Você está na página 1de 9

The Risk of Ovarian Malignancy Algorithm (ROMA) as a Predictor of Ovarian Tumor

Malignancy

Risk of Ovarian Malignancy Algorithm (ROMA) sebagai Prediktor Keganasan Ovarium

Abstrak

Tujuan: Menilai nilai diagnostik Risk of Ovarian Malignancy Algorithm (ROMA) dalam
memprediksi keganasan ovarium.

Metode: Penelitian uji diagnostik dilakukan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang selama
periode Juni 2016 - November 2016, sebanyak 61 wanita dengan tumor ovarium dimasukkan sebagai
subjek penelitian, 4 pasien dieksklusi karena perbedaan diagnosis saat intraoperatif. Data kemudian
dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 21.0 dan Med-calc statistic.

Hasil: Dari 57 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok premenopause dan menopause. Dilakukan analisis dengan kurva ROC
didapatkan cut-off optimal ROMA pada penelitian ini yaitu 23,7% untuk kelompok premenopause dan
48,15% untuk kelompok menopause. Dilakukan uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 79,41% dan
spesifisitas 75%, nilai duga positif adalah 73,07% dan nilai duga negatif 83,77% dengan nilai akurasi 76,92%
dalam mendiagnosa keganasan ovarium. Dibandingkan dengan RMI-3, didapatkan nilai sensitivitas 65,5%
dan spesifisitas 85,7% dengan nilai akurasi 75,44%.

Kesimpulan: Pemeriksaan ROMA bukan merupakan uji diagnostik keganasan ovarium yang
akurat. [Maj Obstet Ginekol Indones 2017; 5-4: 236-240]

Kata kunci: CA-125, HE-4, kanker ovarium, risk of ovarian malignancy algorithm, risk of ovarian
malignancy index

PENGANTAR

Kanker ovarium merupakan salah satu dari 6 keganasan pada wanita setelah kanker uterus,
kanker serviks, kanker payudara, kanker kolorektal, kanker kulit dan kanker limfoma. Lebih dari 70% dari
kanker ovarium didiagnosa pada stadium lanjut saat keganasan telah menyebar ke rongga perut bagian
atas (stadium III) atau lebih kuas lagi (stadium IV) dengan kemungkinan bertahan hidup selama 5 tahun
sebesar 15-20%, dimana kemungkinan bertahan hidup pada stadium I dan II sebesar 90% dan 70%.

Pasien seringnya didiagnosus pada stadium lanjut karena peralatan diagnose stadium awal masih
belum tersedia. Satu dari beberapa tumor marker yang digunakan adalah cancer antigen (CA) 125. Hingga
saat ini CA125 merupakan tumor marker terbaik yang tersedia untuk mendiagnosis dan mengobservasi
pasien kanker ovarium. Akan tetapi CA125 meningkat hanya pada 80% pasien stadium lanjut dan 50%
pada pasien di stadium awal. Sekitar 20% pasien stadium awal kanker ovarium memiliki nilai CA125 yang
normal.

Beberapa biomarker telat diujikan belakangan ini sebagai alternative maupun marker tambahan
untuk membedakan tumor ganas dan jinak. Human Epididymis4 (HE4) adalah sebuah biomarker yang
menjanjikan untuk digunakan. HE4 adalah glikoprotein yang diekskresikan berlebih pada pasien kanker
ovarium.

Moore et al. menyusun Risk of Ovarian Malignancy Algorithm (ROMA), menggunakan algoritma
pemeriksaan darah, sebagai biomarker yang lebih sederhana disbanding RMI (Risk Malignancy Index) yang
membutuhkan USG. Moore et al. melaporkan adanya peningkatan sensitifitas dan spesifisitas yang
signifikan saat HE4 dan CA125 dikombinasikan. Pada penelitian lebih lanjut tentang perbandingan ROMA
dan RMI, Moore et al. melaporkan adanya sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi pada ROMA.

