Você está na página 1de 14

PENDAHULUAN

Prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan dasar yang


penting dalam praktek pengelolaan perusahaan di Indonesia. Prinsip tersebut
dapat dijadikan pedoman oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia guna
meningkatkan performa kerja perusahaan pada setiap sisinya. Good Corporate
Governance juga berperan penting dalam menciptakan perekonomian Indonesia
yang maju dan sehat. Diantaranya adalah menciptakan panduan-panduan untuk
menciptakan kesetaraan bagi setiap investor di pasar modal. Baik pemegang
saham mayoritas maupun minoritas memiliki hak dan kesempatan yang sama
untuk memperoleh informasi yang reliable dari perusahaan emiten. Oleh karena
itu peran GCG adalah untuk menjamin hak-hak dari para investor minoritas dapat
tercapai. Dan pedoman mengenai kesetaraan perlakuan terhadap setiap investor
tersebut tertuang secara jelas dalam prinsip nomor III OECD Principal of
Corporate Governance.

Permasalahan mengenai perlindungan hak pemegang saham minoritas ini


biasanya berkaitan dengan transaksi-transaksi yang mengandung benturan
kepentingan. Transaksi menyimpang tersebut mendapat pengaturan secara
eksplisit dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang
Pasar Modal dan juga peraturan Bapepam-LK IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi
dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.

Permasalahan yang pernah muncul terkait dengan topik tersebut adalah


mengenai rencana penjualan 90,7 % saham Matahari Department Store (MDS)
kepada Meadow Asia Company Limited (MAC) oleh PT Matahari Putra Prima
Tbk (MPP) yang menuai banyak protes. Banyak pihak mencurigai bahwa terdapat
banyak manipulasi pada transaksi tersebut yang melibatkan orang dalam
perusahaan dan akan merugikan pihak pemegang saham minoritas. Selanjutnya
akan kami bahas kronologi peristiwa dan penyelesaian kasus tersebut.
PEMBAHASAN KASUS

Profil PT. Matahari Department Store Tbk. ( MDS)

PT Matahari Department Store Tbk. adalah salah satu perusahaan ritel


terkemuka di Indonesia yang menyediakan perlengkapan pakaian, aksesoris,
produk-produk kecantikan dan rumah tangga dengan harga terjangkau.

Gerai pertama Matahari, yang merupakan toko pakaian anak-anak, dibuka


di daerah Pasar Baru, Jakarta pada tanggal 24 Oktober 1958. Sejak itu, Matahari
berekspansi melebarkan jejaknya dengan membuka department store modern
pertama di Indonesia pada tahun 1972 dan selanjutnya mewujudkan
keberadaannya di seluruh tanah air. Gerai Matahari tersebar di 131 toko yang
terletak di 62 kota, didukung oleh tim beranggotakan 50,000 orang dan lebih dari
1,200 pemasok lokal serta lebih dari 90% pembelian langsung dari sumber-
sumber di seluruh Indonesia. Merek eksklusif Matahari yang telah memenangkan
penghargaan hanya dijual di gerai-gerai milik sendiri dan secara konsisten berada
pada peringkat atas di kelasnya dalam hal gaya fashion, keterjangkauan dan
bernilai istimewa sehingga membantu mewujudkan posisi Matahari sebagai
department store terpilih di Indonesia.

Matahari berubah nama menjadi PT Matahari Department Store Tbk


(MDS) sesudah menjadi entitas terpisah dari PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP)
pada tahun 2009. Asia Color Company Limited, anak Perseroan CVC Capital
Partners Asia menjadi pemegang saham mayoritas Matahari pada bulan April
2010 sebesar 98,15% (90.76% dibeli dari PT Matahari Putra Prima Tbk dan
7.24% dibeli dari PT. Pasific Asia Holding Ltd) dan sisanya 1,85% dimiliki oleh
publik dan lain-lain.

