Você está na página 1de 12

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN INDONESIA

KARAKTERISTIK PENDERITA KERATITIS


DI RUMAH SAKIT MATA Dr. YAP YOGYAKARTA
PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 2011

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Oleh :
Farida Sulvia
09711108

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013
CHARACTERISTICS OF KERATITIS
IN EYE
YE HOSPITAL Dr. YAP YOGYAKARTA
PERIOD 1st JANUARY - 31st DECEMBER 2011

A Scientific Paper
Submitted in Fulfillment of Requirements
For
or the Medical Scholar Degree in Medical Faculty

By :
Farida Sulvia
09711108

FACULTY OF MEDICINE
ISLAMIC UNIVERSITY OF INDONESIA
YOGYAKARTA
2013

ii
iii
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

KARAKTERISTIK PENDERITA KERATITIS


DI RUMAH SAKIT MATA Dr. YAP YOGYAKARTA
PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 2011
Farida Sulvia1, Artati Sri Redjeki2, Ika Fidianingsh3, Yuli Sulistyowati4

ABSTRACT
Background: In developing countries such as Indonesia, the highest corneal infection of the
eye infections in general, and is one cause of blindness
Objectives: The purpose of this study was to identify the characteristics of patients with
keratitis in Eye Hospital Dr. YAP Yogyakarta period 1 January to 31 December 2011.
Methods: Descriptive study by observasing the medical records. Sample was first diagnosed
with keratitis patients in Eye Hospital Dr. YAP Yogyakarta
Results: 127 patients with keratitis have characteristics most 58 people aged 16 – 39 years
(45.67%), male gender 77 people (60.63%), education no school / SD 41 people (32.28%),
derived from Yogyakarta 74 people (58.26%), private employees/self-employed 29 people
(22.83%), red eye complaints 51 people (40.16%), the right eye 53 people (41.73%),
symptoms clinical infiltrates the 91 people (46.91%), history of mechanical trauma 86 people
(62.72%), and 127 people (100%) received drug therapy.
Conclusion: This study found keratitis patients the most common cause is eye trauma.
Key words: Characteristics, Keratitis, Eye Hospital Dr. YAP, Yogyakarta.

ABSTRAK
Latar Belakang: Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, infeksi kornea menempati
urutan tertinggi dari infeksi mata pada umumnya, dan merupakan salah satu penyebab
kebutaan.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik penderita keratitis di
Rumah Sakit Mata Dr.YAP Yogyakarta periode 1 Januari – 31 Desember 2011.
Metode Penelitian: Penelitian deskriptif, dengan melihat data sekunder yaitu data status
penderita melalui catatan rekam medis. Sampel adalah pasien keratitis yang terdiagnosis
pertama kali di Rumah Sakit Mata Dr. YAP Yogyakarta.
Hasil: 127 penderita keratitis mempunyai karakteristik terbanyak usia 16-39 tahun 58 orang
(45,67%), jenis kelamin laki-laki 77 orang (60,63%), pendidikan tidak sekolah/SD 41 orang
(32,28%), berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta 74 orang (58,26%), pegawai
swasta/wiraswasta 29 orang (22,83%), keluhan mata merah 51 orang (40,16%), mengenai
mata kanan 53 orang (41,73%), gejala klinis adanya infiltrat 91 orang (46,91%), riwayat trauma
mekanik 86 orang (62,72%), dan 127 orang (100%) mendapatkan terapi obat-obatan.
______________
1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
2 Departemen Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
3 Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
4Departemen Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta

Page 1
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

Kesimpulan: Dari penelitian ini didapatkan penyebab terbanyak pada penderita keratitis
adalah adanya trauma mata.
Kata kunci: Karakteristik, Keratitis, Rumah Sakit Mata Dr.YAP, Yogyakarta.

