Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh
YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Y.M.E, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah seminar kerja
praktik laboratorium yang berjudul “Desalinasi Air Laut Menggunakan Zeolit
Alam sebagai Ion Exchanger” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas akademis pada
Program Studi Teknik Kimia S-1, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Industri
UPN “Veteran” Yogyakarta. Dengan tersusunnya makalah ini, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan spiritual
dan material.
2. Dr. Adi Ilcham, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing.
3. Semua pihak yang telah membantu kami dalam pelaksanaan dan
penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini. Oleh karena itu, saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
BAB I – PENDAHULUAN
2.1.3.Salinitas .......................................................................................................... 7
iv
2.2 Landasan Teori ..................................................................................................... 15
BAB V – PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Hubungan waktu kontak dengan nilai salinitas pada ukuran 40 mesh ........23
Gambar 4.2 Hubungan waktu kontak dengan nilai salinitas pada ukuran 60 mesh ........23
Gambar 4.3 Hubungan waktu kontak dengan nilai salinitas pada ukuran 80 mesh ........24
Gambar 4.4 Hubungan ukuran mesh dengan nilai salinitas pada waktu 4 jam..............25
Gambar 4.5 Hubungan ukuran mesh dengan nilai salinitas pada waktu 6 jam..............26
Gambar 4.6 Hubungan ukuran mesh dengan nilai salinitas pada waktu 8 jam..............26
vi
DAFTAR TABEL
vii
INTISARI
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan di bumi.
Kebutuhan yang tinggi akan ketersediaan air ini juga membuat manusia sering
dihadapkan pada situasi yang sulit dimana sumber air tawar sangat terbatas dan di lain
pihak terjadi peningkatan kebutuhan. Dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut. Akan
tetapi, sedikit orang yang mau menggunakan air langsung dari laut, karena tidak bisa
menghilangkan rasa asin, selain itu jika air laut digunakan untuk mandi maka akan
merusak kulit. Namun berkat teknologi, air laut pun bakal sebening dan setawar air
tanah yang siap untuk digunakan. Agar teknologi ini dapat diterapkan pada industri
kecil atau industri rumah tangga, maka sistem yang dipilih adalah sistem penukar ion
yaitu sistem yang cukup sederhana, dan disamping itu bahan penukar ion yang
digunakan adalah bahan yang relatif murah yaitu zeolit.
Batuan zeolit dihancurkan dan diayak sampai menjadi serbuk yang kemudian akan
diaktivasi dengan NaOH. Zeolit dicampurkan NaOH 1 M lalu diaduk selama 30 menit
dan didiamkan selama 24 jam lalu setelah itu dinetralkan dengan air hingga pH
mendekati 7. Setelah itu serbuk zeolit dikeringkan selama 4 jam pada suhu 400 oC dalam
furnace. Proses terakhir adalah Pengujian Zeolit. Masukkan Serbuk Zeolit kedalam pipa
bahan isian dengan ketinggian tumpukan 40, 70, dan 100 cm dan memasukkan air laut
sedikit demi sedikit kedalam pipa bahan isian tersebut secara continous. Menunggu
Proses penukaran ion selama kurun waktu 4, 6, dan 8 jam
Pada penelitian ini didapatkan kondisi operasi dengan hasil terbaik terjadi pada
waktu 8 jam dengan penurunan salinitas tertinggi sebesar 28,1 ‰ pada tinggi 100 cm
dan ukuran zeolite 100 mesh.
viii
Makalah Seminar Kerja Praktik Laboratorium
Desalinasi Air laut Menggunakan Zeolit Alam Sebagai Ion Exchanger
BAB I
PENDAHULUAN
menghilangkan kesadahan dalam air. Agar teknologi ini dapat diterapkan pada
industri kecil atau industri rumah tangga, maka sistem yang dipilih adalah sistem
penukar ion yaitu sistem yang cukup sederhana, dan disamping itu bahan penukar
ion yang digunakan adalah bahan yang relatif murah yaitu zeolit, sehingga secara
keseluruhan ditinjau dari segi teknis dan ekonomi dapat terjangkau oleh pelaku
industri kecil dan industri rumah tangga. Pada proses destilasi menggunakan
teknik penukar ion yang memanfaatkan proses kimiawi untuk memisahkan garam
dalam air. Pada proses ini ion garam (NaCl) ditukar dengan ion seperti Ca2+ dan
SO4-2. Materi penukar ion berasal dari bahan alam atau sintetis, misalnya bahan
alam dengan menggunakan zeolit sedangkan yang sintetis menggunakan resin
penukar ion (resin kation dan resin anion) (Herlambang, A., 2000). Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis berinisiatif untuk membuat proposal penelitian
tentang Pemanfaatan Batu Zeolit Sebagai Alternatif Mengubah Air Laut Menjadi
Air Tawar dengan Metode Ion Exchange.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi air laut yang telah di desalinasi dengan
pengaruh variabel waktu kontak zeolit, ukuran zeolit, dan tinggi
tumpukan zeolit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3 Salinitas
Salinity atau salinitas adalah jumlah garam yang terkandung dalam satu
kilogram air. Kandungan garam dalam air ini dinyatakan dalam ppt atau part per
thousand karena satu kilogram sama dengan 1000 gram. Air laut memiliki kadar
garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar garam pada air payau berkisar 1000
– 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh mengandung garam lebih dari 400 mg/lt.
Agar air laut atau air payau bisa dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses
pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya
adalah menurunkan kadar garam sampai dengan konsentrasi kurang dari 400
mg/lt.
Proses mengolah air asin / payau menjadi air tawar atau sering dikenal dengan
istilah desalinasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam yaitu :
(1) Proses destilasi (suling)
Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan, yakni proses
pemanasan suatu bahan pada berbagai temperatur, tanpa kontak dengan
udara luar untuk memperolah hasil tertentu. Penyulingan adalah
perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk gas melalui proses
pemanasan cairan tersebut, dan kemudian mendinginkan gas hasil
pemanasan, untuk selanjutnya mengumpulkan tetesan cairan yang
mengembun (Cammack, 2006).
Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi sangat berguna untuk
konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar
dapat dilakukan dengan teknik destilasi panas buatan, destilasi tenaga
surya, elektrodialisis, osmosis, gas hydration, freezing, dan lain-lain.
Homig (1978) menyatakan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator
yang terpenting adalah harus tidak korosif, murah, praktis dan awet.
(2) Proses penukar ion (ion exchange)
Metode pertukaran ion (ion exchange) dilakukan dengan mereaksikan
air laut bersama bahan-bahan kimia tertentu (resin). Resin yang dapat
digunakan untuk proses pertukaran ion dan yang paling banyak digunakan
adalah resin sintesis hasil polimerisasi antara styrene dan divinil benzena
dengan gugus sulfonat.
Media penukar ion sering disebut dengan resin. Terdapat 4 jenis resin
yang sering dipergunakan dalam pengolahan air yaitu :
a. Resin kation asam kuat terbuat dari plastik atau senyawa polimer yang
direaksikan dengan beberapa jenis asam seperti asam sulfat, asam
posphat, dan sebagainya. Resin kation asam kuat ini mempunyai ion
hydrogen (R-, H+), dengan adanya ion H+ yang bermuatan positif maka
resin ini sering dipergunakan untuk mengambil ion-ion yang
bermuatan positif. (Montgomery, 1985).
b. Resin kation asam lemah terbuat dari plastik atau polimer yang
direaksikan dengan grup asam karbonik dengan demikian Grup
(COOH-) sebagai penyusun resin. Resin kation asam lemah diperlukan
kehadiran alkalinities untuk melepas ion hidrogen dari resin.
