Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh :
Kelompok : I
Kelas : 2A-TKI
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Tujuan
1) Mahasiswa memahami konsep Pengendalian Korosi dengan metoda Close Interval
Potential Survey dan Direct Current Voltage Gradient.
2) Mahasiswa dapat melakukan pengendalian korosi dengan metodeClose Interval Potential
Survey.
3) Mahasiswa memahami bagaimana kondisi pipa yang sudah luka coatingnya berdasarkan
potensial yang diukur dibandingkan dengan nilai potensial reference.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Korosi tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan seminimal mungkin. Ada beberapa
metode yang biasanya digunakan untuk mengendalikan korosi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Perancangan geometris alat atau benda kerja.
b. Pemilihan bahan atau material logam yang sesuai dengan lingkungan. Pemilihan material
haruslah dipertimbangkan. Jenis material yang digunakan harus memiliki ketahanan korosi
yang tinggi pada suatu media tertentu yang sesuai dengan lingkungan tempat aplikasinya
c. Metode Pelapisan (Coating) adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan
suatu lapisan pada permukaan logam yang akan dilindungi. Misalnya, dengan pengecatan atau
penyepuhan logam. Zat atau logam yang akan melapisi suatu logam harus bisa membentuk
lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga logam yang dilindungi
terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida
logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih lanjut.
d. Proteksi Katodik merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya korosi pada
logam.Prinsip kerjanya adalah dengan mengubah benda kerja menjadi katoda. Proteksi
dilakukan dengan mengalirkan elektron tambahan kedalam material. Terdapat dua jenis
proteksi katodik, yaitu metode impressed current (arus paksa) dan sacrificial anode (anoda
korban).
e. Proteksi anodik yaitu dengan cara mempertebal lapisan pasif dari suatu material dengan cara
memberikan potensial kearah anodik.
f. Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan kadar
sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosidapat dikelompokkan
berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik,
inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi.
Coating merupakan sistem proteksi logam terhadap korosi dengan cara memberikan
lapisan di permukaan logam untuk mencegah kontak langsung atau reaksi reduksi-oksidasi antara
logam dengan lingkungan sekitar. Coating diberikan untuk melindungi pipa dengan keadaan
tanah. Tanah memiliki harga resistivitas yang berbeda-beda, bergantung kepada keadaan
geometris dan jenis tanah. Untuk mengetahuitingkat korosifitas, digunakan alat resistivity meter.
Pada umumnya, coating dibagi menjadi dua macam, yaitu organic coating dan anorganic
coating. Organic coating berbahan kimia biasanya menggunakan senyawa polimer seperti HDPE
(High Density Polyethylene). Sedangkan organic coating yang umum digunakan dan murah
adalah coaltar atau aspal. Anorganic coating biasanya bekerja dengan pembentukan oksida
dengan proses anodisasi dan pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Pelapisan
dengan organic coating biasanya menggunakan metode pengecatan. Sedangkan pelapisan
anorganic coating yang biasanya dilakukan adalah anodisasi aluminium, kromatisasi dan
fosfatisasi.
Syarat dari coating pada system perpipaan dimuat di NACE Standard RP 0169-96,
diantaranya :
1) Insulator elektrik yang efektif
2) Pelindung Kelembaban yang efektif
3) Aplikatif terhadap struktur
4) Memiliki sifat adesi yang kuat terhadap pipa
5) Mampu menahan defect dari kemungkinan membesar dalam jangka waktu lama
2.3. MetodePendeteksi KerusakanCoating
Pada penerapan di lapangan, kerusakan coating dapat dideteksi dengan dua metode yang
umum digunakan, yaitu metode Direct Current Voltage Gradient (DCVG) dan Close
Interrupted Potential Survey (CIPS).
Metode kerja dari DCVG dan CIPS adalah dengan memastikan sistem perpipaan telah
diproteksi dengan arus paksa (ICCP). Adanya kerusakan coating akan menyebabkan terjadinya
peningkatan arus dalam jumlah yang besar di sekitar kerusakan coating. Ilustrasi dari kerusakan
coating dapat dilihat pada gambar berikut
(Sumber:www.cathodicprotectionnetwork.com)
Gambar2.2 Ilustrasi jenis kerusakan coating
(Sumber:PMLDCVGManualSheet)
Data-data yang diperoleh dari kegiatan CIPS dapat memberikan manfaat seperti :
1. Mengindentifikasikan daerah-daerah diluar jangkauan kriteria potensial pipa tidak bisa
diidentifikasi dengan test point survey.
2. Menentukan kondisi area diluar kisaran atau range kriteria potensial.
3. Mencari defect atau cacat pipa menengah sampai cacat besar pada coating,
terisolasi atau menerus dan biasanya > 600 nm atau 1 in.
4. Mencari area stray-current pick up dan discharge atau area yang berisiko korosi.
5. Menentukan area pengaruhcathodic protection(CP).
6. Mengidentifikasi casing yang mengalami korsleting, cacat pada perangkat isolasi listrik,
atau tidak disengaja kontak dengan struktur logam lainnya.
7. Mencari daerah perisai geologichatodic protection.
8. Melakukan pengukuran tingkat CP dalam melakukan pengujian arus dan mengevaluasi
efektivitas distribusi arus sepanjangpipa.
9. Mencari daerah yang berisiko mengalami stress corrosion cracking (SCC) dengan pH
tinggi. Tingkat CP terbukti sebagai faktor kerentaan pipa hingga timbulnya SCC dengan
pHtinggi. CIS dapat membantu menunjukkan lokasi di sepanjang saluran pipa dimana
struktur elektrolit jatuh pada jangkauan kerentaan terjadinya SCC, dan
10. Menentukan dan memprioritaskan area risiko korosi (Bariyyah, 2012), sebagai bagian
dari program managemen integritas atau bagian dari eksternal corrosion direct assessment
(ECDA).
(sumber:EUS,ManualDCVG)
Pada survey DCVG dengan teknik Paralel, posisi dari kedua elektroda standard
Cu/CuSO4 segaris dengan centre line dari pipa. Sehingga pergerakan dari data probe segaris
antar probe yang satu dengan yang lain. Pada metode ini, lokasi dari coating defect ditunjukkan
dengan adanya simpangan dari nilai beda potensial, dimana:
a) Pada saat pergerakan data probe mendekati area yang mengalami coating defect, nilai beda
potensial akan meningkat dan bernilai positif.
b) Pada saat data probe berada tepat di atas lokasi pipa yang mengalami coating defect, beda
potensial yang terbaca divoltmeter adalah nol.
c) Padasaat data probe menjauhi area yang mengalami coating defect, nilai beda potensial
bernilai negatif.
Setelah dapat menentukan posisi dari kerusakan coating, maka dapat dilakukan
pengukuran tingkat kerusakan dari coating tersebut. Persen kerusakan dari coating menggunakan
variabel total potensial dalam satuan mV. Total potensial merupakan perbedaan antara potensial
maksimum pada lokasi coating defect dan potensial tanah yang semakin meningkat akibat
kontribusi sistem Proteksi Katodik terhadap aliran arus ke coating defect.
Untuk menentukan Total mV, terlebih dahulu harus diketahui posisi yang pasti dari
coating defect, contoh: lokasi dimana bacaan potensial DCVG mencapai maksimum yang
diketahui dari survey DCVG sebelumnya. Kemudian dilakukan pengukuran potensial DCVG
dengan menggerakan data probe segaris dengan arah tegak lurus dari arah pipa.
Pengukuran Total mV dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu :
1. Pengukuran Total mV Satu Halfcell Diam– Satu Half cell Bergerak
Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negatif dari data
logger pada lokasiyang mengalami coating defect.
Elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger
ditempatkan pada jarak 50 atau 100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial
DCVG yang terukur merupakan nilai awal Total mV.
Lanjutkan pergeseran half cell positif, dengan half cell kutub negatif tetap diam di atas
jalur pipa, sampai didapat nilai pengukuran terbesar.
Apabila dalam pengukuran ada anomaly, atau perubahan nilai potensial secara
drastis, maka hentikan pergeseran di tempat dimana nilai pengukuran terbesar diperoleh.
Nilai pengukuran terbesar merupakanTotal mV
Perbedaan dari kedua metode ini hanya didasarkan pada kebutuhan teknis. Karena dalam
pergeseran dengan alat pengukur DCVG yang memiliki kabel untuk merentang tidak terlau
panjang, maka akan digunakan metode Dua Halfcell Bergerak. Kelebihan lainnya adalah metode
Dua Half cell Bergerak dapat dilakukan hanya oleh satu orang.