I. PENDAHULUAN bakteri dapat menyebabkan destruksi


Mata luar merupakan bagian dari kornea. Lesi pada kornea umumnya akan
mata yang paling sering terpapar dengan mengaburkan penglihatan terutama
dunia luar sehingga struktur mata luar apabila lesi terletak di sentral dari
seperti palpebra, konjungtiva, kornea, dan kornea.1,2
sistem lakrimal sering mengalami proses Di negara-negara berkembang seperti
patologi. Diantara struktur tersebut, kornea Indonesia, infeksi kornea masih
merupakan struktur paling penting dalam menempati urutan tertinggi dari infeksi
proses melihat dan merupakan bagian dari mata pada umumnya, dan bahkan masih
media refrakta yang berperan besar dalam merupakan salah satu penyebab
pembiasan cahaya di retina. Oleh karena kebutaan. Keratitis yang disebabkan oleh
itu, setiap kelainan pada kornea termasuk bakteri adalah jenis keratitis yang paling
infeksi dapat menyebabkan terganggunya parah komplikasinya. Sekitar 10 – 15%
penglihatan. Keratitis merupakan kelainan kasus keratitits yang disebabkan oleh
pada kornea yang sering terjadi, bakteri mengakibatkan hilangnya
merupakan peradangan pada kornea yang penglihatan secara permanen.3 Dan di
dapat disebabkan oleh bakteri, virus negara maju seperti Amerika Serikat
ataupun jamur yang dapat dipicu oleh sekitar 25.000 penduduk menderita
beberapa kondisi seperti kurangnya air penyakit ini setiap tahunnya. Insiden ini
mata, keracunan obat, penggunaan lensa dihubungkan dengan penggunaan lensa
kontak dan trauma pada mata. Keratitis kontak yang berkepanjangan.2
yang disebabkan bakteri dapat Menurut Gunawan (1976) seperti
mengancam terjadinya gangguan yang diutarakan oleh Rahmat3 berdasarkan
penglihatan karena perjalanan penyakitnya penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.
yang cepat, yaitu dalam 24 – 48 jam Sardjito, kekeruhan kornea akibat keratitis

Page 2
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

merupakan penyebab kebutaan terbesar (57,5%). Sedangkan faktor predisposisi


kedua setelah katarak. Jadi kekeruhan yang bisa dimanipulasi adalah jenis
kornea akibat keratitis infeksi sampai saat pekerjaan, trauma mata, penggunaan
ini masih menjadi ancaman yang serius lensa kontak, dan pembedahan pada
terhadap bahaya kebutaan. mata. Pada penelitian didapatkan pasien
Rahmat3 menjelaskan bahwa dengan latar pekerjaan petani sebanyak
sebenarnya keratitis infeksi merupakan 29 orang (33,3%), riwayat trauma
penyakit mata yang dapat dicegah dan terbanyak yang menyebabkan keratitis
diobati sehingga frekuensi kebutaan akibat adalah kemasukan debu yaitu sebanyak
penyakit ini dapat diturunkan ataupun 13 orang (43,1%). Sebanyak 43 orang
diminimalkan. Dalam upaya pencegahan (49,5%) lebih banyak mengenai mata
kebutaan kornea akibat keratitis infeksi kanan, dan 51 orang (58,6%) terjadi pada
sangat diperlukan sekali informasi musim penghujan. Kombinasi antara usia
mengenai karakteristik dari penderita dengan pekerjaan menunjukkan bahwa
keratitis yaitu diantaranya adalah faktor mereka yang bekerja sebagai petani
predisposisi dari penyakit ini. Faktor merupakan penderita terbanyak, terutama
predisposisi tersebut ada yang bisa pada usia dewasa muda yaitu antara
dimanipulasi dan ada pula yang tidak bisa 17 – 39 tahun.
dimanipulasi. Faktor predisposisi terjadinya Dengan ketersediaan gambaran
keratitis infeksi yang tidak bisa mengenai karakteristik penderita keratitis
dimanipulasi adalah umur dan jenis infeksi pada suatu wilayah tertentu, akan
kelamin. Dari penelitian yang dilakukan dapat membantu kebijakan dalam tindakan
Rahmat tahun 1998 di RSUP Dr. Sardjito pencegahan yang relevan, baik oleh pihak
pada tahun 1996 penderita keratitis yang berwenang maupun oleh masyarakat
berjumlah 87 orang dengan jenis kelamin sendiri secara bersama ataupun
laki-laki sebanyak 56 orang (64%) dan perorangan. Dengan upaya tersebut pada
wanita sebanyak 31 orang (36%) dengan akhirnya diharapkan dapat menurunkan
usia tersering pada usia dewasa muda insidensi keratitis sekaligus menurunkan
(17 – 39 tahun) yaitu sebanyak 50 orang jumlah kebutaan.

