Você está na página 1de 20

ANALISIS KASUS KEPERAWATAN PROFESIONAL

PADA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS CA MAMAE DI BANGSAL CEMPAKA
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Profesional

Disusun oleh :
1. Fikry Ainun Fauzia ( P07120113050)
2. Istitho’ah ( P07120113056)
3. Ratna Mutia Noviani ( P07120113065)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2015
BAB I

PENDAHULUAN

Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi


yang kompleks, padat pakar, dan padat modal. Untuk melaksanakan fungsi yang
demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang
profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Salah
satu tenaga di rumah sakit adalah perawat dengan pelayanan keperawatannya.
Indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif dan efisien adalah tersedianya
tenaga keperawatan yang berkualitas, profesional, sesuai dengan fungsi dan tugas
keperawatan (Depkes, 2002).

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan


bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif
serta ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun
sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia (Lokakarya Keperawatan
Nasional, 1983).

Keperawatan adalah fungsi unik dari perawat membantu individu baik sakit
maupun sehat dalam melakukan segala aktivitasnya untuk mencapai kesehatan
atau kesembuhan atau untuk meninggal dunia dengan tenang yang dapat ia
lakukan sendiri tanpa bantuan apabila cukup kekuatan, harapan atau pengetahuan.
Perawat juga berfungsi membantu hal-hal ini dalam upaya mencapai kemandirian
secepat mungkin (Virginia Henderson, 1958).

Pelayanan keperawatan yang profesional merupakan praktik keperawatan


yang dilandasi oleh nilai-nilai profesional, yang mempunyai otonomi dalam
pekerjaannya, bertanggungjawab dan bertanggung gugat, pengambilan keputusan
yang mandiri, kolaborasi dengan disiplin lain, pemberian pembelaan, dan
memfasilitasi kepentingan klien. Tuntutan terhadap kualitas pelayanan
keperawatan mendorong perubahan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
efektif dan bermutu.

Menurut Nursalam (2008), peran utama perawat profesional adalah


memberikan asuhan keperawatan kepada manusia (sebagai objek utama kajian
filsafat ilmu keperawatan : ontologisme) yang meliputi :

1. memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan dan


kebutuhan klien,
2. perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan, mulai dari pemeriksaan fisik, psikis, dan
spiritual,
3. memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, dan
masyarakat) mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.

Pelayanan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi masalah-


masalah fisik, psikis, dan sosial spiritual pada klien dengan fokus utama
mengubah perilaku klien (pengetahuan, sikap, dan keterampilannya) dalam
mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri.

Karakteristik keperawatan profesional menurut Malkemes (1983) antara lain :

1. otoritas (authority)
2. akuntabilitas (accountability)
3. keputusan mandiri (decision making)
4. kolaborasi (collaboration)
5. pembelaan/dukungan (advocacy)
6. fasilitasi (facilitation)

Dalam menjalankan profesi keperawatan di Indonesia, secara hukum perawat


diatur dengan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014. Namun, profesi
keperawatan juga harus berpegang teguh pada standar dan kode eik keperawatan.
Keperawatan di Indonesia merupakan pelayanan yang diberikan secara
profesional. Keperawatan merupakan profesi bukan sekedar pekerjaan atau
vokasi, hal ini antara lain dinyatakan dengan kalimat ilmu dan kiat keperawatan.
Hal ini bermakna bahwa pelayanan keperawatan yang profesional hanya dapat
dilaksanakan bila pemberi pelayanan keperawatan adalah tenaga keperawatan
yang bertanggung jawab. Tenaga keperawatan yang profesional ditandai dengan
pengetahuan yang mendalam dan sistematis, keterampilan teknis dan kiat yang
diperoleh melalui latihan lama dan teliti, serta pelayanan atau asuhan pada yang
memerlukan berdasarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis tersebut
dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini, yaitu etika profesi.

