Você está na página 1de 65

Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah

Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Hal. 1-1
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang


perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup telah disebutkan pada pasal 13
bahwa pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi aspek pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan dilaksanakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/ atau
kerusakan lingkungan hidup yang ada dalam ketentuan ini, antara lain
pengendalian pencemaran air, udara, dan laut dan kerusakan ekosistem dan
kerusakan akibat perubahan iklim. Kerusakan ekosistem lingkungan bisa
disebabkan juga oleh limbah, tidak hanya limbah air tapi juga limbah padat dan
gas. Jenis limbah dapat dibedakan berdasarkan :

1. Wujudnya, terdiri atas cair, padat dan gas;

2. Senyawa, terdiri atas Organik dan anorganik

3. Sumber limbah domestik dan industri

4. Sifatnya, biasa dan Limbah B3

Dengan semakin bertambah dan meningkatnya jumlah penduduk dengan


segala kegiatannya, maka jumlah limbah juga mengalami peningkatan. Pada
umumnya limbah cair dibuang ke dalam tanah, sungai, danau, dan udara. Jika
jumlah limbah yang dibuang melebihi kemampuan alam untuk menerima atau
menampungnya, maka akan terjadi kerusakan lingkungan.

Hal. 1-1
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang
Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan memburuknya kesehatan
masyarakat yang banyak terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari
berbagai kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga.

1.2 Maksud, Sasaran dan Output

1.2.1 Maksud
Maksud dilaksanakannya Penyusunan Kajian Perencanaan Penanganan
Limbah Perumahan dan Industri di kota Tangerang adalah :
1. Mengidentifikasi, dan menginventarisir jenis-jenis limbah dan potensi
limbah diperumahan dan industri, baik industri skala kecil, sedang, dan
besar serta termasuk perdagangan dan jasa.
2. Mengidentifikasi, dan menginventarisir kapasitas masyarakat untuk
penanganan limbah rumah tangga dan industri.
3. Menganalisa hasil dari poin 1 dan 2 tersebut di atas untuk kemudian di
analisis dalam rangka menyusun Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan Dan Industri di kota Tangerang

1.2.2 Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah ;
1. Mengevaluasi penanganan jenis- jenis limbah Perumahan dan industri di
Kota Tangerang
2. Menyusun strategi penanganan limbah Perumahan dan industri di Kota
Tangerang
3. Menyusun perencanaan sistem pengelolaan air limbah penanganan limbah
Perumahan dan industri di Kota Tangerang, seperti :
 Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT)
 Instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
 Clean construction, dan lain-lain.
4. Kebijakan dan strategi penanganan limbah Perumahan dan industri di Kota
Tangerang

1.2.3 Output
Keluaran (output) yang dihasilkan dari Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang ini antara lain adalah :
- Laporan Pendahuluan 10 Buku
Hal. 1-2
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang
- Laporan Antara 10 Buku
- Laporan Akhir 10 Buku
- CD Master 5 buah

1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan

Ruang lingkup Kajian Penanganan Limbah Perumahan dan industri di Kota


Tangerang yaitu menggambarkan potret kondisi eksisting jenis- jenis limbah,
Evaluasi, Isu/ tantangan/ permasalahan, analisis SWOT, indikator Kinerja,
Kebijakan, strategi, sasaran dan program kerja penanganan limbah yang akan
dilaksanakan.

1.4 Waktu Pelaksanaan Pekerjaan

Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah selama 6


(enam) bulan atau 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak
penandatangan kontrak.

1.5 Anggaran

Kegiatan Perencanaan Penangan Limbah Perumahan dan Industri di kota


Tangerang bersumber dari APBD Kota Tangerang Tahun Anggaran 2018.

1.7 Sistematika Pembahasan

Laporan Pendahuluan ini dibagi menjadi 6 bab, dengan garis besar isi
setiap bab sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan
Berisikan latar belakang penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang, tujuan dan sasaran, ruang
lingkup pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, anggaran, dan
sistematika penyajian.

Bab 2 Gambaran Umum Wilayah Perencanaan

Bagian ini berisi gambaran umum Kota Tangerang serta potensi dan
permasalahan yang dimilikinya.

Bab 3 Konsep Perencanaan

Hal. 1-3
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang
Menyajikan uraian tahap perencanaan, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data

Bab 4 Rencana Kerja

Menguraikan tentang jadwal pelaksanaan pekerjaan, personil pelaksanaan


pekerjaan, dan kebutuhan tenaga.

Hal. 1-4
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH


PERENCANAAN

2.1 Kebijakan Pembangunan Kota Tangerang

2.1.1 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota

Berdasarkan rencana struktur ruang wilayah Kota Tangerang tahun 2030,


Kota Tangerang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Beberapa faktor
yang mendasari penetapan Kota Tangerang sebagai PKN tersebut adalah:

a. Kota Tangerang sebagai bagian dari Kawasan Megapolitan Jabodetabek;

b. Kota Tangerang sebagai pintu gerbang provinsi dari segi transportasi udara;

c. Kota Tangerang sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang
menuju kawasan internasional karena adanya Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta; dan

d. Fungsi Kota Tangerang yang diarahkan untuk kegiatan perumahan, perdagangan


dan jasa skala nasional, industri nonpolutan dan berorientasi pasar, dan
difungsikan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekonomi unggulan.

Rencana struktur ruang wilayah Kota Tangerang meliputi:

a. sistem pusat pelayanan;

b. sistem jaringan transportasi;

c. sistem jaringan energi dan kelistrikan;

d. sistem jaringan telekomunikasi;

Hal. 2-1
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

e. sistem jaringan sumber daya air; dan

f. sistem infrastruktur perkotaan.

Berikut merupakan rencana Sistem Pusat Pelayanan Kota Tangerang:

a. Pusat Pelayanan Kota (PPK), PPK di Kota Tangerang dikembangkan dengan


konsep “green heart” yaitu jantung kota yang hijau. Subpusat pelayanan Kota
meliputi Kecamatan Tangerang, Cibodas, Pinang, dan Cipondoh

b. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK), memiliki fungsi sebagai perdagangan dan
jasa, perumahan kepadatan menegah, perumahan kepadatan tinggi, industri di
Kota Tangerang meliputi Kecamatan Ciledug, Periuk, dan Benda.

c. Pusat Lingkungan (PL), PPL Kota Tangerang meliputi Kecamatan Larangan,


Karang Tengah, Batu Ceper, Neglasari, Karawaci, dan Jatiuwung.

Lebih jelas mengenai sistem perkotaan di Kota Tangerang berdasarkan Sistem Pusat
Pelayanan Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Rencana Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kota Tangerang

Pusat Pelayanan /
No. Sub Pusat Pelayanan / Fungsi Skala Pelayanan
Unit Lingkungan
A. Pusat Kota
1. Pusat Kota Baru  Pusat pemerintahan Kota  Regional & Kota
Tangerang
 Pusat Perdagangan dan
Jasa
 Perkantoran
 Permukiman
2. Pusat Kota Lippo  Perkantoran  Regional & Kota
Karawaci Utara  Pusat perdagangan dan
jasa
 Permukiman
3. Pusat Kota Alam Sutra  Perkantoran  Regional & Kota
 Pusat perdagangan dan
jasa
 Permukiman
4. Pusat Kota Cipondoh  Perkantoran  Regional & Kota
 Pusat perdagangan dan

Hal. 2-2
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Pusat Pelayanan /
No. Sub Pusat Pelayanan / Fungsi Skala Pelayanan
Unit Lingkungan
jasa
 Permukiman
B. Sub Pusat Kota
1. Ciledug  Perdagangan dan Jasa  Kota dan Lokal
 Permukiman
2. Periuk  Perdagangan dan jasa  Kota dan Lokal
 Permukiman
 Industri Non Polutan
3. Benda  Perdagangan dan Jasa  Regional & Kota
 Permukiman
 Pergudangan dan Industri
ringan non polutan
C. Pusat Lingkungan
1. Karawaci  Permukiman  Kota dan Lokal
 Perdagangan dan Jasa
 Industri eksisting  Regional
2. Batuceper  Permukiman  Kota dan Lokal
 Perdagangan dan jasa
 Industri non polutan  Regional
3. Neglasari  Perdagangan dan jasa  Kota dan lokal
 Permukiman
 Industri ringan non
polutan dan pergudangan
4. Larangan  Permukiman  Kota dan lokal
 Perdagangan dan jasa
 Wisata Belanja Cipadu  Regional
5 Karang Tengah  Permukiman  Kota dan Lokal
 Perdagangan dan jasa
 Pusat Tanaman Hias  Regional
6 Jatiuwung  Industri Non Polutan  Regional
 Perdagangan dan jasa  Kota dan lokal
 Permukiman
Sumber : RTRW Kota Tangerang 2011-2030

Hal. 2-3
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Gambar 2.1 Rencana Sistem Pusat Pelayanan Kota Tangerang

Hal. 2-4
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Rencana pola pemanfaatan ruang adalah pengalokasian aktifitas kedalam


suatu ruang berdasarkan struktur pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan
sebelumnya. Secara umum, pola ruang di Kota Tangerang diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berikut adalah rencana pola
pemanfaatan ruang Kota Tangerang:

1. Kawasan Lindung, adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup, baik itu berupa sumber daya alam
maupun sumber daya buatan. Pengembangan kawasan lindung di Wilayah
Kota Tangerang meliputi kawasan perlindungan setempat,ruang terbuka hijau,
kawasan cagar budaya; dan kawasan rawan bencana alam.
2. Kawasan cagar budaya.

Tabel 2.2 Rencana Pola Ruang Kota Tangerang Tahun 2030


Luas Peruntukkan
No Jenis Peruntukkan Lahan
(Ha) (%)
A Kawasan Lindung 4.050 22,28
1 Sungai/Situ 405 2,23
2 Sempadan Sungai/Situ 710 3,91
3 Ruang Terbuka Hijau 2.935 16,14
B Kawasan Budi Daya 14.131 77,72
1 Kawasan Perumahan 6.091 33,50
2 Kawasan Perdagangan dan Jasa 2.636 14,50
3 Kawasan Peruntukan Industri 2.381 13,10
4 Kawasan Pariwisata 187 1,03
5 Kawasan Pertanian 113 0,62
6 Kawasan Pelayanan Umum 84 0,46
Kawasan Peruntukan Penunjang 627 3,45
7
Bandara
8 Kawasan Bandar Udara 1.956 10,76
- Terbangun 1.230
- Ruang Terbuka Hijau 725
9 Kawasan Pertahanan dan Keamanan 56 0,31
Total 18.181 100,00

Hal. 2-5
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Gambar 2.2 Peta Rencana Pola Ruang Kota Tangerang

Hal. 2-6
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

2.2 Gambaran Umum Kota Tangerang

2.2.1 Kondisi Fisik Dasar


2.2.1.1 Letak Geografis

Kota Tangerang yang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993 berdasarkan


Undang-Undang No. 2 Tahun 1993, secara geografis terletak pada 106 036’ – 106042’
Bujur Timur (BT) dan 606’- 6013’Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah 181,818
Km2 (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km 2). Secara administrasi
Kota Tangerang terdiri dari 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan.

Sedangkan batas wilayah administrasi Kota Tangerang adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan

(Kabupaten Tangerang).

 Sebelah Selatan : Kecamatan Curug (Kabupaten Tangerang),

Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pondok Aren

(Kota Tangerang Selatan).

 Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta.

 Sebelah Barat : Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan Cikupa

(Kabupaten Tangerang).

2.2.1.2 Wilayah Administrasi

Secara administrasi Kota Tangerang terdiri dari 13 Kecamatan dan 104


Kelurahan. Berikut tabel administrasi Kota Tangerang:

Tabel 2.3 Luas Wilayah Kecamatan di Kota Tangerang

Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kota


Tangerang
Kecamatan Persentase Terhadap
Luas
Luas Kota Tangerang
2015 2015
Ciledug 8.7 5.33
Larangan 9.4 5.71
Karangtengah 10.47 6.36

Hal. 2-7
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Cipondoh 17.91 10.88


Pinang 21.59 13.12
Tangerang 15.79 9.6
Karawaci 13.48 8.19
Jatiuwung 14.41 8.76
Cibodas 9.61 5.84
Periuk 9.54 5.8
Batuceper 11.58 7.04
Neglasari 16.08 9.77
Benda 5.92 3.6

Sumber: BPS Kota Tangerang tahun 2018

Hal. 2-8
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Gambar 2.3 Peta Administrasi Kota Tangerang

Hal. 2-9
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

2.2.1.3 Topografi

Kondisi topografi Kota Tangerang berada pada ketinggian 10 - 30 meter di


atas permukaan laut (dpl), dengan bagian utara memiliki rata-rata ketinggian 10
meter dpl seperti Kecamatan Neglasari, Kecamatan Batuceper, dan Kecamatan Benda.
Sedangkan bagian selatan memiliki ketinggian 30 meter dpl seperti Kecamatan
Ciledug dan Kecamatan Larangan.

Sebagian besar wilayah Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan lahan


antara 0-3% dan sebagian kecil wilayah pada bagian selatan kota memiliki
kemiringan lahannya antara 3-8%, yang terdapat di Kelurahan Parung Serab,
Kelurahan Paninggilan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya. Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagian besar lahan di Kota Tangerang cukup landai. Hal ini juga sangat
menguntungkan bagi pengembangan Kota Tangerang secara umum, terutama untuk
pengembangan kegiatan perkotaan.

Dengan sebagian besar wilayah memiliki kemiringan lereng yang cukup datar,
kendala pembagunan fisik di Kota Tangerang dapat dikurangi sehingga akan
berdampak pada biaya pembangunan yang relatif lebih murah dibandingkan dengan
kemiringan lereng di atas 8%. Ada beberapa cekungan-cekungan kecil yang
berpotensi menimbulkan masalah banjir di beberapa tempat.

