Você está na página 1de 46

USULAN PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN

PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP PENURUNAN

KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR

II. RUANG LINGKUP PENELITIAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronik yang

memerlukan waktu perawatan lama, pembiayaan perawatan yang sangat mahal,

selain itu prevalensi diabetes mellitus juga terus meningkat. Menurut World

Health Organization (2014), secara global diperkirakan 422 juta orang dewasa

hidup dengan diabetes mellitus dan diperkirakan akan terjadi peningkatan pada

tahun 2035 menjadi 592 juta jiwa penderita. Prevalensi diabetes mellitus

meningkat lebih cepat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah

daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2014).

Menurut International Diabetes Federation (2015), Indonesia menempati

peringkat ke tujuh untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia

1
bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko

dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta. Prevalensi

Diabetes di Indonesia maningkat menjadi 6,9% dari total jumlah penduduk

(WHO, 2014). Di Sulawesi selatan berdasarkan hasil Rikesdas tahun 2014,

prevalensi diabetes yang didiagnosis dokter sebesar 3,4%. Prevalensi diabetes

yang didiagnosis dokter tertinggi terdapat di Kota Makassar sebesar 2,5%,

kemudian Kabupaten Toraja Utara sebesar 2,3%, dan Kota Palopo 2,1%.

Prevalensi diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat

sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung

menurun (Dinkes Sulsel, 2015).

Berdasarkan data di surveilans penyakit tidak menular bidang P2PL Dinas

Kesehatan Kota Makassar (2015), terdapat pasien diabetes mellitus dengan

kasus baru sebanyak 21.018 kasus, 57.087 kasus lama dengan 811 kematian

akibat diabetes mellitus sepanjang tahun (Dinkes Kota Makassar, 2016).

Peningkatan jumlah penderita diabetes diakibatkan karena banyak faktor

penyebab, diantaranya karena kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat, misalnya

mengkonsumsi makanan berlemak sehingga menimbulkan obesitas, dan

berkurangnya aktivitas fisik seperti olahraga yang membuat metabolisme dalam

tubuh tidak sempurna sehingga tidak terkontrolnya kadar glukosa (Perkeni,

2010).

Menurut Tjokroprawiro (2007) dikutip dalam Priyanto (2012), komplikasi

diabetes mellitus dapat muncul secara akut, dua komplikasi akut yang paling

2
sering terjadi adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetikum. Komplikasi

yang lain muncul secara kronik yang timbul secara perlahan dan kadang tidak

diketahui tetapi akhirnya berangsur menjadi semakin berat dan membahayakan.

Komplikasi ini meliputi, makrovaskuler, mikrovaskuler dan diabetic retinopati,

nephropathy, ulkus kaki diabetic, neuropathy atau kerusakan saraf. Komplikasi

yang paling sering adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak

bawah yang disebut kaki diabetik atau diabetic foot. Dalam kondisi kaki

diabetik yang terjadi adalah kelainan persarafan neuropati, perubahan

struktural, tonjolan kulit kalus, perubahan kulit dan kuku, luka pada kaki,

infeksi dan kelainan pembuluh darah (Buchman, 2009 dalam Priyanto, 2012).

Upaya pengelolaan diabetes yang baik dalam mengontrol kadar glukosa

darah yaitu dengan melakukan 4 pilar yaitu, terapi gizi medis, aktivitas

fisik/latihan jasmani, intervensi farmakologis, dan edukasi (American Diabetes

Association, 2010). Komponen latihan jasmani atau olahraga sangat penting

dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar

glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan

memperbaiki pemakaian insulin (Ruben, Rottie, & Karundeng, 2016). Latihan

jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah dan membuat

pembuluh kapiler terbuka sehingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan

reseptor menjadi lebih aktif yang akan berpengaruh terhadap penurunan kadar

glukosa darah pada pasien diabetes (Sunaryo & Sudiro, 2014).

3
Menurut American Diabetes Assiciation (2010), salah satu latihan jasmani

atau olahraga yang dianjurkan adalah senam kaki diabetes. Senam ini bertujuan

untuk melancarkan peredaran darah sehingga nutrisi kejaringan lebih lancar,

memperkuat otot-otot kecil, otot betis, dan otot paha, serta mengatasi

keterbatasan gerak sendi yang sering dialami oleh penderita diabetes mellitus.

Senam direkomendasikan dilakukan dengan intensitas moderat (60-70

maksimum heart rate), durasi 30-60 menit dengan frekuensi 3-5 kali perminggu

dan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut tidak melakukan senam.

Hasil penelitian yang dilakukan Fauzi pada tahun (2013) menunjukkan

bahwa senam kaki diabetes yang dilakukan secara rutin 3-5 kali dalam

seminggu efektif dalam menurunkan kadar glukosa penderita diabetes mellitus.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Ruben, Rottie, dan Karundeng tahun

(2016), juga memperoleh yang sama yaitu dengan melakukan aktifitas senam

kaki secara rutin berpengaruh terhadap perubahan kadar glukosa darah pada

pasien diabetes. Senam kaki dapat menurunkan kadar glukosa melalui

peningkatan ambilan glukosa otot, jika pada senam kaki lebih mengkatkan kerja

otot ekstremitas bawah terutama ankle dan jari-jari kaki. Idealnya pelaksanaan

senam kaki diabetes dapat menurunkan kadar glukosa darah jika dilaksanakan

secara rutin (Hikmasari, 2016).