Oleh karena itu, kami selaku mahasiswa praktik keperawatan melakukan


pengamatan mengenai penerapan keperawan profesional di bangsal Cempaka
RSUD Panembahan Senopati, pada kasus ini dengan judul “Analisis Kasus
Keperawatan Profesional pada Asuhan Keperawatan Klien dengan Diagnosa
Medis Ca Mamae di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati”. Dalam
makalah ini kami membahas ketidaksesuaian antara sikap perawat terhadap klien
berhubungan dengan teori, norma, etika, hukum, konsep standar, dan nilai-nilai
profesi. Mengingat kesadaran masyarakat yang semakin tinggi dan maraknya isu
hukum mengenai pelayanan kesehatan di rumah sakit maka hal ini menjadi sangat
menarik dan penting bagi kami untuk membahasnya. Pembahasan ini bertujuan
agar kita para perawat sadar dan bersedia meningkatkan nilai-nilai
profesionalismenya.
BAB II
KRONOLOGI KASUS

A. Identitas
1. Klien
a. Nama : Ny. SW
b. Umur : 56 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Status Perkawinan : Janda
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Pensiunan
h. Suku/Kebangsaan : Jawa/Indonesia
i. Alamat : Potrobangsan Tengah, Magelang
j. Diagnosa Medis : Nausea and vomiting, Ca mamae
k. Nomor CM : 538***
l. Tanggal Masuk RS : 22 Desember 2014

2. Keluarga/Penanggungjawab
a. Nama : Sdr. YWP
b. Umur : 19 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan :-
e. Alamat : Potrobangsan Tengah, Magelang
f. Hubungan dengan Klien : Anak kandung klien

Kronologi Kejadian tanggal 30 Desember 2014


Waktu Kronologis Peristiwa
08.00 WIB Pada saat operan jaga dari perawat jaga malam kepada perawat jaga
pagi, perawat “H” menyampaikan bahwa Ny. SW mendapatkan
planning pemasangan kateter karena pasien mengeluh sering buang
air kecil terutama pada malam hari dan keluarga meminta agar klien
dipasang DC (kateter).
08.50 WIB Perawat “I” melakukan tindakan perawatan luka ca mamae pada
payudara kanan klien. Perawat tidak mencuci tangan dan tidak
menggunakan sarung tangan steril sebelum melakukan perawatan
luka. Bak instrumen yang digunakan untuk perawatan luka tersebut
sebelumnya telah digunakan untuk merawat luka (ulkus) klien lain.
09.15 WIB Perawat “I” dan perawat “T” hendak melakukan pemasangan DC
(kateter) pada pasien Ny. SW. Akan tetapi, tindakan tersebut
dibatalkan karena perawat melihat adanya luka basah pada vulva dan
sekitar anus klien. Keluarga menyatakan luka pada vulva klien
muncul sejak ±14 hari yang lalu, pada awalnya berupa luka iritasi
(kemerahan) yang kemudian menjadi luka basah. Perawat “T”
segera meminta praktikan “I” menyiapkan peralatan untuk tindakan
vulva hygiene. Praktikan “I” melakukan tindakan perawatan luka
dan vulva hygiene dengan didampingi perawat “I” dan perawat “T”.
11.00 WIB Praktikan melakukan pengkajian mengenai pola kebersihan diri
klien selama dirawat di rumah sakit. Hasil pengkajian :
- Keluarga menyatakan selama dirawat di rumah sakit, klien tidak
mandi. Keluarga mengganti baju klien setiap 1-2 hari sekali.
- Keluarga menyatakan klien tidak pernah menggosok gigi.
Terdapat sariawan pada bibir bawah klien, tetapi belum pernah
dilakukan tindakan oral hygiene.
- Keluarga menyatakan belum pernah mencuci dan menyisir
rambut klien selama dirawat di rumah sakit.
- Keluarga menyatakan tidak pernah membersihkan daerah
genetalia klien. Keluarga menyatakan sungkan dan tidak tahu
cara membersihkan/merawat (luka) daerah genetalia klien karena
ia dan ketiga kakaknya adalah laki-laki.
- Keluarga menyatakan tidak pernah memotong kuku klien. Kuku
tangan dan kaki klien terlihat panjang.
11.30 WIB Praktikan “I” membantu menyisir rambut dan memotong kuku
tangan dan kaki Ny.SW. Praktikan menawarkan untuk melakukan
tindakan oral hygiene, tetapi klien menolak dan meminta dibantu
mengoleskan obat sariawan saja.