Tabel 2.4 Kondisi Topografi Kota Tangerang


Kondisi Topografi
No Kecamatan
Kemiringan (%) Ketinggian dpl (m)
1 Batueper 0-3% 14,0
2 Benda 0-3% 10,0
3 Cibodas 0-3% 14,0
4 Ciledug 18,0
5 Cipondoh 0-3% 14,0
6 Jatiuwung 0-3% 14,0
7 Karangtengah 0-3% 18,0
8 Karawaci 0-3% 14,0
9 Larangan 18,0
10 Neglasari 0-3% 14,0
11 Periuk 0-3% 14,0
12 Pinang 0-3% 14,0
13 Tangerang 0-3% 14,0
Kota Tangerang 0-3% 14,0

Hal. 2-10
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

2.2.1.4 Geologi

Kota Tangerang berada pada suatu tinggian struktur yang dikenal dengan
sebutan Tangerang High (Suyitno dan Yahya, 1974). Tinggian ini terbentuk oleh
batuan Tersier yang memisahkan cekungan Jawa Barat Utara di bagian barat dengan
cekungan Sunda di bagian timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan bawah
permukaan berupa lipatan dan patahan normal yang berarah utara-selatan. Di bagian
timur patahan normal tersebut terbentuk cekungan pengendapan yang disebut
dengan Jakarta Sub Basin. Cekungan Jakarta tersebut mempunyai ciri adanya
endapan alluvial yang tebal, sedangkan cekungan di barat Tangerang High memiliki
ciri endapan pantai dan delta. Struktur-struktur tersebut pada saat ini sulit dijumpai
di permukaan karena pada saat ini endapan kuarter yang berumur lebih muda telah
menutupi lapisan batuan tersebut. Endapan kuarter yang menutupi batuan tersebut
berupa batuan vulkanik yang berasal dari Gunung Gede-Pangrango dan Gunung
Salak.
Hampir seluruh wilayah Kota Tangerang ditutupi oleh batuan vulkanik yang
berasal dari Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Salak, dan sebagian kecil ditutupi
oleh endapan alluvial.
1. Endapan Alluvium
Endapan ini terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah.
Endapan ini berumur kuarter dan tersebar pada daerah pedataran serta sekitar
aliran sungai.
2. Endapan Kipas Alluvium Vulkanik Muda
Endapan ini terdiri dari material batupasir dan batu lempung tufan, endapan
lahar, dan konglomerat. Ukuran butiran pada endapan kipas aluvial ini akan
berubah menjadi semakin halus ke arah utara. Satuan ini terbentuk oleh
material endapan volkanik yang berasal dari gunung api di sebelah selatan
Kabupaten Tangerang, seperti Gunung Salak dan Gunung Gede-Pangrango.
Batuan ini diendapkan pada umur Plistosen (20.000 – dua juta tahun). Kipas
aluvial vulkanik tersebut terbentuk pada saat gunung api menghasilkan material
vulkanik dengan jumlah besar. Kemudian ketika menjadi jenuh air, tumpukan
material tersebut bergerak ke bawah dan membentuk aliran sungai. Ketika
mencapai tempat yang datar, material tersebut akan menyebar dan membentuk
endapan seperti kipas yang disebut kipas aluvial.
3. Satuan Batuan Tuf Banten Atas/Tuf Banten

Hal. 2-11
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Satuan ini terdiri atas lapisan tuf, tuf batu apung, dan batu pasir tufan yang
berasal dari letusan Gunung Rawa Danau. Tuf tersebut menunjukkan sifat yang lebih
asam (pumice) dibandingkan dengan batuan vulkanik yang diendapkan sesudahnya.
Bagian atas satuan tersebut menunjukkan adanya perubahan kondisi lingkungan
pengendapan dari lingkungan pengendapan di atas permukaan air menjadi di bawah
permukaan air. Satuan ini berumur Plio–Plistosen atau sekitar dua juta tahun yang
lalu.

Tabel 2.5 Struktur Geologi Di Kota Tangerang


Struktur Geologi Keterangan
Aluvium Lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah
Kipas Alluvium Tuf halus berlapis, tuf pasiran, berselingan dan tuf
konglomerat
Tuf Banten Tuf, tuf batu apung, batu pasir tufan
Sumber : Peta geologi PLPG Bandung

2.2.1.5 Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di Kota Tangerang terdiri dari jenis aluvial, latosol
dan padeolik yang tersebar di beberapa bagian wilayah.

2.2.1.6 Iklim dan Curah Hujan

Kota Tangerang merupakan daerah beriklim tropis. Kondisi klimatologi Kota


Tangerang dapat dilihat dari data temperatur (suhu) udara dan curah hujan pada
penelitian di Stasiun Geofisika Kelas I Tangerang. Temperatur udara di Kota
Tangerang tahun 2015 berada pada suhu 24,3ºC - 32,6ºC, dengan suhu maksimum
terjadi pada bulan Juli2015 yaitu 33,4ºC dan suhu minimum pada bulan April 2015
dan Januari 2015 yaitu 23,7ºC. Rata-rata temperatur udara di Kota Tangerang dalam
kurun waktu tahun 2015 adalah 27,9ºC.

Tabel 2.6 Keadaan Suhu Udara per Bulan di Kota Tangerang, 2015
Suhu (C) Kecepatan
Bulan
Minimum Maksimum Rata-rata Angin
Januari 23,8 30,4 26,6 4,6
Februari 23,6 30,1 26,5 3,4
Maret 24,1 31,9 27,3 3,3
April 23,7 32,3 27,7 4
Mei 24,7 31,2 28,3 4
Juni 24,2 32,9 27,9 3,5

Hal. 2-12
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Juli 23,8 33,4 27,9 2,5


Agustus 24,1 33,3 28 2,6
September 24 34 28,2 2,5
Oktober 25 34,4 29 2,7
Nopember 25,4 34,1 29 1,9
Desember 24,9 33,1 28,2 4,3
Rata-rata 24,3 32,6 27,9 4,3
2014 24,5 32,2 27,8 4,5
2013 24,4 32,3 27,8 4,1
Sumber : Kota Tangerang dalam angka, 2016

Rata-rata curah hujan di Kota Tangerang dalam kurun waktu tahun 2009-
2013 mengalami penurunan pada periode tahun 2009-2012, yaitu dari 166,7 mm
pada tahun 2009 menjadi 99,0 mm pada tahun 2012, tetapi mengalami peningkatan
pada tahun 2013 menjadi 201,8 mm. Curah hujan tertinggi dalam kurun waktu
tersebut terjadi pada bulan Januari 2013 yaitu 637,4 mm.

Tabel 2.7 Rata-rata Curah Hujan tahun 2009-2013


Curah Hujan Hari Hujan Kelembaban
Bulan
(mm) (hari) (%)
Januari 329,6 22 84
Februari 253,6 17 86
Maret 221,2 18 82
April 215,8 13 83
Mei 173,6 28 77
Juni 48,2 5 78
Juli 0 0 73
Agustus 8888 2 72
September 8888 1 69
Oktober 3,5 2 69
Nopember 51,4 8 75
Desember 178,1 16 79
Rata-rata 147,5 11 77,2
2014 205,9 14 79,1
2013 192,5 15 76,7
2012 99 11 78,7
Sumber : Kota Tangerang dalam angka, 2016

3.2.1.7 Hidrologi

Air permukaan di Kota Tangerang berupa sungai berfungsi untuk


mengumpulkan air hujan ke daerah aliran sungai. Potensi air permukaan ini
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari oleh penduduk Kota Tangerang, seperti

Hal. 2-13
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

untuk minum, mandi maupun mencuci. Selain itu juga digunakan untuk kebutuhan
air bagi industri. Oleh karena itu, untuk beberapa aliran sungai yang mempunyai
cakupan daerah aliran sungai yang cukup luas perlu mendapat perhatian untuk
dilakukan perlindungan, untuk mencegah terjadinya pencemaran air.

Sungai-sungai besar yang melintasi Kota Tangerang, meliputi :


1. Sungai Cisadane yang membelah Kota Tangerang menjadi 2 (dua) bagian yaitu
bagian timur aliran sungai dan bagian barat aliran sungai. Memiliki catchment
area selaua 106.350 Ha. Dengan tinggo muka air banjir 100 tahunan berkisar
antara 24,9 (di bagian hulu) dan 12,1 (di bagian hilir) dan panjang 15 km,
dengan lebar badan sungai 100 meter dan tinggi 5,25 meter. Debit airnya 88
m³/detik. Di sepanjang DAS, sebagian besar merupakan areal terbangun
(perumahan dan bangunan lainnya). Hal ini, menyebabkan terganggunya
keseimbangan antara kecepatan aliran air yang masuk dengan kapasitas debit
aliran sungai ini, sehingga terjadi peninggian muka air tahun ke tahun.
2. Sungai Cirarab yang terletak pada batas sebelah barat dari Kecamatan Jatiuwung
dengan Kecamatan Pasar Kemis (Kabupaten Tangerang). Adapun kondisi Daerah
Aliran Sungai (DAS) Cirarab yang melintasi Kota Tangerang adalah sebagai
berikut : Catchment area seluas 6.030 Ha, dengan panjang 7 km dan lebar badan
sungai 11 meter dan tinggi 3,5 meter serta debit air sebesar 24 m²/detik.
3. Sungai Angke terletak pada sebelah timur dari Kota Tangerang. Adapun kondisi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Angke yang melintasi Kota Tangerang adalah sebagai
berikut: catchment area seluas 7.430 Ha, dengan panjang 10 km, dan lebar badan
sugai 12 meter serta tinggi 5,5, meter. Debit air sebesar 36 m³/detik dengan
debit maksimum sebesar 105 m³/detik.

Umumnya sungai-sungai besar tersebut dimanfaatkan untuk saluran


pembuang. Selain itu, terdapat saluran air buatan yang ada di Kota Tangerang,
meliputi Saluran Pembuang Mookervart, Saluran Irigasi Induk Tanah Tinggi, Saluran
Induk Cisadane Barat, Saluran Induk Cisadane Timur dan Saluran Induk Cisadane
Utara. Saluran Induk dibangun sebagai saluran irigasi untuk persawahan, namun
seiring perubahan fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian (kegiatan
perkotaan), mengakibatkan saluran Induk dimanfaatkan juga sebagai saluran
pembuang.
Selain sungai dan saluran air lainnya, di Kota Tangerang juga terdapat situ,

Hal. 2-14
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

yaitu: Situ Cipondoh, dengan luas kurang lebih 126,17 ha; Situ Bulakan dengan luas
kurang lebih 22 ha; Situ Gede dengan luas kurang lebih 5,07 ha; Situ Cangkring
dengan luas kurang lebih 5,17 ha; Situ Bojong dengan luas kurang lebih 0,6 ha; dan
Situ Kunciran dengan luas kurang lebih 0,3 ha.

2.3 Kependudukan

2.3.1 Jumlah Dan Kepadatan Penduduk

2.3.1.1. Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Tangerang terus meningkat dari tahun ke tahun.


Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Cipondoh karena memang
diperuntukkan bagi kawasan perumahan, sedangkan jumlah penduduk terendah
terdapat di Kecamatan Benda, hal ini disebabkan karena sebagian wilayah dari
kecamatan Benda berfungsi untuk kawasan bandara.

Tabel 2.8 Jumlah Penduduk Kota Tangerang

Kecamatan 2008 2009 2010

Ciledug 108.780 136.655 147.023


Larangan 137.621 151.879 163.901
Karang Tengah 101.488 109.931 118.473
Cipondoh 162.419 197.906 216.346
Pinang 133.743 148.222 160.206
Tangerang 129.489 137.524 152.145
Karawaci 163.195 156.465 171.317
Cibodas 131.373 111.249 142.479
Jatiuwung 117.688 127.824 120.216
Periuk 108.482 119.249 129.384
Neglasari 91.346 82.607 103.504
Batuceper 79.535 95.538 90.590
Benda 66.507 77.541 83.017
Kota Tangerang 1.531.666 1.652.590 1.798.601
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2008-2010, BPS

Laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang masih sebesar 1,96. Hal ini
disebabkan bukan hanya oleh pertumbuhan alami, tetapi juga karena daya tarik Kota

Hal. 2-15
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Tangerang yang merupakan wilayah hunian yang menarik bagi wilayah - wilayah
yang ada di sekitar Tangerang terutama DKI Jakarta. Selain itu Kota Tangerang juga
memiliki potensi ekonomi dalam sektor indutri perdagangan dan jasa.

Tabel 2.9 Laju Pertumbuhan Penduduk


Laju
Laju Rata-rata
No Kecamatan 2008 2009 Pertumbuh 2010
Pertumbuhan Pertumbuhan
an
1 Ciledug 108.780 0,26 136.655 0,26 147.023 0,02
2 Larangan 137.621 0,10 151.879 0,10 163.901 0,02
Karang 101.488 0,08 109.931 0,08 118.473 0,02
3 Tengah
4 Cipondoh 162.419 0,22 197.906 0,22 216.346 0,02
5 Pinang 133.743 0,11 148.222 0,11 160.206 0,02
6 Tangerang 129.489 0,06 137.524 0,06 152.145 0,02
7 Karawaci 163.195 (0,04) 156.465 (0,04) 171.317 0,02
8 Cibodas 131.373 (0,15) 111.249 (0,15) 142.479 0,02
9 Jatiuwung 117.688 0,09 127.824 0,09 120.216 0,02
10 Periuk 108.482 0,10 119.249 0,10 129.384 0,02
11 Neglasari 91.346 (0,10) 82.607 (0,10) 103.504 0,02
12 Batuceper 79.535 0,20 95.538 0,20 90.590 0,02
13 Benda 66.507 0,17 77.541 0,17 83.017 0,02
Kota 1.531.666 1.652.590 1.798.601 1,96
Tangerang
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2008-2010, BPS

Kepadatan penduduk Kota Tangerang sebesar 10.930 jiwa/km 2 dan dapat


dilihat bahwa kepadatan penduduk Kota Tangerang semakin meningkat tiap
tahunnya.
Dalam kurun waktu 2008-2010, Kecamatan Larangan dan Kecamatan Ciledug
merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kota Tangerang.
Kepadatan penduduk di wilayah Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 1.6. berikut
ini.

