hidup yang tidak sehat yang dilakukan oleh masyarakat saat ini.

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan produksi, sekresi,
dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan ginjal yang tidak berespon
terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan rasa haus yang berlebihan (polidipsi)
dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Polidipsia dan
poliuria dengan urin encer, hipernatremia, dan dehidrasi adalah keunggulan dari diabetes
insipidus. Pasien yang memiliki diabetes insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat
menjadi sangat dehidrasi bila kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin
encer. Kondisi ini menimbulkan polidipsia dan poliuria.

Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 – 30 tahun kedepan akan
mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan. Dalam rangka mengantisipasi
ledakan jumlah penderita diabetes insipidus, maka upaya yang paling tepat adalah
melakukan pencegahan salah satunya dengan mengatur pola makan dan gaya hidup dengan
yang lebih baik. Dalam hal ini peran profesi dokter, perawat, dan ahli gizi sangat ditantang
untuk menekan jumlah penderita diabetes melitus baik yang sudah terdiagnosis maupun
yang belum. Selain itu dalam hal ini peran perawat sangat penting yaitu harus selalu
mengkaji setiap respon klinis yang ditimbulkan oleh penderita diabetes insipidus untuk
menentukan Asuhan Keperawatan yang tepat untuk penderita Diabetes Insipidus.
BAB II

TINJAUAN PUSAKA

2.1 Definisi

Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan


metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000)

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia. Jenis
Diabetes insipidus yang paling sering dijumpai adalah Diabetes insipidus sentral, yang
disebabkan oleh defisiensi arginina pada hormon AVP. Jenis kedua adalah Diabetes
insipidus nefrogenis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjalterhadap hormon dengan
sifat anti-diuretik, seperti AVP.

Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang
disebabkan oleh dua hal :

1. Gagalnya pengeluaran vasopressin .


2. Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP.

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan
oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal – renal reflex
sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air .

Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat ketidakmampuan
tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat ketiadaan efek vasopressin.
(McPHEE, Stephen : 2011).

Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria
dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat
disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan
AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat
disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik.

2.2 Etiologi

Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder akibat (akibat lanjut) trauma kepala, tumor otak
atau operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis. Kelainan ini dapat pula terjadi
bersama dengan infeksi system saraf pusat (meningitis, ensefalitis) atau tumor (misalnya,
kelainan metastatic, limfoma dari payudara dan paru).

Penyebab diabetes insipidus yang lainnya adalah kegagalan tubulus renal untuk bereaksi
terhadap ADH, bentuk nefrogenik dari diabetes insipidus yang berkaitan dengan keadaan
hipokalemia, hiperkalsemia dan penggunaan sejumlah obat (misalnya lithium,
demeclocyclin).
Diabetes insipidus disebabkan oleh :

1. Penyakit system saraf pusat (diabetes insipidus sentral) yang mengenai sintesis atau
sekresi vasopressin
2. Penyakit ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) kerena lenyapnya kemampuan ginjal
untuk berespons terhadap vasopressin dalam darah dengan menghemat air,
3. Pada kehamilan, kemungkinan peningkatan bersihan metabolic vasopressin.

Pada diabetes insipidus sentral dan nefrogenik, urin bersifat hipotonik. Kausa sentral
tersering adalah kecelakaan trauma kepala, tumor intracranial, dan pasca bedah
intracranial. Kausa yang lebih tercantum adalah:

1. Diabetes insipidus sentral

Herediter, familia (autosomal dominan) didapat :

a) Idiopatik

b) Traumatic atau pasca bedah

c) Penyakit neoplasma : kraniofaringioma, limfoma, meningioma, karsinoma metastatic

d) Penyakit iskemik / hipoksik :sindrom Sheehan, aneurisma, henti kardiopulmonal,


bedah pintas aortocoronaria, syok, kematian otak.

e) Penyakit granulomatosa : sarkoidosis, histiositosis X

f) Infeksi : ensefalitisviral, meningitis bacterial

g) Penyakit autoimun

1. Diabetes insipidus nefrogenik

Diabetes insipidus nefrogenik (DIN) adalah diabetes insipidus yang tidak responsive
terhadap ADH eksogen .

