Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. PENGERTIAN
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer
dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong,
2003)
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer, Arif, 2002)
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin
atau ketidakadekutan penggunaan insulin. (Engram , 2005)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health, sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Melitus ) atau tipe
juvenil
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin
untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset,
karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel
beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami
komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara
absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada
kecenderungan familiar.
NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah
namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3. Gestational Diabetes
Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa yang
timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan
meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi
keefektifitasan insulin.
4. Intoleransi glukosa
Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi yang
terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia.
Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan yang
mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain : diuretik furosemid ( lasik ), dan
thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat ( Long, 2006 ).
C. ETIOLOGI
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler,
hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila
terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,
akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan
asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik
(Price,2006).
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Gejala klasik pada DM adalah :
a. Poliuri ( banyak buang air kecil ), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk
pada malam hari.
b. Polidipsi ( banyak minum ), rasa haus meningkat.
c. Polifagi ( banyak makan ), rasa lapar meningkat.
2. Gejala lain yang dirasakan penderita
a. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
b. Keletihan.
c. Penglihatan atau pandangan kabur.
d. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan penurunan
kesadaran.
3. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
a. Kehilangan berat badan.
b. Luka, goresan lama sembuh.
c. Kaki kesemutan, mati rasa.
d. Infeksi kulit.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Smeltzer, 2002)
1. Komplikasi Akut,
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Diabetik Ketoasedosis ( DKA )
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah
satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada KHHN.
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia ( Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau
kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Mikrovaskuler
1) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin.
2) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati. Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan –
perubahan metabolik lain dalam sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan
dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki
yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah – daerah yang tekena
trauma.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes, dkk. (2003) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
penderita penyakit diabetes mellitus antara lain :
1. Pemeriksaan darah, yang meliputi:
a. Glukosa darah biasanya meningkat antara 100-200 mg/dl atau lebih. Nilai
normalnya: GDP 70-100 mg/dl. GD2 JPP < 140 mg/dl.
b. Aseton plasma atau keton, positif secara mencolok. Normalnya nagatif.
c. Asam lemak bebas. Kadar lipid dan kolesterol meningkat. Nilai normalnya : 450-
1000 mg /100ml.
d. Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasnya kurang dari 330 mOsm/lt. Nilai
normalnya 500-850 mOsm/lt.
e. Elektrolit
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun. (Normal : 135-145
mEq/lt).
Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun. (Normal: 3,5-5,0 mEq/lt).
Fosfor : Lebih sering menurun. (Normal 1,7-2,6 mEq/lt).
f. Hemoglobin glikosilat, kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir. ( Normal : P 13-
18 gr/dl ; W 12-16 gr/dl ).
g. Gas darah arteri, biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. (Normal : pH 7,25-
7,45).
h. Trombosit darah, Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi. (Normal : 150-
400 ribu/lt).
i. Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal). Nilai normalnya : 110-150 mg/mnt.
j. Amilase darah mungkin meningkat, yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari diabetes ketoasidosis (DKA). (Normal : 80-180 unit/100ml)
k. Insulin darah mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal
sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin dalam
penggunaannya (endogen atau eksogen ).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid. Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada
beberapa factor antara lain:
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu
30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.
(5) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
5. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik (Tjokroprawiro, 2005).
PATHWAY
Defisiensi Insulin
glukoneogenesis hiperglikemia
Kekurangan
ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi volume cairan
Mual muntah
↓ pH Hemokonsentrasi
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
Kerusakan Integritas Kulit
Miokard Infark Stroke Gangren Ggn.diabetik
Penglihatan
Gagal
Resiko Injury Ginjal
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Glikosuria
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam reagensia
seperti benedict, clinitest, dan sebagainya.
2) Hiperglikemia
Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat dapat
berkisar antara 8-20 mmol/L (130-800 mg%) atau lebih tergantung beratnya
keadaan penyakit. Biasanya diatas 14 mmol/L dan sesudah makan, gula darah
meningkat lebih tinggi dibandingkan anak normal dan penurunan kadar ke
kadar sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama.
3) Ketonuria
4) Kolestrol dapat meningkat
Normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya paralel dengan gula
darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu diatas 10 mmol/L)
menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk karena komplikasi seperti
oterosklerosis lebih sering terjadi.
5) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, PaCO2 menurun, pH merendah. Bila
penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik dan perubahan biokimiawi
karena dehidrasinya.
e. Pemeriksaan fisik
Menurut Doengoes, dkk (2003), pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan:
poliuri/ banyak kencing (normal : kuramg lebih 1500 ml), polidipsi/ banyak minum,
polifagia/ banyak makan, kelemahan otot, berat badan menurun, kelaianan kulit :
gatal, bisul-bisul, kelainan ginekologis : keputihan, pruritus pada vagina, luka tidak
sembuh-sembuh, peningkatan angka infeksi, impotensi pada pria.
SELULITIS
A. PENGERTIAN
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan
biasanyadisebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit, meskipun
demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada ekstrimitas
bawah (Tucker, 1998 : 633).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian Jaringan subkutan
(mansjoer, 2000; 82).
Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan (Brunner dan
Suddarth, 2000 : 496).
Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri stapilokokus aureus,
streptokokus grup Adan streptokokus piogenes.
B. ETIOLOGI
Menurut Alpers Ann, (2006), penyebab selulitis antara lain Streptococcus grup B,
Haemophylus influenza, Pneumokokus, Staphylococcus aereus dan Streptococcus grup A.
Meskipun ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkab selulitis, penyebab yang paling
sering dijumpai adalah Staphylococcus dan Streptococcus, (Medicastore, 2010).
Selulitis terjadi manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang bercelah terutama
celah antara selaput jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit terbuka, bekas sayatan
pembedahan (lymphadenectomy, mastectomy, postvenectomy). Walaupun selulitis dapat terjadi
di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah
tulang kering dan punggung kaki. Pada anak-anak usia di bawah 6 tahun, bakteri Hemophilus
influenzae dapat menyebabkan selulitis, khususnya di daerah wajah dan lengan.
Rosfanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memperparah resiko dari
perkembangan selulitis, antara lain :
1. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada
bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti selulitis
pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinka.
2. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi.
Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat
pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
3. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun
tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada
ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
4. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri
penginfeksi.
5. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
6. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri
penginfeksi masuk
7. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
8. Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia
9. Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
10. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya
penyakit ini.
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit
atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah
gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik pada ke dua
ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristi hangat,
nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A,
streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait berkembang
bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang
mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun
etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran
bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus
menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi dan dapat
mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan
peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2000:82) manifestasi klinis selulitis adalah Kerusakan kronik pada
kulit sistem vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas, kelainan kulit berupa infiltrat difus
subkutan, eritema local, nyeri yang cepat menyebar dan infitratif ke jaringan dibawahnya,
Bengkak, merah dan hangat nyeri tekan, Supurasi dan lekositosis
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata
sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level
c. Kreatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi
beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak ada
tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak
ada faktor resiko.
2. Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti
kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata klinis
menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
F. KOMPLIKASI
Bakteremia
Nanah atau local Abscess
Superinfeksi oleh bakteri gram negative
Lymphangitis
Trombophlebitis
Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis sebesar
8%.
Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus
melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
G. PENATALAKSANAAN
1) Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan lingkungan
harus diperhatikan.
2) Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin
merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota besr
perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi
karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi
syok anafilaktik.
b) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
c) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga
cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam
plasma lebih tinggi.
d) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis
flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas kalikus
1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x. yang
terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena
yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit.
4) Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis) serta
memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi
pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara infuse,
pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam beberapa
kasus, tangan atau kaki yang terkena harus diamputasi.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Gangguaan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :pasien menampakkan ketenangan, ekspresi muka rileks
ketidaknyamanan dalam batas yang dapat ditoleransi.
Intervensi:
a. Kaji intensitas nyeri menggunakan skala / peringkat nyeri
b. Pertahankan ekstrimitas yang dipengaruhi dalam posisi yang ditemukan
c. Jelaskan kebutuhan akan imobilisasi 49 – 72 jam
d. Berikan anal gesik jika diperlukan, kaji keefektifan
e. Ubah posisi sesering mungkin, pertahankan garis tubuh untuk menccegah
penekanan dan kelelahan.
f. Bantuan dan ajarkan penanganan terhadap nyeri, penggunaan imajinasi,
relaksasi dan lainnya.
g. Tingkatkan aktivitas distraksi.
2. Kerusakan ingritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor.
Tujuan : menunjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil : Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut, kulit bersih, kering
dan area sekitar bebas dari edema, suhu normal.
Intervensi:
a. Kaji kerusakan, ukuran, kedalaman warna cairan
b. Pertahankan istirahat di tempat tidur dengan peningkatan ekstremitas dan
mobilitasasi.
c. Pertahankan teknik aseptic
d. Gunakan kompres dan balutan
e. Pantau suhu laporan, laoran dokter jika ada peningkatan.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : pasien mengerti tentang perawatan dirumah
Kriteria hasil : melaksanakan perawatan luka dengan benar menggunakan tindakan
kewaspadaan aseptic yang tepat. Mengekspresikan pemahaman perkembangan yang
diharapkan tanpa infeksi dan jadwal obat.
Intervensi:
a. Demonstasikan perawatan luka dan balutan, ubah prosedur, tekankan pentingnya
teknik aseptic.
b. Diskusikan tentang mempertahankan peninggian dan imobilisasi ekstrimitas
yang ditentukan
c. Dorong melakukan aktivitas untuk mentoleransi penggunaan alat penyokong.
d. Jelaskan tanda-tanda dan gejala untuk dilaporkan ke dokter
e. Diskusikan jadwal pengobatan
f. Tekankan pentingnya diet nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, mansjoer (1999). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC