Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MAKALAH PROYEK
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pencemaran lingkungan
yang dibina oleh Bapak Dr. H. Sueb, M.Kes
(Email: sueb.fmipa@um.ac.id)
Disajikan pada rabu19 september2018
Oleh Kelompok 2
Abstrack
This study aims to analyze the water quality of the Bango River is one of the brantas
tributaries in Malang City which has been polluted for several years due to waste both
organic and inorganic waste. One approach to water quality can be determined through a
biological approach by analyzing the community structure of organisms that live in these
waters called makrozoobenthos. The research method used is taking macrozoobenthos and
given a value based on the species of organism found. The results of this study found five
species found on the Bango River. The first species is the pool snail with an individual
number of 25 individuals with a score for water quality index 6 which is in the rather clean
category. The second species is found as many as 34 individuals Gatul Fish. Gatul Fish is not
categorized as a species that can be used as a bio-indicator. The third species is grasshopper
as many as 7 individuals who are not included in the bioindicator. The fourth species is the
white needle dragonfly with 8 individuals and has a score of 6 (rather clean). The fifth
species is the black needle dragonfly, found as many as 7 individuals and has a score of 6
(rather clean). Based on the number of scores of each animal found, it was obtained a mean
of 3.6 which showed the quality of dirty water. This shows that the Bango River falls into the
category of dirty rivers.
PENDAHULUAN
Sungai Bango merupakan salah anak sungai brantas di Kota Malang yang beberapa
tahun ini tercemar yang diakibatkan oleh limbah baik limbah organik maupun anorganik.
Sungai ini dahulu merupakan salah satu sungai yang bersih yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk mandi, mencuci baju dan lainnya.
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang terpisah dari
wilayah lain di sekitarnya karena adanya pemisah alam berupa topografi yaitu punggung
bukit atau gunung, yang menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui
sungai utama menuju laut atau danau (Paimin et al. 2006). Dalam wilayah DAS, sungai
merupakan ekosistem yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan makhluk hidup.
Secara umum sungai memiliki fungsi majemuk dalam kehidupan seperti penyedia air bersih,
pembangkit listrik, sarana transportasi, sarana olahraga dan sebagai sarana rekreasi/wisata.
Selain itu sungai juga merupakan tempat hidup biota-biota perairan seperti ikan, udang,
kepiting dan bentos.
Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan
analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisa fisika
dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya kualitas perairan, dan dapat
memberikan penyimpangan-penyimpangan yang kurang menguntungkan, karena kisaran
nilai-nilai peubahnya sangat dipengaruhi keadaaan sesaat. Bourdeau and Tresshow (1978)
dalam Butler (1978) menyatakan bahwa dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi
khususnya analisis struktur ko-munitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang
jelas tentang kualitas perairan.
Selain pendekatan kualitas fisika kimia tingkat kualitas air dapat ditentukan melalui
pendekatan biologi dengan menganalisis struktur komunitas organisme yang hidup di dalam
perairan tersebut. Komunitas organisme yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam
menduga kualitas perairan tempat organisme itu berada umumnya ialah makrozoobenthos.
Makrozoobentos memiliki sifat yang relatif menetap dengan pergerakan yang sangat terbatas
sehingga akan terkena dampak langsung apabila terjadi perubahan kualitas air. Perubahan
kualitas air ini dapat mengubah komposisi dan besarnya populasi makrozoobentos (Odum
1993).
Biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi
suatu perairan adalah makrozoobentos. Sebagai salah satu organisme yang hidup di perairan,
makrozoobentos merupakan hewan yang sangat peka terhadap perubahan kualitas air pada
tempat hidupnya yang berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahanya (Kawuri et al.
2012). Hal ini tergantung pada toleransinya terhadap perubahan lingkungan, sehingga
organisme ini sering dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran suatu perairan.
Makrozoobentos terdapat di seluruh badan sungai mulai dari hulu sampai ke hilir.
Dengan keberadaan makrozoobentos yang hidupnya relatif lama, maka makrozoobentos ini
dapat digunakan untuk menduga status suatu perairan. Penggunaan makrozoobentos sebagai
penduga kualitas air dapat digunakan untuk kepentingan pendugaan pencemaran air, baik dari
sumber terpusat (point sourcepollution) maupun sumber membaur (diffuse source pollution).
Benthos relatif hidup menetap, sehingga baik untuk digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok
hewan ini dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor – faktor lingkungan dari waktu
ke waktu (Rosenberg dan Resh 1993).
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini yaitu untuk mengetahui kualitas air sungai Bango berdasarkan
nilai indeks keanekaragaman makrozoobentos yang ditemukan sebagai bioindikator
pencemaran air.
BAB II
METODE
ALAT :
1. mikroskop stereo
2. cawan petri
3. baskom
4. pinset
BAHAN :
1. makrozoobentos
2. plastic
3. karet gelang
BAB III
HASIL
Jumlah
siput kolam ikan gatul belalang capung jarum putih capung jarum hitam
Bedasarkan data yang diperoleh terdapat lima spesies yang ditemukan di Sungai
Bango. Spesies pertama yaitu siput kolam dengan jumlah individu sebesar 25 individu
dengan skor untuk indek kualitas air 6 yang masuk dalam kategori agak bersih. Spesies kedua
yaitu ditemukan Ikan Gatul sebanyak 34 individu. Ikan Gatul bukan masuk dalam kategori
spesies yang dapat dijadikan bioindikator. Spesies ketiga yaitu belalang sebanyak 7 individu
yang bukan termasuk dalam bioindikator. Spesies keempat yaitu capung jarum putih dengan
jumlah individu sebanyak 8 dan memiliki skor 6 (agak bersih). Spesies kelima yaitu capung
jarum hitam, ditemukan sebanyak 7 individu dan memiliki skor 6 (agak bersih). Bedasarkan
jumlah skor dari setiap hewan yang ditemukan diperoleh rerata 3,6 yang menunjukan kualitas
air kotor. Hal ini berarti bahwa Sungai Bango masuk dalam kategori kotor.
BAB IV
PEMBAHASAN
Namun, berdasarkan Penggolongan kriteria kualitas air oleh Hilsenhoff (1988) dalam
Hauer dan Lamberti (2007) bahwa jika skor rata-rata makrozoobentos yang ditemukan antara
0,00-3,75, maka tergolong air yang kualitasnya masih baik. Jadi berdasakan kedua literatur
tersebut dapat disimpulkan bahwasanya berdasarkan analisis skor makrozoobentos yang
diambil di sungai bango menunjukkan bahwasanya sungai bango masih tergolong sungai
yang belum tercemar.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
1. Sebelum praktikum lapangan, kita harus bisa menentukan alat apa yang akan digunakan
dan melihat kondisi pada hari tersebut. Hal ini karena pada saat kita pengambilan sampel,
terjadi hujan. Dengan ini ditakutkan akan berpengaruh terhadap makrozoobentos yang akan
kita ambil.
DAFTAR RUJUKAN
Paimin, Sukresno, Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub-DAS. Bogor (ID): Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan.
Butler, G. C. 1978. Principles of Ecotoxi-cology Scope 12. New York: John Willey & Sons.
Odum EP. 1993. Dasar-dasar ekologi. Ed ke-3. Samingan T, penerjemah. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Rosenberg DM, Reesh VH. 1993. Freshwater Biomonitoring and Bentic Macroinvertebrates.
Chapman and Hall. New York
Kawuri LR, Mustofa NS, Suryanti. 2012. Kondisi Perairan berdasarkan bioindikator
makrozoobenthos di Sungai Seketak Tembalang, Kota Semarang. Journal of
Management of Aquatic Resources. 1(1) : 1 -7
Hilsenhoff WL. 1988. An Improved biotic Index of Organic stream pollution, The Great
lakes. Entomologist. 20: 31-39p
LAMPIRAN