Saham Matahari ditawarkan kepada publik oleh Asia Color Company


Limited dan PT Multipolar Tbk pada tahun 2013, dan menarik perhatian dunia
sehingga meningkatkan kepemilikan publik atas Perseroan dari 1,85% menjadi
47,35% sejak 28 Maret 2013.
Profil PT. Matahari Putra Prima Tbk. (MPP)

PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang


merupakan anak perusahaan dari perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT
Matahari Putra Prima Tbk. terletak di Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958.
Pada tahun 1972, toko ini kemudian berkembang menjadi perintis departement
store pertama di Indonesia. Delapan tahun kemudian, toko dibuka di luar Jakarta
yaitu di Bogor dengan nama Sinar Matahari Bogor. Pada tahun 1992, perusahaan
melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya.

Visi perusahaan adalah untuk menjadi ritel pilihan pertama para


konsumen. Sedangkan misinya adalah untuk membawa nilai produk fashion dan
jasa yang meningkatkan kualitas konsumen secara konsisten.

Struktur kepemilikan saham MPP adalah PT. Multipolar Tbk sebesar


50,01%, dan pemilik saham minoritas dan lain-lain sebesar 43,21%. Setelah
saham salah satu anak perusahaannya yakni Matahari Departemen Store resmi
terjual kepada CVC pada tanggal 26 Maret 2010, tidak terdapat perubahan yang
signifikan terhadap struktur kepemilikan tersebut, hal ini menunjukan bahwa
transaksi penjualan saham tersebut tidak memberikan dampak besar bagi
kepemilikan MPP.

PT. Meadow Asia Company Ltd. (MAC)

Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint venture
dengan CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity fund untuk
mendirikan PT. Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan sahamnya
adalah 80% dimiliki oleh CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun 2010 pula
MAC mengakuisisi 90,7% saham MDS dari MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia
Holding Ltd, sehingga total kepemilikan saham MDS sebesar 98,15% .

6
Kronologi Permasalahan

Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan


sales purchase agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan
akuisisi terhadap anak perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan
total kepemilikan sebesar 90,76% melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia
Company Limited. Kemudian pada 5 Maret 2010, Matahari Putra Prima berniat
menggelar RUPS dengan agenda persetujuan penjualan saham tersebut. MAC
mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk membeli 90,76 persen saham Matahari
Putra Prima di Matahari Department Store. MPP akan menerima pembayaran
tunai sebesar Rp. 5.28 triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20% saham biasa
MAC, 20,72% saham preferen MAC, dan 8 juta warrant dengan total transaksi
sebesar Rp. 7,16 triliun. Selain membeli saham MPP yang ada pada MDS, MAC
juga berencana membeli saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar 7,24% sehingga
total kepemilikan saham MAC pada MDS adalah sebesar 80%.

Sementara seperti kita ketahui dari profil perusahaan diatas, MAC


merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan
CVC Capital Partners. Dimana MPP memiliki kepemilikan saham sebesar 20%
pada MAC dan CVC memiliki kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu
mengindikasikan adanya insider trading yang dilakukan oleh MPP dan juga
terindikasi adanya praktek korporasi guna menaikan harga saham MDS.

Untuk indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui insider trading adalah


aktifitas perdagangan saham ataupun sekuritas tertentu oleh individu yang
mempunyai akses tentang informasi non publik dari perusahaan tersebut. Dengan
kata lain, perdagangan efek perusahaan yang dilakukan oleh orang yang
dikategorikan sebagai orang dalam. Individu tersebut melakukan aktifitas trading
dengan memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak bisa diakses oleh publik.
Seorang investor dengan akses informasi dari dalam yang sebetulnya tidak dapat
diakses publik, bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan
investor lain. Dan investor lain yang tidak memperoleh informasi tersebut tentu
akan merasa dirugikan.

Selanjutnya indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek


“penggorengan saham” guna menaikan harga saham MDS, dapat dilihat dari
adanya lonjakan kenaikan harga saham MDS yang tidak wajar dari akhir 2009
sampai Februari 2010, sejak adanya desas-desus mengenai penjualan saham MDS
kepada MAC. Dampak dari transaksi ini, harga saham MDS naik dari Rp.
50/lembar ke tingkat harga Rp. 1350/lembar pada tanggal 22 Januari 2010,
beberapa hari sebelum MPP mengumumkan penjualan saham MDS kepada MAC.
Dari lonjakan yang sangat signifikan tersebut Bursa Efek Indonesia mencurigai
adanya kebocoran berita mengenai penjualan saham MDS kepada MAC.

Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada


MAC tersebut, para pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak
setara untuk setiap pemegang saham MPP, pemegang saham mayoritas dirasa
yang paling diuntungkan dalam penjualan tersebut terutama PT. Multipolar Tbk
yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT. Multipolar Tbk merupakan
anak usaha dari Lipo Group. Hasil penjualan MDS menghasilkan dana tunai
sebesar Rp. 5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk melunasi hutang
kepada PT. Multipolar Tbk sebesar Rp. 3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp. 1,88
triliun akan di gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnya
dimana dividen untuk Multipolar sebesar 50,01% ( Rp. 940,1 jt) dan sisanya
dibagikan untuk para pemegang saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga
publik.

Permasalahan yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian


saham dengan menggunakan dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk
membeli MDS yang sebesar Rp. 3.25 triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana
sebesar Rp. 3.25 triliun itu ternyata berasal dari dana pinjaman pada bank CIMB
Niaga dan Standard Chartered yang diajukan MDS, jaminan terhadap kedua bank
tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar 98% yang akan dibeli oleh MAC.
Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari Department Store
direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS pada
saat yang bersamaan.

8
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh MPP

Pelanggaran Regulasi
Analis dari Independen Aspirasi Indonesia Research Institute, Yanuar Rizky
menilai, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bappepam-LK) harus dapat membuktikan adanya dugaan insider trading
(perdagangan dengan memanfaatkan informasi orang dalam) dari
penjualan 90,76 persen saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF)
oleh PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan terjadinya pembentukan
harga yang fantastis atas transaksi itu.

Yanuar mengatakan, yang terjadi dalam penjualan saham itu adalah


manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam (berlapis) menipu dengan
korban pembiayaan perbankan atas transaksi fiktif. Berdasarkan ketentuan
dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Yanuar menyatakan ada beberapa indikasi unsur pidana yang terjadi dalam
kasus ini, yaitu unsur menipu (Pasal 90), unsur transaksi semu (Pasal
91)unsur orang dalam (Pasal 95), unsur transaksi orang dalam (Pasal 96),
dan unsur keuntungan pihak tertentu (Pasal 92),
Menurut Yanuar, transaksi ini terjadi antar pemegang saham yang dibiayai
utang emiten ke perusahaan pemegang saham dan emiten mengambil utang
ke Bank CIMB Niaga dan Standard Chartered. Bapepam, tegas dia, harus
melakukan gelar perkara atas tidak terpenuhinya unsur menipu Pasal 91,
transaksi semu dan persekongkolan untuk membentuk harga.

Pasal 92 terkait informasi orang dalam yang melibatkan kecurigaan


transaksi orang dalam (Pasal 95-96) secara terbuka di publik. "Gelar
perkara ini biasa dilakukan Bapepam dunia, selain Indonesia. Jangan
sampai alasan klasik seperti di AS sulit dibuktikan kasus-kasus insider
trading menjadi pembenaran," tukasnya.

Sebelumnya, Bapepam LK juga telah meminta kerja sama Bank Indonesia


(BI) terkait dengan transaksi penjualan saham MDS oleh MPPA ini. Hal itu
lantaran adanya pinjaman dari konsorsium bank PT CIMB Niaga Tbk dan
Standard Chartered Bank cabang Indonesia senilai Rp 3,25 triliun yang
menjaminkan 98 persen saham MDS. ''Kami undang BI agar mereka tahu
jika ada pinjaman tersebut. Jika pinjaman itu tidak ada masalah, ya tidak
mengapa, kami tidak ada tendensi apapun apalagi membatalkan transaksi
itu,'' ungkapnya.

Pelanggaran Standar
Melalui komitmen yang tinggi dan konsistensi terhadap implementasi GCG, diharapkan
dapat mencegah terjadinya praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta
meningkatkan fungsi pengawasan dalam pengelolaan Perusahaan. Namun dengan adanya
dugaan kecurangan yang dilakukan oleh MPP, maka implementasi GCG dalam perusahaan
tersebut dapat dikatakan tidak maksimal.
Terdapat prinsip-prinsip GCG yang dilanggar dalam kasus ini,
antara lain:
a. Prinsip Transparency (keterbukaan informasi). Perusahaan seharusnya
dapat menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada
segenap stakeholders-nya, tetapi dengan adanya insider trading yang
diindikasikan dilakukan oleh MPP menandakan bahwa prinsip
transparency tidak terlaksana dengan baik, karena ada pihak pemegang
saham minoritas yang tidak mendapatkan informasi yang seharusnya
mereka dapatkan.
b. Prinsip Fairness(kesetaraan dan kewajaran). Prinsip ini menuntut
adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku, pelanggaran terhadap
prinsip ini dapat dilihat dari kasus penjualan saham MDS kepada
MAC, yang mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak setara
untuk setiap pemegang saham.
c. Prinsip Responsibility (pertanggung jawaban). Bentuk pertanggung
jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan
yang berlaku. Dengan adanya tindakan insider trading yang merupakan
pelanggaran terhadal peraturan yang berlaku, maka dapat dikatakan
perusahaan telang melanggar prinsip responsibility ini.

Indonesia mengadopsi standar corporate governance dari OECD maka


pelanggaran standar yang dilakukan adalah terhadap prinsip-prinsip OECD
terutama pada prinsip ketiga yang berisi bahwa :
“Tatakelola perusahaan harus mampu memberikan kesetaraan perlakuan
terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas
dan pemegang saham asing. Seluruh pemegang saham harus
mendapatkan ganti rugi apabila terjadi kecurangan atau penghilangan
hak-haknya.”
Dari prinsip tersebut tentunya MPP telah melakukan pelanggaran yang
jelas karena telah diduga melakukan insider trading yang tentu telah
menghilangkan hak-hak pemegang saham minoritas. Insider Trading
sendiri telah secara dijelas dilarang dalam prinsip III B OECD, “Insider
trading and abusive self-dealing should be prohibited.”
Pelanggaran Peraturan
Transaksi penjualan MDS kepada MAC yang syarat akan benturan
kepentingan, transaksi tersebut diatur secara lebih tegas dalam Peraturan
Bapepam No.IX.E.1 sebagaimana telah diperbarui dengan Keputusan
Ketua Bapepam LK No: Kep-412/BL/2009. Berdasakan Pasal 1 huruf e
peraturan tersebut, benturan kepentingan adalah perbedaan antara
kepentngan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi
anggota direksi, anggota dewan komisaris atau pemegang saham utama
yang dapat merugikan perusahaan dimaksud.
Berikut transaksi yang mengandung benturan kepentingan
berdasarkan Peraturan Bapepam No.IX.E.1 yang berkaitan dengan kasus
Matahari :
Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang
saham utama, komisaris atau direksi menjadi pemegang saham
atau anggota direksi atau komisaris
Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur,
komisaris. Atau pemegang saham pengendali merupakan
pemegang saham, direktur atau komisaris
Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang
saham utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham,
direktur, atau komisaris
Apabila kita hubungkan transaksi tersebut dengan kriteria transaksi
yang tecantum dalam peraturan tersebut maka terdapat beberapa hal yang
dapat diindikasikan terjadinya transaksi benturan kepentingan pada
penjualan saham MDS. Ada pun beberapa hal yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Penjualan Saham 90.7% MDS oleh MPA kepada MAC dimana MPA
juga memiliki 20% saham MAC.
Perusahaan MDS meminjam dana kepada bank CIMB Niaga dan
Standard Chartered sebesar Rp. 3.25 triliun yang kemudian
dipinjamkan kembali pada MAC untuk membeli saham MDS.
Perusahaan MAC memperoleh pinjaman dana dari MDS yang
merupakan anak perusahaan dari perusaahan MPA yang juga
merupakan pemilik saham MAC.
Penyelesaian Kasus
Rencana penjualan sebagia besar saham PT. Matahari Departement Store
mendapat respon negatif dikalangan masyarakat, karena ada indikasi kecurangan
dan manipulasi yang diduga dilakukan oleh MPP.
Menganggapi hal tersebut, Bapepam-LK yang merupakan pengawas pasar
modal di Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut.
Bapepam-LK pun kemudian menyelenggarakan pertemuan dengan pihak
menejemen MPP. Dalam pertemuan itu Bapepam LK meminta kepada pihak
menejemen MPP untuk memberikan penjelasan secara lebih rinci kepada publik
mengenai transaksi yang bernilai triliunan rupiah tersebut.
Setelah pertemuan yang pertama dengan menejemen MPP, Bapepam LK
kembali meminta kepada pihak menejemen MPP uuntuk memberikan penjelasan
kepada publik mengenai segala bentuk utang yang dimiliki MPP dan juga rencana
penggunaan dana hasil penjualan saham MDS sebesar Rp. 7,16 triliun. Dan
kemudian memperoleh hasil bahwa hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk
melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar dan juga untuk membagikan dividen
yang sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar.
Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh Bapepam-LK dirasa
kurang jelas, Bapepam-LK pun meminta MPP untuk menunda pelaksanaan RUPS
dan membuat bussines plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut
dan ditampilkan dalam bentuk public expose guna menjamin transparansi agar
pihak pemegang saham minoritas pun dapat mengetahui tujuan dari penjualan
saham tersebut.
Pada akhirnya Bapepam-LK tetap mengalami kesulitan untuk
mengumpulkan bukti-bukti penyimpangan transaksi penjualan yang dilakukan
MDS. Hal tersebut dikarenakan transaksi yang terjadi dan pihak-pihak yang
melakukan hanya sedikit jumlahnya. Walaupun analisa Bapepam-LK menemukan
indikasi transaksi mencurigakan, tetapi untuk melakukan proses hukum
memerlukan bukti yang materiil.
Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna
membahas rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder
menyetujui rencana penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara resmi
menjual 90,7% saham PT. Matahari Department Store kepada PT. Meadow Asia
Company.
Dampak dari transaksi penjualan tersebut ternyata meningkatkan performa
dari PT. Matahari Putra Prima dan juga PT. Matahari departemen Store. Hal
tersebut menunjukan bahwa strategi MPP untuk menjual saham MDS kepada
MAC bukanlah keputusan yang buruk bagi MDS.
15
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari pembahasan kasus diatas terlihat bahwa tidak terdapat bukti yang
materiil terhadap kasus transaksi penjualan MDS oleh MPPA yang banyak
menuai protes. Namun transaksi insider trading dan praktek korporasi untuk
menaikan saham memanglah sangat jelas terlihat dalam transaksi tersebut
terutama dalam dua transaksi berikut

MPPA menjual saham MDS kepada MAC pada tahun 2010 dimana
MAC juga baru dibentuk pada tahun tersebut dan MPP memiliki
20% kepemilikan terhadap MAC. Pada saat isu penjualan saham
tersebut muncul harga saham MDS melonjak naik.
Dana yang digunakan untuk pembelian saham tersebut adalah dana
yang dipinjam oleh MPP kepada dua bank CIMB Niaga dan
Standard Chartered dengan jaminan 90,7% saham MDS, yang
kemudian dana tersebut dipinjamkan kepada MAC untuk membeli
saham MDS.

Saran

Kepada BAPEPAM-LK dan Bursa Efek Indonesia diharapkan terus


mengawasi apabila terdapat tindak kecurangan yang dilakukan oleh
perusahaan dan memberi sanksi yang tegas apabila kecurangan tersebut
telah terbukti.
Kepada Investor agar terus mengawasi dan waspada terhadap operasi
perusahaan dan hendaknya mengajukan keberatan apabila merasa telah
terjadi perampasan hak ataupun tindak kecurangan.

16
DAFTAR PUSTAKA

OECD. 2004. OECD Corporate Governance Principles.

BAPEPAM.2009. Peraturan No.IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan


Kepentingan, Jakarta : Departemen Keuangan dan Bapepam RI

Republik Indonesia.2007 . Undang-undang No. 40 Tentang Perseroan Terbatas,


Jakarta : Sekretariat Negara.

Bussines Law Comunity. 2010. Analisis Yuridis Terhadap Kasus Penjualan


Saham PT. Matahari. Diambil dari: http://blc-fhugm.blogspot.co.id/. (24
September 2015).