Diabetes insipidus nefrogenik dapat bersifat familia / disebabkan oleh kerusakan ginjal
akibat obat. Sindrom mirip diabetes insipidus dapat terjadi akibat kelebihan
mineralokortikoid, kehamilan, dan kausa lain. Diabetes insipidus nefrogenik sejati harus
dibedakan dari dieresis osmotic (dan karenanya, resisten-vasopresin). Pengikisan gradient
osmotic interstitial medulla, yang diperlukan untuk memekatkan urin, dapat terjadi pada
dieresis berkepanjangan oleh sebab apapun dan mungkin disalah-tafsirkan sebagai diabetes
insipidus sejati. Pada dieresis osmotic dan pengikisan medula, urin bersifat hipertonik /
isotonic. Akhirnya, polidipsia primer ekstrem (meminum air berlebihan, sering akibat
gangguan psikiatrik) menyebabkan pembentukan urin encer dalam jumlah besar dan kadar
vasopressin plasma yang rendah sehingga mirip dengan diabetes insipidus sejati .

2.3 Patofisiologi

Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus, termasuk didalamnya
tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis di sela tursika, trauma kepala,
cedera operasi pada hipotalamus. Secara pathogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi
dua jenis, yaitu diabetes insipidus sentral, dan diabetes insipidus netrogenik. Diabetes
insipidus sentral disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik (ADH) yang
secara fisiologis dapat menyebabkan kegagalan sintesis (penyimpanan) dan gangguan
pengangkutan ADH yang disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan (akibat kerusakan osmorreceptor yang terdapat pada hipotalamus anterior dan
disebut Kerney’s osmoreceptor cell yang berada di luar darah otak).

Diabetes insipidus Netrogenik (NDI) yaitu istilah yang dipakai pada diabetes insipidus yang
tidak responsive terhadap ADH eksogen. Penyebabnya adalah kegagalan pembentukan dan
pemeliharaan gradient osmosis dalam medulla renalis dan kegagalan utilisasi gradient pada
keadaan dimana ADH berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal. Kehilangan
cairan yang banyak melalui ginjal ini dapat dikompensasikan dengan minum banyak air.
Penderita yang mengalami dehidrasi, berat badan menurun, serta kulit dan membrane
mukosa jadi kering. Karena meminum banyak air untuk mempertahankan hidrasi tubuh,
penderita akan mengeluh perut terasa penuh dan anoreksia. Rasa haus dan BAK akan
berlangsung terus pada malam hari.

2.4 WOC

2.5 Manifestasi Klinis

1. Poluria : Urine yang dikeluarkan setiap hari bisa sampai atau lebih dari 20L. urine
sangat encer dengan berat jenis antara 1,001-1,005 dan 50-200 mOsmol kgBB.
2. Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan
3. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia.
4. Penggantian air yang tidak cukup bisa mengakibatkan :
1. Hiperosmolalitas dan gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, koma, dan
hipertermia)
2. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnostis diabetes insipidus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, laboraturium (urinalisis


fisis dan kimia serat tes deprivasi air). Untuk mendiagnosis penyebab suatu poliuria adalah
akibat diabetes insipidus, bukan karena penyakit lain, caranya adalah dengan menjawab
menanyakan pertanyaan yang dapat kita ketahui dengan anamnesa dan pemeriksaan.
Pertama mengetahui jawaban dari pasien apa penyebab poliuria apakah karena pemasukan
cairan (air) yang berlebihan dan pengeluaran yang berlebihan juga. Bila pada anamnesa
ditemukan bahwa pasien banyak minum, maka wajar apabila poliuria itu terjadi. Kedua
mengetahui penyebab puliuria ini adalah faktor renal atau tidak. Poliuria bisa terjadi pada
gagal ginjal akut periode dieresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria ini terjadi
karena penyakit gagal ginjal akut, maka aka nada riwayat oliguria (sedikir kencing). Ketiga
mengetahui bahan utama pembentuk urin pada poliuria adalah air atau mengandung zat-zat
terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat diabetes insipidus mengeluarkan air murni, namun
tidak menutup kemungkinan ditemukannya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat
terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi atau abnormal maka dapat dicurigai bahwa
poliuria tersebut akibat diabetes mellitus yang merupakan salah satu pembeda diagnosis
dari diabetes insipidus.