Pengambilan data awal yang dilakukan di Puskesmas Kassi-Kassi,

menunjukkan bahwa jumlah pasien diabetes mellitus pada tahun 2016 sebanyak

783 orang, dan pada tahun 2017 jumlah pasien diabetes mellitus dari bulan

4
Januari sampai September sebanyak 891 orang pasien. Khusus untuk bulan

September tahun 2017 jumlah pasien diabetes mellitus sebanyak 189 pasien

dengan diabetes mellitus tipe II sebanyak 33 pasien. (Rekam Medik Puskesmas

Kassi-kassi, 2017). Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas Puskesmas

setempat mengatakan bahwa pengelolaan pasien diabetes mellitus masih kurang

diperhatikan, penderita diabetes yang datang ke Puskesmas sebatas

memeriksakan kadar glukosa dan selanjutnya diberikan obat-obatan. Selain itu

mereka diikutkan senam diabetes mellitus yang pelaksanaannya dilakukan dua

kali dalam sebulan, akan tetapi tidak sepenuhnya diikuti secara rutin oleh

keseluruhan pasien. Sementara untuk penanganan diabetes mellitus selain

mengkonsumsi obat-obatan dan mengatur pola makan sehari-hari, juga

dibutuhkan aktivitas fisik yang rutin salah satunya senam kaki diabetes yang

dibutuhkan pasien.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis perlu melakukan penelitian

untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh senam kaki diabetes terhadap

penurunan kadar glukosa darah pasien diabetes mellitus tipe II.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka

dirumuskan masalah penelitian yaitu: “Apakah ada pengaruh senam kaki

diabetes terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus

tipe II di Wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi Makassar ?”

5
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh senam kaki diabetes terhadap penurunan kadar

glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah kerja

Puskesmas Kassi-Kassi Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebelum dan sesudah melakukan

senam kaki diabetes di Wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar.

b. Untuk mengetahui perbedaan kadar glukosa darah antara kelompok

intervensi yang melakukan senam kaki diabetes 3 kali seminggu dengan

kelompok kontrol yang melakukan senam kaki 2 kali dalam seminggu di

Wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Sebagai bahan kajian pustaka dan bahan bacaan dan rujukan untuk

penelitian-penelitian selanjutnya terkait pelaksanaan Senam kaki diabetes

untuk pasien Diabetes mellitus.

2. Manfaat Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan

institusi pendidikan dan institusi pelayanan keperawatan terkait perawatan

dan pengelolaan pasien diabetes mellitus dan pelaksanaan senam kaki

diabetes .

6
3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan penulis dan

para pembaca terkait perawatan pasien diabetes mellitus dengan menerapkan

senam kaki diabetes.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Menurut Rendi & Margareth (2012), diabetes mellitus adalah keadaan

hiperglikemia kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat

gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada

mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus klinis adalah

suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak

semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya

efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

Diabetes mellitus tipe 2 dikarakteristikkan dengan hiperglikemia,

resistensi insulin dan kerusakan relative (Soegondo, Seowondo & Subekti,

2009 dalam Damayanti, 2015). Menurut Smeltzer et al (2008) dikutip dalam

Damayanti (2015), dalam kondisi normal sejumlah glukosa dari makanan

akan bersirkulasi di dalam darah, kadar glukosa dalam darah diatur oleh

insulin, yaitu hormon yang diproduksi oleh pankreas, berfungsi mengontrol

kadar glukosa dalam darah dengan cara mengatur pembentukan dan

7
penyimpanan glukosa. Pada pasien diabetes mellitus, sel-sel dalam tubuh

berhenti berespon terhadap insulin atau pankreas berhenti memproduksi

insulin, ini mengakibatkan hiperglikemia sehingga dalam waktu tertentu

dapat menyebabkan komplikasi metabolik akut, selain itu dalam jangka

panjang hiperglikemia menyebabkan komplikasi makrovaskuler, komplikasi

mikrovaskuler dan komplikasi neuropatik.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain:

a. Tipe I: Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

Diabetes mellitus tipe ini dikenal sebagai diabetes yang tergantung

insulin. Tipe ini berkembang jika tubuh tidak mampu memproduksi

insulin. Jenis ini biasanya muncul sebelum usia 40 tahun. Menurut

Smeltzer & Bare (2002) dikutip dalam Rendy & Margareth (2012),

diabetes mellitus tipe ini disebabkan oleh faktor genetik dimana penderita

diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu

predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes

mellitus tipe I. kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang

memiliki tipe antigen HLA. Faktor imunologi yaitu adanya respon

autoimun yang merupakan respons dimana antibodi terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu auto antibody

terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen. Faktor lingkungan

8
dimana virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta.

b. Tipe II: Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

Diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin dan terjadi akibat

penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin). Hal ini

disebabkan karena turunnya kemampuan insulin untuk meransang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi

insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relative insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada

ransangan glukosa. Akan tetapi ransangan glukosa bersama bahan

peransang sekresi insulin lain, berarti sel pankreas mengalami

desensitisasi terhadap glukosa (Priyanto, 2012).

c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

lainnya.

Diabetes mellitus tipe ini dapat disebabkan oleh faktor atau kondisi

lainnya seperti: subtipe genetik spesifik, biasanya disebut Maturity-onset

diabetes of the young (MODY), defek genetik yang terjadi akibat

disfungsi sel beta, perbedaan encoding reseptor isulin. Penyakit eksokrin

pada pankreas berkaitan dengan agenesis pankreas yaitu insulin promoter

faktor 1 mengalami gangguan. Toksik dengan pemakaian bahan-bahan

kimia dan obat-obatan dalam jangka panjang mengakibatkan encoding

9
kromosom dan reseptor berubah. Diabetes mellitus dapat juga disebabkan

oleh yang berkaitan dengan imunitas tubuh autoantibodi.

d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Merupakan suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau

diketahui pertama kali saat kehamilan berlansung (Fauzi, 2014). Definisi

ini juga mencakup pasien yang sebetulnya masih mengidap diabetes

mellitus tetapi belum terdeteksi, dan baru diketahui saat kehamilan

berlansung. Faktor resiko diabetes mellitus gestasional ialah abortus

berulang, riwayat melahirkan anak meninggal tanpa sebab yang jelas,

riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan, pernah melahirkan

bayi lebih dari 4000 gram, pernah pre-eklampsia, poli hidramnion. Faktor

predisposisi diabetes mellitus gestasional adalah umur ibu hamil lebih

dari 30 tahun, riwayat diabetes mellitus dalam keluarga, pernah

mengalami diabetes mellitus gestasional pada kehamilan sebelumya,

infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil (perkeni, 2010).