Karsen et al. melaporkan adanya sensitivitas (94,8%) dan spesifisitas (75%) yang tinggi atas hasil
ROMA pada pendiagnosaan kanker ovarium. Molina et al. juga melaporkan adanya sensitivitas (90,1%)
dan spesifisitas (87,1%) yang lebih baik dari hasil ROMA disbanding CA125 tetapi mungkin masih dapat
berkembang lebih jauh lagi jika digunakan dengan normal HE4 dan abnormal CA125.

RMI adalah salah satu metode yang paling sering digunakan untung mengidentifikasi keganasan
dan dinyatakan sebagai sebuah metode yang sederhana yang menggunakan status menopause, USG dan
kadar CA125. Jacobs et al mendapatkan hasil sensitivitas sebesar 85,4% dan spesifisitas sebesar 96,9%
menggunakan batas 200. Akan tetapi Andruata et al mendapat hasil yang berbeda meski menggunakan
metode RMI yang sama, yaitu sensitivitas sebesar 8,4% dan spesifisitas sebesar 76,9%.

Anton et al. dari Brazil menggunakan perbandingan yang sama antara ROMA dan RMI dan
mendapatkan hasil yang tidak berbeda antara ROMA dan RMI. Nilai normal dari biomarker seperti CA125
dan HE4 berbeda dari ras yang berbeda. Pauler et al. melaporkan adanya perbedaan nilai normal CA125
pada ras Kaukasia dan Asua. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menemukan nilai normal
biomarker tersebut di ras berbeda. Perbedaan nilai normal biomarker ini dapat mempengaruhi hasil dari
ROMA. Maka daripada itu, Karen et al. menggunakan nilai batas yang berbeda untuk tiap ras yang berbeda
untuk mengatasi perbedaan dari nilai normal ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai
diagnostic ROMA untuk memprediksi keganasan ovarium.

METODE

Uji diagnostic dan desain cross section digunakan pada 61 wanita dengan kanker ovarium dan
direncanakan untuk dioperasi. Penelitian ini dilakukan di bagian Obstetrik dan Ginekologi RS Dr
Muhammad Hoesin Palembang dari juni 2016 hingga November 2016.

Kriteria inklusi adalah wanita yang didiagnosis dengan kanker ovarium yang akan menjalani
prosedur bedah. Diagnosis kanker ovarium berdasar dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan USG. Kriteria
eksklusi adalah wanita yang didiagnosis dengan keganasan non ginekologis, wanita hamil, gagal ginjal,
maupun massa non operatif yang tidak berasal dari ovarium.

Umur kehamilan, riwayat persalinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, riwayat merokok,


kontrasepsi, pemeriksaan fisik, USG, CA125 dan HE4 pasca operasi dari pasien di catat. Uji CA125 dan HE4
dilakukan dengan menggunakan reagen dan hasil histopatologinya di catat. Skor ROMA dihitung dengan
perangkat lunak yang di unduh dari http://romatools.he4test.com/.

Data dianalisa dengan menggunakan SPSS 21.0. Nilai batas ROMA ditentukan oleh kurva ROC
(Receiving Operating Characteristic). Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negative,
rasio kesamaan dihitung menggunakan statistik med-calc.

HASIL

Demografi dan karakteristik tumor dari pasien disajikan di tabel 1. Umur rata rata sampel adalah
40,51 tahun dengan kebanyakan pasien dari kelompok pra menopause (56,1%) dan kecenderungan yang
lebih tinggi ditemukan pada multipara (43,9%).
Pada penelitian ini, nilai batas alternative ROMA ditentukan dengan menggunakan kurva ROC.
Oasien dibagi menjadi dua kelompok, yang terdiri atas pasien pre-menopause dan pasien post
menopause. Dari kelompok post menopaus, titik batas ROMA didapatkan angka 28,15% dengan
sensitivitas 47,15%, dengan spesifisitas 71,4% , nilai prediktif positif sekitar 86,6% dan nilai prediktif
negatif sekitar 50% seperti yang ditunjukkan seperti ditunjukkan pada grafik 1.
Pada kelompok pre menopause, nilai batas ROMA didapatkan 23,7% dengan sensitivitas 72,72%
dan spesifitas 76,19%, nilai prediktif positif sekitar 61,54% dan nilai prediktif negative sekitra 84,21%
(grafik 2)