Tabel 2.10 Kepadatan Penduduk Kota Tangerang


Kepadata Kepadata Kepadata
Luas n n n
No Kecamatan 2008 2009 2010
(Km2) (jiwa/K (jiwa/K (jiwa/Km
m2) m2) 2
)
1 Ciledug 8,77 108.780 12.404 136.655 15.582 147.023 16.764
2 Larangan 9,40 137.621 14.641 151.879 16.157 163.901 17.436
3 Karang 10,47 101.488 9.693 109.931 10.500 118.473 11.315

Hal. 2-16
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Tengah
4 Cipondoh 17,91 162.419 9.074 197.906 11.056 216.346 12.086
5 Pinang 21,59 133.743 6.195 148.222 6.865 160.206 7.420
6 Tangerang 15,79 129.489 8.201 137.524 8.710 152.145 9.636
7 Karawaci 13,48 163.195 12.106 156.465 11.607 171.317 12.709
8 Cibodas 9,61 131.373 13.670 111.249 11.576 142.479 14.826
9 Jatiuwung 14,41 117.688 8.167 127.824 8.871 120.216 8.343
10 Periuk 9,54 108.482 11.371 119.249 12.500 129.384 13.562
11 Neglasari 16,08 91.346 5.681 82.607 5.137 103.504 6.437
12 Batuceper 11,58 79.535 6.868 95.538 8.250 90.590 7.823
13 Benda 5,92 66.507 11.234 77.541 13.098 83.017 14.023
Kota 164,55 1.531.666 9.309 1.652.590 10.043 1.798.601 10.930
Tangerang
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2008-2010, BPS

2.4 Penggunaan Lahan

Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada semakin meningkatnya


pembangunan khususnya pembangunan bidang pemukiman. Pembangunan tersebut
tentunya membutuhkan alokasi lahan tersendiri dan tidak dapat terpenuhi karena
keterbatasan persediaan lahan yang tidak berimbang dengan peningkatan penduduk.
Imbas dari peningkatan penduduk dan pembanguna salah satunya
dicerminkan dengan tindakan pengalihan fungsi lahan dari lahan terbuka menjadi
lahan terbangun. Perubahan terjadi akibat meningkatnya kebutuhan manusia yaitu
pemukiman, industri serta pembangunan lain untuk menunjang kehidupan manusia.
Perubahan lahan yang terjadi di Kota Tangerang pada tahun 2011 yang paling
besar yaitu perubahan lahan dari lahan terbuka menjadi pemukiman, untuk lebih
jelasnya perbandingan penggunaan lahan di Kota Tangerang dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.11 Luas Penggunaan Lahan Di Kota Tangerang Tahun 2010-2011


Persentase
Persentase
Luasan
Tahun Tahun Luasan Selisih
Pengunaan
No Penggunaan Lahan 2010 Luas 2011 Luas Penggunaan Luas
Lahan
(Ha) (Ha) Lahan (Ha)
Tahun
Tahun 2011
2010
1 Bangunan Bersejarah 0,706 0,004 0,706 0,004 0,000
2 Fasilitas Umum 236,680 1,302 289,033 1,590 -0,288

Hal. 2-17
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

3 Gedung Pemerintah 40,169 0,221 40,517 0,223 -0,002


4 Infrastruktur Wilayah 12,070 0,066 12,070 0,066 0,000
5 Kawasan Perairan 593,066 3,262 593,066 3,262 0,000
6 Kawasan Pertanian 3.967,283 21,820 3.962,394 21,793 0,027
7 Lahan Terbuka 1.890,325 10,397 1.756,144 9,659 0,738
8 Lahan Terbuka Hijau 5.108,972 28,099 5.108,614 28,097 0,002
9 Pabrik Industri 731,122 4,021 734,836 4,042 -0,020
10 Pemukiman Teratur 1.132,839 6,231 1.215,420 6,685 -0,454
11 Pemukiman Tidak 2.871,510 15,793 2.871,510 15,793 0,000
Teratur
12 Sarana Kesehatan 4,147 0,023 4,306 0,024 -0,001
13 Sarana Olah Raga 202,874 1,116 202,874 1,116 0,000
14 Sarana Pendidikan 33,047 0,182 33,076 0,182 0,000
15 Sarana Peribadatan 25,702 0,141 25,946 0,143 -0,001
16 Sarana Transportasi 1.331,288 7,322 1.331,288 7,322 0,000
Luas Total 18.181,800 100,000 18.181,800 100,000
Sumber : Laporan Pekerjaan Up Dating Peta Tutupan Lahan Kota Tangerang Tahun
2011

2.5 Perekonomian

Perekonomian Kota Tangerang masih didominasi oleh kegiatan perdagangan


dan jasa dengan skala pelayanan lokal/kota (radius 5-6 meter) dan merupakan
limpahan (overspill) dari kegiatan ekonomi Jakarta.
Kegiatan industri yang merupakan kegiatan ekonomi Kota Tangerang yang
dominan selama 2008 - 2010 memiliki kondisi yang stabil, namun cenderung
mengalami penurunan terutama pada jenis industri skala besar. Penyusutan kawasan
industri di Kota Tangerang yaitu pada Kecamatan Batuceper. Sedangkan kawasan
industri di Jatiuwung lebih banyak didominasi oleh kegiatan industri pesanan dari
perusahaan multinasional yang cenderung tidak memiliki pijakan yang kuat dan
mudah berpindah tempat (footloose industry).
Selain kegiatan ekonomi di bidang industri, saat ini Kota Tangerang memiliki
potensi untuk pengembangan perumahan, dapat dilihat dari banyaknya proyek
properti skala besar sudah mulaiu diimplementasikan, namun pada kenyataannya
masih belum bisa memimpin pasar dan masih berada di bawah tekanan competitor
produk sejenis seperti di Wilayah Serpong dan Lippo Karawaci.
Tabel 2.12 Analisa Pertumbuhan Sektor Ekonomi Di Kota Tangerang
Tahun 2008 S.D. 2010
Tahun
No Kegiatan
2008 2009 2010
1 Pertanian 0.16% 0.17% 0.15%

Hal. 2-18
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

2 Industri Pengolahan 50.43% 47.54% 45.49%


3 Listrik, Gas dan Air Minum 0.76% 0.71% 0,67%
4 Bangunan dan konstruksi 1.93% 2.11% 2.29%
5 Perdagangan, hotel & restoran 29.94% 31.06% 32.84%
6 Angkutan & komunikasi 11.10% 12.17% 12.25%
7 Bank & Lembaga Keuangan 3.32% 3.60% 3.53%
Lainnya
8 Jasa-jasa 2.37% 2.66% 2.78%
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2008-2010, BPS

2.6 Fasilitas Sosial

2.6.1 Fasilitas Pendidikan


Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hal inipun sudah diamanatkan dalam Undang-undang
Dasar 1945 bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan
dasar bagi masyarakat tersebut. Fasilitas gedung Sekolah Dasar (SD) yang tersedia di
Kota Tangerang pada tahun 2015 adalah sebanyak 469. Terdiri dari 341 SD Negeri
dan 133 SD Swasta. Jumlah murid sebanyak 180.539 orang dan jumlah guru
sebanyak 9.082 orang. Sehingga dapat dihitung rasio murid – guru SD sebesar 21
yang artinya setiap 1 (satu) orang guru membimbing sekitar 21 murid.
Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), pada tahun 2015 di Kota
Tangerang tersedia 177 sekolah, terdiri dari 23 SMP Negeri dan 154 SMP Swasta.
Jumlah murid sebanyak 66.492 orang dan guru sebanyak 3.299 orang, Sehingga
dapat dihitung rasio murid – guru SMP sebesar 17 yang artinya setiap 1 (satu) orang
guru membimbing sekitar 17 murid. Fasilitas pendidikan untuk tingkat SMU di Kota
Tangerang pada tahun 2015 tersedia 81 sekolah, terdiri dari 15 SMU Negeri dan 66
SMU Swasta. Jumlah murid sebanyak 28480 orang. Rasio guru-murid adalah 12.
Untuk pendidikan SMU Kejuruan (SMK) terdpat 117 sekolah, terdiri dari 8 sekolah
negeri dan 109 sekolah swasta, yang menampung murid sebanyak 46.286 orang dan
guru 3.770 orang.Adapun kondisi pendidikan, dalam hal ini sarana dan prasarana
pendidikan di Kota Tangerang dapat dilihat dalam tabel-tabel dibawah ini.

Hal. 2-19
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Tabel 2.13 Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan Tingkatan di Kota Tangerang, 2015
SD MI SMP MTS SMA MA SMK
No Kecamatan
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1 Ciledug 29 5 - 6 1 16 - 3 1 7 - 1 - 10
2 Larangan 25 6 - 6 1 4 - 3 1 - 2 - 4
Karang
3
Tengah 20 9 - 5 1 11 - 2 1 6 - 1 - 3
4 Cipondoh 31 14 - 22 1 21 - 13 1 11 1 4 - 18
5 Pinang 35 11 - 8 1 13 1 5 1 10 - - 1 12
6 Tangerang 30 20 1 7 8 23 1 3 3 13 - - 4 18
7 Karawaci 45 11 - 8 2 13 - 6 2 10 1 3 - 13
8 Jatiuwung 19 5 - 3 1 4 - 6 1 - 2 - 2
9 Cibodas 26 17 - 7 3 15 - 1 2 - - 1 4
10 Periuk 24 16 - 6 1 11 - 4 1 1 - 2 1 6
11 Batuceper 17 7 - 8 1 10 - 3 1 2 - 1 - 8
12 Neglasari 14 7 - 11 1 8 - 4 1 2 - 1 1 7
13 Benda 26 5 - 10 1 5 1 2 0 2 - 2 - 4
Kota Tangerang 341 133 1- 107 23 154 3 54 15 66 2 19 8 109
2014/2015 341 128 1 107 24 154 3 57 15 63 2 19 9 100
Sumber : Kota Tangerang dalam angka, 2015

Hal. 2-21
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Tabel 2.14 Jumlah dan Nama Perguruan Tinggi di Kota Tangerang 2015
No Nama Perguruan Tinggi Alamat

1 Univesitas Syekh Yusuf Jl. Maulana Yusuf

2 Univesrsitas Muhammadiyah Tangerah Jl. Perintis Kemerdekaan I/33

Jl. Besi Raya Kavling No. 1 Perum


3 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Gunung Jati 1

Jl. HOS Cokroadminoto Taman


4 Sekolah Tinggi Teknologi Banten
Surya Buana B-11

5 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisma Lepisi Jl. Ks Tubun No. 11 A Pasar Baru

6 Akademi Sekretari dan Manajemen Lepisi Jl. Ks Tubun No. 11 A Pasar Baru

7 Sekolah Tinggi Bahasa Asing Lepisi Jl. Ks Tubun No. 11 A Pasar Baru

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan


8 Jl. Ks Tubun No. 11 A Pasar Baru
Komputer Lepisi

9 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Lepisi Jl. Ks Tubun No. 11 A Pasar Baru

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu


10 Pendidikan Lepisi Jl. Ks Tubun No. 11 A Pasar Baru

11 STIE Buddhi Jl. Imam Bonjol No. 41

12 STIE PPI Jl. Gatot Subroto Kompleks

13 STIE YP-Karya Jl. M Toha No. 38C

14 STISIP Yuppentek Jl. Perintis Kemerdekaan No. 1

15 STMK Buddhi Jl. Imam Bonjol No. 41

16 STMIK Dharma Putra Jl. Otto Iskandardinata No. 80

17 STMIK Masa Depan Jl. Gatot Subroto No. 9 Cimone

18 STMIK PGRI Jl. Perintis Kemerdakaan II

19 STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40

20 Polikteknik Gajah Tunggal Jl. Gatot Subroto Km 7

21 Sekolah Tinggi Bahasa Asing Buddhi Jl. Imam Bonjol No. 41

22 Akademi Kebidanan Assyifa Jl. Dr Sitanala No. 75

23 Akademi Kebidanan karya Bunda Husada Jl. Ki Mulud No. 20

24 Akademi Kebidanan Yayasan Husada Madani Jl. Cempaka Raya No. 1 Perumnas

Hal. 2-22
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

25 Akademi Perpajakan Maria Mediatrix Jl. Pinus II No. 1 Pondok Rejeki

Akademi Sekretari Manajemen dan


26 Jl. Imam Bonjol No. 41
Informatika Buddhi

27 AMIK BK 3 Jl. Kebon Jahe No. 2

28 AMIK Masa Depan Jl. Gatot Subroto No. 9 Cimone

29 AMIK PGRI Tangerang Jl. Perintis Kemerdekaan II

30 AMIK Raharja Informatika Jl. Gatot Subroto Km 2

Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2016

2.6.2 Fasilitas Kesehatan


Untuk melayani masyarakat di Kota Tangerang tersedia fasilitas kesehatan berupa 28
rumah sakit, 33 puskesmas, 6 puskesmas pembantu dan 30 puskesmas keliling juga
tersedia 1.061 posyandu. fasilitas kesehatan di Kota Tangerang dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.15 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Kecamatan dan Jenis serta Pelayanan di Kota
Tangerang, 2015
Puskesmas
Rumah
No Kecamatan Puskesmas Puskesmas Posyandu
Sakit
Jumlah Keliling Pembantu
1 Ciledug 3 2 2 105
2 Larangan 1 2 2 1 105
Karang
3 Tengah 3 3 3 68
4 Cipondoh 1 4 4 100
5 Pinang 3 3 3 1 97
6 Tangerang 3 3 3 75
7 Karawaci 8 4 4 132
8 Cibodas 2 1 1 60
9 Jatiuwung 2 2 2 97
10 Periuk 1 3 3 1 72
11 Batuceper - 2 2 53
12 Neglasari 1 2 2 1 63
13 Benda - 2 2 1 48
Kota Tangerang 28 33 33 6 1.075
2014 29 33 32 6 1.070
2013 28 32 30 6 1.061
Sumber : Tangerang Dalam Angka Tahun 2009