3. Etiologi

Menurut Rendi & Margareth (2012), penyebab diabetes mellitus

disebabkan karena:

a. Diabetes mellitus tergantung insulin

1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah

10
terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada

individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)

tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

2) Faktor immunologi

Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini

merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai

contoh hasil; penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin

tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan

destruksi sel β pankreas.

b. Diabetes mellitus tak tergantung insulin

Secara pasti penyebab dari diabetes mellitus tipe 2 ini belum

diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam

proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes mellitus tak tergantung

insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.

DMTTI atau diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan dalam

sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak

terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin

11
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan

transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan

diabetes mellitus tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin

dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah

tempat reseptor yang responsive insulin pada membran sel. Akibatnya

terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin

dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat

dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan

sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak

lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.

4. Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Menurut WHO (2014), kriteria diagnostik pengukuran kadar glukosa darah

yaitu:

a. Glukosa darah sewaktu (GDS)

Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan makan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang

tersebut.

b. Glukosa darah puasa (GDP)

Pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setelah pasien melakukan

puasa selama 8-10 jam.

12
c. Glukosa darah 2 jam post prandial (GDPP)

Pemeriksaan glukosa yang dihitung 2 jam setelah pasien menyelesaikan

makan.

Tabel 1. Konsentrasi Glukosa Darah

Tes Glukosa Normal Pradiabetes Diabetes


darah
GDS < 110 mg/dL >110-140 mg/dL >140 mg/dL

GDP < 110 mg/dL 110-125 mg/dL >126 mg/dL

GDPP < 110 mg/dL 110-199 mg/dL >200 mg/dL

5. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Faktor resiko diabetes melitus dibagi menjadi faktor yang dapat diubah

dan faktor yang tidak dapat diubah, sebagai berikut :

a. Faktor resiko yang dapat diubah

Faktor resiko yang dapat diubah yaitu berat badan berlebih atau

obesitas, glukosa tinggi, tekanan darah tinggi, kurang aktifitas dan

merokok. Obesitas berhubungan dengan besarnya lapisan lemak dan

adanya gangguan metabolik. Kelainan metabolik tersebut umumnya

berupa resistensi terhadap insulin yang muncul pada jaringan lemak yang

luas. Sebagai kompensasi akan dibentuk insulin yang lebih banyak oleh

sel beta pankreas sehingga mengakibatkan hiperinsulinemia.

13
Obesitas berhubungan pula dengan adanya kekurangan reseptor

insulin pada otot, hati, monosit dan permukaan sel lemak. Hal ini akan

memperberat resistensi terhadap insulin. Glukosa tinggi yang tidak

ditatalaksana dapat menyebabkan kerusakan saraf, masalah ginjal atau

mata, penyakit jantung, serta stroke (Fauzi, 2014). Hal-hal yang dapat

meningkatkan glukosa dapat berupa; makanan atau snack dengan

karbohidrat yang lebih banyak dari biasanya, kurangnya aktivitas fisik,

infeksi atau penyakit lain, perubahan hormon, misalnya selama

menstruasi, dan stress. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai

glukosa tinggi adalah pemeriksaan glukosa puasa (GDP). Seseorang

dikatakan menderita diabetes apabila kadar GDP =126 mg/dl (Perkeni,

2010).

Tekanan darah tinggi yang menyebabkan jantung akan bekerja lebih

keras dan resiko untuk penyakit jantung dan diabetes lebih tinggi.

Aktifitas fisik dapat bermanfaat dalam mengontrol diabetes melitus dan

tidak menyebabkan resiko terjadinya hipoglikemia saat beraktivitas

(Black & Hawks, 2014).

b. Faktor resiko yang tidak dapat diubah

Faktor resiko yang tidak dapat diubah menurut Fauzi (2014) yaitu

usia, ras, suku bangsa, jenis kelamin, riwayat keluarga. Bertambahnya

usia menyebabkan risiko diabetes dan penyakit jantung semakin

14
meningkat. Kelompok usia yang menjadi faktor risiko diabetes adalah

usia lebih dari 45 tahun.

Ras dan suku bangsa, dimana bangsa Amerika Afrika, Amerika

Meksiko, Indian, Amerika, Hawaii, dan sebagian Amerika Asia memiliki

risiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian

disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas, dan

diabetes pada populasi tersebut. Jenis kelamin yang memungkinan pria

menderita penyakit jantung lebih besar daripada wanita. Namun, jika

wanita telah menopause maka kemungkinan menderita penyakit jantung

pun ikut meningkat meskipun prevalensinya tidak setinggi pria. Riwayat

Keluarga yang salah satu anggota keluarganya menyandang diabetes

maka kesempatan untuk menyandang diabetes pun meningkat.

6. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Patologi diabetes melitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek

utama kekurangan insulin sebagai berikut: (1) Pengurangan penggunaan

glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa

darah setinggi 300 ampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi

lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan

metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang

mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan

tubuh. Beberapa masalah patofisiologi pada diabetes melitus yang tidak

mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes melitus. Bila

15
jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat

kira-kira diatas 225 mg/menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai

dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap

menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat

melebihi 180 mg%. Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme

karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan

hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto-asetat dan asam

bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter

sampai setinggi 10 Meq/Liter (Priyanto, 2012).

7. Manifestasi Klinik

Menurut Priyanto (2012), gejala yang lazim terjadi, pada diabetes melitus

sebagai berikut:

a. Poliuri (banyak kencing). Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa

darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa

sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan

dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsi (banyak minum). Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak

dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk

mengimbangi klien lebih banyak minum.

c. Poliphagi (banyak makan). Hal ini disebabkan karena glukosa tidak

sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk

memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak

16
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada

pembuluh darah.

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini

disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka

tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain

yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh

selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh

termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan

diabetes melitus walaupun banyak makan akan tetap kurus.

e. Mata kabur, hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa-

sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat

terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan

pembentukan katarak.

8. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang mendukung diabetes melitus adalah

peningkatan glukosa darah sesuai dengan kriteria diagnostik WHO, jika

glukosa plasma sewaktu (random)>200mg/dl (11,1 mmol/L), Glukosa

plasma puasa >126 mg/dl (7,8 mmol/L), dan glukosa plasma dari sampel

yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2

jam post-prandial/ pp >200mg/dl). Pemeriksaan lain adalah aseton plasma

yang positif, asam lemak bebas (kadar lipid dan kolesterol) meningkat,

elektrolit lebih banyak dibandingkan pada keadaan yang normal yang

17
berkaitan dengan poliuri, maka peningkatan atau penurunan nilai elektrolit

perlu dipantau melalui pemeriksaan laboratorium (Price, 2005; Priyanto,

2012)

Retensi air, natrium dan kalium mengakibatkan stimulasi aldosteron

dalam sistem sekresi urinarius. Natrium dapat normal, meningkat atau

menurun. Kalium dapat normal atau peningkatan semu, selanjutnya akan

menurun. Sedangkan fosfor lebih sering menurun. Gas darah arteri biasanya

menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik).

Trombosit darah Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis. Pada

urine, gula dan aseton positif. Berat jenis atau osmolalitas mungkin

meningkat. Kultur dan sensitifitas kemungkinan infeksi pada saluran kemih,

infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

9. Penatalaksanaan

Kontrol glukosa darah merupakan hal yang terpenting di dalam

penatalaksanaan diabetes melitus. Pada Diabetes Control and Complication

Trial (DCCT) dan UKProspective Diabetes Study (UKPDS) telah terbukti

bahwa pengendalian glukosa darah yang baik berhubungan dengan

menurunnya kejadian retinopati, nefropati, dan neuropati (Sutedjo, 2010).

Menurut Tjokronegoro (2002) dikutip dalam Priyanto 92012), menjelaskan

penatalaksanaan diabetes melitus tujuan utama penatalaksanaan klien dengan

diabetes melitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah

timbulnya komplikasi akut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes

18
yang dideritanya, ia akan terhindar dari hiperglikemia atau hipoglikemia.

Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor

aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hiperglikemik

oral dan insulin. Beberapa pelaksanaan diabetes melitus adalah:

a. Perencanaan makanan

Tahap pertama dalam perencanaan makan adalah mendapatkan

riwayat diet untuk mengidentifikasi kebiasaan makan pasien dan gaya

hidupnya. Tujuan yang paling penting dalam penatalaksanaan diet bagi

penderita diabetes adalah pengendalian asupan kalori total untuk

mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan

pengendalian kadar glukosa darah. Persentase kalori yang berasal dari

karbohidrat, protein, dan lemak. Distribusi kalori dari karbohidrat saat ini

lebih dianjurkan dari pada protein dan lemak. Sesuai dengan standar

makanan berikut ini, makanan yang berkomposisi karbohidrat 60-70%,

protein 10-15%, dan lemak 20-25% inilah makanan yang dianjurkan pada

pasien diabetes (Dewi, 2014).

b. Perencanaan latihan jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu prinsip dalam

penatalaksanaan penyakit diabetes melitus. Kegiatan jasmani sehari-hari

dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30

menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes. Latihan

jasmani yang dimaksud adalah berjalan, bersepeda santai, jogging senam

19
dan berenang. Latihan jasmani ini sebaiknya disesuaikan dengan umur

dan status kesegaran jasmani. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan

kegiatan yang kurang memerlukan pergerakan, seperti menonton televisi

(Perkeni, 2010).

c. Intervensi farmakologi

Menurut Perkeni, ada beberapa intervensi yang dapat diberikan

kepada pasien diabetes melitus seperti obat pemicu sekresi insulin;

sulfonilurea yang bekerja meningkatkan sekresi insulin. Salah satu

contohnya yaitu klorpropamid, biasanya dosis yang diberikan adalah 100-

250 mg/tab. Adapun cara kerja sulfonilurea ini utamanya adalah

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, meningkatkan

performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak,

meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin

transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak, serta penurunan

produksi glukosa oleh hati. Cara kerja obat ini pada umumnya melalui

suatu alur kalsium yang sensitive terhadap ATP.

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama

dengan sulfonilurea dengan meninngkatkan sekresi insulin fase pertama

yang terdiri dari dua macam obat, yaitu repaglinid dan nateglinid.

Dosisnya, untuk repaglinid 0,5 mg/tab dan untuk nateglinid 120 mg/tab.

Selain obat pemicu insulin diberikan juga obat penambah sensitifitas

terhadap insulin, seperti methformin bekerja untuk mengurangi produksi

20
glukosa hati, metformin ini tidak merangsang sekresi insulin dan

menurunkan kadar glukosa darah sampai normal (euglikemia) dan tidak

pernah menyebabkan hipoglikemia. Methformin menurunkan glukosa

darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot.

Methformin menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi

glikogenolisis dan glukoneogenesis dan juga dapat menurunkan kadar

trigliserida, LDL kolesterol dan kolesterol total. Biasanya dosis yang

digunakan adalah 500-850 mg/tab (Perkeni, 2010).

Thiazolindion dapat diberikan untuk mengurangi resistensi insulin

yang berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma,

suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak yang terbagi atas dua

golongan yaitu pioglitazon dan rosiglitazon yang memiliki efek

menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah pentranspor

glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Dosisnya

untuk pioglitazon adalah 15-30 mg/tab dan untuk rosiglitazon 4 mg/tab.

Pengobatan yang selanjutnya adalah terapi insulin. Berdasarkan cara

kerjanya insulin ini dibagi tiga yaitu; Insulin yang kerja cepat contohnya

insulin reguler bekerja paling cepat dan kadar glukosa dapat turun dalam

waktu 20 menit, insulin kerja sedang contohnya insulin suspense, dan

insulin kerja lama contohnya insulin suspensi seng.