Page 3
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

Menurut Shah et al.4 dalam II. METODE PENELITIAN


penelitiannya di Paraguay 83% dari pasien Penelitian ini merupakan penelitian
keratitis telah menggunakan obat sebelum jenis deskriptif, dengan melihat data
datang ke klinik dokter, bahkan 8% sekunder yaitu data status penderita
diantaranya menggunakan kortikosteroid melalui catatan rekam medis di Rumah
topikal. Dalam suatu penelitian di RS Dr. Sakit Mata Dr. YAP Yogyakarta dari
Sardjito Yogyakarta, kebanyakan penderita tanggal 1 Januari – 31 Deember 2011.
keratitis datang dalam tingkat keparahan Data yang dikumpulkan yaitu seluruh
sedang sampai berat (66,3%). Sebanyak pasien keratitis di Rumah Sakit Mata Dr.
63% penderita pertama kali diobati bukan YAP yang meliputi data sosiodemografi
oleh dokter mata, yang sangat mungkin (umur, jenis kelamin, pendidikan,
tidak tepat untuk keratitis. Tingkat pekerjaan dan wilayah tempat tinggal),
kesadaran penderita akan risiko komplikasi keluhan utama, gejala klinis, bagian mata
keratitis ternyata masih rendah5 yang sakit, riwayat penyakit sebelumnya
Apabila keratitis dikelola sedini (konjungtivitis, trauma pada mata,
mungkin, maka komplikasi gangguan pemakaian lensa kontak) dan
penglihatan secara permanen dapat penatalaksanaan medis (farmakoterapi
dicegah. Keratitis sebetulnya sudah harus dan terapi operatif).
diobati ketika masih ditangan dokter Kriteria inklusi penelitian ini adalah
umum, karena pertolongan pertama semua penderita yang terdiagnosis
seringkali menentukan apakah mata yang pertama kali menderita keratitis oleh
bersangkutan mengalami komplikasi atau Dokter Spesialis Mata di rumah Sakit Mata
tidak. Dr. YAP Yogyakarta periode 1 Januari – 31
Penelitian ini bertujuan untuk Desember 2011, sedangkan kriteria
mengetahui karakteristik penderita keratitis eksklusinya adalah pasien dengan rekam
di Rumah Sakit Mata Dr. YAP Yogyakarta medis yang tidak lengkap pada salah satu
periode 1 Januari – 31 Desember 2011. variabel yang diteliti.

Page 4
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. Keluhan Utama


 Mata merah 51 40,16
A. HASIL  Penurunan visus 33 25,98
 Rasa mengganjal 23 18,11
Dari hasil penelitian terdapat 191 20 15,75
 Mata nerocos
kasus keratitis, tetapi hanya 127 kasus 7. Bagian mata yang sakit
 OD 53 41,73
yang memenuhi kriteria inklusi. Sisanya  OS 44 36,65
 ODS 30 23,62
sebanyak 64 kasus tidak dapat diikutkan 8. Gejala Klinis
ke dalam penelitian karena variabel yang  Injeksi perikornea 91 46,91
 Adanya infiltrate 64 32,99
diteliti tidak lengkap.  Blefarospasme 39 20,10
9. Riwayat Penyakit Mata
Karakteristik penderita keratitis dapat  Konjungtivitis 14 11,02
 Trauma mekanik 86 62,72
dilihat pada tabel 1. 27 21,26
 Pemakaian soft lens
10. Penatalaksanaan Medis
No Karakteristik Jumlah %  Operasi 0 0
 Obat-obatan 127 100
1. Usia
 0 – 15 tahun 11 8,66
 16 – 39 tahun 58 45,67
 40 – 64 tahun 48 37,80 B. PEMBAHASAN
 ≥ 65 tahun 10 7,87
2. Jenis Kelamin Dari hasil penelitian, 127 pasien yang
 Laki-laki 77 60,63
50 39,37 terdiagnosis keratitis di Rumah Sakit Mata
 Perempuan
3. Pendidikan Dr. YAP Yogyakarta pada tahun 2011
 Tidak sekolah/SD 41 32,28
 SMP 14 11,02 paling banyak terjadi pada kelompok usia
 SMA/Sederajat 36 28,35
 Akademi/Perguruan 36 28,35 dewasa muda (16 – 39 tahun) yaitu
tinggi sebanyak 58 orang. Menurut Rahmat3
4. Wilayah Tempat tinggal
 DIY 74 58,26 Keratitis dapat mengenai segala umur.
 Luar DIY 53 41,74
Kecenderungan banyaknya kasus keratitis
5. Pekerjaan
 PNS/TNI/POLRI 17 13,39
pada usia dewasa muda dikarenakan pada
 Pegawai 29 22,83 usia ini merupakan usia kerja. Dan usia
swasta/Wiraswata
 Dosen/Guru 5 3,94 kerja ini berisiko terhadap terjadinya
 Pelajar/mahasiswa
 Petani 22 17,32 kecelakaan kerja/trauma kerja. Dengan
 Ibu Rumah Tangga 18 14,17
14 11,02 demikian berisiko pula terhadap terjadinya
 Buruh
10 7,87
 Tidak Bekerja
12 9,45
keratitis. Lansia dan anak-anak merupakan