Penyelesaian masalah yang sudah dilakukan :


1. Praktikan berusaha memenuhi kebutuhan kebersihan diri klien
dengan melakukan tindakan vulva hygiene didampingi oleh perawat
senior, memotong kuku tangan dan kaki klien, serta menyisir rambut
klien.
2. Praktikan menawarkan untuk melakukan tindakan oral hygiene,
tetapi klien menolak dan meminta dibantu mengoleskan obat
sariawan saja.

B. Identifikasi Masalah
1. Kelalaian (Pelanggaran Standar Prosedur Operasional (SPO)
perawatan luka)
2. Tidak Memenuhi Hak-Hak Klien
3. Assesment Error
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kelalaian (Pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) Perawatan


Luka)
1. Analisa Kasus
Kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada
tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan
dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan
adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan
ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Bentuk-bentuk dari kelalaian antara lain sebagai berikut.
a. Malfeasance, yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum
atau tidak tepat atau layak.
b. Misfeasance, yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang
tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat.
c. Nonfeasance, yaitu tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya.
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah tata cara atau tahapan
yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima
oleh seseorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu
kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes, 1995).
Tujuan pembuatan SOP antara lain :
a. agar petugas menjaga konsistensi pada tingkat kinerja tertentu,
b. agar anggota mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap
posisi dalam organisasi,
c. memperjelas alur tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari
petugas terkait,
d. melindungi organisasi dan staf dari malpraktik atau kesalahan
administrasi,
e. menghindari kegagalan, kesalahan, keraguan, dan inefisiensi.

Fungsi SOP antara lain:


a. memperlancar tugas petugas/tim,
b. sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan,
c. mengetahui dengan mudah hambatan-hambatan,
d. mengarahkan petugas untuk disiplin,
e. sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas/pekerjaan tertentu.

Standar Operasional Prosedur (SOP) Perawatan Luka


a. Pengertian
Merawat luka untuk mencegah trauma (injuri) pada kulit, membran
mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma,
fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
b. Tujuan
1) Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam
kulit dan membran mukosa
2) Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3) Mempercepat penyembuhan
4) Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5) Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6) Mencegah perdarahan
7) Mencegah eksoriasis kulit sekitar drain
c. Persiapan alat
1) Set steril yang terdiri atas :
a) Pembungkus
b) Kapas atau kassa untuk membersihkan luka
c) Tempat untuk larutan antiseptik
d) Larutan antiseptik
e) Dua buah pinset (pinset anatomis dan pinset sirurgis)
f) Gas untuk menutup luka
2) Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : ekstra balutan dan
zalf
3) Gunting
4) Kantong tahan air untuk tempat balutan lama
5) Plester atau alat pengaman balutan
6) Selimut mandi jika perlu, untuk menutup klien
d. Cara kerja
1) Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab
pertanyaan klien.
2) Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak
kecil.
3) Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar.
4) Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan.
Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk
menutup klien jika perlu.
5) Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau.
Bisa dipasang pada sisi tempat tidur.
6) Angkat plester atau pembalut.
7) Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari
kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk
melepaskan jika perlu.
8) Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan
kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab.
Angkat balutan menjauhi klien.
9) Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
10) Buka set steril
11) Tempatkan pembungkus steril di samping luka
12) Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan
jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi.
Jika gas dililitkan pada drain gunakan 2 buah pinset, satu untuk
mengangkat gas dan satu untuk memegang drain.
13) Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan, dan keadaan
luka.
14) Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi
ujung pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah
memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.
15) Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri
dan kapas dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset
ujungnya labih rendah daripada pegangannya. Gunakan satu
kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain :
a) Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari
tengah keluar
b) Jika ada drain bersihkan sesudah insisi
c) Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer,
bersihkan dari tengah luka ke arah luar, gunakan pergerakan
melingkar.
16) Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
17) Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan
gunakan alat steril.
18) Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut.
19) Amankan balutan dengan plester atau pembalut.
20) Bantu klien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.
21) Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan
kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik.
22) Cuci tangan
23) Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada
perawat yang bertanggung jawab. Catat penggantian balutan,
kaji keadaan luka dan respon klien.
Membersihkan Daerah Drain
1) Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip
membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang
terkontaminasi karena drain yang basah memudahkan
pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak
mengalami kontaminasi.
2) Jika letak drain ditengah luka insisi dapat dibersihkan dari
daerah ujung ke daerah pangkal ke arah drain. Gunakan kapas
yang lain.
3) Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik.