21
d. Edukasi

Penyuluhan kesehatan pada penderita diabetes melitus merupakan

suatu hal yang amat penting dalam regulasi glukosa penderita diabetes

melitus dan mencegah atau setidaknya menghambat munculnya penyulit

kronik maupun penyulit akut yang ditakuti oleh penderita. Dalam hal ini

diperlukan kerjasama yang baik antara penderita diabetes melitus dan

keluarganya dengan para pengelola/ penyuluh yang dapat terdiri dari

dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga lain. Untuk dapat menyuluh, dengan

sendirinya para penyuluh harus benar-benar dapat memahami dan

menyadari pentingnya pendidikan kesehatan diabetes melitus serta

mampu menyusun serta menjelaskan materi penyuluhan yang hendak di

sampaikan kepada penderita. Dalam penyampaian materi penyuluhan

tersebut, fasilitator dapat memakai bermacam-macam sarana seperti

ceramah, seminar, diskusi kelompok dan sebagainya. Semuanya itu

tujuannya untuk mengubah pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan

perilaku (behaviour). Perubahan perilaku inilah yang paling sukar

dilaksanakan (Price, 2005).

Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes penyakit yang

berhubungan dengan gaya hidup. Pengobatan diabetes memerlukan

keseimbangan antara beberapa kegiatan yang merupakan bagian integral

dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur bekerja dan lainnya.

Pengaturan jumlah serta jenis makanan serta olah raga oleh penderita

22
serta keluarganya. Berhasilnya pengobatan diabetes tergantung pada kerja

sama antara petugas kesehatan dengan penderita dan keluarganya.

Penderita yang mempunyai pengetahuan cukup tentang diabetes,

kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan

kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama (Price, 2005).

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluha

diabetes antara lain:

1. Agar orang dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan. Kualitas

hidup sudah merupakan kebutuhan bagi seseorang, bukan hanya

kuantitas, seseorang yang bertahan hidup, tetapi dalam keadaan tidak

sehat akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan keluarga.

2. Untuk membantu penderita agar mereka dapat merawat dirinya sendiri

sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi, selain itu

juga jumlah hari sakit dapat ditekan.

3. Agar penderita dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya didalam

masyarakat.

4. Agar penderita dapat lebih produktif dan bermanfaat.

5. Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi,

keluarga ataupun secara nasional.

Penyuluhan diabetes melitus dapat dilakukan untuk pencegahan

primer, sekunder dan tersier. Adapun pada penyuluhan pencegahan

primer, dilakukan terhadap orang-orang yang belum menderita diabetes

23
melitus tetapi beresiko untuk menderita. Untuk pencegahan primer ini

tentu saja kita harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh pada

timbulnya diabetes mellitus dan berusaha mengeliminasi faktor tersebut

(Price, 2005). Penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk

mencapai tujuan ini. Masyarakat secara menyeluruh dengan melalui

lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus

diikutsertakan dalam usaha pencegahan primer. Demikian pula

pemerintah melalui semua jajaran terkait baik pihak Departemen

Kesehatan maupun Departemen Pendidikan, melalui usaha pendidikan

kesehatan yang harus dimulai sejak pra sekolah, misalnya dengan

menekankan pentingnya kegiatan jasmani yang teratur dan menjaga agar

tidak gemuk serta pentingnya pola makan yang sehat. Kepada remaja

perlu juga diinformasikan dan dijelaskan mengenai bahayanya dampak

yang ditimbulkan akibat merokok (Perkeni, 2010).

10. Komplikasi

Menurut Damayanti (2015), mengklasifikasikan komplikasi diabetes

mellitus menjadi 2 kelompok besar yaitu:

a. Komplikasi akut

Terjadi akibat ketidakseimbangna akut kadar glukosa darah, yaitu :

hipoglikemia, diabetic ketoasidosis dan hiperglikemia hiperosmolar non

ketosis. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang

24
dapat terjadi secara berulang dan dapat memperberat penyakit diabetes

bahkan menyebabkan kematian (Damayanti, 2015).

Resiko hipoglikemia terjadi akibat ketidaksempurnaan terapi saat

ini, dimana pemberian insulin masih belum sepenuhnya dapat menirukan

(mimicking) pola sekresi insulin yang fisiologis. Hipoglikemia lebih

sering terjadi pada pasien diabetes tipe 1 daripada tipe 2, namun dapat

juga terjadi pada pasien diabetes tipe 2 yang mendapatkan terapi insulin,

dan merupakan factor penghambat utama dalam penanganan diabetes

mellitus. Faktor utama hipoglikemia yang menjadi focus pengelolaan

diabetes mellitus adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan

glukosa secara terus menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlansung

beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi system saraf pusat,

dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma.

b. Komplikasi kronik

Komplikasi kronik terdiri dari komplikasi makrovaskuler,

mikrovaskuler dan neuropati:

1) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi ini diakibatkan karena perubahan ukuran diameter

pembuluh darah. Pembuluh darah akan menebal, sklerosis dan timbul

sumbatan (occlusion) akibat plaque yang menempel. Komplikasi

makrovaskuler yang paling sering terjadi adalah: penyakit arteri

koroner, penyakit cerebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer.

25
2) Komplikasi mikrovaskuler

Perubahan mikrovaskuler melibatkan kelainan struktur dalam

membran pembuluh darah kecil dan kapiler. Kelainan pada pembuluh

darah ini menyebabkan dinding pembuluh darah menebal, dan

mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Komplikasi mikrovaskuler

terjadi di retina yang menyebabkan nefropati diabetic.

3) Komplikasi neuropati

Nefropati diabetik merupakan sindroma penyakit yang mempengaruhi

semua jenis saraf, yaitu saraf perifer, otonom dan spinal. Komplikasi

neuropati perifer dan otonom menimbulkan permasalahan di kaki,

yaitu berupa ulkus kaki diabetic, pada umumnya tidak terjadi dalam 5-

10 tahun pertama setelah didiagnosis, tetapi tanda-tanda komplikasi

mungkin ditemukan pada saat mulai terdiagnosis diabetes mellitus tipe

2 karena diabetes mellitus yang dialami pasien tidak terdiagnosis

selama beberapa tahun.

Menurut Damayanti (2015), masalah kaki juga merupakan

masalah yang umum pada pasien dengan diabetes dan hal ini menjadi

cukup berat akibat adanya ulkus serta infeksi, bahkan akhirnya dapat

menyebabkan amputasi. Penyebab terjadinya ulkus kaki diabetic

bersifat multifaktorial, yang dapat dikategorikan menjadi tiga

kelompok yaitu akibat perubahan patofisiologi, deformitas anatomi

dan faktor lingkungan. Perubahan patofisiologi menyebabkan

26
neuropati perifer, penyakit vascular dan penurunan sistem imunitas.

Faktor lingkungan terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat

tekanan sepatu, benda tajam, dsb) merupakan faktor yang memulai

terjadinya ulkus.

B. Tinjuan Umum tentang Senam Kaki Diabetes

1. Pengertian

Senam adalah latihan fisik yang dipilih dan diciptakan dengan

terencana, disusun secara sistematik dengan tujuan membentuk dan

mengembangkan pribadi secara harmonis. Berdasarkan pengertiannya,

senam adalah salah satu jenis olahraga aerobik yang menggunakan gerakan

sebagian otot-otot tubuh, dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi

tubuh. Latihan fisik merupakan salah satu prinsip dalam penatalaksanaan

penyakit diabetes melitus. Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik teratur

(3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar

dalam pengelolaan diabetes. Latihan fisik yang dimaksud adalah berjalan,

bersepeda santai, jogging, senam, dan berenang. Latihan fisik ini sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni, 2010).

Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien

diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu

melancarkan peredaran darah bagian kaki (Fauzi, 2014). Senam kaki dapat

membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki

dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat

27
meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi

keterbatasan pergerakan sendi. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang

secara substansial meningkatkan penggunaan energi dan dapat berupa

kegiatan sehari-hari (berjalan, mengerjakan pekerjaan rumah, berkebun)

maupun aktivitas olahraga yatu berenang, bersepeda, senam, fitness.

2. Tujuan

Adapun tujuan yang diperoleh setelah melakukan senam kaki ini adalah

memperbaiki sirkulasi darah pada kaki pasien diabetes, sehingga nutrisi

lancer terdistribusi kejaringan tersebut.

3. Prosedur Pelaksanaan Senam Kaki Diabetes

Prosedur pelaksanaan senam kaki diabetes terdiri dari (Damayanti, 2015) :

a. Duduk tegak di sebuah bangku (tanpa bersandar) kedua kaki menyentuh

lantai, lepas alas kaki.

Gambar 1. Gerakan Latihan 1

28
b. Dengan Meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan

keatas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar ayam sebanyak

10 kali

Gambar 2. Gerakan latihan ke-2

c. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke

atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit

kaki diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan

kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali.

Gambar 3. Gerakan latihan ke-3

29
d. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan

buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki

sebanyak 10 kali.

Gambar 4. Gerakan latihan ke-4

e. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan

memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Gambar 5. Gerakan latihan ke-5

30
f. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari kedepan

turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak

10 kali.

g. Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan

gerakkan ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai.

h. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke 8, namun gunakan

kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali.

i. Angkat kedua kaki dan luruskan,pertahankan posisi tersebut. Gerakan

pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.

j. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki ,

tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara

bergantian.

Gambar 6. Gerakan latihan ke-10

31
k. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola

dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran

seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya

sekali saja. Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian

koran. Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua

kaki. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki

lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh. Kemudian

terakhir, bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.

Gambar 7. Gerakan latihan ke-11

Setelah melakukan senam kaki, perhatikan respon pasien lihat tindakan yang

dilakukan apakah sesuai dengan prosedur, dan perhatikan tingkat kemampuan

pasien dalam melakukan senam kaki.

4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita

diabetes melitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak

32
pasien didiagnosa menderita diabetes melitus sebagai tindakan pencegahan

dini. Senam kaki ini juga dikontraindikasi pada klien yang mengalami

perubahan fungsi fisiologis seperti dipsnea atau nyeri dada. Keadaan seperti

ini perlu diperhatikan sebelum dilakukan tindakan senam kaki. Selain itu kaji

keadaan umum dan keadaaan pasien apakah layak untuk dilakukan senam

kaki tersebut, cek tanda-tanda vital dan status respiratori (adakah dispnea

atau nyeri dada), kaji status emosi pasien (suasana hati/mood, motivasi),

serta perhatikan indikasi dan kontraindikasi dalam pemberian tindakan

senam kaki tersebut (Perkeni, 2010).

IV. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka,

maka dibuat kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independen variabel dependen

Senam Kaki diabetes Penurunan kadar


glukosa darah

Gambar 8. Kerangka konsep penelitian

33
B. Variabel Penelitian

1. Variabel independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus

yang diberikan senam kaki diabetes.

2. Variabel dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar glukosa pasien

diabetes mellitus.

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

Defenisi operasional dan skala pengukuran dari variabel-variabel

penelitian ini diuraikan untuk memberikan pemahaman yang sama tentang

pengertian variabel yang akan diteliti dan sebagai patokan untuk menentukan

metodologi yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Berikut ini

definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini beserta kriteria

objektif pengukuran yaitu :

Tabel 2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

No Variabel Definisi Operasional Alat Hasil Ukur Skala


Ukur
1 Variabel Senam kaki merupakan Lembar Seluruh peserta Nominal
Independen kegiatan atau latihan yang observasi mengikuti
dilakukan oleh orang yang gerakan-gerakan
Senam kaki mengalami diabetes mellitus senam kaki
diabetes untuk mencegah terjadinya diabetes.
luka, memperkuat otot-otot
kecil pada kaki dan
membantu melancarkan
peredaran darah bagian
kaki. Senam kaki diabetes
terdiri dari 11 jenis gerakan

34
dengan durasi waktu
pelaksanaan maksimal 30
menit. Pelaksanaannya
dilakukan 3 kali seminggu
untuk kelompok intervensi
dan 2 kali seminggu untuk
kelompok kontrol selama 3
minggu didampingi peneliti
atau asisten peneliti.
2 Variabel penurunan kadar glukosa Alat: Hasil penilaian ordinal
Dependen darah sewaktu dalam darah Glukome gula darah:
setelah melakukan aktivitas ter yang mg/dl
Penurunan senam kaki. terstanda
Kadar risasi Ada penurunan:
glukosa Jika kadar
darah Kadar glukosa
gula responden turun
darah: minimal 10
tiap mg/dL sampai
minggu batas normal
diukur yaitu 100 mg/dL

Tidak ada
penurunan: Jika
kadar glukosa
responden
glukosa tidak
mengalami
penurunan
minimal 10
mg/dL sampai
batas normal
100 mg/dL.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pertanyaan dan tujuan penelitian, maka dirumuskan

hipotesis pada penelitian ini yaitu :

35
1. Ada penurunan kadar glukosa darah responden setelah melakukan

senam kaki diabetes.