(Montgomery, 1985).
c. Resin anion basa kuat terbuat dari plastik atau polimer yang
direaksikan dengan gugus senyawa amine atau amonium. Resin anion
basa kuat merupakan resin yang sering dipergunakan dalam
mengambil ion-ion yang bermuatan negatif. Pada operasionalnya resin
anion basa kuat ini dapat dioperasionalkan pada kondisi hidroksida
(R+.Cl-). Apabila resin anion basa kuat dioperasionalkan pada kondisi
hidroksida (R+.OH-), Maka resin anion basa kuat ini dapat mengambil
hampir seluruh jenis ion negative (Montgomery, 1985).
d. Resin anion basa lemah dipergunakan untuk mengambil asam-asam
seperti asam klorida (HCl) atau asam sulfat (H2SO4) sehingga resin
dikenal sebagai pengadsorbsi asam (acid-adsorbers) (Montgomery,
1985).
2.1.4 Zeolit
Zeolit merupakan material yang memiliki banyak kegunaan. Zeolit telah
banyak diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion, dan sebagai katalis.
Zeolit adalah mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang
mempunyai struktur kerangka tiga dimensi, terbentuk oleh tetrahedral
Dari proses aktivasi zeolit baik secara asam maupun basa, diperoleh hasil
bahwa zeolit yang diaktivasi dengan basa akan menjadi lebih polar bila
dibandingkan dengan zeolit yang diaktivasi dengan asam (Jozefaciuk
dan Bowanko, 2002). Perlakuan dengan asam terhadap zeolit terbukti
akan menyebabkan zeolit menjadi lebih hidrofob sehingga daya
adsorpsinya terhadap air akan berkurang (Sumin dkk., 2009). Semakin
tinggi konsentrasi asam yang digunakan maka daya adsorpsi zeolit terhadap
uap air menjadi semakin kecil ( Ozkan dan Ulku, 2005).
2.1.4.3 Kapasitas Pertukaran Ion
Kapasitas tukar kation adalah jumlah pasangan ion yang tersedia tiap
satuan berat atau volume zeolit dan menunjukkan jumlah kation yang
tersedia untuk dipertukarkan. Kapasitas ini merupakan fungsi dari derajat
substitusi Al terhadap Si dalam struktur kerangka zeolit. Semakin besar
derajat substitusi, maka kekurangan muatan positif zeolit semakin besar,
sehingga jumlah kation alkali atau alkali tanah yang diperlukan untuk
netralisasi juga semakin banyak. Secara umum, kapasitas tukar kation pada
zeolit tergantung pada tipe dan volume tempat adsorpsi, serta jenis, jari-jari
ion dan muatan kation.
dari unit-unit tetrahedral AlO42- dan SiO4- yang saling berhubungan melalui
atom O dan di dalam struktur, Si4+ dapat diganti dengan Al3+. Ikatan Al-O-Si
membentuk struktur kristal sedangkan logam alkali atau alkali tanah
merupakan sumber kation yang dapat dipertukarkan (Sutarti,1994).
Struktur yang khas dari zeolit, yakni hampir sebagian besar merupakan
kanal dan pori, menyebabkan zeolit memilki luas permukaan yang besar.
Semakin banyak jumlah pori yang dimiliki, semakin besar luas permukaan total
yang dimiliki zeolit. Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan baik secara fisika
maupun secara kimia. Aktivasi secara fisika dilakukan melalui pengecilan
ukuran butir, pengayakan, dan pemanasan pada suhu tinggi, tujuannya untuk
menghilangkan pengotor - pengotor organik, memperbesar pori, dan
memperluas permukaan. Sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan melalui
pengasaman. Tujuannya untuk menghilangkan pengotor anorganik.
Dari proses aktivasi zeolit baik secara asam maupun basa, diperoleh hasil
bahwa zeolit yang diaktivasi dengan basa akan menjadi lebih polar dibandingkan
dengan zeolit yang diaktivasi dengan asam. Perlakuan dengan asam terbukti
menyebabkan zeolit menjadi lebih hidrofob sehingga proses pertukaran ion dalam
larutan garam menjadi semakin kecil.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan yang digunakan
a. Batuan Zeolit
b. Air Laut
c. Larutan NaOH 1M
Pengadukan 30 menit
NaOH 1M
b. Proses Desalinasi
BAB IV
Salinitas
Ukuran 4 jam 6 jam 8 jam
mesh 40 70 100 40 70 100 40 70 100
cm cm cm cm cm cm cm cm cm
-20+40 32,6 32,4 32,1 31,8 31,6 31,3 31,3 30,9 30,7
-40+60 31,7 31,3 30,9 31,1 30,7 30,2 29,7 29,4 29,1
-60+80 30,8 30,5 29,8 30,1 29,4 28,7 29,2 28,8 28,1
Gambar 4.1 Hubungan waktu kontak dengan nilai salinitas pada ukuran 40 mesh
Gambar 4.2 Hubungan waktu kontak dengan nilai salinitas pada ukuran 60 mesh
Gambar 4.3 Hubungan waktu kontak dengan nilai salinitas pada ukuran 80 mesh
Dari gambar 4.1, 4.2, dan 4.3 didapat hasil bahwa waktu kontak antara air laut
dengan zeolit serta tinggi tumpukan zeolit mempengaruhi nilai salinitas. Berdasarkan
gambar 5, 6, dan 7 tinggi tumpukan 100 cm memberikan hasil penurunan kadar
salinitas yang maksimal. Hal ini dikarenakan air laut dialirkan terus secara countinous
dan tersikulasi, proses pertukaran ion terus terakumulasi selama proses desalinasi.
Saat air laut dilewatkan pada unggun zeolit, ion-ion salinitas teradsorbsi oleh zeolit.
Dari data gambar 5, 6, dan 7 dapat kita simpulkan penurunan kadar salinitas terbaik
dalam penelitian ini terjadi saat waktu kontak 8 jam. Hal ini disebabkan waktu kontak
antara zeolit dengan air laut terjadi lebih baik pada saat waktu 8 jam. Selama waktu
kontak 8 jam tersebut, proses desalinasi dari air laut ke zeolit berlangsung lebih
intens.
Dari gambar 4.1, 4.2, dan 4.3 juga dapat dilihat bahwa tinggi tumpukan zeolit
yang berbeda memberi hasil yang berbeda pada penurunan salinitas air laut. Pada
penelitian ini alat yang digunakan diatur memiliki diameter yang tetap yakni 0.75
inchi sedangkan tingginya berubah – ubah sehingga volume air laut yang dapat saling
bertukar ion pada waktu kontak akan berbeda. Tinggi tumpukan zeolit 100 cm
Gambar 4.4 Hubungan ukuran mesh dengan nilai salinitas pada waktu 4 jam
Gambar 4.5 Hubungan ukuran mesh dengan nilai salinitas pada waktu 6 jam
Gambar 4.6 Hubungan ukuran mesh dengan nilai salinitas pada waktu 8 jam
Dari gambar 4.4, 4.5, dan 4.6 didapat hasil bahwa ukuran mesh mempengaruhi nilai
salinitas. Perubahan ukuran mesh pada zeolit mempengaruhi nilai salinitas nya.
Semakin besar ukuran mesh nya maka penurunan salinitas semakin besar. Hal ini
disebabkan semakin bertambahnya mikropori yang ada dalam zeolit.
Pada batuan zeolit alam, terdapat dua jenis pori yakni makropori dan
mikropori. Pada makropori biasanya sebagai jalan masuk menuju mikropori,
sedangkan fungsi mikropori yakni tempat proses adsorbsi berlangsung. Luas
mikropori dapat bertambah dengan adanya aktivasi. Aktivasi dapat menghilangkan
pengotor yang terdapat di makropori sehingga mikropori makin luas. Saat batuan
zeolit tersebut dihancurkan dan diayak, jumlah makropori juga bertambah
mengakibatkan luas kontak yang semakin besar. Bertambahnya jumlah makropori
secara tak langsung juga berarti menambah jumlah mikroporinya apalagi jika disertai
proses akivasi. Dari gambar 4.4, 4.5, dan 4.6 dapat diketahui penurunan kadar
salinitas terbaik terjadi pada ukuran zeolit 100 mesh. Pada kondisi ini, pelarutan Si4+
serta masuknya ion Na+ masih bisa terjadi, sebab penurunan salinitas masih
memberikan perubahan yang cukup signifikan. Sementara pada ukuran mesh yang
lebih besar dari 100 mesh penurunan salinitas air laut dapat saja menurun disebabkan
ukuran mesh yang terlalu kecil dapat merusak struktur dari zeolit itu sendiri. Tetapi,
hingga ukuran 100 mesh penurunan nilai salinitas masih mengalami perubahan yang
signifikan sehingga dapat disimpulkan struktur batuan zeolit alam dapat tahan hingga
ukuran 100 mesh tanpa merusak struktur dari zeolit itu sendiri.