Hal. 2-23
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

2.6.3 Fasilitas Perumahan


Fasilitas perumahan di Kabupaten Tangerang diklasifikasan menjadi tiga
kelompok yaitu Jenis dinding tembok, kayu dan bambu. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.16 Indikator Perumahan di Kota Tangerang,2016
Indikator Perumahan di Kota Tangerang (Persen)
Indikator Perumahan
2014 2015 2016
Status Penguasaan Bangunan Tempat
- - -
Tinggal
Milik Sendiri 60.72 60.72 60.72
Kontrak 33.17 33.17 33.17
Sewa 5.05 5.05 5.05
Lainnya 1.05 1.05 1.05
Jenis Lantai Terluas - - -
Tanah 1.04 1.04 1.04
Bukan Tanah 98.96 98.96 98.96
Luas Lantai - - -
<20 14.52 14.52 14.52
20-49 28.81 28.81 28.81
50-99 31.29 31.29 31.29
100-149 16.26 16.26 16.26
150+ 9.11 9.11 9.11
Sumber : BPS Kota Tangerang 2016

2.6.4 Fasilitas peribadatan


Tempat ibadat yang dibangun oleh pemerintah maupun masyarakat adalah
sebagai wadah dalam mengarahkan kehidupan beragama untuk beramal dan
kepentingan bersama. Pada tahun 2010 di Kota Tangerang terdapat 1937 buah
tempat peribadatan yaitu terdiri dari Mesjid, Surau, Gereja Protestan, Gereja
Khatolik, Vihara dan Pura. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 2.17 Jumlah Sarana Peribadatan di Kota Tangerang

Hal. 2-24
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2016

Hal. 2-25
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

BAB 3 KONSEP PERENCANAAN

3.1 PERIODE PERENCANAAN

Total periode perencanaan yang ada dalam Penyusunan Kajian Perencanaan


Penanganan Limbah Perumahan dan Industri di Kota Tangerang direncanakan dengan
rincian sebagai berikut:

3.1.1 Perencanaan Jangka Pendek (Tahap Mendesak)

Sebagai rencana jangka pendek, yang dapat dilakukan dalam jangka 2 tahun (2018-
2020), antara lain adalah sebagai berikut:

 Membangun fasilitas sistem pengelolaan air limbah sesuai hasil


kesepakatan/rencana tindak yang disusun.
 Mengingat tugas dan kewenangan instansi teknis sebagai penyedia sarana dan
pengelola infrastruktur pelayanan sanitasi bagi masyarakat, maka ada baiknya bila
tanggung-jawab masalah IPL diserahkan kepada instansi teknis, yang bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah. Penyerahan tanggung jawab disertai dengan
penyusunan/pengesahan keputusan yang berkekuatan hukum.
 Melaksanakan dialog dengan pihak-pihak terkait (stakeholders forum) terutama
dengan melibatkan kelompok masyarakat yang diperkirakan berpotensi tinggi
terkena dampak pengoperasian IPL. Stakeholders dalam isu IPL ini terdiri dari:
- Warga sekitar lokasi IPL
- Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang
- DPRD Kota Tangerang
- Badan Lingkungan Hidup (BLH)
- Pemerintah Daerah
 Keluaran yang diharapkan dari dialog antara lain adalah:
- Interest atau kepentingan masing-masing pihak dapat dikomunikasikan pada
stakeholders yang lain.
- Dicapai kesepakatan untuk melakukan rencana tindak ke arah perbaikan dan

Hal. 3-1
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

pengoperasian IPL dengan baik, termasuk aturan penegakan hukum.

3.1.2 Perencanaan Jangka Menengah

Rencana jangka menengah adalah rencana yang dapat dilakukan dalam jangka
waktu 5 tahun (2018-2023). Usulannya adalah sebagai berikut:

 Menyiapkan perangkat peraturan yang terkait dengan peluang pengoperasian IPL


oleh pihak ketiga. Selain itu perangkat peraturan pengendalian pencemaran air serta
mekanisme penegakannya juga perlu ditinjau kembali.
 Mengadakan penyediaan jasa kuras bagi swasta, pengusaha jasa kuras dapat
ditawarkan untuk mengelola IPL dengan sistem bagi hasil. Dengan cara ini
diharapkan akan tercipta iklim berusaha yang sehat dan mendorong pengusaha
untuk berbisnis dengan lebih profesional dan lebih bertanggungjawab dalam
menjalankan bisnis mereka.
 Membuat IPL di beberapa lokasi yang tidak mungkin dibuat terpusat karena kondisi
wilayah pelayanannya. Sebagai contoh IPL komunal dalam blok permukiman,
perdagangan, wisata, kawasan industri, dan fasilitas umum lainnya.

3.1.3 Perencanaan Jangka Panjang

Rencana jangka panjang adalah rencana yang dapat dilakukan dalam jangka waktu
20 tahun (2018-2038), adalah sebagai berikut:

 Perlu dibangun sistem pengelolaan limbah cair dan lumpur sisa olahan yang sesuai
dengan kondisi Kota Tangerang. Sistem sentralisasi atau terpusat kurang sesuai
diterapkan di kota atau kawasan kota yang sudah terbangun. Sebagai alternatifnya,
sistem desentralisasi atau komunal dapat dijadikan pertimbangan. Instalasi
pengolahan lumpur tinja sebaiknya dibangun di beberapa kawasan. Instalasi dapat
juga dibangun dan dioperasikan oleh pihak ketiga. Aturan main untuk pihak ketiga
perlu disiapkan oleh Pemda dan dikomunikasikan pada masyarakat luas.
 Menegakkan hukum dan sanksi bagi pencemar lingkungan sesuai peraturan yang
ada.
 Perlu adanya mekanisme pemantauan pencemaran yang dikoordinasikan dengan
instansi atau organisasi publik lain yang terkait, antara lain dengan Badan
Lingkungan Hidup atau Bapeda Provinsi dan Kabupaten/Kota.

3.2 EVALUASI RENCANA INDUK

Rencana induk sistem pengelolaan air limbah dievaluasi setiap 5 (lima) tahun untuk
disesuaikan dengan perubahan yang terjadi dan disesuaikan dengan perubahan rencana
induk bidang sanitasi lainnya, tata ruang dan rencana induk SPAM serta perubahan strategi

Hal. 3-2
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

dalam bidang lingkungan (local environment strategy), ataupun hasil rekomendasi audit
lingkungan kota yang terkait dengan air limbah pemukiman.

3.3 KRITERIA DAN STANDAR PELAYANAN

3.3.1 Perencanaan Jangka Panjang

Sistem pengolahan air limbah domestik secara garis besar dikelompokkan menjadi
dua jenis, yaitu Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Off Site System) dan Sistem
Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System) diilustrasikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Gambar Sistem Komunal dan Terpusat

Sistem pengolahan air limbah terpusat adalah suatu sistem pengolahan air limbah
dengan menggunakan suatu jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air
limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah. Sistem pengolahan air limbah setempat
(On Site System) merupakan sistem pengolahan dimana fasilitas instalasi pengolahan
berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki. Dalam sistem setempat,
kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat minimal 50.000 jiwa yang telah memiliki tangki
septik diharapkan memiliki sebuah IPLT dengan kualitas effluent tidak melampaui baku
mutu.

Untuk menentukan opsi teknologi yang digunakan dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pada Gambar 3.1, yaitu kepadatan penduduk, kawasan sentral bisnis (KBS),
sumber air bersih yang ada, sumber air permukaan, kedalaman air tanah, permeabilitas
tanah, kemiringan tanah, kemiringan lahan, dan kemampuan membiayai/kecocokan tarif
retribusi.

1. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk menjadi hal yang menentukan dalam penyediaan lahan untuk
pembangunan fasilitas pengolahan air limbah baik dengan sistem terpusat maupun

Hal. 3-3
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

setempat. Tingkat kepadatan ini berkaitan erat dengan tingkat pencemaran yang
ditimbulkan pada air permukaan:

 Tingkat kepadatan tinggi 300 jiwa/Ha =BOD 80-200 mg/l

 Tingkat kepadatan sedang 150 jiwa/Ha =BOD 30-80 mg/l

 Tingkat kepadatan rendah 100 jiwa/Ha =BOD 0-30 mg/l

2. Sumber Air Yang Ada

Merupakan faktor penting dalam perencanaan pemakaian sawerage terutama


sewerage yang direncanakan membawa buangan padat selain limbah cairnya.
Pemakaian sewerage lebih diutamakan pada daerah yang telah mempunyai jaringan
air bersih dengan besaran pemakaian air bersih > 60 lt/org/hari.

3. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah sangat dipertimbangkan untuk efektifnya pemakaian fasilitas


pembuangan air limbah seperti septik tank yang menjadi faktor yang ada dalam
pemilihan sistem small bore sewer. Kisaran permeabilitas yang efektif adalah 2,7.10 -4
L/m2/det – 4,2 . 10-4 L/m2/det.

4. Kedalaman Muka Air Tanah

Kedalaman muka air tanah dipergunakan untuk menghindari kemungkinan


pencemaran air tanah oleh fasilitas sanitasi yang dipergunakan.

5. Kemiringan Tanah

Kondisi tanah permukaan/topografi/kemiringan tanah, dimana daerah dengan


kemiringan tanah 1% lebih lebih memberikan biaya ekonomis dalam
pembangunannya dari pada daerah yang datar.

6. Kemampuan Membiayai

Adanya potensi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan


operasional dan pemeliharaanya. Melihat dari adanya sistem pengolahan air limbah
setempat maka terdapat aspek teknis pengelolaan limbah setempat antara lain:

a. Aspek Kelembagaan
Strategi pada aspek kelembagaan dalam peningkatan sanitasi sebagai berikut:

 Membuat dan menerapkan peraturan daerah.

 Meningkatkan peran pemerintah daerah dan LSM dalam memasyarakatkan


fasilitas sanitasi setempat.

Hal. 3-4
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

 Meningkatkan peran serta swasta dalam pembangunan dan pengelolaan


fasilitas - fasilitas kran umum dan MCK.

 Menggabungkan program peningkatan sanitasi lingkungan dengan


programpenyediaan air bersih.

b. Aspek Keuangan/Pembiayaan
Strategi pada aspek keuangan/pembiayaan dalam upaya peningkatan sanitasi
systemsetempat bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

 Bantuan keuangan kepada KK yang sanggup dan mampu


membangun/memperbaiki fasilitas sanitasi setempat.

 Bantuan keuangan kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu


membangun fasilitasnya sendiri.

 Mempromosikan investasi oleh pemerintah, sektor swasta dan masyarakat


dalam jamban keluarga.

c. Aspek Peran Serta Masyarakat


Strategi pada aspek peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan sanitasi
sebagai berikut:

 Peningkatkan kesadaran masyarakat tentang hidup sehat.

 Mempromosikan sistem sanitasi setempat yang baik.

 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,


operasi dan pemeliharaan fasilitas sanitasi komunal.

 Menggabungkan program perbaikan sanitasi dengan program air bersih.

Hal. 3-5
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Sumber : Hasil Kajian Direktorat Pengembangan PLP


Gambar 3.2 Skema Pembahasan Opsi Teknologi

3.3.2 Cakupan dan Jenis Opsi Pelayanan

Terdapat beberapa kriteria cakupan pelayanan wilayah sistem setempat (on-site)


dan terpusat (off-site). Pemilihan sistem pengelolaan air limbah dilakukan dengan
mempertimbangkan kepadatan penduduk dan kedalaman muka air tanah. Perbedaan
cakupan pelayanan sistemon-site dan off-site:

a. Sistem on – site

Sistem setempat atau individual umumnya digunakan untuk menangani air limbah
kakus (black water). Sistem ini menggunakan tnagki air limbah yang terletak di lahan
yang sama dengan unit bangunan dimana limbah dihasilkan. Suatu sistem setempat
yang memenuhi syarat harus:

- Mampu menurunkan kadar senyawa organik, padatan sehingga memenuhi baku


mutu air limbah domestik

- Diletakkan setidaknya 10 meter dari sumur air bersih terdekat

- Kedap dan tidak ada kebocoran

- Memiliki lubang kontrol sekaligus untuk penyedotan tinja

- Memiliki sistem pelepasan gas

Hal. 3-6
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

- Dirawat setidaknya melalui penyedotan lumpur tinja secara periodik

Sistem setempat layak digunakan untuk wilayah permukiman yang memenuhi


kriteria sebagai berikut:

- Wilayah dengan kepadatan sangat rendah lebih kecil, atau sama dengan 25
jiwa/ha
- Wilayah selain offsite (secara teknis sistem offsite sulit dikembangkan)
- Kedalaman air tanah rendah ≤ 2 m
- Permeabilitas tanah tinggi
- Merupakan wilayah permukiman pedesaan (berdasarkan peruntukkannya/
RTRW)
- Belum terdapat sarana prasarana sanitasi
- Sumber air sumur, sungai, mata air yang belum terlindungi
- Belum dilayani pelayanan persampahan
- Jarak antara sumber air dan unit pengolahan limbah minimal 10 meter
- Beban pencemaran rendah

Penerapan sistem setempat di suatu wilayah perlu didukung oleh:

- Pemeriksaan awal guna memastikan agar tangki air limbah memilii volume yang
memadai dan tidak mengalami kebocoran
- Penyedotan endapan lumpur dari dasar tangki air limbah secara berkala
- Pembersihan berkala terhadap bidang resapan

b. Sistem off – site

 Cakupan pelayanan meliputi:

- Skala perkotaan, meliputI layanan untuk lingkup kota atau regional

- Skala permukiman meliputi layanan untuk lingkup permukiman

- Skala kawasan tertentumeliputi layanan untuk lingkup kawasan komersial


dan/atau bangunan tertentu seperti rumah susun, hotel, pertokoan, pusat
perbelanjaan, dan perkantoran.