Jika dicurigai penyebab poliuria adalah diabetes insipidus, maka harus dilakukan
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis untuk membedakan apakah jenis diabetes
insipidus yang dialami, karean penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini
berbeda. Adapun beberapa pemeriksaan pada diabetes insipidus, antara lai

1. Hickey Hare atau Carter-Robbins


2. Fluid deprivation
3. Uji nikotin

Apapun bentuk pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis,
atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan
vasopressin sintetis, pada diabetes insipidus sentral akan terjadi penurunan jumlah urin,
dan pada diabetes insipidus nefrogenik tidak terjadi apa-apa.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

 Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.


Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001-
1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma kurang dari 290
mOsml/l dan osmolalitas urin osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi,
berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmol/l dan
osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. urin pucat atau jernih dan kadar natrium urin rendah.
Pemeriksaan laboraturium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi
ginjal lainnya tampak normal.

 Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi ADH
parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan polidipsia primer pada anak.
Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar
osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan normal, osmolalitas akan naik (<300)
namun output urin akan berkurang dengan berat jenis yang baik (800-1200).
 Radioimunoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes insipidus
neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai
menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam
membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.

 Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi,
pembesaran slla tursunika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura.

 MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus. Gambaran MRI
dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria anterior dan posterior dengan isyarat
hiperintense atau disebut titik terang atau isyarat terang.

2.8 Penatalaksanaan

Faktor penyebab patut mendapatkan pertimbangan utama pada pengobatan. Pengobatan


diabetes insipidus harus sesuai dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada diabetes insipidus
komplit biasanya diperlukan terapi hormon pengganti yaitu desmopressin atau DDAVP (1-
desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Aktivitas antidiuretik
DDAVP adalah 2000-3000 kali lebih besar daripada aktivitas pressornya, dan 1 mikrogram
menghasilkan dieresis yang berakhir dalam waktu 8-10 jam, dibandingkan dengan hanya 2-
3 jam untuk AVP alami. DDAVP diberikan melalui system pemasukan pipa hidung yang
mengalirkan sejumlah tepat pada mukosa hidung. Dosis berkisar antara 5-15 mikrogram
yang diberikan sebagai dosis tunggal atau terbagi emnjadi 2 dosis. Anak umur >2 tahun
memerlukan dosis yang lebih kecil (0,15-0,5 mikrogram/kg/24 jam). Dosisnya harus secara
individu dan penting disesuaikan jadwal dosisnya sehingga memungkinkan penderita dalam
keadaan poliuria ringan sebelum dosis berikutnya diberikan. Untuk penderita yang
memerlukan >10 mikrogram dosis preparat semprot hidung juga tersedia. Preparat
parenteral DDAVP (0,03-0,15 mikrogran/kg) tersedia dan bermanfaat paska bedah
transfenoidalis, bial penymbatan hidung menghalangi peniupan hidung.

Desmopresin seperti halnya ADH menfasilitasi reabsorbsi air di tubulus kolektivus dengan
cAMP-mediated insersion. Hasinya volume urin berkurang dan berat jenis urine meningkat.
Efek samping desmopresin yaitu hiponatremia dan pada dosis tinggi dapat menimbulkan
hipertensi. Pada penderita diabetes insipidus yang koma, sedang menjalani pembedahan,
atau mendapatkan cairan intravena harus diperhatikan pengobatannya.