Kemudian setelah mendapatkan variable Total mV, besar kerusakan coating dapat
diestimasi dengan persamaan yang menggabungkan antara IR Drop dan Total mV.
Nilai dari IR drop dari persamaan tersebut diatas,diambil dari pengukuran IR drop pada 2
test point terdekat dari lokasi coating defect (lokasi coating defect berada diantara 2 test point).
Nilai IR drop pada masing – masing test point merupakan selisih dari potensial pipa terhadap
tanah pada saat CP on dan potensial pipa terhadap tanah pada saat CP off. Apabila hasil
pengukuran selisih potensial on/off di kedua test point sama, maka nilai itulah yang digunakan
sebagai nilai IR drop. Tetapi apabila dari hasil pengukuran didapatkan nilai selisih potensial yang
berbeda diantara kedua test point tersebut, maka nilai selisih potensialnya bisa ditentukan dengan
cara ekstrapolasi dari jarak antara testpoint dengan lokasi coating defect.
Ukuran dari coating defect diekspresikan dalam hubungan IR potensial drop dalam tanah
dengan adanya aliran proteksi katodik dari arus paksa.
Besaran coating defect diekspresikan dalam %IR dengan formula sebagai berikut:
Keterangan :
V1 = Potensial terukur pada test box pertama(mV)
V2 = Potensial terukur pada test box kedua(mV)
X= Jarak test box atau panjang pipa dari test box pertama(m)
dX =Letakatau posisi kebocoran pipa(m)
Dari hasil perhitungan % IR, maka dapat diketahui seberapa besar kerusakan
coating. Untuk menentukan tingkat kerusakan coating dapat didasarkan sesuai table berikut:
Tabel 2.1 Tingkat Kerusakan Coating berdasarkan% IR
Klasifikasi Kerusakan %IR
Ringan 0-15
Sedang 15-35
Berat 35-70
Parah 70-100
(Sumber : Dokumen Presentasi Indocor, 2013
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 CIPS
3.1.1 Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
1) Simulator Perpipaan
2) Elektroda Standar Cu/CuSO4(1 pasang)
3) Voltmeter Digital
4) Transformator
5) Recifer
6) Kabel
7) Peralatan safety untuk personil (Helmet, Safety Boot, Google dan Gloves)
3.2 DCVG
3.2.1 Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
1) Simulator Perpipaan
2) Pengukur DCVG
3) Elektroda Standar Cu/CuSO4(1 pasang)
4) Voltmeter Digital
5) Transformator
6) Recifer
7) Kabel
8) Peralatan safety untuk personil (Helmet, Safety Boot, Google dan Gloves)
Potensial (volt)
Jarak (cm)
V min V maks
100 1.571 2.464
200 1.586 2.476
300 1.592 2.478
400 1.611 2.495
500 1.601 2.500
600 1.612 2.512
800 1.620 2.509
900 1.624 2.507
1000 1.616 2.486
1100 1.626 2.452
1200 1.637 2.454
1300 1.605 2.505
Tabel 4.1 CIPS : Beda Potensial minimum dan maksimum pada tiap jarak pengukuran
*daerah yang diberi warna biru diprediksikan terjadi kebocoran coating pada pipa dan pada
daerah sekitar lubang tersebut dilakukan DCVG untuk mengetahui besar kerusakan coatingnya
CIPS : Voltage min (V) vs titik (cm)
1.65
1.64
Voltage min (volt) 1.63
1.62
1.61
1.6
1.59
1.58
1.57
1.56
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
titik (cm)
Gambar 4.1 Grafik CIPS : jarak (cm) dan potensial minimum (V)
2.5
2.49
2.48
2.47
2.46
2.45
2.44
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
titik (cm)
Gambar 4.2 Grafik CIPS : jarak (cm) dan potensial maksimum (V)
2.7
2.5
2.3
2.1 minimum
maksimum
1.9
1.7
1.5
0 500 1000 1500
Gambar 4.3 Grafik CIPS : jarak (cm) dan potensial maksimum (V) serta potensial minimum (V)
Gambar 4.4 Grafik DCVG : jarak (cm) dan potensial maksimum (V)
Total MV
%IR = × 100%
IR drop
OL/RE
%IR = × 100%
P/RE
dx
P/RE = V1 − (V − V2 )
x 1
VOLTAGE MAKSIMUM
dx
P/RE = V1 − (V − V2 )
x 1
1100
P/RE = 2.464 − (2.464 − 2.505)
1300
P/RE = 2.4987 V
OL
= Total potensial DCVG
RE
OL
= 0 + 0.1342 + 0.0579 + 0.0641 + 0.007 + 0.0044
RE
OL
= 0.2676 V
RE
OL/RE
%IR = × 100%
P/RE
0.2676
%IR = × 100%
2.4987
%IR = 10.71 %
BAB V
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
5.1 PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengukuran kebocoran pada pipa dengan
menggunakan metode CISP (Close Interval Potential Survey ) dan DCVG (Direct Current
Voltage Gradient). Kedua metode tersebut biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin
kondisi pipa, untuk menentukan apakah pipa masih layak digunakan atau tidak, dan apakah
perlu dilakukan pergantian atau tidak.