 Dalam hal sudah terdapat jaringan IPL Terpusat skala perkotaan, setiap IPL
Terpusat skala permukiman dan kawasan tertentu yang berada dalam cakupan
pelayanan IPL Terpusat skala perkotaan, harus disambungkan pada IPL Terpusat
skala perkotaan.

 Dalam hal permukiman baru dengan jumlah lebih dari 100 (seratus) unit rumah
tinggal, belum termasuk dalam cakupan pelayanan IPL Terpusat skala perkotaan,
permukiman baru tersebut harus membuat IPL Terpusat skala permukiman
sesuai persyaratan teknis yang berlaku.

Berikut perbedaan cakupan pelayanan sistem wilayah dan kawasan pada suatu kota.

Tabel 3.1 Perbandingan Cakupan Pelayanan Sistem untuk Suatu Kota


Hal. 3-7
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Cakupan Pelayanan
No Aspek
Sistem Wilayah Sistem Kawasan
Banyak diterapkan untuk
Kelayakan Banyak diterapkan untuk
1 wilayah yang lebih kecil, seperti
penggunaan wilayah yang lebih luas.
kawasan permukiman.
Lebih tinggi mengingat Lebih rendah karena skala
2 Investasi pengembangan awal yang pengembangan awal dapat
berskala lebih besar. dilakukan lebih kecil.
Lebih fleksibel karena
Kurang fleksibel mengingat
Pentahapan pengembangannya dapat
3 pengembangannya dilakukan
pengembangan dilakukan untuk wilayah-wilayah
untuk wilayah yang lebih besar.
lebih kecil.
Lebih sederhana karena hanya Lebih rumit karena jumlah
Pengelolaan
4 ada satu sistem dalam satu sistem di satu wilayah yang lebih
manajerial
wilayah. banyak.
Stuktur Lebih sederhana, walau
Lebih kompleks, mengingat
5 organisasi mungkin saja memiliki jumlah
banyaknya sistem .
pengelola personil lebih banyak.
Membutuhkan sistem
Penyaluran air Tidak selalu membutuhkan
6 pemompaan mengingat
limbah sistem pemompaan.
wilayah layanan yang luas.
Satu instalasi. Lebih dari satu instalasi.
Membutuhkan lahan yang lebih
Membutuhkan lahan yang lebih
kecil, walau jumlahnya lebih
luas di suatu tempat.
banyak.
Kapasitas lebih kecil, walau
Kapasitas yang lebih besar. dengan jumlah yang lebih
Instalasi
7 banyak.
pengolahan
Perlu teknologi lebih modern Masih dapat menerapkan
yang membutuhkan banyak teknologi sederhana yang rendah
energi. enegi.
Tidak selalu membutuhkan
Membutuhkan operator dengan
operator dengan kompetensi
kompetensi tinggi.
tinggi.
Tinggi karena menggunakan
Rendah jika dapat menggunakan
teknologi yang membutuhkan
pilihan teknologi sederhana.
banyak energi.
8 Biaya operasi Lebih mahal jika menggunakan
Lebih murah jika dioperasikan pilihan teknologi dan kapasitas
sesuai kapasitas rencana. yang sama dengan Skala
Kawasan.
Sumber : Juknis Rencana Induk IPLT

Berikut adalah tabel mengenai perbandingan antara saluran biasa dan


sederhana, agar dapat membantu mempermudah pengelola untuk
mempertimbangkan saluran yang akan diterapkan dalam kawasannya.

Tabel 3.2 Perbandingan Cakupan Pelayanan Sistem untuk Suatu Kota

Hal. 3-8
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

No. Aspek Saluran Sederhana Saluran Biasa


Tepat untuk wilayah kecil, Tepat untuk wilayah luas,
sehingga tepat untuk sistem sehingga sesuai untuk
1 Penerapan
komunal dan sistem kawasan sistem kawasan dan
yang kecil sistem wilayah
Air limbah kakus (setelah
Air limbah kakus dan air
padatan dipisahkan) dan air
2 Muatan bekas cucian masak dan
bekas cucian, masak dan
kamar mandi
kamar mandi
Dalam dapat mencapai 7
3 Kedalaman Dangkal, maksimal 50 cm
meter
Landai (0,5%-1%) dan
4 Kemiringan mengikuti kemiringan Bebas
permukaan tanah
5 Komponen Sambungan rumah
(dilengkapi tangki pemisah Sambungan rumah
padatan)
Perpipaan lingkungan
Perpipaan lingkungan (tersier), perpipaan
(tersier) dan perpipaan pengumpul (collector
pengumpul (collector pipe) pipe), dan Perpipaan
pembawa (main sewer)
Bak control Manhole (lubang control)
Instalasi pengolahan Sistem pemompaan
Instalasi pengolahan
Bangunan pengendali
6 Diameter 2 inchi-4 inchi 4 inchi-20 inchi
7 Material PVC PVC dan beton
Mengandalkan gravitasi
Penyaluran Dapat digunakan
8 dengan bantuan air
air limbah pemompaan
pembilasan jamban
Sumber : Hasil Kajian Direktorat PPLP

3.3.3 Rencana Keterpaduan Program Sanitasi

Rencana keterpaduan dengan program pengembangan prasarana dan sarana


sanitasi adalah bahwa penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah dan prasarana yang
terkait (air limbah, persampahan dan drainase) bertujuan agar pembangunan sanitasi
dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan.Rencana
pengembangan jaringan sebagaimana yang diatur dalam Strategi Sanitasi Kota Tangerang
tentang tahapan program percepatan pembangunan sanitasi Kota Tangerang, dijabarkan
sebagai berikut:

1. Jaringan Air Limbah

Sistem pengelolaan air limbah di wilayah Kota Tangerang meliputi:

Hal. 3-9
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

a. air limbah domestik;

b. air limbah industri; dan

c. air limbah kegiatan lainnya.

Kriteria pengembangan sistem pengelolaan air limbah adalah:

a. Pengembangan prasarana air limbah diarahkan untuk meminimalkan tingkat


pencemaran pada badan air dan air tanah, serta meningkatkan sanitasi kota
melalui pemisahan antara sistem jaringan air limbah domestik, air limbah
industri dan air limbah rumah sakit dan sistem drainase;

b. Pengembangan prasarana air limbah diarahkan untuk mencapai integrasi antara


rencana penyediaan air bersih dengan pengelolaan limbah sehingga setiap
limbah yang dihasilkan dari pemanfaatan air bersih dapat langsung terkelola
dengan baik.

c. Pembangunan prasarana air limbah domestik skala komunitas berbasis


masyarakat diarahkan pada kawasan kumuh perkotaan, masyarakat pendapatan
rendah dan rawan sanitasi.

d. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam upaya pengembangan


sistem pengelolaan air limbah di permukiman dan kawasan industri dan rumah
sakit.

e. Pelaksanaan penanganan air limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan.

Pengelolaan air domestik yang berasal dari kakus (black water) penduduk Kota
Tangerang sebagian besar adalah dengan menggunakan pengolahan setempat (on site),
yaitu berupa tangki septik dan sistem peresapan di halaman rumahnya. Sedangkan
untuk air limbah yang berasal dari mandi, cuci dan dapur (grey water), umumnya
dibuang langsung ke saluran drainase yang ada di depan rumah. Namun sebagian
masyarakat juga masih melakukan pembuangan air limbah langsung ke badan air
seperti sungai dan situ, terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan
tersebut.

Sistem pengelolaan air limbah domestik yang akan dikembangkan di wilayah Kota
Tangerang meliputi:

a. pengembangan prasarana air limbah domestik terdiri atas pengembangan


prasarana limbah yang dihasilkan oleh kegiatan di kawasan perumahan,
permukiman, dan kawasan perdagangan dan jasa;

Hal. 3-10
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

b. pengembangan sistem prasarana air limbah domestik diarahkan untuk


pengembangan sistem sanitasi setempat dengan pengendalian yang memadai;

c. peningkatan kualitas dan pengembangan pelayanan prasarana air limbah


domestik sistem sanitasi terpusat yang telah ada meliputi IPAL TanahTinggi,
IPLT Bawang, dan Kolam Oksidasi Perumnas 1;

d. peningkatan akses pelayanan air limbah domestik hingga mencapai cakupan


pelayanan minimal 80 (delapan puluh) persen dari seluruh jumlah penduduk
dengan memprioritaskan penggunaan sistem terpusat dan sistem setempat; dan

e. penurunan beban pencemaran limbah cair domestik pada anak sungai maupun
saluran pembuang sebelum masuk ke badan air penerima dengan membuat
instalasi pengolahan limbah domestik dengan menggunakan tanaman hias
(ecotech garden).

Ecotech garden adalah suatu inovasi dalam mengolah limbah domestik


greywater maupun effluen tangki septik dengan menggunakan tanaman hias
yang diprakarsai oleh Ir. Ratna Hidayat. Greywater adalah limbah rumah tangga
non kakus yaitu buangan yang berasal dari kamar mandi, dapur (sisa makanan)
dan tempat cuci. Sistem ini menggunakan selokan terbuka yang ditanami
tanaman hias seperti, Melati air, Kana (bunga Tasbeh), Arrowhead Sagita
Japanica, dan lain-lain yang dapat menurunkan kandungan BOD, COD bahkan
Phospat. Selain menurunkan beban pencemar, sistem ini juga menambah
keindahan karena membuat kesan dekoratif. Sistem ini sudah diterapkan di
Komplek Perumahan Bumi Asri Padasaka sejak tahun 2005.

Sistem pengelolaan air limbah industri yang akan dikembangkan di wilayah Kota
Tangerang meliputi:

a. pemenuhan standar buangan yang sesuai dengan baku mutu air limbah industri;

b. untuk industri skala besar dan menengah, pengembangan pengolahan air


limbah dilakukan secara sistem sanitasi setempat dengan teknologi yang lebih
maju yang dibarengi dengan pengurangan beban pencemaran air limbah dan
penerapan prinsip-prinsip teknologi bersih;

c. untuk industri kecil dan industri rumah tangga, dilaksanakan dengan


pembuatan instalasi pengolahan limbah secara komunal dengan membentuk
cluster atau kampung-kampung industri yang mempunyai karakteristik limbah
yang relatif sama;

Hal. 3-11
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

d. pembuatan instalasi pengolahan air limbah industri secara terpadu dapat


dikembangkan dengan cara mendorong pihak swasta dan masyarakat dengan
sistem:

1. pelayanan dilaksanakan dengan sistem gabungan antara sistem perpipaan


dan pengangkutan secara manual dengan menggunakan truk tanki;

2. pemilihan industri yang akan dilayani didasarkan pada kuantitas dan


karakteristik buangan yang dihasilkan;

3. pengembangan prasarana limbah industri terpusat untuk mencegah


pencemaran tanah dan sumber air melalu sistem jaringan perpipaan
tertutup dengan sistem cluster, dengan rincian sebagai berikut:

-IPAL Terpusat 1 yang melayani Cluster 1 yaitu industri yang berada di


daerah sekitar Kali Sabi dan Sungai Cirarab yang berdekatan dengan
Sungai Cisadane sebelah selatan;

-IPAL Terpusat 2 yang melayani Cluster 2 yaitu industri yang berada di


daerah sekitar Saluran Mookervart yang berdekatan dengan Sungai
Cisadane sebelah utara

Sistem pengelolaan limbah limbah cair lainnya yang akan dikembangkan di


wilayah Kota Tangerang meliputi pemenuhan yang sesuai dengan baku mutu air
limbah bagi kegiatan rumah sakit, hotel dan limbah domestik dari kegiatan/dan atau
usaha seperti mall, apartemen, restoran, dengan pengolahan sistem sanitasi setempat
instalasi pengolahan air limbah dan penerapan prinsip-prinsip teknologi bersih.
Sistem pengelolaan air limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Jaringan Drainase

Kriteria pengembangan sistem drainase adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan penanganan genangan melalui pembangunan sistem drainase


perkotaan yang terintegrasi dengan prasarana dan sarana kota lainnya dengan
prinsip terdesentralisir, efisien, efektif dan terpadu.

b. Pengembangan sistem jaringan drainase harus terpisah dengan sistem jaringan


air limbah karena dapat membawa pada penurunan kualitas air permukaan.

Pengembangan sistem drainase harus menggunakan pendekatan sistem


penanganan dari hulu ke hilir, tidak secara parsial dengan memperhatikan debit banjir
rencana. Pengembangan sistem jaringan drainase perkotaan yang mengarah pada
konservasi air dan berlandaskan konsep drainase yang berwawasan lingkungan yaitu
Hal. 3-12
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

konsep tanpa peningkatan run-off (zero delta Q) melalui upaya menahan air hujan
sebanyak-banyaknya sebelum akhirnya masuk ke badan air penerima seperti
rawa/situ, tandon air, dan sumur resapan.

Rencana pengembangan sistem drainase di wilayah Kota Tangerang adalah sebagai


berikut:

a. penataan kembali sempadan sungai dan situ sejalan dengan penataan sungai
dan situ menurut fungsinya yaitu sebagai pengendali banjir, drainase, dan
penggelontor;

b. pembangunan, peningkatan dan pengembangan fungsi situ, tandon air, kolam


resapan dan sumur resapan sebagai lokasi tempat penampungan air terutama di
bagian hulu dan daerah cekungan secara terbatas dan lahan terbuka;

c. pengembangan drainase diarahkan sebagai saluran air hujan yang merupakan


saluran drainase utama sungai, drainase lingkungan, dan drainase jalan; dan

d. pembangunan polder dan/atau tandon dan/atau kolam dan sumur resapan


yang terintegrasi dengan sistem drainase lingkungan perumahan dan
pengembangan kawasan.