Tes diagnostic dilakukan dengan batas alternative dengan batas histopatologi di masukkan ke
kelompok keganasan. Hasil yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan nilai batas standar. RMI3
sering digunakan untuk memprediksi keganasan tumor ovarium, kami juga membandingkan ROMA dan
RMI3 dengan standar batas >200 untuk prediksi keganasan. (tabel 2)

Jika sampel dengan nilai batas histopatologi tidak disertakan kedalam kelompok keganasan, hasil
diagnosis akan lebih tepat. RMI3 memiliki sensitivitas dan spesfitas yang lebih baik disbanding hasil ROMA
jika batas histopatologi tidak disertakan.
DISKUSI

Hampir dari 70% kasus kanker ovarium didiagnosis pada stadium lanjut dimana usia harapan
hidup 5 tahun berkisar 15-20%, yang mana bila usia harapan hidup stadium I dan II berkisar 90% dan 70%

ROMA adalah sebuah pemeriksaan menggunakan kombinasi CA125, HE4, dan status menopause,
yang merupakan alat diagnosis yang efektif untuk mendiagnosa kanker ovarium. Keefektivan ROMA
sebagai alat diagnosis pre operatif pada pasien dengan massa panggul telah dibuktikan dengan beberapa
penelitian walaupun masih terdapat keraguan atas keunggulannya karena perbedaan nilai batas untuk
mendiagnosa keganasan.

Gorp et al. dan Anton et al. menggunakan nilai batas yang berbeda terhadap ras yang berbeda
yang kemudian membuat keluaran nilai hasil yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan
nilai batas alternative untuk dibandingkan dengan nilai batas standar dan RMI yang sering diguanakan
sebagai alat diagnose.

Pada penelitian ini, dengan menggunakan analisis ROC, nilai batas alternative didapatkan 23,7%
pada kelompok pre menopaus dan 48,15% pada kelompok post menopause ( sensitivitas 72,41%,
spesifitas 75%, ketepatan 73,68%) saat pasien dengan batas histopatologi tidak dimasukkan kedalam
kelompok keganasan. Hasil yang lebih baik didapatkan (sensitivitas 79,41% , spesifitas 75%, ketepatan
76,68%) saat pasien dengan batas histopatologi tidak dimasukkan ke kelompok keganasan. Menggunakan
nilai batas standar, ROMA memiliki sensitivitas yang lebih baik (82,7% jika batas dimasukkan, 91,67% jika
batas tidak dimasukkan).

Nilai diagnostic RM3 juga meningkat saat batas histopatologi tidak dimasukkan ke kelompok
keganasan: sensitivitas 70,83%; spesifisitas 85,7%; dan ketepatan 78,84%.
Pada penelitian ini, rata rata umur adalah 40,51 tahun yang mana mendekati umur rata rata
Winarto yaitu 41 tahun dan proporsi wanita post menopause 37,8%. Juga terdapat perbedaan terhadap
tipe tumor dominan. Tipe karsinoma ovarium mucinosa terlihat lebih dominan (41%) pada penelitian ini
disbanding penelitian Moore,Molina dan Karlsen dimana pada penelitian mereka, tipe karsinoma ovarium
serosa yanglebih dominan (>75%).

Sensitifitas dan spesifisitas ROMA pada penelitian ini lebih rendah dibanding penelitian Moore,
Van Gorp dan Chudeka. Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan demografis data dimana
kelompok pasien post menopause lebih dominan pada penelitian Moroe (53,3%), Van Gorp (53,2%) dan
Chudezka (61,9%) sementara pada penelitian ini, kelompok pasien pre menopause yang lebih dominan
(56,1%). Pada penelitian ini, saat uji diagnostic dilakukan terhadap kelompok post menopause, ROMA
dengan nilai batas standar menghasilkan sensitivitas dan ketepatan (88,9% dan 80%) yang lebih baik. Hasil
ini menunjukkan bahwa ROMA kemungkinan memiliki performa saat digunakan di kelompok menopause.

Metode RMI pertama kali didesain oleh Jacobs et al. dengan menggunakan kombinasi antara USG
dengan nilai CA 125. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan antara RMI dan ROMA. Akan tetapi
ketepatan RMI3 merupakan yang tertinggi pada pasien dengan batas histopatologi tidak dimasukkan
sebagai keganasan.