Metode CISP adalah metode yang dilakukan untuk menentukan terjadi atau tidaknya
kebocoran pada pipa atau tidak pada jarak tertentu. Metode CISP sendiri, dilakukan dengan
mengukur potensial minimum dan maksimum pipa yang tertanam dalam tanah. Apabila
terdapat data yang terlihat menyimpang, maka ditentukan pada titik tersebut terjadi
kebocoran pipa. Cara mengukur potensial pipa sendiri dilakukan dengan cara memasangkan
kutub negative voltmeter pada elektroda, dan kutub positif voltemeter dipasangkan pada test
box.
Metode DCVG adalah metode yang dilakukan untuk menentukan seberapa besar
keparahan kebocoran pipa yang terjadi. Metode ini, dilakukan dengan cara mengukur
potensial maksimum dan minimum pada tanah dengan jalur yang tegak lurus dengan
pengukuran CIPS. Semakin besar jarak pengukuran yang terbaca, maka semakin besar tingkat
kerusakakan yang dialami pipa.
Pada praktikum ini, dilakukan metode CIPS dengan interval jarak sebesar 1 meter tiap
titik. Pengukuran dimulai dari test box yang memiliki nilai potensial potensial lebih kecil
kearah test box yang mempunyai nilai potensial yang lebih besar. Pada tiap titik, dilakukan
pengukuran potensial maksimum dan minimum. Dari kedua data yang didapat, dibuat grafik
agar diketahui titik yang mengalami penyimpangan. Pada percobaan ini, terjadi
penyimpangan potensial pada titik ke-11, yaitu pada meter ke-11 pada titik tersebut kemudian
dilakukan metode DCVG.
Dari awal titik ke-11, dilakukan pengukuran potensial dengan menggunakan dua
elektroda. Kedua elektroda masing-masing dipasangkan dengna kutub positif voltmeter dan
kutub negatif voltmeter. Jika kedua elektroda saling disentuhkan, didapatkan nilai potensial
nol. Kemudian dilakukan pengukuran potensial dengan interval jarak tiap titik sebesar 30 cm.
Pada praktikum kali ini, melalui metode DCVG hanya mengukur nilai potensial minimum
dari tiap titik. Pengukuran dihenikan saat nilai potensial minimum mendekati nilai nol.
Semakin besar jarak pengukuran, maaka semakin tinggi tingkat kerusakan pipa.
Dari nilai potensial yang didapat melalui metode DCVG, kemudian data diolah untuk
mengetahui persen kerusakan pipa untuk mengkategorikan tingkat keruskan pipa.
Berdasarkan nilai %IR potensial minimum yang bernilai sebesar 10.71% didapatkan bahwa
kategori kerusakan pipa termasuk kategori tingkat ringan.
5.2 KESIMPULAN
Kebocoran pipa yang terjadi berada pada titik ke-11, atau pada 11 meter dari test box
Didapatkan nilai %IR potensial minimum sebesar 10.71%
Kerusakan pada pipa termasuk dlaam kategori kerusakan tingkat ringan
DAFTAR PUSTAKA
Indarti R., dan Ngatin A. 2010. Buku Ajar Teknik Pengendalian Korosi. Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Bandung.
Tonapa, Yunus, Agustinus Ngatin, Retno Indarti, Mentik Hulupi. 2008. Buku Petunjuk
Pelaksanaan Praktikum Teknik Pencegahan Korosi. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik
Negeri Bandung.
R.L. Pawson: "Close Interval Potential Surveys - Planning, Execution, Results", Materials Performance,
Jones, D.A. Principles And Prevention of Corrosion-2nd Edition, Prentice Hall, Singapore, 1997.