Strategi pengembangan sistem drainase kota meliputi:

a. sistem jaringan drainase kota terdiri atas jaringan drainase makro dan mikro;

b. jaringan drainase makro sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan


bagian dari sistem pada masing-masing DAS di Kota Tangerang; dan

c. jaringan drainase mikro sebagaimana dimaksud pada huruf b terdiri dari


drainase primer, sekunder, dan tersier yang ditetapkan dengan menggunakan
pendekatan sub DAS pada masing-masing kecamatan di Kota Tangerang.

3. Jaringan Persampahan

Sampah adalah pencerminan wajah kota. Kota yang bersih tanpa terlihat sampah, akan
meningkatkan citra sebuah kota. Untuk memperoleh citra tersebut, perlu disusun
rencana sebagai berikut:

a. Pengelolaan angkutan sampah dari sumbernya (perumahan/industri/


pertokoan) ke tempat pembuangan akhir.

b. Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir.

c. Pengolahan sampah menjadi barang bernilai ekonomis, antara lain dengan


memproduksi gas metane dari sampah organik selain pembuatan kompos

d. Pengurangan Volume Sampah


Hal. 3-13
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Kriteria pengembangan sistem persampahan adalah:

a. Sistem pengelolaan persampahan diselenggarakan berdasarkan asas tanggung


jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.

b. Pengembangan persampahan diarahkan untuk meminimalkan volume sampah


sejak dari sumbernya dan pengembangan prasarana pengolahan sampah
dengan teknologi yang tepat guna dan berwawasan lingkungan.

c. Mendorong penggunaan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit


mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh
proses alam.

d. Pelaksanaan penanganan sampah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan.

Rencana pengembangan sistem persampahan di wilayah Kota Tangerang meliputi:

a. peningkatan akses pelayanan pengelolaan persampahan hingga mencapai


cakupan minimal 80 (delapan puluh) persen dari seluruh jumlah penduduk;

b. pengembangan usaha pemilahan dan minimalisasi sampah dengan pemanfaatan


kembali oleh masyarakat secara swadaya melalui program pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali
sampah maupun dengan mengundang investor pemanfaat sampah;

c. upaya pengurangan timbulan sampah terdiri atas:

1. penetapan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu


tertentu;

2. penerapan teknologi yang ramah lingkungan;

3. kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan

4. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

d. mengoptimalkan pemanfaatan TPA sampah Rawa Kucing dengan menerapkan


system sanitary landfill secara bertahap.

e. pengadaan lokasi tempat penampungan sementara (TPS) terpadu pada setiap


kelurahan;

f. pengembangan prasarana pemrosesan sampah yang memiliki kandungan bahan


berbahaya dan beracun (B3) dengan teknologi dan metode pemrosesan yang
sesuai dengan peraturan perundangan; dan meningkatkan kesadaran dan peran

Hal. 3-14
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

serta masyarakat dan swasta dalam upaya pengembangan sistem pengelolaan


persampahan kota dengan teknologi yang berwawasan lingkungan.

3.3.4 Rencana Sistem Pembuangan Air Limbah Terpusat

IPLT terpusat direncanakan terdiri dari unit pengolahan terpusat yaitu prasarana
dan sarana untuk mengolah air limbah domestik yang dialirkan dari sumbernya melalui
unit pelayanan dan unit pengumpulan. Rencana IPLT terpusat harus terdiri dari unit
pelayanan, unit pengumpulan, unit pengolahan dan teknologi pengolahan lumpur.

1. Unit Pelayanan

Unit pelayanan berfungsi untuk mengumpulkan air limbah (black water dan grey
water) dari setiap rumah dan menyalurkannya ke dalam unit pengumpulan yang
berupa sistem jaringan perpipaan kota. Unit pelayanan terdiri dari sambungan rumah
dan lubang inspeksi. Sambungan rumah terdiri dari:

a. Pipa dari kloset (black water)

b. Pipa dari non tinja (grey water)

c. Perangkap pasir/lemak

d. Bak kontrol pekarangan (private boxes)

e. Pipa persil

f. Bak kontrol akhir (house inlet)

2. Unit Pengumpulan

Unit Pengumpulan adalah prasarana dan sarana untuk mengumpulkan air limbah
domestik dari unit pelayanan, melalui sistem perpipaan ke unit pengolahan terpusat.
Melihat akan fungsinya, perpipaan penyalur air buangan dibedakan atas pipa retikulasi,
pipa induk, bangunan pelengkap.

a. Pipa retikulasi terdiri dari pipa lateral dan pipa servis. Pipa lateral berfungsi sebagai
saluran pengumpul air limbahdari sambungan rumah ke pipa induk, sedangkan pipa
servis berfungsi sebagai saluran pengumpul air limbahdari pipa lateral ke pipa
induk.

b. Pipa induk berfungsi untuk mengumpulkan air limbahdari pipa servis dan/atau pipa
lateral dan menyalurkan ke unit pengolahan.

c. Bangunan pelengkap berfungsi untuk mendukung penyaluran air limbahdari


sumber ke unit pengolahan.Bangunan pelengkap dapat berupalubang kontrol
(manhole), bangunan penggelontor, terminal pembersihan (clean out), pipa
perlintasan (siphon); danstasiun pompa.
Hal. 3-15
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

3. Unit Pengolahan

Unit pengolahan adalah unit yang mengolah air limbah menjadi air yang memenuhi
persyaratan baku mutu yang telah ditetapkan untuk dibuang ke badan air
penerima.Unit Pengolahan berupa prasarana dan sarana Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL), yang terdiri dari fasilitas utama, fasilitas pendukung, dan zona
penyangga.

a. Fasilitas utama terdiri dari bangunan dan lumpur, dan peralatan mekanikal dan
elektrikal. Proses pengolahan air limbah berupa pengolahan fisik (pengapungan,
penyaringan, dan pengendapan), biologis (secara aerobik dan anerobik)dan/atau
kimiawi (pemberian zat kimia tertentu ke dalam air limbah). IPAL dapat berupa IPAL
komunal yang mempunyai cakupan pelayanan skala permukiman atau skala
kawasan tertentu; dan/atau IPAL kota yang mempunyai cakupan pelayanan skala
perkotaan. Dalam hal fasilitas utama unit pengolahan tidak dilengkapi dengan
bangunan pengolahan lumpur, lumpur yang dihasilkan harus diangkut dan diolah di
IPAL yang mempunyai bangunan pengolahan lumpur atau diolah di IPLT.

b. Fasilitas pendukung disesuaikan dengan kebutuhan, terdiri dari gedung kantor,


laboratorium, gudang, infrastruktur jalan berupa jalan masuk, jalan operasional dan
jalan inspeksi, sumur pantau, fasilitas air bersih, alat pemeliharaan dan keamanan,
pagar pembatan dan/atau generator.

c. Zona penyangga berupa tanaman pelindung yang ditanam di sekeliling lokasi IPAL
dan berfungsi sebagai zona hijau.

4. Teknologi Pengolahan Lumpur

Teknologi pengolahan lumpur adalah cara mengolah lumpur yang dihasilkan dari unit
pengolahan, agar lumpur tersebut dapat dibuang atau dimanfaatkan lebih lanjut
dengan aman. Pengolahan dapat dilakukan dengan pengolahan fisik, pengolahan
biologis dan/atau pengolahan kimiawi.

a. Pengolahan fisik dapat dilakukan dengan cara pengentalan (thickening) dan


pengeringan (dewatering).

b. Pengolahan biologis dapat dilakukan secara aerobik, anaerobik atau kombinasi


aerobik dan anaerobik.

c. Pengolahan kimiawi dilakukan dengan cara pemberian zat kimia tertentu ke dalam
lumpur.

Alternatif cara pengelolaan lumpur dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Hal. 3-16
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Gambar 3.3 Pilihan Proses Pengolahan Lumpur

Perencanaan setiap unit tersebut memerlukan perhitungan debit air limbah yang akan
diolah. Perhitungan debit air limbah untuk perhitungan dimensi jaringan perpipaan
dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah sebagai berikut:

1. Debit spesifik air limbah

Debit spesifik air limbah (Q) dihitung berdasarkan 80% konsumsi air bersih
perkapita atau sebesar (100-200) liter/orang/hari

2. Debit rata-rata air limbah

Debit rata-rata air limbah tanpa infiltrasi (Qr) dihitung berdasarkan debit spesifik
air limbah dikali penduduk yang dilayani pada tahun proyeksi atu Qr = Q x jumlah
penduduk dilayani (m3/hari)

3. Debit harian maksimum air limbah

Debit harian maksimum air limbah tanpa infiltrasi (Qmd) dihitung berdasarkan
debit rata-rata harian dikali faktor maksimum harian atau Qmd = fmd x Qr (m 3/hari)
4. Debit jam puncak
Debit jam puncak tanpa infiltrasi (Qp) dihitung berdasarkan debit rata-rata harian
dikali faktor jam puncak atau Qp = fp x Qr (m3/hari)
5. Debit jam minimum
Debit jam minimum tanpa infiltrasi (Qmin) dihitung berdasarkan debit rata-rata
harian dikali faktor jam minimum atau Qmin = fmin x Qr (m3/hari)
6. Faktor-faktor debit
Faktor-faktor debit air limbah seperti faktor harian maksimum, faktor jam puncak
dan faktor minimum harus sesuai dengan standar dan kriteria teknis yang berlaku
disesuaikan dengan kondisi daerah perencanaan.

Kriteria perencanaan lokasi IPAL harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Lokasi IPAL harus sesuai dengan ketentuan tata ruang. Lahan yang dipilih
merupakan lahan yang tidak bermasalah dan didukung masyarakat
2. Pemilihan lokasi IPAL di ujung muara pipa induk harus mempertimbangkan aspek

hidrolis dan aspek pembebasan lahan


3. Lokasi IPAL harus dipilih pada daerah bebas banjir untuk periode ulang 20 tahun,
bebas longsor dan gempa
4. Kemiringan tanah yang dinilai lebih baik jika mempunyai kemiringan 2%. Pilihan

Hal. 3-17
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

terbaik untuk jenis tanah lokasi IPAL adalah tanah dengan jenis yang kedap air
seperti lempung
5. Lokasi IPAL harus dipilih tidak jauh dari jalan kota yang ada, dekat dengan
prasarana listrik dan badan air penerima
6. Lokasi IPAL harus merupakan daerah yang mempunyai sarana jalan penghubung

dari dan ke lokasi IPAL tersebut


7. Lokasi IPAL harus merupakan daerah yang terletak pada lahan terbuka dengan

intensitas penyinaran matahari yang baik agar dapat membantu mempercepat


proses pengeringan endapan lumpur
8. Lokasi harus berada pada lahan terbuka yang tidak produktif dengan nilai ekonomi

tanah yang serendah mungkin


9. Badan air penerima pembuangan efluen dari IPAL harus memiliki kapasitas

minimum 8 kali kapasitas air limbah yang akan dibuang, atau konsentrasi BOD
efluen maksimal 50 mg/L.

Kebutuhanlahan untuk IPAL terdiri dari (1) lahan untuk instalasi dan bangunan
penunjang dan (2) lahan untuk buffer zone. Kebutuhan lahan untuk instalasi dihitung
berdasarkan debit harian maksimum yang diproyeksikan 20 tahun untuk penerapan
IPAL berbasis teknologi proses alamiah atau proses biologis yang efisien dalam
kebutuhan konsumsi listrik. Kebutuhan lahan penyangga (buffer zone) minimum harus
dipersiapkan seluas 50 % dari kebutuhan luas lahan untuk instalasi.

Melihat dari adanya sistem pengolahan air limbah terpusat maka terdapat aspek
teknis pengelolaan limbah terpusat antara lain:

1. Aspek Kelembagaan

Dari sisi kelembagaan, strategi yang akan diterapkan antara lain:

 Membuat dan menerapkan peraturan daerah tentang syarat fasilitas


pembuanganair limbah yang tepat bagi setiap bangunan serta kewajiban untuk
membuang airlimbah ke sistem pengelolaan air limbah terpusat.

 Membentuk lembaga lintas kota/kabupaten untuk mengelola sistem.

 Penyederhanaan langkah pengoperasian dan pemantauan sistem.

 Mempercayakan operasi dan pemeliharaan pada organisasi yang telah


berpengalaman.

 Meningkatkan kemampuan instansi-instansi yang bertanggung jawab terhadap


program pengembangan sumber daya manusia, pelatihan, peningkatan
kelembagaan.

2. Aspek Keuangan/Pembiayaan

Strategi pada aspek keuangan/pembiayaan dilakukan dengan cara berikut:


Hal. 3-18
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

 Meningkatkan penerimaan dengan meningkatkan jumlah sambungan, efisiensi


pemungutan retribusi dan penerapan sistem retribusi progresif.

 Membatasi biaya operasi dan pemeliharaan

 Mengurangi biaya investasi dengan pentahapan pelaksanaan dan pemilihan sistem


yang tepat.

 Mencari alternatif-alternatif baru untuk membiayai investasi.

3. Aspek Peran Serta Masyarakat

Strategi pada aspek peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan sanitasi
sebagai berikut:

 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hidup sehat.

 Penyuluhan kepada masyarakat tentang jaringan air limbah.

 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan, operasi dan


pemeliharaan jaringan air limbah.

3.4 Standar Pelayanan minimal

Standar pelayanan minimum (SPM) Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman


(PLP) atau sanitasi mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No
01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang.

SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga negara secara minimal. Pemerintah daerah kabupaten/ kota
menyelenggarakan pelayanan dasar bidang ekerjaan umum dan penataan ruang harus
mengacu pada ketentuan SPM tersebut.

Indikator SPM adalah tolak ukur prestasi kualitatif dan kuantitatif yang digunakan
untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM
berupa masukan, proses keluaran, hasil dan manfaat pelayanan dasar. Batas waktu
pencapaian adalah batas waktu untuk mencapai target jenis pelayanan dasar tersebut
secara bertahap sesuai dengan indikator dan nilai yang ditetapkan. Indikator kualitas
layanan sistem air limbah permukiman antara lain:

1. Persentase penduduk yang terlayani sistem air limbah setempat yang memadai

2. Persentase penduduk yang terlayani sistem air limbah terpusat

Hal. 3-19
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Definisi operasional:

1. Kriteri tingkat pelayanan adalah bahwa sebuah kabupaten/ kota dengan jumlah
masyarakat minimal 50.000 jiwa yang telah memiliki tangki septik (sesuai dengan
standar teknis yang berlaku) diharapkan memiliki sebuah IPLT (Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja) yang memiliki kualitas effluent air limbah domestik tidak melampaui
baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan.

2. Nilai SPM tingkat pelayanan adalah jumlah masyarakat yang dilayani dinyatakan dalam
persentase jumlah masyarakat yang memiliki tangki septik yang dilayani pada tahun
terakhir SPM terhadap jumlah total masyarakat yang memiliki tangki septik di seluruh
kabupaten/ kota.

3. Kriteria ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah pada
kepadatan penduduk >300 jiwa/ha diharapkan memiliki sebuah sistem jaringan dan
pengolahan air limbah terpusat dengan kualitas efluen instalasi pengolahan air limbah
tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan.

4. Nilai SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah dalah nilai tingkat
pelayanan sistem jaringan dan pengolahan air limbah dinyatakan dalam persentase
jumlah masyarakat yang terlayani sistem jaringan dan pengolahan air limbah terpusat
pada tahun akhir SPM terhadap jumlah total penduduk di seluruh kabupaten/ kota
tersebut.

Perhitungan SPM dilakukan dengan cara menggunakan rumus:

SPM Cakupan Pelayanan =


 Jumlah penduduk yang terlayani (A) x 100%
 Jumlah penduduk seluruh kota (B)
Keterangan :
Jumlah penduduk yang dilayani dalam hal adanya sarana prasarana tangki
septik/MCK Komunal/IPLT terpusat.
Berdasarkan sistem pelayanan air limbah yaitu sistem terpusat dan sistem
setempat, maka rumus perhitungan SPM untuk masing-masing sistem adalah sebagai
berikut:

1. Sistem setempat

SPM tingkat pelayanan adalah presentase jumlah masyarakat yang memiliki tangki
septik yang dilayani pada akhir pencapaian SPM terhadap jumlah total masyarakat
yang memiliki tangki septik di seluruh kabupaten/kota, atau dirumuskan sebagai
berikut:

Hal. 3-20
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

SPM Tingkat Pelayanan

Keterangan:
A = tangki septik yang dilayani yaitu jumlah kumulatif tangki
septik yang dilayani oleh IPLT di dalam kabupaten/kota pada akhir tahun
pencapaian SPM
B = total tangki septik yaitu jumlah kumulatif tangki septik yang
dimiliki oleh masyarakat di seluruh kabupaten/kota

2. Sistem terpusat

SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah persentase
jumlah masyarakat yang terlayani sistem jaringan dan pengolahan air limbah skala
komunitas/kawasan/kota pada akhir tahun akhir SPM terhadap jumlah total
penduduk di seluruh kabupaten/kota tersebut, atau dirumuskan sebagai berikut:

SPM ketersediaan jaringan AL

Keterangan:
A = penduduk yang terlayani adalah jumlah kumulatif masyarakat yang
memiliki akses/terlayani sistem jaringan dan pengolahan air limbah skala
komunitas/kawasan/kota di dalam kabupaten/kota pada akhir tahun
pencapaian SPM
B = penduduk adalah jumlah kumulatif masyarakat di seluruh
kabupaten/kota

Standar Pelayanan Minimum (SPM) Air Limbah Kota Tangerang

Adapun visi Kota Tangerang dalam sektor sanitasi adalah Terwujudnya Kota
Tangerang dengan Sanitasi yang Memadai dan Berkualitas. Hal tersebut dijabarkan dalam
misinya, yakni:

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana dan pengelolaan air limbah
domestik

2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana dan pengelolaan


persampahan

3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana dan pengelolaan drainase


perkotaan
Hal. 3-21
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

4. Meningkatkan penerapan PHBS terkait sanitasi

(sumber Strategi Sanitasi Kota Tangerang, 2014)

3.5 Survei penyusunan rencana induk

Dalam penyusunan Kajian Perencanaan Penanganan Limbah Perumahan dan


Industri di kota Tangerang ini, diperlukan data-data primer maupun sekunder sebagai
gambaran bagi tim penyusun mengenaik kondisi eksisting yang ada. Data-data yang
diperlukan adalah data yang berhubungan langsung dengan kondisi IPL baik mengenai
teknis yang meliputi ketersediaan sarana prasarana di masyarakat, perilaku masyarakat,
peraturan-peraturan, kelembagaan/pengelolaan IPL, pendanaan maupun peran serta
pihak masyarakat. Untuk itu, surveiyangdilakukanmeliputi:

1. Survei dan pengkajian wilayah studi dan wilayah pelayanan.

Survei ini dilakukan dengan tujuan :


 Mendapatkan batasan wilayah, wilayah proyek, dan wilayah pelayanan, badan air
penerima, dan jalur transmisi air limbah;

 Kondisi detail wilayah pelayanan saat ini dan akan datang.

2. Survei pengkajian kualitas air limbah

Survei ini dilakukan untuk mengetahui kualitas badan air penerima sesuai baku mutu
dan sesuai golongannya.

3. Survei dan pengkajian demografi dan ketatakotaan

Dalam pelaksanaan survei ini, dibutuhkan beberapa data diantaranya adalah:

 Ada data statistik minimal sampai 10 tahun terakhir;

 Terdapat pembagian wilayah berdasarkan jumlah penduduk;

 Terdapat rumus perhitungan proyeksi penduduk.


Apabila data yang diambil tidak tersedia di lapangan, maka dapat
menganalogikannya dengan menggunakan data dari kabupaten/kota lain yang sejenis.

3.6 Keterpaduan Perencanaan dengan Sektor Lain

Penyelenggaraan pengembangan air limbah dilaksanakan secara terpadu dengan


pengembangan sarana dan prasarana sanitasi lainnya baik air minum, drainase maupun
persampahan sejak dari penyiapan Kajian sampai dengan operasi dan pemeliharaan
sebagai salah satu upaya perlindungan dan pelestarian alam.

Hal. 3-22
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Keterpaduan pengembngan sebagaimana diuraikan di atas dilaksanakan sekurang-


kurangnya pada tahap perencanaan, dengan pertimbangan:

a. Untuk daerah dengan kualitas air tanah dangkal yang baik serta tidak terdapat
pelayanan SPAM dengan jaringan perpipaan, maka pengelolaan sanitasi dilakukan
dengan sistem sanitasi terpusat

b. Untuk permukiman dengan kepadatan 300 orang/Ha atau lebih, di daerah dengan daya
dukung lingkungan yang rendah meskipun penyediaan air minum dilayani dengan
sistem perpipaan, pengelolaan sanitasi menggunakan sistem sanitasi tepusat

c. Untuk permukiman yang menjadi prioritas maka pembuangan limbah rumah tangga
atau grey water harus melalui pengolahan atau IPAL terlebih dahuu sebelum dibuang
ke badan air atau sauran drainase

d. Desain sarana pengolahan air limbah harus memperhatikan baku mutu air limbah
domestik sehingga tidak mencemari badan air atau saluran drainase

e. Saluran limbah yang direncanakan harus terlindung sehingga tidak masuk ke dalam
saluran.

3.7 Kontribusi IPL dalam Program Perubahan Iklim

Dampak negatif perubahan iklim semakin nyata dan terbukti telah menerpa di
Indonesia. Bukti dan dampak negatiftersebut baru-baru ini disampaikan melalui the
Indonesia Country Report on Climate Variability and Climate Change yangdisusun oleh para
ahli dari berbagai sektor dan institusi terkait, yang berisi ulasan analitis mengenai dampak
perubahaniklim di Indonesia. Bukti-bukti tersebut sesuai dengan hasil kajian secara global
yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Dampak-dampak
tersebut memiliki tantangan terhadap pembangunan dalam aspeklingkungan sosial dan
ekonomi secara berkelanjutan, serta terhadap pencapaian tujuan pembangungan
Indonesia.

Pada dasarnya perubahan iklim merupakan fenomena peningkatan temperatur


global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang
disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK). Menurut Sejati (2011) ada
enam jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu karbondioksida (CO 2), metana (CH4),
dinitrooksida (N2O), sulfurheksafluorida (SFx), perfluorokarbon (PFC) dan
hidrofluorokarbon (HFC). Pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim
ditandai denganmeningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju),

Hal. 3-23
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

perubahan pola anginserta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi berat,
gelombang panas danintensitas topan tropis.

Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen pencemaran


yangterdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat
(Agustina,dkk, 2008), sedangkan menurut ketentuan PP No.18 Tahun 1999 tentang
PengelolaanLimbah Bahan Berbahaya dan Beracun, PP No.85 Tahun 1999 tentang
Perubahan PP18/99 pasal 1 ayat (1), Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Yang dimaksuddengan sisa suatu kegiatan adalah sisa suatu kegiatan dan/atau proses
produksi yang antaralain dihasilkan dari kegiatan rumah sakit, industri pertambangan dan
kegiatan lainnya.

Air limbah (waste water) dihasilkan sebagai akibat dari dampak adanya
kegiatan/usahayang memerlukan air untuk proses produksinya. Menurut Sigit Hernowo
(2003), sisabuangan atau limbah industri dapat berupa gas dan debu, cairan atau padatan
dimana sisabuangan cair yang dikeluarkan oleh proses-proses dalam industri sering
disebut air limbahindustri. Kandungan air limbah sangat bervariasi tergantung dari asal
kegiatannya. Airlimbah dari industri manufaktur sangat berbeda dengan air limbah dari
industri pertanianataupun industri pertambangan dan migas. Namun secara garis besar
komponen ataupunsenyawa yang ada pada air limbah terdiri atas senyawa kimia anorganik
dan organik.

Air limbah tersebut lazimnya diolah di dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL), namun ada juga yang dapat dimanfaatkan misalnya land application pada
tanamansawit. Land application adalah pemanfaatan limbah cair dari industri kelapa sawit
untukdigunakan sebagai bahan penyubur atau pemupukan tanaman kelapa sawit dalam
arealperkebunanan kelapa sawit itu sendiri (Apriyanto, 2008).

Keberadaan senyawa organik dalam air limbah merupakan penyebab


yangmenjadikan air limbah termasuk salah satu sumber penghasil gas rumah kaca.
Senyawaorganik pada air limbah akan terurai menjadi menjadi CO 2 dan atau metan.
Berdasarkan sumbernya air limbah dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis
limbahpenghasil utamanya yaitu limbah industri dan limbah domestik. Kedua air limbah
tersebutmemiliki potensi untuk menghasilkan metan yang akan memberikan kontribusi
terhadappembentukan gas rumah kaca.

Air limbah domestik bisa berupa limbah/kotoran manusia yang biasanya


akanterbawa aliran sungai atau tersimpan di dalam septic tank dan akan terurai menjadi
metanyang mengemisi ke udara. Air limbah domestik lainnya bisa berupa air bekas cucian
daridapur. Air bekas cucian dari dapur ini biasanya membawa sisa-sisa makananan yang
akanmencemari perairan dan meningkatkan nilai BOD (Biological Oxygen Demand).
Hal. 3-24
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Air limbah lainnya yang berpotensi menghasilkan emisi metan lainnya adalah
airlimbah yang berasal dari limbah industri antara lain industri kelapa sawit, industri
tapioka,Industri nenas, industri karet, pabrik gula, industri makanan dan petrokimia. Air
limbahdapat mencemari lingkungan dan merusak ekosistem yang terkena dampaknya. Air
limbahhasil pengolahan industri merupakan salah satu sumber penyebab terjadinya
pencemaran airselain dari limbah domestik seperti sampah rumah tangga, deterjen, septic
tank dan lain-lain.

Sumber dan jenis emisi GRK dari kegiatan pengelolaan limbah sesuai dengan
kategori yang terdapat pada IPCC Guideline 2006. Gambar 3.4 memperlihatkan skema
kategori sumber-sumber utama emisi GRK dari pengelolaan limbah.

Gambar 3. 4 Kategori Sumber Utama Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah

Berdasarkan Gambar 3.4, pengelolaan limbah cair menjadi salah satu sumber
utama emisi GRK. Limbah cair yang dimaksud mencakup limbah domestik dan limbah
industri yang diolah setempat (uncollected) atau dialirkan menuju pusat pengolahan
limbah cair (collected) atau dibuang tanpa pengolahan melalui saluran pembuangan dan
menuju ke sungai sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 3.3 dan Gambar 3.5. Selain
itu, collected untreated waste water juga merupakan sumber emisi GRK, yaitu pada sungai,
danau, dan laut. Pada collected treated waste water, sumber emisi GRK berasal dari
pengolahan anaerobik reaktor dan lagoon.

Hal. 3-25
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Pada pengolahan aerobik tidak dihasilkan emisi GRK namun menghasilkan


lumpur/sludge yang perlu diolah melalui an-aerobic digestion, land disposal maupun
insinerasi.Limbah cair yang tidak dikumpulkan namun diolah setempat, seperti laterin dan
tangki septik untuk limbah cair domestik dan IPAL limbah cair industri, juga merupakan
sumber emisi GRK yang tercakup dalam inventarisasi.

Tabel 3. 3 Pengolahandan Pembuangan Limbah Cair, dan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca

Sumber : IPCC, 2006

Hal. 3-26
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

Gambar 3. 5 Skema Aliran Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair Domestik/Industri

Sumber : IPCC, 2006

Emisi gas rumah kaca dari kegiatan penanganan limbah mencakup gas metana
(CH4), nitrooksida (N2O), dan karbon dioksida (CO2) apabila terjadi pada kondisi anaerobik.
Berdasarkan IPCC 2006 Guidelines, CO2 yang diemisikan dari pengolahan limbah secara
biologi dikategorikan sebagai biogenic origin yang tidak termasuk dalam lingkup
inventarisasi GRK dari kegiatan pengolahan limbah.

