Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pak Hasan (61 tahun) diantar anaknya datang ke puskesmas dengan keluhan batuk
darah sejak 3 jam yang lalu, jumlah sekitar 100 cc. Dari anamnesis juga diketahui Pak hasan
adalah penderita TB dalam pengobatan fase intensif dan baru berlangsung selama satu bulan.
selain itu Pak Hasan juga ada riwayat gastritis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum tampak sakit sedang, tekanan darah 100/70mmHg, nadi 82 x/menit, nafas 20 x/ menit,
suhu afebril.
Dokter Puskesmas segera menganjurkan pemasangan cairan infus, dan meresepkan
obat anti perdarahan untuk Pak Hasan. Dokter muda yang bertugas di IGD menghitung
kebutuhan cairan infus. Obat anti perdarahan segera diinjeksikan kepada pasien. Selain obat
antiperdarahan dokter juga meresepkan obat lain. Mengingat Pak hasan juga menderita
gastritis dan juga dalam pengobatan TB, dokter harus memberikan obat yang aman untuk
gastritisnya dan juga diperkirakan tidak ada interaksi dengan tuberkulostatiknya, selain harga
obat juga harus dipertimbangkan. Dokter Puskesmas masih ingat bagaimana fase yang harus
dilalui suatu obat sehingga dinyatakan aman dan dapat diberikan kepada pasien, karena obat
harus melalui berbagai rangkaian uji pra klinik pada binatang dan uji klinik pada manusia.
Selama pemasangan infus dan pemberian obat-obatan kepada Pak Hasan, perlu juga
dilakukan monitoring terhadap efek samping obat (MESO) yang mungkin timbul. Obat indek
terapi sempit bila diberikan di rumah sakit yang punya fasilitas mungkin perlu dilakukan
TDM (Therapeutic Drug Moinitoring). Anak Pak Hasan bertanya kepada dokter apakah
pemberian tuberkulostatika sementara harus dihentikan.
Bagaimana anda menerangkan keadaan diatas ?
TERMINOLOGI
TB: penyakit menular paru-paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis
Fase intensif: adalah tahapan dua bulan pertama pengobatan pada TB
Gastritis: kondisi ketika lapisan lambung mengalami iritasi, peradangan atau pengikisan.
Afebril: tanpa demam
Obat antiperdarahan: obat yang menhentikan perdarahan
Tuberkulostatika: obat TB yang bersifat menahan perkembangan bakteri
MESO: kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa, dan terapi.
Indek terapi sempit: obat-obat dengan batas keamanan yang sempit. Pada obat
dengan indeks terapi sempit, perubahan sejumlah kecil dosis obat dapat menyebabkan efek
samping yang tidak diinginkan atau bahkan efek toksik.
TDM: Therapeutic Drug Monitoring atau TDM itu adalah pengukuran kadar obat di dalam
tubuh sebagai sarana monitoring untuk mencapai tujuan terapi.
Rumusan Masalah
1. Apa obat yang diberikan kepada pak Hasan? Kenapa batuk darah?
2. Bagaimana prinsip pengobatan fase intensif pak Hasan?
3. Bagaimana interaksi pengobatan TB pak hasan terhadap gastritisnya?
4. Apa interpretasi pemfis?
5. Apa obat yang dapat diberikan dari hasil pemeriksaan fisik? Bagaimana interaksinya?
6. Mengapa dokter memberikan cairan infus? Cairannya apa?
7. Apa obat antiperdarahan yang diberikan dan apa indikasinya? Bagaimana interaksi thdp
obat lainnya? Berapa dosisnya?
8. Bagaimana cara menghitung kebutuhan cairan infus? Berapa yang dibutuhkan?
9. Mengapa obat antiperdarahannya diinjeksikan?
10. Apa obat lain yang dapat diresepkan? Bagaimana interaksi obat tsb?
11. Apa obat gastritis yang diberikan yang tidak ada interaksi dengan tuberkulostatiknya
serta harganya terjangkau (prinsip pemilihan obat)? Berapa dosisnya?
12. Bagaimana fase yang harus dilalui suatu obat sehingga dinyatakan aman dan dapat
diberikan kepada pasien?
13. Bagaimana rangkaian uji pra klinik pada binatang dan uji klinik pada manusia?
14. Apa tujuan dilakukannya monitoring terhadap efek samping obat (MESO) yang mungkin
timbul? Bagaimana prinsipnya?
15. Apa saja obat indek terapi sempit?
16. Apa saja fasilitas rumah sakit yang bisa diberikan obat indek terapi sempit?
17. Apa tujuan dilakukannya TDM? Bagaimana prinsipnya?
18. Apakah pemberian tuberkulostatika sementara harus dihentikan?
HIPOTESIS
1. Apa obat yang diberikan kepada pak Hasan? Kenapa batuk darah?
Paru-paru dan saluran pernafasan mendapat suplai darah dari dua macam sirkulasi yaitu arteri
pulmonal dan arteri bronkial. Pada batuk darah atau hemoptisis, darah biasanya berasal dari
sirkulasi bronkial. Infeksi TB menyebabkan peradangan serta pembengkakan lapisan
pembuluh darah bronkial maupun pulmonal yang dapat merusak dan menyebabkan pecahnya
pembuluh darah tersebut. Sehingga saat batuk dapat disertai pengeluaran darah. Selain itu,
batuk darah pada TB juga dapat disebabkan oleh pecahnya aneurisme Rasmussen (pembuluh
darah bronchial yang melebar pada dinding kavitas TB), namun ini lebih jarang terjadi.
Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah, atau sputumyang
berdarah. Sputum mungkin bercampur dengan darah. Mungkin juga seluruh cairan
yangdikeluarkan paru-paru berupa darah. Setiap proses yang mengakibatkan
terganggunyakontinuitas aliran pembuluh darah paru-paru dapat mengakibatkan perdarahan.
Batuk darahmerupakan suatu gejala yang serius. Mungkin ini merupakan manifestasi yang
paling dini darituberkulosis aktif. Sebab-sebab lain dari hemoptisis adalah karsinoma
bronkogenik, infarksi,dan abses paru-paru.Hemoptisis harus dibedakan dengan hematemesis.
Hematemesis disebabkan oleh lesi pada saluran cerna, sedangkan hemoptisis disebabkan oleh
lesi pada paru atau bronkus/bronkiolus.KlasifikasiKlasifikasi didasarkan pada perkiraan
jumlah darah yang dibatukkan.
1.Bercak (Streaking ) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sutum. Umumnya pada bronkitis.
2.Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada kanker paru,
pneumonia, TB, atau emboli paru.
3.Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4.Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau
darisaluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
2. Bagaimana prinsip pengobatan fase intensif pak Hasan?
Prinsip pengobatan
Regimen pengobatan terdiri dari fase awal (intensif) selama 2 bulan dan fase lanjutan selama
4-6 bulan.
Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, diharapkan terjadi pengurangan jumlah
kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang berpotensi menularkan infeksi menjadi
noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan
menjadi negatif dalam waktu 2 bulan.
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Efek
sterilisasi obat pada fase ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa kuman dan mencegah
kekambuhan.
Pada pasien dengan sputum BTA positif ada risiko terjadinya resistensi selektif. Penggunaan
4 obat selama fase intensif dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi risiko resistensi
selektif. Pada pasien dengan sputum BTA negatif atau TB ekstra paru tidak terdapat risiko
resistensi selektif karena jumlah bakteri di dalam lesi relatif sedikit. Pengobatan fase intensif
dengan 3 obat dan fase lanjutan dengan 2 obat biasanya sudah memadai.
5. Apa obat yang dapat diberikan dari hasil pemeriksaan fisik? Bagaimana interaksinya?
Sakit sedang mungkin karena tbnya dan masih batuk2. Tidak diberikan obat apa2 karena
vital signya normal.
6. Mengapa dokter memberikan cairan infus? Cairannya apa?
Ada beberapa alasan mengapa banyak dokter menyarankan pasien untuk diberikan cairan
intravena atau infus:
1. Cairan hipotonik:
osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci
darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan
tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl
45% dan Dekstrosa 2,5%.
1. Cairan Isotonik:
osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
1. Cairan hipertonik:
osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit
dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
1. Kristaloid:
bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke
dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
1. Koloid:
ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran
kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik
cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
7. Apa obat antiperdarahan yang diberikan dan apa indikasinya? Bagaimana interaksi thdp
obat lainnya? Berapa dosisnya?
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateraldecubitus).
Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasidarah ke paru yang
sehat.
•Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
•Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran salurannapas
untuk mencegah bahaya sufokasi.
•Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
•Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit.K, ion
kalsium, trombin dan karbazokrom.
•Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
•Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
•Pemberian oksigen
10. Apa obat lain yang dapat diresepkan? Bagaimana interaksi obat tsb?
Obat gastritis:
Kategori obat pada gastritis adalah:
—Antasid : menetralisir asam lambung dan menghilangkan nyeri
—Acid blocker : membantu mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
—Proton pump inhibitor : menghentikan produksi asam lambung dan menghambat H.pylori.
—Cytoprotective agent : melindungi jaringan mukosa lambung dan usus halus.
b. Gastritis kronis
—Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi
lebih sering.
—Mengurangi stress
—H. Pylori diatasi dengan antiobiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth
(pepto-bismol).
11. Apa obat gastritis yang diberikan yang tidak ada interaksi dengan tuberkulostatiknya
serta harganya terjangkau (prinsip pemilihan obat)? Berapa dosisnya?
Untuk mensiasati kondisi ini, sebaiknya mengkonsumsi obat TB dekat dengan waktu makan
dan jangan banyak minum air putih untuk menjaga hidrasi tubuh. Hindari makanan yang
berpotensi memperparah asam lambung, misalnya kopi, teh, soda, alkohol, makanan yang
pedas, terlalu asam dan sebagainya. Penggunaan obat-obatan yang dapat menetralkan asam
lambung seperti antasida (promag, acitral, dll) diperbolehkan asalkan diberikan selang 1-2
jam dengan minum obat karena dapat mengganggu penyerapan obat di dalam lambung.
Ranitidin dan sucralfat merupakan obat lambung yang bekerja menekan produksi asam
lambung dan melindungi mukosa lambung dari kondisi asam lambung yang tinggi. Beri jeda
waktu antara obat lambung dan obat TB agar penyerapannya maksimal.
12. Bagaimana fase yang harus dilalui suatu obat sehingga dinyatakan aman dan dapat
diberikan kepada pasien?
13. Bagaimana rangkaian uji pra klinik pada binatang dan uji klinik pada manusia?
Uji praklinik
Merupakan prasyarat uji untuk calon obat. Uji ini memberikan informasi tentang efikasi
(efek farmakologi), profil farmakokinetika, dan toksisitas calon obat. Pada mulanya, uji yang
dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel
terisolasi atau organ terisolasi (in vitro). Selanjutnya, dipandang perlu menguji pada hewan
coba utuh ( in vivo).
Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmor,
hamster, dan anjing. Beberapa uji menggunakan primate.
Uji praklinik dapat berupa uji toksisitas. Uji praklinik ini menggunakan hewan utuh
karena hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah suatu obat
menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau apakah obat tersebut dapat diperkirakan
aman bagi manusia. Pengujian toksisitas praklinik meliputi :
Uji klinik
Merupakan pengujian pada calon fitofarmaka untuk mengetahui atau memastikan
adanya khasiat farmakologik, tolerabilitas, dan keamanan, serta uji klinik untuk pencegahan
penyakit, pengobatan penyakit, atau pengobatan gejala penyakit.
Dasar untuk melakukan uji klinik adalah adanya pengalaman empiris dan data
farmakologik pada pengujian terhadap hewan yang menunjukkan fitofarmaka tersebut
mempunyai aktivitas farmakologik yang relevan.
Persyaratan uji klinik fitofarmaka dapat dilakukan pada manusia apabila sudah terbukti
aman berdasarkan penelitian toksikologi dan aman untuk manusia.
Tujuan Uji klinik
Uji klinik dilakukan untuk mencapai tujuan berikut :
1. Fase I
Calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang diamati pada
hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini, ditentukan hubungan antara dosis
dan efek yang ditimbulkan serta profil farmakokinetika obat pada manusia.
2. Fase II
Calon obat diuji pada pasien tertentu dan diamati efikasinya pada penyakit yang diobati. Profil
yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan efek samping rendah
atau tidak toksik. Pada fase ini, mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk
sediaan obat.
3. Fase III
Fase ini melibatkan sekelompok besar pasien. Dalam fase ini, obat baru dibandingkan efek dan
keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui.
4. Fase IV
Setelah obat dipasarkan, masih dilakukan studi pasca-pemasaran (post marketing surveillance).
Pengamatan dilakukan pada pasien dengan berbagai kondisi, usia, dan ras. Studi ini dilakukan
dalam jangka waktu lama untuk melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam
menggunakan obat. Fase ini meliputi pemantauan toksisitas obat yang beredar.
14. Apa tujuan dilakukannya monitoring terhadap efek samping obat (MESO) yang mungkin
timbul? Bagaimana prinsipnya?
Tujuan MESO
a. Memberikan kesempatan untuk mengenali suatu obat dengan baik dan untuk mengenali
respon orang terhadap obat.
b. Membantu meningkatkan pengetahuan tentang obat, manusia atau penyakit dari waktu ke
waktu.
c. Menerima info terkini tentang efek samping obat (Purwantyastuti, 2010).
d. Menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
frekuensinya jarang.
e. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan.
f. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian
dan hebatnya efek samping obat.
g. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
h. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (Syah, 2012).
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) MESO oleh tenaga
kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan
formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran 1).
Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga
kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare).
Siapa yang melaporkan? Tenaga kesehatan, dapat meliputi: dokter, dokter spesialis,
dokter gigi, apoteker, bidan, perawat, dan tenaga kesehatan lain.
Apa yang perlu dilaporkan? Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu
dilaporkan, baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE) maupun
yang sudah pasti merupakan suatu ESO (ADR).
› Digitalis (digoksin)
› Antikonvulsan (fenitoin)
› Aminoglikosida (gentamisin)
› Teofilin
16. Apa saja fasilitas rumah sakit yang bisa diberikan obat indek terapi sempit?
disaat obat/kadar obat berada di atas garis MEC (konsentrasi minimum obat untuk
memberikan efek terapi) atau berada pada rentang MEC dan MTC (konsentrasi/kadar toksik
minimum obat).
Keuntungan dari TDM ini adalah :
1 Mengevaluasi pemberian sejumlah dosis yang diberikan
2 Menghindari toksisitas
3 Membedakan penyebab dari kegagalan terapi, apakah disebabkan dari farmakokinetik atau
dari farmakodinamik. Beda keduanya adalah, Farmakokinetik berbicara tentang
kuantitas atau jumlah sedangkan farmakodinamik erat kaitannya dengan kualitas obat
itu sendiri atau lebih tepatnya ikatan obat dengan reseptor sehingga menghasilkan
efek erapi.
Efektif dalam pembiayaan, maksudnya adalah jika kita lihat untuk kondisi jangka panjang.
Jika pasien tidak di berikan TDM/monitoring terapi obat maka kondisi pasien akan
memburuk, sehingga pasien memerlukan biaya perawatan dan pengobatan yang lebih besar
lagi.
Fungsi : 5 bl