Dalam kasus ini, perawat melakukan tindakan perawatan luka


ca mamae belum sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang berlaku terutama berhubungan dengan prinsip steril.
Pelanggaran protap atau SOP ini termasuk ke dalam jenis kelalaian
misfeasance. Pada tindakan perawatan luka, set steril berupa bak
instrumen steril berisi 2 buah pinset steril (pinset anatomis dan pinset
sirurgis), kom, gunting steril, sarung tangan steril, dan kassa steril
secukupnya seharusnya digunakan satu kali (satu bak instrumen untuk
satu klien). Namun, dalam kasus ini satu bak instrumen digunakan
untuk beberapa klien. Perawat tidak mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan perawatan luka dan tidak memakai sarung
tangan steril pada saat merawat luka klien. Perawat tidak
mengganti sarung tangan yang ia gunakan pada saat merawat luka
klien lain dengan sarung tangan yang baru. Pelanggaran SOP ini
berkaitan pula dengan aspek patient safety yang diatur dalam pasal 43
UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 tentang keselamatan pasien
(patient safety) karena tindakan perawatan luka yang dilakukan pada
beberapa pasien/klien dengan satu bak instrumen dan sarung tangan
yang tidak diganti memperbesar kemungkinan akan terjadinya infeksi
nosokomial.
2. Rekomendasi
a. Dalam melakukan tindakan keperawatan, perawat seharusnya
berpedoman pada Standar Operasional Prosedur (SOP) atau protap
yang berlaku dan telah disepakati oleh institusi.
b. Penempatan buku protap khususnya perawatan luka yang tepat agar
bisa dibaca semua perawat, misalnya SOP perawatan luka dicetak
secara khusus, kemudian ditempelkan di ruang jaga perawat (nurse
station) agar sewaktu-waktu perawat dapat membaca SOP tersebut
sehingga meminimalisir adanya kelalaian dalam melakukan tindakan
keperawatan.
c. Kepala ruang maupun Primary Nurse (PN) sebaiknya senantiasa
mengingatkan perawat pelaksana untuk bekerja sesuai protap atau
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.
d. Peningkatan kesadaran perawat untuk mempertahankan tindakan
perawatan luka sesuai prosedur terutama prinsip steril.
e. Peningkatan kesadaran perawat untuk memperhatikan patient safety
berhubungan dengan infeksi nosokomial.

B. Tidak Memenuhi Hak-Hak Klien


1. Analisa Kasus
Hak adalah tuntutan seorang terhadap sesuatu yang merupakan
kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas, dan legalitas.
Sementara, kewajiban adalah tanggung jawab seseorang untuk melakukan
sesuatu yang memang harus dilakukan agar dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan haknya. Hak dan kewajiban pasien diatur dalam Surat
Edaran Dirjen Pelayanan Medis No. YM.02.04.3.5.2504 tentang pedoman
Hak Kewajiban Pasien, Dokter, Rumah Sakit.
Peranan hak antara lain :
a. Mengekspresikan kekuasaan dalam konflik
b. Pembenaran pada suatu tindakan
c. Menyelesaikan perselisihan
Jenis-jenis hak antara lain :
a. Hak Kebebasan
b. Hak Kesejahteraan
c. Hak Legislatif
Pasien merupakan penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah
sakit baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Hak pasien antara
lain sebagai berikut.
1) Hak atas informasi. Pasien berhak memperoleh informasi
mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit. Pasien berhak untuk mendapatkan informasi dari dokter
tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatannya
meliputi : penyakit yang diderita, tindakan medis yang akan
dilakukan, kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan
tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, alternatif terapi
lainnya, prognosisnya, dan perkiraan biaya pengobatan
2) Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur.
3) Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu
sesuai dengan standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan
tanpa diskriminasi .
4) Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar
profesi keperawatan
5) Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
di rumah sakit.
6) Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas
menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur
tangan dari pihak luar.
7) Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang
terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap
penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang
merawatnya.
8) Hak atas rahasia kedokteran. Pasien berhak atas privasi dan
kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya.
9) Pasien berhak menyetujui atau memberikan izin atas tindakan
yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit
yang dideritanya
10) Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan
terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan
atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi
yang jelas tentang penyakitnya.
11) Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
12) Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama dan
kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu
pasien lainnya.
13) Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di rumah sakit.
14) Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas
perlakuan-perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.
15) Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moral
maupun spiritual.

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang


didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin
membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Watson (1979)
menyatakan bahwa human care terdiri dari upaya untuk melindungi,
meningkatkan, dan menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan
dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan
keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan
dan pengendalian diri.
Dalam kasus ini, klien sudah masuk rumah sakit sejak tanggal 22
Desember 2014, sampai tanggal 30 Januari 2014 klien tidak mandi,
klien tidak bisa melakukan kebutuhan mandi secara mandiri dan
memotong kuku. Klien mengalami defisit self care. Perawat yang
merawat klien selama 9 hari tidak memenuhi kebutuhan
kebersihan diri klien. Padahal, klien berhak mendapatkan
kesejahteraan, keamanan, dan kenyamanan selama dirawat di rumah
sakit. Dalam pernyataan di atas disebutkan bahwa pasien berhak
mendapatkan asuhan keperawatan standar profesi keperawatan.
Sehingga, perawat mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi hak
klien untuk mendapatkan asuhan keperawatan secara maksimal
termasuk mendapatkan bantuan dalam melakukan perawatan
kebersihan diri (personal hygiene).

2. Rekomendasi
a. Perawat seharusnya memenuhi hak klien dalam asuhan
keperawatan sesuai standar profesional untuk mendapatkan hak
kesejahteraan, yaitu mendapatkan hak atas perawatan diri.
b. Sebagai orang yang paling dekat dengan klien, perawat seharusnya
dapat memahami masalah pasien secara komprehensif dan
melakukan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dapat memberikan kepuasan pada
klien.

C. Assesment Error
1. Analisa Kasus
Praktik keperawatan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan
sistem pengaturan serta pengendaliannya melalui perundang-undangan
keperawatan (nursing act), dimanapun perawat itu bekerja (PPNI, 2010).
Standar keperawatan merupakan uraian pernyataan tingkat kinerja yang
diinginkan sehingga kualitas struktur, proses, dan hasil dapat dinilai.
Standar praktik keperawatan profesional terdiri dari:
a. Standar praktik profesional
1) Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam
proses keperawatan proses keperawatan yang bertujuan
untuk mendapatkan data tentang tingkat kesehatan klien
yang digunakan untuk merumuskan masalah klien dan
rencana tindakan. Metode pengumpulan data yang
digunakan harus dapat menjamin pengumpulan data yang
sistematis dan lengkap, diperbaharuinya data dalam
pencatatan yang ada, kemudahan memperoleh data, dan
terjaganya kerahasiaan. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, data
penunjang pemeriksaan laboratorium, dan uji diagnosa dan
catatan lain dari tim kesehatan. Data hasil pengkajian
dicatat dan dianalisis sesuai standar dan format yang ada,
akurat, terkini, serta relevan sesuai kebutuhan klien.
2) Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan
rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai
pencegahan, peningkatan, dan penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan klien.
3) Perencanaan keperawatan
Perawat membuat perencanaan keperawatan untuk
mengatasi masalah kesehatan : pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, penyembuhan, dan pemulihan.
4) Implementasi keperawatan
Perawat mengimplementasikan rencana keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
keberhasilannya ditentukan antara lain oleh partisipasi
klien.
5) Evaluasi
Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dalam
perencanaan dan memodifikasi atau merevisi rencana.
b. Standar kinerja profesional, meliputi jaminan mutu, pendidikan,
penilaian kinerja, kesejawatan, etik, kolaborasi, riset, dan
pemanfaatan sumber sumber.

Cafee (1991) mengidentifikasi tiga area yang memungkinkan perawat


beresiko melakukan kesalahan, yaitu :
a. Tahap pengkajian keperawatan (assessment error)
Assesment error termasuk kegagalan mengumpulkan data atau
informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan
mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien
yang membutuhkan tindakan segera.
b. Perencanaan keperawatan (planning error)
Planning error termasuk kegagalan mencatat masalah pasien dan
kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan, kegagalan
mengomunikasikan secara efektif rencana asuhan keperawatan
yang telah dibuat, kegagalan memberikan asuhan keperawatan
secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi dari
perencanaan keperawatan, dan kegagalan memberikan instruksi
yang dapat dimengerti oleh pasien.
c. Tindakan keperawatan (intervention error)
Intervention error termasuk kegagalan menginterpretasikan dan
melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan
keperawatan secara hati-hati, dan kegagalan mengikuti/mencatat
order/pesan dari dokter atau penyelia.
Dalam kasus ini, perawat melakukan kesalahan pada tahap
pengkajian keperawatan dimana data yang diperoleh kurang
mencerminkan data akurat, terkini, dan relevan sesuai kebutuhan klien.
Perawat menemukan adanya luka pada vulva klien setelah klien dirawat di
rumah sakit selama 9 hari (pada saat akan melakukan tindakan
pemasangan keteter), padahal luka pada vulva klien sudah ada sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Apabila data mengenai adanya luka pada
vulva klien didapat pada saat klien masuk ke rumah sakit, maka tindakan
penanganan dapat segera dilakukan dan luka tidak semakin bertambah
parah.

2. Rekomendasi
Dalam melakukan pengkajian keperawatan, perawat sebaiknya
memperhatikan standar praktik profesional pengkajian keperawatan agar
didapatkan data masalah pasien yang akurat, terkini, dan relevan sesuai
kebutuhan klien sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan secara
komprehensif dalam mengatasi masalah klien.
BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan hasil identifikasi, analisa masalah, dan pembahasan dengan


menggunakan teori, norma, etika, hukum, standar, dan nilai esensial keperawatan
maka agar klien yang sedang dirawat di rumah sakit dapat menerima hak sesuai
kebutuhan kesehatannya kami dapat menyimpulkannya :
1. Petugas kesehatan khususnya perawat harus dapat memahami dan
melaksanakan atau bekerja sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP)
atau protap institusi pelayanan yang telah disepakati dan ditetapkan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
2. Perawat harus dapat memenuhi hak pasien sesuai dengan kebutuhan
kesehatannya karena pasien merupakan penerima jasa pelayanan
kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
3. Pengkajian keperawatan yang komprehensif dan menyeluruh sesuai
standar praktik profesional harus dilakukan agar didapatkan data masalah
pasien yang akurat, terkini, dan relevan sesuai kebutuhan klien, terutama
masalah yang memerlukan penanganan segera.

Você também pode gostar