CH4 terutama berasal dari proses penguraian anaerobik limbah padat, limbah cair
perkotaan, dan limbah cair industri pada saat ditimbun di TPA maupun dikomposkan.
Disamping CH4, proses ini juga mengemisikan CO2 dan N2O. CH4 juga diemisikan dari
collected untreated wastewater limbah cair kota yang mencakup air limbah yang terkumpul
dan tidak diolah (dibuang ke laut, sungai, danau, stagnant sewer/saluran air kotor yang
mampat), treated wastewater limbah cair kota (anaerobik, digester, septic tank, laterine),
dan fasilitas pengolahan air limbah industri. N 20 berasal dari proses pengomposan dan
pembakaran sampah padat kota dan proses biologi limbah cair kota. CO 2 terutama dari
pembakaran limbah padat

Hal. 3-27
Laporan
Pendahuluan

IIII- -
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang

BAB 4 RENCANA KERJA

4.1 Waktu Pelaksanaan Pekerjaan

Tahapan utama rencana kerja pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Kajian


Perencanaan Penanganan Limbah Perumahan dan Industri di Kota Tangerang
meliputi :

1. Penyusunan draft laporan pendahuluan;

2. Pembahasan laporan pendahuluan;

3. Penyempurnaan draft laporan pendahuluan;

4. Penyerahan laporan pendahuluan;

5. Penyusunan draft laporan antara;

6. Pembahasan laporan antara;

7. Penyempurnaan laporan antara;

8. Penyerahan laporan antara;

9. Penyusunan laporan akhir;

10. Pembahasan laporan akhir;

11. Penyempurnaan laporan akhir;

12. Penyerahan laporan akhir

Hal. 4-1
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang
Secara lebih rinci Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ditampilkan pada Tabel 4.1
berikut ini:

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan


Rencana Kerja tahapan I II III IV V VI
pekerjaan
Penyusunan Draft Laporan
Pendahuluan
Pembahasan Laporan Pendahuluan
Penyempurnaan Draft Laporan
Pendahuluan
Penyerahan Laporan Pendahuluan
Penyusunan Draft Laporan Antara
Pembahasan Laporan Antara
Penyempurnaan Laporan Antara
Penyerahan Laporan Antara
Penyusunan Laporan Akhir
Pembahasan Laporan Akhir
Penyempurnaan Laporan Akhir
Penyerahan Laporan Akhir

4.2 Kontribusi Tenaga Ahli

Pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Kajian Perencanaan Penanganan Limbah


Perumahan dan Industri di Kota Tangerang ini, dapat berhasil dengan baik dengan
didukung oleh pelaksana pekerjaan yang ahli dibidangnya. Tenaga-tenaga ahli ini
bekerjasama dalam satu tim kerja (team work) dibantu oleh beberapa tenaga ahli
menengah (sub profesional staff) dan tenaga-tenaga pendukung lainnya (supparting
staff).
Tim kerja Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah Perumahan dan Industri
di Kota Tangerang berbentuk suatu organisasi kerja yang diharapkan dapat
memberikan wadah kegiatan dengan hasil yang efektif, efisien, dan optimal.
Penentuan tenaga ahli yang dilibatkan dalam proses pekerjaan Penyusunan
Perencanaan Penanganan Limbah Perumahan dan Industri di Kota Tangerang ini
didasarkan pada substansi materi yang akan dilakukan. Berkaitan dengan hal
tersebut, manajemen perusahaan mencoba menyikapinya dengan menyediakan
tenaga-tenaga ahli profesional yang telah berpengalaman sesuai dengan disiplin ilmu
masing-masing.

Hal. 4-2
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang
4.2.1 Tenaga Ahli

Tenaga ahli yang diperlukan dalam penyusunan kajian ini adalah sebagai berikut :

1. Ahli Teknik Lingkungan (Team Leader)


Ahli Teknik Lingkungan memiliki latar belakang pendidikan S2 (ahli Madya)
dengan pengalaman 7 tahun dalam bidang keahlian Lingkungan. Tugas dari
tenaga ahli ini sebagai team leader yaitu mengkoordinir dan mengarahkan
pekerjaan sesuai dengan pekerjaan yang sedang berjalan. Berkaitan dengan
perencanaan lingkungan menjadi tanggung jawab dalam analisis dan
pengembangan yang harus dilakukan.
2. Ahli Perencanaan Wilayah Kota (PWK)
Tenaga ahli strata pendidikan S1 (ahli pratama) dengan pengalaman di bidang
Perencanaan Wilayah Kota (PWK) selama 8 tahun. Tugas dan tanggung jawab
dari tenaga ahli ini antara lain:
 Membuat pra desain Penangan limbah Perumahan dan industri;
 Melakukan evaluasi terhadap penanganan limbah perumahan dan indusri yang
sudah dilakukan;
 Melaksaakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh team leader dan bertanggung
jawab terhadap seluruh pekerjaan dalam bidangnya kepada Team Leader.
3. Ahli Ekonomi
Tenaga Ahli strata pendidikan S1 ekonomi dengan pengalaman 8 tahun dalam
bidangnya, dengan jabatan sebagai Ahli Ekonomi. Tugas dan tanggung jawab
dari tenaga ahli ini antara lain :
 Melakukan inventarisasi kebutuhan data terkait kebutuhan perencanaan
penanganan limbah Perumahan dan industri ;
 Melakukan evaluasi terhadap seluruh data dan informasi yang dikumpulkan
terkait dalam bidangnya;
 Menyusun seluruh hasil - hasil tersebut dalam bentuk pelaporan yang sesuai
dengan Kerangka Acuan Kerja;
 Bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan dalam bidangnya kepada Team
Leader.

4. Ahli Sipil
Ahli Sipil memiliki latar belakang pendidikan sarjana (S1) dalam bidang
Tekhnik yang mempunyai mempunyai kemampuan pengalaman 8 tahun
dalam bidangnya. Tugas dan tanggung jawab dari tenaga ahli ini antara lain :

Hal. 4-3
Laporan
Pendahuluan
Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah
Perumahan dan Industri di Kota Tangerang
 Memberikan pemahaman manajemen proyek bagi para pekerja
konstruksi;
 Memberikan jasa konstruksi bangunan sipil terutama bangunan tinggi
seperti perencanaan konstruksi , pengawas, peneliti dan konsultan;
 Melaksanakan tugas – tugas lain yang diberikan oleh team leader atau
bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan dalam bidangnya kepada
team leader.

5.4.2 Tenaga Pendukung

1. Operator
Mengetik laporan yang ditugaskan oleh tenaga ahli dalam menyiapkan
dokumen laporan pendahuluan, antara dan laporan akhir.
2. Surveyor
Surveyor bertugas melakukan survei dan pengumpulan data sesuai dengan
format yang telah ditetapkan

Tabel 4.2 Jadwal Kerja Tenaga ahli

Tenaga ahli dan Pendukung I II III IV V VI


Team leader ahli lingkungan
Ahli perencanaan wilayah kota
Ahli ekonomi
Ahli sipil
Operator komputer
Surveyor 2 orang

Hal. 4-4
Laporan
Pendahuluan
KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Dalam rangka memenuhi tugas konsultan sebagai penyedia jasa pada


pekerjaan Penyusunan Perencanaan Penanganan Limbah Perumahan dan Industri di
Kota Tangerang , salah satunya adalah tugas administrasi untuk membuat laporan
pekerjaan. Pada kesempatan ini Konsultan ? menyampaikan Laporan Pendahuluan
yang berisi antara lain:

Bab.I Pendahuluan

Bab. II Gambaran Umum Wilayah Perencanaan

Bab. III Konsep Perencanaan

Bab. IV Rencana Kerja

Konsultan mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Tim


Teknis maupun penanggung jawab kegiatan serta dari pihak lain yang telah
memberikan arahan dan masukan sehingga Laporan Pendahuluan ini dapat tersusun
baik.

Tangerang, Maret 2018

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................................ i
Daftar isi...................................................................................................................................... ii
Daftar tabel................................................................................................................................ iv
Daftar gambar ............................................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................................................ 1


1.2 Maksud, Sasaran dan Output..................................................................................................... 2
1.2.1 Maksud....................................................................................................................................... 2
1.2.2 Sasaran....................................................................................................................................... 2
1.2.3 Output....................................................................................................................................... 3
1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan........................................................................................................... 3
1.4 Waktu Pelaksanaan Pekerjaan................................................................................................. 3
1.5 Anggaran.......................................................................................................................................... 3
1.7 Sistematika Pembahasan........................................................................................................... 3
BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN............................................................1

2.1 Kebijakan Pembangunan Kota Tangerang...........................................................................1


2.1.1 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota....................................................................1
2.2 Gambaran Umum Kabupaten Tangerang.............................................................................7
2.2.1 Kondisi Fisik Dasar.......................................................................................................... 7
2.3 Kependudukan............................................................................................................................. 15
2.3.1 Jumlah Dan Kepadatan Penduduk........................................................................... 15
2.4 Penggunaan Lahan...................................................................................................................... 17
2.5 Perekonomian.............................................................................................................................. 18
2.6 Fasilitas Sosial............................................................................................................................... 19
2.6.1 Fasilitas Pendidikan...................................................................................................... 19
2.6.2 Fasilitas Kesehatan........................................................................................................ 23
2.6.3 Fasilitas Perumahan...................................................................................................... 24
BAB 3 KONSEP PERENCANAAN.........................................................................................................1

3.1 PERIODE PERENCANAAN......................................................................................................... 1


3.1.1 Perencanaan Jangka Pendek (Tahap Mendesak).....................................................1
3.1.2 Perencanaan Jangka Menengah...................................................................................... 2
3.1.3 Perencanaan Jangka Panjang........................................................................................... 2
ii
3.2 EVALUASI RENCANA INDUK..................................................................................................... 3
3.3 KRITERIA DAN STANDAR PELAYANAN................................................................................ 3
3.3.1 Perencanaan Jangka Panjang........................................................................................... 3
3.3.2 Cakupan dan Jenis Opsi Pelayanan................................................................................ 6
3.3.3 Rencana Keterpaduan Program Sanitasi.....................................................................9
3.3.4 Rencana Sistem Pembuangan Air Limbah Terpusat............................................15
3.4 Standar Pelayanan minimal................................................................................................... 19
3.5 Survei penyusunan rencana induk...................................................................................... 22
3.6 Keterpaduan Perencanaan dengan Sektor Lain.............................................................23
3.7 Kontribusi IPL dalam Program Perubahan Iklim..........................................................23
BAB 4 RENCANA KERJA..........................................................................................................................1

5.2 Waktu Pelaksanaan Pekerjaan................................................................................................. 1


5.4 Kontribusi Tenaga Ahli............................................................................................................... 2
5.4.1 Tenaga Ahli.............................................................................................................................. 3
5.4.2 Tenaga Pendukung............................................................................................................... 4

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rencana Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kota Tangerang....................2


Tabel 2.2 Rencana Pola Ruang Kota Tangerang Tahun 2030....................................................5
Tabel 2.3 Luas Wilayah Kecamatan di Kota Tangerang...............................................................7
Tabel 2.4 Kondisi Topografi Kota Tangerang................................................................................ 10
Tabel 2.5 Struktur Geologi Di Kota Tangerang............................................................................. 12
Tabel 2.6 Keadaan Suhu Udara per Bulan di Kota Tangerang, 2015..................................12
Tabel 2.7 Rata-rata Curah Hujan tahun 2009-2013...................................................................13
Tabel 2.8 Jumlah Penduduk Kota Tangerang............................................................................... 15
Tabel 2.9 Laju Pertumbuhan Penduduk........................................................................................ 16
Tabel 2.10 Kepadatan Penduduk Kota Tangerang..................................................................... 17
Tabel 2.11 Luas Penggunaan Lahan Di Kota Tangerang Tahun 2010-2011....................18
Tabel 2.12 Analisa Pertumbuhan Sektor Ekonomi Di Kota Tangerang.............................19
Tabel 2.13 Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan Tingkatan di Kota Tangerang,
2015.............................................................................................................................................................. 21
Tabel 2.14 Jumlah dan Nama Perguruan Tinggi di Kota Tangerang 2015.......................22
Tabel 2.15 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Kecamatan dan Jenis serta Pelayanan
di Kota Tangerang, 2015....................................................................................................................... 23
Tabel 2.16 Indikator Perumahan di Kota Tangerang,2016....................................................24
Tabel 2.17 Jumlah Sarana Peribadatan di Kota Tangerang...................................................................25
Tabel 3.1 Perbandingan Cakupan Pelayanan Sistem untuk Suatu Kota...............................8
Tabel 3.2 Perbandingan Cakupan Pelayanan Sistem untuk Suatu Kota...............................9
Tabel 3. 3 Pengolahandan Pembuangan Limbah Cair, dan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca......27
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan.......................................................................................... 2
Tabel 4.2 Jadwal Kerja Tenaga ahli..................................................................................................... 4

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2..1 Rencana Sistem Pusat Pelayanan Kota Tangerang..............................................4


Gambar 2.2 Peta Rencana Pola Ruang Kota Tangerang..............................................................6
Gambar 2.3 Peta Administrasi Kota Tangerang............................................................................................. 9
Gambar 3.1 Gambar Sistem Komunal dan Terpusat....................................................................3
Gambar 3.2 Skema Pembahasan Opsi Teknologi........................................................................... 6
Gambar 3.3 Pilihan Proses Pengolahan Lumpur........................................................................17
Gambar 3. 4 Kategori Sumber Utama Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah.26
Gambar 3. 5 Skema Aliran Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair
Domestik/Industri.................................................................................................................................. 28

Você também pode gostar