Keterbatasan dari penelitian ini adalah sampel yang lebih kecil dibanding dari penelitian
sebelumnya dan tidak terdapat pengukuran FSH yang dilakukan untuk membedakan pasien post
menopause dan pre menopause.

KESIMPULAN

ROMA bukanlah alat diagnostic yang dapat diandalkan. Dibanding RMI3, ROMA memiliki
sensitivitas yang lebih rendah. Jadi RMI3 memiliki nilai diagnostic yang lebih baik disbanding ROMA.
Daftar Pustaka

1. Aziz MF. Gynecological cancer in Indonesia. J Gynecol Oncol. 2009; 20: 1: 8-10.

2. Tavasolli FA. Tumours of the ovary and peritoneum. in: Devilee P. WHO Classification of
tumours pathology and genetics tumours of the breast and female genital organs. Lyon: IARC Press.; 2003:
114-92.

3. Hellstrom I, Raycraft J, Hayden-Ledbetter M, Ledbetter JA, Schummer M, McIntosh M, et al.


The HE4 (WFDC2) protein is a biomarker for ovarian carcinoma. Cancer Res. 2003; 63: 3695-700.

4. Moore RG, Brown AK, MillerMC, Skates S, Allard WJ, Verch T, et al. The use of multiple novel
tumor biomarkers for the detection of ovarian carcinoma in patients with a pelvic mass. Gynecol Oncol.
2008; 108: 402-8.

5. Moore RG, McMeekin DS, Brown AK, DiSilvestro P, Miller MC, Allard WJ, et al. A novel multiple
marker bioassay utilizing HE4 and CA125 for the prediction of ovarian cancer in patients with a pelvic
mass. Gynecol Oncol. 2009; 112: 40-6.

6. Karlsen MA, Sandhu N, Høgdall C, Christensen, et al. Evaluation of HE4, CA125, risk of ovarian
malignancy algorithm (ROMA) and risk of malignancy index (RMI) as diagnostic tools of epithelial ovarian
cancer in patients with a pelvic mass. Gynecol Oncol. 2012; 127: 379-83.

7. Andriahta Z, Saleh AZ, Sastradinata I. Akurasi Uji Diagnostik Risk of Malignancy Index dan Indeks
Novel dalam Memprediksi Keganasan Ovarium. Thesis Departemen Obstetrik dan Ginekologi RSMH. 2013:
p39-58

8. Anton C, Carvalho FM, Oliviera EI, Maciel GAR, Baracat EC, Carvalho JP. A comparison of CA 125,
HE4, risk of ovarian malignancy algorithm (ROMA) and the risk of malignancy index (RMI) for the
classification of ovarian masses. Clin. 2012; 67: 437-41.

9. Molina R, Escudero JM, Auge JM, Filella X, Foj L, Torne A, et al. HE4 a novel tumour marker for
ovarian cancer: comparison with CA 125 and ROMA algorithm in patients with gynecological diseases.
Tumor Biol. 2011; 32: 1087-95. Vol 5, No 4 October 2017 The risk of ovarian malignancy algorithm 239
10. Winarto H, Laihad JB, Nuranna L. Modification of cut off values for HE4, CA 125, the risk of
ovarian malignancy index and the risk of malignancy algorithm for ovarian cancer detection in Jakarta
Indonesia. Asian Pac J Cancer Prev. 2014; 15: 1949-53.

11. Van Gorp T, Cadron I, Despierre E, Daemen A, Leunen K, Amant F et al. HE4 and CA1255 as a
diagnostic test in ovarian cancer: prospective validation of the Risk of Ovarian Malignancy Algorithm. Br J
Cancer. 2011: 1; 104(5): 863-70.

12. Chudezka A, Ploska AC, Menkiszak J, Rzechula AS, Stjona A, Byra E, et al. Preoperative
diagnostic performance of ROMA (risk of ovarian malignancy algorithm) in relation to etiopathogenesis of
epithelial ovarian tumor. J Mol Biomark Diagnos. 2013: S4-003.

Você também pode gostar