Dari hasil yang ditampilkan dari grafik pembahasan 4.1 hingga 4.6 dapat
dilihat bahwa nilai salinitas belum mengalami kesetimbangan. Hal ini dikarenakan
zeolit masih dapat melakukan pertukaran ion sehingga nilai salinitas masih
mengalami penurunan. Menentukan waktu hingga mencapai titik kesetimbangan
diperlukan untuk mengetahui kemampuan pertukaran ion batuan zeolit serta
membantu untuk mengetahui waktu regenerasi batuan zeolit untuk dapat digunakan
lagi. Penyebab zeolit tidak mencapai titik kesetimbangan pada penelitian kali ini
dapat diakibatkan dari kurangnya waktu kontak antara zeolit dengan air laut sehingga
batuan zeolit belum mencapai kejenuhan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpilkan bahwa:
1. Semakin lama waktu kontak antara zeolit dengan air laut maka penurunan
salinitas akan semakin tinggi.
2. Semakin besar ukuran mesh yang digunakan maka penurunan salinitas akan
semakin tinggi.
3. Semakin tinggi tumpukan zeolit yang digunakan maka penurunan salinitas
akan semakin tinggi.
4. Desalinasi menggunakan zeolit menghasilkan penurunan salinitas tertinggi
pada ukuran zeolit 80 mesh, tinggi tumpukan 100 cm, dan waktu kontak 8 jam
dengan nilai salinitas 28,1 ‰.
5.2 Saran
1. Dilakukan inovasi untuk proses aktivasi zeolit dengan metode yang berbeda.
2. Dilakukan analisis waktu jenuh zeolit untuk mencari waktu regenerasi yang
optimal untuk zeolitnya.
3. Dilakukan penelitian hingga hasil mencapai titik keseimbangan sehingga
dapat mengetahui kapasaitas pertukaran ion pada zeolite alam.
Cheetam, D., A., 1992, Solid State Compound, Oxford university press, 234-237.
Irianto, K. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Yrama Widya. Bandung. 352 h.
Kodoatie, R. J. dan Roestam, S. 2010. Tata ruang air. Andi. Yogyakarta. 539 h.
Montgomery, J. M. 1985. Water Treatment Principles and Design. A. Wiley
Interscinece Publication. John Wiley and Sons. New York.
Igbokwe, P.K., Okolomike, R.O., Nwokolo, S.O., 2008, Zeolite for Drying
of Ethanol-Water and Methanol-Water Systems from Nigerian Clay
Resource, Journal of The University of Chemical Technology and
Metallurgy, 43, I, 109-112.
Jozefaciuk, G., Bowanko, G., 2002, Effect of Acid and Alkali Treatments on
Surface Areas and Adsorption Energies of Selected Minerals, Journal
Clays and Clay Minerals, 50 No. 6, 771-783.
Oliveira, C.R., Rubio, J., 2007, Adsorption of Ions onto Treated Natural
Zeolite, Materials Research, 10 No. 4, 407-412.
Ozkan, F.C., Ulku, S., 2005, The Effect of HCl Treatment on Water
Vapor Adsorption Characteristics of Clinoptilolite Rich Natural Zeolite,
Journal Microporous and Mesoporous Materials 77, 47-53.
Sumin, L., Youguang, M.A., Chunying, Z., Shuhua, S., Qing, H.E., 2009, The
Effect of Hydrophobic Modification of Zeolites on CO2 Absorption
Enhancement, Chinese Journal of Chemical Engineering, 17(1), 36-41.
Sutarti, M., dan M. Rachmawati, 1994, Zeolit Tinjauan Literatur, Jakarta: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.