2. Ada perbedaan kadar glukosa darah antara kelompok pasien yang

melakukan senam kaki diabetes selama 3 kali seminggu dengan

kelompok pasien yang melakukan senam kaki diabetes selama 2 kali

seminggu.

V. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain

penelitian yaitu quasy eksperimental, dengan menggunakan pendekatan

pretest-posttest control group design. Responden dibagi menjadi 2 kelompok

yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi, masing-masing kelompok

diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi kembali

setelah dilaksanakan intervensi (Hidayat, 2017). Peneliti memberikan senam

kaki sesuai prosedur kepada kelompok intervensi yang berada di Wilayah

kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar selama 3 kali dalam seminggu dan

pada kelompok kontrol selama 2 kali seminggu. Sebelum dilakukan

perlakuan peneliti mengkaji data demografi responden serta mengukur kadar

glukosa dengan menggunakan glukometer terlebih dahulu baik pada

kelompok kontrol maupun kelompok intervensi, kemudian peneliti kembali

36
mengukur kadar glukosa responden seminggu kemudian setelah dilakukan

senam kaki. Bentuk rancangan penelitian sebagai berikut:

Pre-test post-test

Intervensi
O1 Senam Kaki 3x O2
seminggu

Kontrol (senam kaki 2x seminggu)


O3 O4

Gambar 9. Rancangan penelitian

Keterangan :

O1 : Kadar glukosa pasien diabetes mellitus pada kelompok intervensi sebelum

dilakukan senam kaki

O2 : Kadar glukosa pasien diabetes mellitus pada kelompok intervensi setelah

dilakukan senam kaki

O3 : Kadar glukosa pasien diabetes mellitus pada kelompok kontrol sebelum

dilakukan senam kaki

O4 : Kadar glukosa pasien diabetes mellitus pada kelompok kontrol setelah

dilakukan senam kaki

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kassi-kassi Makassar

37
2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November sampai dengan

Desember 2017

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi

target dan populasi terjangkau. Populasi target adalah populasi yang

memiliki karakteristik klinis dan demografis, sedangkan populasi terjangkau

adalah bagian dari populasi target pada ruang dan waktu tertentu. Populasi

penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang berada di Wilayah

kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar. Berdasarkan data dari Puskesmas,

kunjungan pasien bulan September 2017 khusus diabetes mellitus tipe 2

sebanyak 33 orang pasien.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi penelitian (Dharma, 2011).

Jumlah sampel akan menentukan tingkat kesalahan pada hasil penelitian.

Semakin besar jumlah sampel, maka semakin kecil kemungkinan kesalahan

yang akan terjadi dalam penelitian (Hidayat, 2017). Rumus yang dapat

digunakan dalam menentukan besar sampel yaitu:

N. Zα 2.p.q
n =
d2 (N-1) + Zα 2.p.q

38
Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Perkiraan jumlah populasi

Zα = Nilai standar normal untuk  = 0,05 (1,96)

P = Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

Q = 1-p (100%-p)

D = Tingkat kesalahan yang dipilih (d= 0,05)

Rumus tersebut merupakan acuan untuk mengetahui representatifnya sampel

dalam penelitian. Akan tetapi dalam penelitian ini jumlah responden tidak

mutlak mengikuti rumus tersebut, peneliti akan menyesuaikan jumlah pasien

diabetes mellitus yang datang ke Puskesmas berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi serta memenuhi batas sampel minimal dalam penelitian kuantitatif

sebanyak 30 sampel.

Dengan demikian, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar:

33(1,96)2 (0,5) (0,5)


n=
(0,05)2 (33-1) + (1,96)2 (0,5) (0,5)

31,6932
n=
1,0404

n = 30,46 n = 30 orang

39
sebanyak 30 orang responden yang akan ikut dalam penelitian, terbagi dalam

kelompok intervensi sebanyak 15 responden dan kelompok kontrol sebanyak

15 responden dan disesuaikan dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan.

Untuk mendapatkan sampel yang diinginkan peneliti menggunakan

kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi sampel adalah :

a. Pasien bersedia menjadi responden dan mengikuti seluruh rangkaian

penelitian sampai selesai

b. Pasien dengan penyakit diabetes mellitus tipe 2 tanpa luka diabetes

c. Dewasa pria/wanita berusia 40-65 tahun.

Kriteria eksklusi sampel adalah:

a. Pasien yang mengalami gangguan sendi

b. Pasien yang mengalami komplikasi penyakit integumen

c. Pasien yang mengalami dispnea atau nyeri dada

3. Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan cara non probability sampling yaitu purposive

sampling yaitu metode pengambilan sampel dengan menetapkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampai memenuhi jumlah yang

dibutuhkan (Hidayat, 2017).

40
D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa:

a. Alat untuk menilai senam kaki

Alat yang digunakan untuk menilai senam kaki diabetes adalah lembar

observasi senam kaki yang disusun peneliti berdasarkan pedoman

mengenai gerakan-gerakan yang dilakukan dalam senam kaki.

b. Alat untuk menilai kadar glukosa

Alat yang digunakan untuk menilai kadar glukosa darah adalah

glukometer. Pengukuran kadar glukosa sewaktu dilakukan pada pasien

setiap minggunya sebelum dan sesudah dilakukan intervensi senam kaki.

Pengukuran dilakukan menggunakan glukometer yang telah distandarisasi

oleh ahli analis kesehatan.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari bagian rekam medis Puskesmas Kassi-Kassi

Makassar.

E. Langkah Pengolahan Data

Pelaksanaan pengolahan data bertujuan untuk menghasilkan informasi

yang benar dan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah terkumpul

kemudian dilakukan pengolahan sebagai berikut:

41
a. Editing data

Editing data dilakukan dengan menyusun dan menata semua lembar

jawaban. Dilakukan pemeriksaan kelengkapan pengisian lembar observasi,

kejelasan, relevansi dan konsistensi jawaban. Pemeriksaan jawaban

responden/judge satu persatu dengan maksud untuk memastikan bahwa

jawaban atau pertimbangan yang diberikan sesuai dengan perintah dan

petunjuk pelaksanaan.

b. Coding data

Coding data dilakukan untuk memudahkan proses pengolahan data.

Pengkodian ini adalah mengubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka untuk memudahkan saat analisi dan pemasukan (entry)

data.

c. Processing data

Processing data dilakukan dengan tabulating score atau melakukan entry

data kasar dalam bentuk tabulasi pada lembar kertas data. Tujuannya adalah

untuk memastikan kesiapan data dengan tepat sebelum di entry pada

software program statistik. Kemudian selanjutnya adalah entry data

menggunakan system computerisasi.

d. Cleaning data

Cleaning data dilakukan dengan mengadaakan pemeriksaan kembali data

yang sudah dimasukkan untuk mengetahui data yang hilang, variasi data dan

konsistensi data.

42
F. Analisa Data

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran variabel yang

dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Pada analisis univariat

diperoleh gambaran tentang karakteristik responden, kadar glukosa, dan

hasil uji normalitas data.

2. Analisis bivariat

Analisis biraviat dilakukan untuk membuktikan atau menguji hipotesis.

Sebelum menentukan jenis analisis bivariat yang digunakan, terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas untuk jenis data numerik. Data numerik hasil

penilaian umumnya mengikuti distribusi normal, namun kemungkinan

sekumpulan data numerik tidak mengikuti asumsi distribusi normal,

sehingga untuk memastikan perlu dilakukan uji normalitas data dengan uji

Shapiro-Wilks untuk besar sampel kurang dari 50 orang, dan uji

Kolmogorov-Smirnov apabila besar sampel lebih dari 50 orang. Analisis

dilakukan dengan menggunakan uji T tidak berpasangan bila sebaran data

normal dan sebaliknya bila distribusi data tidak normal maka digunakan uji

Mann whitney test untuk jenis data yang tidak berpasangan. Sedangkan

untuk jenis data yang berpasangan menggunakan uji T berpasangan bila

sebaran data normal dan uji Wilcoxon bila sebaran data tidak normal. Hasil

penelitian ini dikatakan bermakna apabila nilai p lebih kecil dari 0,05

(Dahlan, 2014).

43
G. Etika Penelitian

Seorang peneliti dalam melakukan penelitian perlu memperhatikan

prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun penelitian yang dilakukan tidak

mempunyai resiko yang dapat merugikan ataupun membahayakan subyek

penelitian, peneliti harus tetap menggunakan aspek etik dan menjunjung tinggi

nilai-nilai kemanusiaan. Secara umum ada empat prinsip utama dalam kode

etik penelitian keperawatan (Notoatmodjo, 2012) yaitu:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti harus mempertimbangkan hak-hak subjek untuk memperoleh

informasi secara terbuka berkaitan dengan pelaksanaan penelitian, meliputi

tujuan dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian,

keuntungan yang mungkin diperoleh dan kerahasiaan informasi. Selain itu

subjek penelitian memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan untuk ikut

atau menolak berpartisipasi dalam penelitian dan bebas dari paksaan

(autonomy). Salah satu tindakan yang memperhatikan prinsip ini adalah

peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent).

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality)

Setiap manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi

untuk dijaga kerahasiaannya. Setiap penelitian pada dasarnya akan

menyebabkan informasi pribadi terbuka, sehingga peneliti perlu menjaga

kerahasiaan berbagai informasi yang menyangkut privasi subjek yang tidak

44
ingin diketahui oleh orang lain. Dalam pelaksanaannya, peneliti tidak boleh

menampilkan informasi mengenai identitas berupa nama maupun alamat asal

subyek dalam kuesioner dan instrument apapun untuk menjaga anonimitas

dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan inisial atau

kode tertentu sebagai pengganti identitas.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)

Prinsip keadilan menuntut untuk terbuka dan adil. Prinsip keterbukaan

mengandung makna bahwa penelitian yang dilakukan secara jujur, tepat,

cermat, hati-hati, dan dilakukan secara professional. Sedangkan prinsip

keadilan diartikan bahwa penelitian yang dilakukan memberikan keuntungan

dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm

and benefits)

Prinsip mengandung makna bahwa setiap penelitian yang dilakukan harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subyek penelitian

dan populasi pada umumnya dimana hasil penelitian akan diterapkan

(beneficienci). Kemudian meminimalisir resiko/dampak yang bisa

merugikan subyek penelitian (nonmaleficienci). Prinsip ini yang harus

diperhatikan oleh peneliti ketika mengajukan usulan penelitian untuk

mendapatkan persetujuan etik dan komite etik penelitian. Peneliti harus

mempertimabngkan rasio antara manfaat dan kerugian dari penelitian.

45
VI. PERSONALIA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Personalia Penelitian

1. Pembimbing

Pembimbing I : Nurul Fadilah Gani, S.Kep., Ns. M.Kep

Pembimbing II : Faisal Asdar, S.Kep., Ns

2. Pelaksana

Nama : Nur Maulidah yasin Jamal

Stambuk : NH 0216166

B. Jadwal Kegiatan Penelitian

BULAN
NO KEGIATAN September Oktober November Desember Januari
2017 2017 2017 2017 2018
1. Konsul Judul
Penyusunan
2.
proposal
3. Ujian proposal
Perbaikan
4.
proposal
Pelaksanaan
5.
penelitian
6. Pengolahan data
Penyusunan hasil
7.
penelitian

46

Você também pode gostar