DDAVP juga berpengaruh pada reseptor eksternal seperti V2 yang mengakibatkan keluarnya
faktor VIII dan faktor Von Willebrand. Penderita dengan hemophilia A ringan atau sedang
atau penyakit Von Wilebrand terpilih dapat disembuhkan secara berhasil dengan dosis
DDAVP 15 kali lebih tinggi daripada dosis yang dipergunakan untuk antidiuresis.
Desmopresin semakin banyak digunakan pada penatalaksanaan anak dengan enuresis. Dosis
yang diperlukan adalah 20-40 mikrogram, diberikan sebagai semprot hidung sebelum tidur.

Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur
keseimbangan air, seperti:

1. Diuretik Tiazid
2. Klorpropamid
3. Klofibrat
4. Karbamazepin

Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup
ketika merasa haus. Penderita bayi dan anak-anak harus sering diberi minum. Terutama
pada bayi.

2.9 Komplikasi

1. Hipertonik enselopati
2. Gagal tumbuh
3. kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral

2.10 Prognosis

1. DI nefrogenik
1. Baik apabila diagnosanya lebih awal dan tindak lanjut
2. keterbelakangan mental jika penundaan dalam diagnosis selama serangan
bayi berulang hipernatremia dan dehidrasi
3. Laporan terisolasi : gagal ginjal kronik
4. DI sentral: tergantung dari etiologi yang mendasari.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.
Pengkajian

1. Identitas diri Klien


1. Nama
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Status
5. Pekerjaan
6. Alamat
7. Suku
8. Riwayat Sakit dan Kesehatan
9. Keluhan utama

2.Riwayat penyakit saat ini

Pasien mengalami poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, dehidrasi dan konstipasi.

3.Riwayat penyakit dahulu

4.Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita gangguan pada kelenjar hipofisis yang memungkinkan
terjadinya penularan sebelumnya.

5. Pola manajemen koping stress

6.Kondisi spiritual

penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari Tuhan

\ 7. Pola peran hubungan

1. Komunikasi: Dalam berkomunikasi klien berkomunikasi baik dengan


keluarganya.
2. Hubungan dengan orang lain: Sosialisasi klien dengan orang lain selain
keluarganya baik.
3. Kemampuan keuangan: Keluarga pasien dapat digolongkan dalam kelompok
sosial kelas baw

8.Pemeriksaan fisik (Review of System)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik umum
per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breath), B2
(blood), B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel) dan B6 (bone).

1. B1 (breath)

RR = 20x/mnt, tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan
suara nafas normal.
2. B2 (blood)

TD, nadi, suhu, suara jantung vesikuler.,Perfusi perifer

3.B3 (brain)

Pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-
waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.

4. B4 (bladder)

Poliuria sangat encer ( 10 liter ) dengan berat jenis 1.010, osmolalitas urin 50-150 mosmol/L.

5. B5 (bowel)

Mukosa kering, polidipsia, penurunan berat badan, dehidrasi, dan konstipasi.

6. B6 (bone)

Kulit bersih, turgor kulit buruk, dan tidak ada nyeri persendian.

1. Data Laboratorium
2. Osmolalitas urin (normal = 300-450 mosmol/L).
3. Oosmolalitas plasma (normal = <290 mosmol/L).
4. Urea N: .(normal = 3 - 7,5 mmol/L).
5. Kreatinin serum: (normal = <70 IU/L).
6. Bilirubin direk: (normal = 0,1 - 0,3 mg/dl).
7. Bilirubin total: (normal = 0,3 – 1 mg/dl).
8. SGOT: (normal = 0 - 25 IU/L).
9. SGPT: (normal = 0 - 25 IU/L).
1. Data tambahan : BB= , TB= RR= , suhu= urin= , poliuria= 10 liter dengan
berat jenis 1.10, osmolitas urin 50-150 mOml/liter.

3.2.
Analisa Data

No. Analisa Data Etiologi Masalah

1. DS: merasa haus yang Hiperosmolalitas Defisit cairan kurang dari


berlebihan merangsang haus kebutuhan tubuh

DO: intake <2500


ml/hari, turgor kulit
buruk

2. DS: pasien mengatakan Polidipsia perut terasa Ketidakseimbangan nutrisi


malas makan penuh dan anorexia kurang dari kebutuhan
tubuh
DO: BB↓, muntah, suhu
38,2 oC

3. DS: pasien mengatakan Reabsorbsi air menurun Gangguan pola tidur


sulit tidur karena harus
bangun pada malam hari Poliuria dan nocturia
untuk buang air kecil

DO: badan lemas dan


mata cowong

3.3.
Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan dieresis osmotic.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.

3.4.
Intervensi

Dx : Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan dieresis osmotic.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan psaien


terpenuhi.

NOC: Keseimbangan cairan

Kriteria hasil:

1. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal.
2. TTV dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa
lemban, tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Skala penilaian NOC:

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

NIC: Pengaturan cairan


Intervensi:

1. Pertahankan cairan intake dan output yang akurat.


1. Monitor status dehidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD
ortostatik).
2. Monitor TTV
1. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian.
2. Kolaborasikan pemberian cairan IV
3. Dorong masukan oral

Dx: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien


terpenuhi.

NOC: Status nutrisi

Indikator:

1. Stamina
2. Tenaga
3. Tidak ada kelelahan
4. Daya tahan tubuh

Skala penilain NOC:

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

NIC: Pemantauan nutrisi

Intervensi:

1. BB dalam batas normal


2. Pantau adanya penurunan BB
3. Pantau kulit kering dan perubahan pigmentasi
4. Pantau turgor kulit
5. Pantau kalori dan intake nutrisi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukn jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien

Dx: Gangguan pola tidur berhubungan dengan nokturia

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak
terganggu

NOC: Tidur
Kriteria hasil:

1. Jam tidur cukup


2. Pola tidur baik
3. Kualitas tidur baik
4. Tidur tidak terganggua

Skala penilaian NOC:

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

NIC: Peningkatan tidur

Intervensi:

1. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit


1. Banu pasien untuk mengidentifikasi faktor yang menyebabkan kurang tidur
2. Dekatka pispot agar pasien lebih mudah saat BAK pada malam hari
3. Anjurkan pasien untuk tidur siang
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman

3.5.
Evaluasi

1. Kebutuhan akan volume cairan terpenuhi


2. Kebutuhan tubuh akan nutrisi terpenuhi
3. Pola tidur sesuai dengan waktu tidur normal
4. Pengetahuan mengenai penyakit dan pengobatannya terpenuhi
BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

 Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan


metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000)
 Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang
disebabkan oleh dua hal :

1. Gagalnya pengeluaran vasopressin .


2. Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP.

 menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria dan
polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut
dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan
ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan
diabetes insipidus nefrogenik.
 Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder akibat (akibat lanjut) trauma kepala, tumor otak
atau operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis. Kelainan ini dapat pula terjadi
bersama dengan infeksi system saraf pusat (meningitis, ensefalitis) atau tumor (misalnya,
kelainan metastatic, limfoma dari payudara dan paru).
4.2.Saran

Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan mengetahui
asuhan keperawatan dari gangguan pada sistem Endokrin mulai dari pengkajian, diagnosa,
intevensi / implementasi, evalusi, dll. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu
dan menguasai asuhan keperawatan pada gangguan sistem Endokrin yang nantinya sebagai
bekal pada saat terjun langsung ke rumah sakit dan berhadap langsung dengan seorang
klien.
DAFTAR PUSTAKA

Howard Bauchner, R. J. (2007). Pediatrics. Cambridge: Medicine.

Santoso, Asman Boedi. Diabetes Insipidus Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Endokrinologi Anak. Dalam Buku Kuliah 2
Ilmu Kesehatan Anak 1985 Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; cetakan kesebelas.

Batticaca, Fransisca B.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Baradero, Mary, Mary, dan Yakobus Siswadi. 2005. Klien Gangguan Endokrin:Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC

Brahm U. Pendit, et al. 2005. Patifisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit/ Sylvia
Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson edisi ke-6. Jakarta : EGC

Você também pode gostar