Page 5
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

usia yang tidak produktif, sehingga risiko penelitiannya mengatakan bahwa


trauma kerja lebih sedikit. masyarakat dengan pengetahuan kurang,
Berkaitan dengan jenis kelamin, pada jika menderita sakit mata lebih cenderung
penelitian ini didapatkan bahwa laki-laki mengobati sendiri terlebih dahulu dengan
lebih tinggi dari pada wanita yaitu membeli obat di warung seperti tetes mata
sebanyak 77 orang (60,63%). Penelitian ini atau salep mata di apotek tanpa resep dari
sesuai dengan penelitian yang dilakukan dokter. Mereka hanya menanyakan
Panda et al.6 bahwa laki-laki mempunyai kepada penjaga apotek obat mana yang
kemungkinan lebih besar untuk menderita biasa digunakan untuk mata merah,
keratitis dibandingkan wanita. Hal ini padahal dengan mereka membeli obat
dikarenakan jenis kegiatan dan pekerjaan tanpa resep dokter belum tentu itu baik
laki-laki cenderung lebih berbahaya dan buat kesehatan mata, dan belum tentu
mudah terjadi cidera mata. Hasil penelitian obat tersebut tepat untuk mengobati sakit
menunjukkan bahwa pada laki-laki mata yang mereka derita. Dan ada juga
sebanyak 62 dari 77 orang didahului oleh yang mengobati secara tradisional yaitu
adanya trauma mata sedangkan pada dengan mengompres mata dengan air
wanita hanya 24 dari 50 orang saja. hangat, air sirih, air teh, daun kelor dan air
Menurut Gopinathan et al.7 angka kejadian bambu. Selain itu pada tingkat pendidikan
keratitis lebih signifikan pada laki-laki rendah, pasien datang ke dokter pada saat
daripada perempuan lebih terkait dengan keadaan yang sudah mengganggu
pekerjaan laki-laki yang lebih banyak diluar aktivitas, lain dengan pada tingkat
ruangan sehingga risiko trauma juga lebih pendidikan tinggi yang kemungkinan
tinggi. datang ke dokter masih dalam gejala awal
Berdasarkan tingkat pendidikan, sehingga dapat mencegah terjadinya
penderita keratitis di Rumah Sakit Mata keparahan. Hasil penelitian ini
Dr.YAP periode 1 Januari – 31 Desember menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
2011 justru banyak diderita oleh pasien berpengaruh terhadap angka kejadian
yang tidak sekolah/SD sebanyak 41 orang penderita keratitis. Data mengenai
(32,28%). Purnamaningrum8 dalam pekerjaan didapatkan bahwa pasien

Page 6
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

Keratitis paling banyak bekerja sebagai Menurut Tewari et al.9 trauma


pegawai swasta sebanyak 29 orang merupakan faktor predisposisi paling
(22,83%) yang diantaranya 18 orang umum (90% kasus) pada keratitis. Kornea
disebabkan karena trauma pada mata. dan konjungtiva bulbi merupakan bagian
Trauma mata tersebut menyebabkan mata yang seringkali menjadi sasaran saat
masuknya mikroorganisme pada luka terjadinya trauma pada mata. Dari data
sehingga menimbulkan keratitis. Selain penelitian didapatkan adanya riwayat
pegawai swasta, keratitis banyak ditemui trauma sebanyak 86 orang (67,72%) yang
pada pelajar/mahasiswa yaitu sebanyak 22 diantaranya adalah trauma karena kelilipan
orang (17,32%). Seperti pada penelitian debu, kemasukan lumpur, tertusuk kayu
sebelumnya pada tahun 1996 di RSUP dan lain sebagainya. Menurut Ilyas1 epitel
Sardjito Yogyakarta, penderita Keratitis kornea merupakan sawar yang dapat
dari 87 orang, 16 orang (16,40%) adalah diandalkan untuk mencegah masuknya
pelajar/mahasiswa yang merupakan urutan mikroorganisme ke dalam kornea. Oleh
ketiga setelah petani dan pegawai karena itu, jika epitel kornea sampai rusak
swasta/wiraswasta. Daerah Istimewa karena trauma maka stroma yang
Yogyakarta merupakan kota yang dikenal avaskuler dari membran Bownman
sebagai kota pelajar. Lokasi Rumah Sakit menjadi media pembiakan yang sangat
Mata Dr. YAP Yogyakarta juga sangat baik untuk berbagai mikroorganisme dan
dekat dengan sejumlah universitas dan terjadilah keratitis. Selain itu penyebab
tempat pendidikan lainnya. Oleh karena keratitis yang signifikan adalah adanya
itu, banyak ditemukan penderita keratitis di riwayat pemakaian lensa kontak. Pada
rumah sakit ini yang berstatus sebagai penelitian ini, penderita keratitis dengan
pelajar/mahasiswa, apalagi mata adalah riwayat pemakaian lensa kontak sebanyak
salah satu modal utama seorang 27 orang (21,26%). Menurut Morgan et
cenderung cepat-cepat memeriksakan al.10 hal ini dikaitkan dengan perilaku
matanya ke balai pengobatan terdekat3. pemakai lensa kontak itu sendiri,
diantaranya perawatan lensa yang kurang

Page 7
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

bersih dan kebiasaan memakai lensa IV. KESIMPULAN DAN SARAN


kontak saat tidur. A. KESIMPULAN
Gejala dan tanda pada keratitis sangat Dari penelitian ini didapatkan
beragam. Pada penelitian ini paling banyak penyebab terbanyak pada penderita
pasien mengeluhkan mata merah keratitis adalah adanya trauma mata
sebanyak 51 orang (40,16%). Menurut
B. SARAN
Vaugan2 hiperemi pada konjungtiva bulbi
Perlunya penyuluhan kepada
ini dikarenakan adanya proses radang
masyarakat mengenai penyebab
pada kornea, dimana hiperemi ini memiliki
keratitis dan komplikasinya sehingga
tanda-tanda khas yaitu letak pembuluh
dapat dilakukan langkah-langkah
darah di limbus kornea. Gejala klinis paling
pencegahan
banyak ditemukan pada penelitian ini
adalah adanya infiltrat sebanyak 91orang
DAFTAR PUSTAKA
(46,91%). Infiltrat kornea ini merupakan
1. Ilyas, S., 2003. Dasar Tteknik
timbunan sel-sel radang seperti sel
Pemeriksaan Dalam Penyakit Mata.
polimorfonuklear yang dapat dilihat dengan
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
keratoskop placido11
2. Vaughan G. D., Asbury T., Eva RP.,
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
2009. Oftalmologi Umum Edisi 17.
seluruh penderita keratitis yaitu sebanyak
EGC: Jakarta.
127 orang (100%) hanya mendapat terapi
3. Rahmat, B., 1998. Insiden Keratitis
dengan obat-obatan. Hal ini dikarenakan
Infeksi di poliklinik Mata RSUP Dr.
penderita keratitis datang dengan tingkat
Sardjito Yogyakarta Tahun 1996,
keparahan ringan sampai sedang
Karya Tulis Ilmiah, Jurusan
sehingga masih dapat diatasi dengan
Pendidikan Dokter, Fakultas
terapi obat-obatan dan tidak perlu tindakan
Kedokteran, Universitas Gadjah
operatif.
Mada.

Page 8
JKKI – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

4. Shah, A., Arun, S., David, C., Parwez, 9. Tewari, A., Nidhi, S., Mahendra, M.
H., 2011. Geographic Variations in V., 2012. Epidemiological and
Microbial Keratitis: An Analisys of The Microbiological Profile of Infective
Peer– Reviewed Literature. Br J Keratitis in Ahmedabad. Indian
Ophthalmol. 95 (6): 762-767. Journal of Ophthalmology. 60 (4):
5. Suhardjo, Hartono., 2007. Ilmu 267-272.
Kesehatan Mata. FK UGM: 10. Morgan, P. B., Efron, N., Hill, E. A.,
Jogjakarta. Raynor, M. K., Whiting, M. K., Tullo,
6. Panda, A., Sharma, N., Kumar, A. B., 2005. Incidence of Keratitis of
G.D.N., dan Satpathy, G., 1997. Varying Severity Among Contact Lens
Mycotic Keratitis in Children: Wearers. Br J Ophthalmol. 89: 430-
Epidemiology and Microbiologic 436.
Evaluation. The Cornea. 13(3): 295-9. 11. Soemarsono, A., 1991. Diagnosis
7. Gopinathan, U., Savitri, S., Prashant, Fisik Penyakit Mata. Gadjah Mada
G., 2009. Review of Epidemiological Univercity Press: Yogyakarta
Features, Microbiological Diagnosis
and Treatment Outcome of Microbial
Keratitis: Experience of Over A
Decade. Indian Journal of
Ophthalmology. 57 (4): 273-279.
8. Purnamaningrum, Ayu.,2010. Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan
Perilaku Masyarakat Untuk
Mendapatkan Pelayanan Kesehatan
Mata. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan
Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Page 9

Você também pode gostar