Fauzi, Abdul Wahid. 2010. Bapepam Turut Periksa Kasus Saham Matahari
Diambil dari: http://investasi.kontan.co.id/news/bapepam-turut-periksa-kasus-
saham-matahari. (24 September 2015).

Hukumonline.com. 2010. Ada Transaksi Afiliasi dalam Penjualan Matahari.


Diambil dari: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b8cd826904cc/ada-
transaksi-afiliasi-dalam-penjualan-matahari. (24 September 2015).

REPUBLIKA.CO.ID. 2010. Bapepam Perlu Gelar Perkara Kasus Matahari Putra


Prima. Diambil dari: http://www.republika.co.id/berita/breaking-
news/ekonomi/10/07/11/124218-bapepam-perlu-gelar-perkara-kasus-matahari-
putra-prima. (24 September 2015).

Matahari Departement Store. 2012. Tentang Matahari. Diambil dari:


http://www.matahari.co.id/about.(24 September 2015).

Ayuwuragil D,Kustin. Profil Matahari Putra Prima. Diambil dari:


http://profil.merdeka.com/indonesia/m/matahari-putra-prima/ . (24 September
2015).

17
18

Você também pode gostar

  • Manfaat Arus Kas
    Manfaat Arus Kas
    Documento1 página
    Manfaat Arus Kas
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Jawaban Etika
    Jawaban Etika
    Documento3 páginas
    Jawaban Etika
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Jawaban D
    Jawaban D
    Documento1 página
    Jawaban D
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Soal Akl Sap 7 2
    Soal Akl Sap 7 2
    Documento4 páginas
    Soal Akl Sap 7 2
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Lockdown
    Lockdown
    Documento2 páginas
    Lockdown
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Jawaban D
    Jawaban D
    Documento1 página
    Jawaban D
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Promosi
    Promosi
    Documento2 páginas
    Promosi
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 7
    Contoh Soal AKL SAP 7
    Documento5 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 7
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 4
    Contoh Soal AKL SAP 4
    Documento6 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 4
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 2
    Contoh Soal AKL SAP 2
    Documento2 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 2
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 6
    Contoh Soal AKL SAP 6
    Documento7 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 6
    Wika Noya
    0% (1)
  • Contoh Soal AKL SAP 3
    Contoh Soal AKL SAP 3
    Documento2 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 3
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 5
    Contoh Soal AKL SAP 5
    Documento2 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 5
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Soal Likuidasi
    Soal Likuidasi
    Documento6 páginas
    Soal Likuidasi
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Scan Paten
    Scan Paten
    Documento1 página
    Scan Paten
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 1
    Contoh Soal AKL SAP 1
    Documento2 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 1
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Metod
    Metod
    Documento1 página
    Metod
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Rasio Perbankan
    Rasio Perbankan
    Documento13 páginas
    Rasio Perbankan
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • 3.10 Teknik Analisis Data
    3.10 Teknik Analisis Data
    Documento1 página
    3.10 Teknik Analisis Data
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Uu - No - 13 - 2016 Paten
    Uu - No - 13 - 2016 Paten
    Documento86 páginas
    Uu - No - 13 - 2016 Paten
    Anonymous VCN2Nj
    Ainda não há avaliações
  • Hki Paten
    Hki Paten
    Documento5 páginas
    Hki Paten
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Paten
    Paten
    Documento1 página
    Paten
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Scan Paten 2
    Scan Paten 2
    Documento2 páginas
    Scan Paten 2
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • 3.10.1 Instrumen Penelitian: Pengujian
    3.10.1 Instrumen Penelitian: Pengujian
    Documento1 página
    3.10.1 Instrumen Penelitian: Pengujian
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • CG 1 SC
    CG 1 SC
    Documento8 páginas
    CG 1 SC
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • OECD
    OECD
    Documento2 páginas
    OECD
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Siklus Pengeluaran
    Siklus Pengeluaran
    Documento3 páginas
    Siklus Pengeluaran
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Ta 6
    Ta 6
    Documento3 páginas
    Ta 6
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • CG 1 SC
    CG 1 SC
    Documento8 páginas
    CG 1 SC
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • GCG SC
    GCG SC
    Documento8 páginas
    GCG SC
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações