Você está na página 1de 25

ASESMEN AREA KEBUTUHAN MOTORIK KASAR

ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

Oleh
IIM IMANDALA, M.Pd.

TIM PENGEMBANG KURIKULUM PK-PLK


BIDANG PENDIDIKAN LUAR BIASA
DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT
2012

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh berbagai factor, salah satunya

adalah pembelajaran itu sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta

didik/siswa, tidak terkecuali terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Terlebih

kepada anak berkebutuhan khusus yang jelas-jelas berbeda dengan anak pada

umumnya maka kesesuaian materi, metode, indicator, penggunaan alat/media,

system penilaian dll, sangatlah berpengaruh pada keberhasilan belajarnya

Lalu, bagaimanakah caranya pembelajaran itu sesuai dengan kemampuan

dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus? Carannya adalah sebelum

pembelajaran dimulai sebaiknya guru telah memiliki data/profil kemampuan anak

yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Untuk

memperoleh data tersebut guru harus harus melakukan asesmen. Tidak mungking

seorang guru memberikan materi yang tepat tanpa mengetahui data kemampuan

apa yang sudah dan belum dimiliki serta kebeutuhan belajar muridnya.

Kemampuan untuk melakukan asesmen menjadi keterampilan yang mutlak

dimiliki oleh guru Sekolah Luar Biasa (SLB). Asesmen menjadi “senjata” yang

ampuh bagi guru SLB dalam menentukan kemampuan dan kebutuhan belajar anak

berkebutuhan khusus yang menjadi tanggung jawabnya dalam proses

pembelajaran di sekolah. Bahkan tidak hanya dituntut untuk melaksanakan

asesmen, tapi dituntut juga mampu mengembangkan/membuat alat asesmen.

Meskipun asesmen yang dikembangkan adalah asesmen informal (buatan guru)

2
yang sifatnya terbatas hanya berlaku ditempat ia mengajar, tetap saja itu penting

untuk dimiliki dan dilakukan.

Jelaslah bahwa asesmen merupakan satu kebutuhan yang harus dipenuhi

oleh guru-guru SLB dan memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan

pembelajaran. Pengembangan alat asesmen yang bersifat informal ini hadir dalam

rangka memenuhi kebutuhan di atas. Alat asesmen yang disajikan disini

merupakan asesmen informal untuk kemampuan motorik kasar anak tunagrahita

ringan usia 6-9 tahun.

Mengambil subyek anak tunagrhita usia 6-9 tahun dikarenakan pada

umumnya anak tunagrihata yang didaftarkan oleh orangtuanya ke SLB,

kebanyakan usianya ada pada rentang 6-9 tahun.

B. Tujuan Assesmen Motorik Kasar Anak Tunagrahita Ringan Usia 6-9 Tahun

Tujuan asesmen motorik kasar ini adalah dalam rangka untuk:

1. Memperoleh gambaran kemampuan motorik kasar anak tungrahita ringan usia

6-9 tahun.

2. Menentukan kelemahan motorik kasar anak tungrahita ringan usia 6-9 tahun

3. Memperoleh gambaran kebutuhan belajar motorik kasar dan keterampilan

belajar lainnya yang didasari oleh kemampuan motorik kasar.

4. Memenuhi kebutuhan alat asesmen khususnya asesmen motorik kasar bagi

anak tunagrahita ringan usia 6-9 tahun.

5. Berpartisipasi aktif dalam menambah kekayaan intelektual/wawasan yang

berkaitan dengan asesmen motorik kasar.

6. Memberikan panduan kepada guru dalam mealkukan asesmen motorik kasar

anak tunagrahita ringan usia 6-9 tahun.

3
C. Ruang Lingkup Asesmen Motorik Kasar

Ruanglingkup asesmen motoik kasar ini bersifat informal yang terdiri dari

aspek-aspek perkembangan motorik kasar (milestone) yang dikutip dari Bandi

Delphie (2003), yaitu:

1. Lokomotor: lari, berjalan, loncat, mengejar bola bergerak, meluncur,

berguling.

2. Manipulatif: Melempar, menangkap, menendang, memantulkan bola,

memukul.

3. Non Manipulatif: keseimbangan badan dan mengkerutkan badan.

D. Subyek

Subyek dalam asesmen ini adalah anak tunagrahita ringan usia 6-9 tahun.

Subyek tidak dibatasi kelas tapi patokannya adalah usia. Pada umumnya anak

tunagrahita yang didaftarkan sekolah kes SLB berada pada rentang usia 6-9 tahun

sehingga adanya alat asesmen ini akan sangat membantu.

4
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A, Pengertian Anak Tunagrahita Ringan

Untuk memahami tentang anak tunagrahita ringan, perlu dibahas terlebih

dahulu mengenai pengertian anak tunagrahita. Ada beberapa ahli yang telah

mengungkapkan pengertian anak tunagrahita, di antaranya Herbert dalam

Browning (Alimin, 1993:15), anak tunagrahita yaitu:

1) tunagrahita merupakan kondisi. 2) kondisi tersebut ditandai dengan


adanya kemampuan mental jauh di bawah rata-rata. 3) memiliki hambatan
dalam penyesuaian diri secara sosial. 4) berkaitan dengan adanya kerusakan
organik pada susunan syaraf pusat dan. 5) tunagrahita tidak dapat
disembuhkan.

Sementara itu AAMD (American Association Mental Deficiency)

(Amin, 1995:15) merumuskan definisi tunagrahita sebagai berikut: ‘Tunagrahita

merupakan kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan intelektual di

bawah rata-rata dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif.’ Seseorang

tidak dapat dikategorikan sebagai tunagrahita apabila tidak memiliki dua hal

berikut, yaitu perkembangan intelektual di bawah rata-rata dan kesulitan dalam

perilaku adaptif. Dengan kata lain seseorang baru dapat dikategorikan tunagrahita

apabila kedua syarat tadi terpenuhi.

Berkenaan dengan anak tunagrahita ringan (mild mental retardation),

menurut AAMD yang dikutip oleh Amin (1995:22) adalah:

Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan


adaptasi sosialnya terhambat namun mereka mempunyai kemampuan untuk
berkembang dalam bidang akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan
bekerja. Mengacu pada definisi di atas, maka kondisi Anak Tunagrahita
Ringan mengalami hambatan perkembangan intelektual; pertama

5
inteligensinya jika diukur dengan tes IQ jelas berada pada dua standar deviasi
di bawah rata-rata atau antara 50–70; kedua sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungannya (maladaptive); dan ketiga, terjadinya pada masa perkembangan
sejak lahir sampai dengan usia 18 tahun.

B. Kemampuan Motorik Kasar Anak Tunagrahita Ringan

Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-otot

besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh dan diperlukan agar anak dapat

memfungsikan otot-otot tubuhnya dengan benar seperti, duduk, berlari,

menendang, naik-turun tangga, berjalan, melompat, merangkak, berguling,

manangkap, melempar dan gerak lainnya (Saputra, Y., 2005:18; Sunardi dan

Sunaryo, 2006:109). Gerak itu disebut juga sebagai gerak dasar (Saputra, Y.,

2005:18). Gerak dasar tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu lokomotor, non

lokomotor, dan manipulatif (Nurhasan, 2003:28). Gerak dasar ini, biasanya sudah

dapat dikuasai oleh anak-anak normal usia 6 tahun (Hurlock, 1978) tapi tidak

demikian dengan anak tunagrahita ringan dengan usia yang sama (Delphie, 1996).

Anak tunagrahita ringan memiliki masalah dalam keterampilan gerak

dasar/motorik kasar (lokomotor, non lokomotor, manipulatif) (Delphie, 1996;

Saputra, Y., 2005; Sunardi dan Sunaryo, 2006). (1) Lokomotor adalah

keterampilan berpindah tempat, yang termasuk ke dalam keterampilan ini di

antaranya, berjalan, berlari, melompat, berjingkat, dan memanjat. Pada intinya

kesemua keterampilan ini memungkin adanya perpindahan lokasi dari tubuh,

terutama didorong oleh adanya pengerahan daya internal melalui pengkontraksian

otot-otot. (2) Non lokomotor adalah keterampilan yang memanfaatkan ruas-ruas

tubuh sebagai porosnya, dan karenanya tidak menyebabkan tubuh tidak berpindah

tempat. Yang termasuk ke dalam keterampilan ini adalah gerak menekuk dan

meregang tubuh, menggerak-gerakkan anggota tubuh ke berbagai arah, melenting

6
dan memilin. Keterampilan jenis ini banyak dipakai dalam gerak-gerak

pembentukan dan kelenturan, termasuk pada pengembangan kekuatan, (3)

Manipulatif adalah gerakan yang mengandalkan kemampuan anggota tubuh

seperti tangan, kaki, kepala, lutut, paha, maupun dada, untuk memanipulasi objek

luar seperti bola dan benda lainnya. Gerak seperti ini adalah menangkap,

melempar, memukul, memukul dengan alat, atau menendang, menggiring dan

memantulkan bola (Nurhasan, 2003:28; Saputra, Y., 2005:18).

Ketika mereka melakukan gerak dasar tertentu, gerakannya tampak tidak

harmonis atau tidak indah dipandang (Amin, 1995) itu diakibatkan oleh adanya

gangguan dalam kesimbangan, koordinasi, konsentrasi, dan persepsi (Delphie,

1996:3).

Saputra, Y. (2005:49) menjelaskan permasalahan gerak dasar anak

tunagrahita, sebagai berikut:

(1) Secara umum menunjukkan ketidakmampuan untuk menampilkan gerak

koordinasi yang efisien, keseimbangan, dan kelincahan. Perilaku ini sebagai hasil

dari kurang mampunya syaraf mengidentifikasi sesuatu.

(2) Sifat otot yang lebih atau kurang menghasilkan ketidakmampuan untuk

melakukan gerakan secara efisien.

(3) Ketidakmampuan merencanakan gerakan menghasilkan gerakan yang tidak

terkoordinasi.

(4) Gerakan yang tidak bertujuan, rintangan ini diwujudkan dengan banyaknya

gerakan atau kurang gerak.

(5) Ketidakmampuan mengontrol ruang, waktu, dan penghasil tenaga untuk

bergerak.

(6) Gangguan koordinasi gerak otot.

7
(7) Ketidakmampuan untuk menghasilkan gerak pada saat diinstruksikan untuk

“berhenti”

(8) Ketidakmampuan untuk menerima pola gerak keseluruhan setelah dipecah

menjadi bagian-bagian.

(9) Penampilan yang tidak konsisten pada setiap kesempatan yang berbeda.

(10) Ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dalam posisi diam atau

bergerak.

Singkatnya, permasalahan motorik kasar yang paling utama dalam kaitannya

dengan pendidikan jasmani adaptif anak tunagrahita ringan adalah keseimbangan,

koordinasi, gerak badan dan persendiannya, serta kekuatan-kekakuan otot dan

tulang.

C. Urgensi Perkembangan Motorik Kasar Terhadap Kemampuan Belajar

Dalam proses belajar mengajar sehari-hari banyak sekali keterampilan

belajar yang membutuhkan kematangan/kemampuan motorik kasar. Dalam

pelajaran menulis (handwriting), meskipun banyak melibatkan motorik halus, jika

ada kemampuan motorik kasarnya belum terpenuhi maka hasil belajar menulisnya

kurang baik (Euis Nina, 2009), misalnya seorang anak yang belum mampu

menangkap bola dengan baik maka ia akan kesulitan mengkoordinasi gerak tangan

dan mata ketika belajar menulis.

Berdasarkan perjelasan di atas maka perkembangan motorik kasar menjadi

penting sebagai salah satu prasyarat dalam belajar. Masalah ini, terkadang

terlupakan oleh guru. Pada saat mengajar, keterampilan prasyarat sering diabaikan

padahal itu cukup penting untuk menentukan kemampuan dan kebutuhan belajar

8
sehingga materi pelajaran dan indicator yang ditentukan dapat seusuai. Oleh karena

itu asesmen perkembangan motorik kasar menjadi penting untuk dilakukan.

D. Pengertian Asesmen

Asesmen adalah proses yang sistimatis dalam mengumpulkan data seseorang

anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi

seseorang saat itu. Mengumpulkan informasi yang relevan, sabagai bahan untuk

menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan, dan menerapkan seluruh proses

pembuatan keputusan tersebut (Rochyadi & Alimin 2003:44).

Asesmen dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu asesmen

formal dan asesmen informal. Asesmen formal adalah asesmen yang telah

dibakukan melalui pengujian yang ketat sehingga asesmen yang bersifat

formal dapat berlaku secara universal. Asesmen informal adalah asesmen

yang dibuat atu dikembangkan sendiri oleh guru atau pendidik lainnya dan

hanya berlaku terbatas, biasanya hanya berlaku bagi satu atau beberapa

subyek saja dalam kelompok tertentu (Imandala, 2009).

Di dalam asesmen formal dan informal terdapat ruanglingkup atau

cakupan asesmennya. Ada yang mencakup asesmen perkembangan saja atau

ases kurikulum/akademik saja. Ada pula asesmen yang memadukan

keduanya (perkembangan dan kurikulum/akademik)

Dalam kesempatan ini penyusun menyajikan asesmen informal dalam

aspek perkembangan motorik kasar. Subyeknya adalah anak tunagrahita

ringan usia 6-9 tahun.

9
BAB III
PROSEDUR ASESMEN

A. Identifikasi Siswa

Dalam tahap ini guru/asesor menentukan subyek/anak tungrahita ringan

yang berada pada rentang usia 6-9 tahun. Untuk memastikan asesor dapat

menanyakan kepada guru kelas dan memerikasa dokumen yang memastikan bahwa

subyek adalah anak tunagrahita ringan dan berusia pada rentang 6-9 tahun.

B. Instrumen Asesmen Motorik Kasar

Asesor menggunakan instrument yang telah disediakan. Format lengkap

instrument asesmen terlampir.

Dalam pelaksanaanya asesmen komponen kemampuan motorik kasar boleh

dilakukan secara acak. Misalnya boleh mulai dari loncat atau berguling dahulu atau

setelah asesmen berjalan kemudian mengasesmen kemampuan memukul.

C. Alat/media

Dalam asesmen motorik kasar ini diperlukan ketersediaan alat/media.

Alat/media tersebut adalah:

1. Jalur untuk berjalan dan lari (lurus, zig-zag, melengkung). Jalur dapt dibuat

menggunakan tali sebagai tanda lurus, zig-zag, melengkung.

Contoh jalur:

2. Matras untuk berguling dan mengkerutkan badan sambil tiduran

3. Pemukul kasti dan raket

10
4. Bola plastic dan bola basket

5. Papan titian keseimbangan

D. Tempat

Tempat untuk melakukan asesmen dapat dilakukan di dalam ruangan dan

diluar ruangan.

E. Waktu

Waktu melakukan asesmen sebaiknya dilakukan pagi hari. Setiap

komponen tidak memiliki beban waktu.

11
BAB IV
PENGADMINISTRASIAN DAN PENAFSIRAN

A. Merekap Hasil Assesmen

Catatan asesor yang diperoleh mulai dari proses identifikasi hingga proses

penilaian selesai dibuat disajikan dalam bentuk rekapan data dan grafik agar lebih

mudah dibaca dan dipahami. Cara melakukan pencatatan atau pengadministrasian

hasil asesmen dijelaskan di bawah ini.

1. Hasil Identifikasi

Di dalam hasil identifikasi sekurang-kurangnya mencatat nama, tempat

tanggal lahir, jenis kelainan, kelas, nama guru kelas dan ditanda tangan oleh

guru kelas. Format identifikasi terlampir.

2. Hasil Asesmen

Hasil asesmen disini merupakan hasil catatan observasi dan scoring

yang direkap atau dimasukan kedalam tabel instrument. Contoh:

NO KOMPONEN SUB INDIKATOR HASIL SCORE


KOMPONEN DAPAT TIDAK
(SCORE 1) DAPAT
(SCORE 0)
1 JALAN a. JALAN Melakukan
LURUS jalan lurus
mengikuti garis
lurus, dengan
tidak menginjak
garis

b. JALAN Melakukan
MELIN jalan melingkar,
GKAR mengikuti arah
garis yang
melingkar,
dengan tidak
menginjak garis

c. JALAN Melakukan
ZIGZAG jalan zigzag
mengikuti arah
garis
zigzag,dengan
tidak menginjak
garis

12
Melakukan lari
lurus, mengikuti
garis lurus,
2 LARI a. LARI dengan tidak
LURUS mengijak garis

Melakukan lari
melingkar,
mengikuti arah
b. LARI garis yang
MELINGKA melingkar,
R dengan tidak
menginjak garis

Melakukan lari
zigzag, dengan
mengikuti garis
c. LARI zigzag , dengan
ZIGZAG tidak menginjak
garis

Melakukan
loncat di
tempat, dengan
3 LONCAT a. LONCAT tidak keluar dari
DITEMPAT garis pijakan.

Melakukan
loncat ke
depan, dengan
b. LONCAT pendaratan ke
KE DEPAN dua kaki
berbarengan.

Melakukan
loncat ke
belakang,
c. LONCAT dengan
KE pendaratan ke
BELAKANG dua kaki
bersamaan.

Melukukan
loncat ke
samping,
d. LONCAT dengan
KE
pendaratan ke
SAMPING
dua kaki
bersamaan.

Melakukan
berguling ke a
rah kanan,
4 BERGULING a. BERGULIN dengan posisi
G KE tangan dan kaki
KANAN rapat dibadan,
dengan tidak
keluar jalur.

13
Melakukan
berguling kea
rah kiri, dengan
b. BERGULI posisi tangan
NG KE dan kaki rapat
KIRI dibadan,
dengan tidak
keluar jalur.

Melakukan
mengejar bola
bergerak,
5. MENGEJAR a. Mengejar dengan bola
BOLA bola besar.
BERGERAK bergerak,
bola besar Melakukan
mengejar bola
bergerak,
b. Mengejar dengan bola
bola kecil
bergerak,
bola kecil

3. Penilaian

Setelah diperoleh skor maka dapat dilakukan penilaian. Dari penilaian

ini akan diperoleh gambaran kemampuan motorik kasar anak tunagrahita

ringan usia 6-9 tahun. Penilaian dilakukan berdsarkan criteria sebagai berikut:

a. Pernilaian berdasarkan komponen

1. Bagi komponen yang memiliki skor maksimal 4 sbb :

Skor 4 = Berkembang

Skor 3 = Ringan

Skor 2 = Sedang

Skor 1 = Kurang

Skor 0 = belum muncul

2. Bagi komponen yang memiliki skor maksimal 3 sbb :

Skor 3 = Berkembang

Skor 2 = Cukup

14
Skor 1 = Kurang

Skor 0 = Belum muncul

3. Bagi komponen yang memiliki skor maksimal 2 sbb :

Skor 2 = Berkembang

Skor 1 = Kurang

Skor 0 = Belum muncul

b. Penilaian berdasarkan aspek

1. Rentangan Nilai Asfek Lokomotor :

Skor 22,8 - 28 = Berkembang

Skor 17,1 - 22,7 = Ringan

Skor 11,4 - 17 = Sedang

Skor 5,7 - 11,3 = Kurang

Skor 0 - 5,6 = Belum muncul

2. Rentangan Nilai Asfek Manipulatif :

Skor 14,8 - 18 = Berkembang

Skor 11,1 - 14,7 = Ringan

Skor 7,4 - 11 = Sedang

Skor 3,7 - 7,3 = Kurang

Skor 0 - 3,6 = Belum muncul

3. Rentangan Nilai Asfek Non Manipulatif

Skor 0,52 - 6 = Berkembang

15
Skor 0,39 - 0,51 = Ringan

Skor 0,26 - 0,38 = Sedang

Skor 0,13 - 0,25 = Kurang

Skor 0 - 3,6 = Belum muncul

Hasil Penilaian dapat dimasukkan ke dalam tabel. Contohnya


berikut ini:

1. Berdasarkan komponen

Berjalan

Komponen Skor Penilaian

Lurus

Zig-zag

Melingkar

2. Berdasarkan aspek

Lokomotor

Aspek Skor Penilaian

Jalan

Lari

Loncat

16
d. Penyajian Grafik

Grafik hasil asesmen dapat dibuat seperti ini:

e. Profil

Profil disini maksudnya adalah gambaran kemampuan hasil asesmen

motorik kasar pada anak tunagrahita usia 6-9 tahun. Di dalam profil sekurang-

kurangnya tercantum:

PROFIL HASIL ASSESMEN

1 NAMA SISWA
a. Lengkap :
b. Panggilan :
2 Jenis Kelamin :
3 Jenis Kelainan :
4 Kelahiran
a. Tanggal :
b. Tempat :
5 Agama :

6 Kewarganegaraan :

7 Jumlah Saudara

17
a. Kandung :
b. Tiri
:
c. Angkat
:

8 Bahasa sehari-hari :

9 Alamat dan Tlp. :

B. Hasil Asesmen

1. Berdasarkan komponen

Berjalan

Komponen Skor Penilaian

Lurus

Zig-zag

Melingkar

Lari

Komponen Skor Penilaian

Lurus

Zig-zag

Melingkar

18
Loncat

Komponen Skor Penilaian

Ke depan

Kesamping

Ke belakang

Di tempat

Berguling

Skor Penilaian

Mengejar bola

Komponen Skor Penilaian

Mengejar bola besar

Mengejar bola kecil

2. Manipulatif

Melempar

Komponen Skor Penilaian

Satu Tangan

Dua tangan

19
Menangkap

Komponen Skor Penilaian

Satu tangan

Dua tangan

Menendang

Skor Penilaian

Memantulkan bola

Komponen Skor Penilaian

Satu tangan

Dua tangan

Memukul bola

Komponen Skor Penilaian

Menggunakan raket

Menggunakan
kayu/pemukul kasti

3. Non Manipulatif

Keseimbangan

Skor Penilaian

20
Mengkerutkan badan

Skor Penilaian

C. Grafik

Contoh:

21
D. Penafsiran

Contoh penafsiran:

Bagi kemampuan (aspek atau komponen) yang masuk pada criteria penilaian

kurang dan tidak muncul artinya membutuhkan latihan pada aspek tersebut

lebih intensif setidaknya tiga kali dalam sepekan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (1999). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:


Rineka Cipta dan Depdikbud.

Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Dirjen Dikti


Depdikbud PPTG.

Astati. (2001). Persiapan Pekerjaan Penyandang Tunagrahita. Bandung: CV


Pendawa.

Astati dan Nani, E. (2001). Pendidikan Luar Biasa Di Sekolah Umum: Pengantar.
Bandung: CV Pendawa

Bahagia, Y. (2003). Pengembangan Media Pengajaran Penjas Untuk SLB.


Jakarta: Direktorat PLB.

Delphie, B. (1996). Psikomotor. Bandung: Mitra Grafika

Direktorat PLB. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) SDLB: Pendidikan


Jasmani Anak Tunagrahita Ringan. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat PLB. (2003). Pedoman Umum Pembelajaran Penjas ALB. Jakarta:


Depdiknas.

Direktorat PLB. (2003). Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Penjas Untuk


SLB. Jakarta: Depdiknas.

Hosni, I. (2003). Pembelajaran Adaptif Untuk SLB. Jakarta: Direktorat PLB.

Hurlock, E.B. (1978). Perkembangan Anak (jilid 1). Jakarta: Erlangga.

Ibrahim, R. (2005). Psikologi Pendidikan Jasmani Dan Olahraga PLB. Jakarta:


Direktorat PSLB.

Mahendra, A. (2003). Falsafah Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat PLB.

McLoughlin, J.A. and Lewis, R.B. (1986). Assessing Special Students (third ed.).
Ohio USA: Merrill Publishing Company A Bell & Howell Company.

Nahraeni, A. (1986). Pedoman Guru dalam Bina Gerak Bagi Anak Tunadaksa.
Jakarta: Depdikbud.

Nurhasan. (2003). Dasar-Dasar Pelatihan Olahraga Untuk SLB. Jakarta:


Depdiknas.

Saputra, Y., (2005). Perkembangan Gerak. Jakarta: Direktorat PSLB.

Saragi, D. (1986). Pedoman Guru Pendidikan Sensomotorik Olahraga dan


Kesehatan Bagi Anak Tunagrahita Sedang. Jakarta: Depdikbud.

23
Sherrill, C. (1984). Adapted Physical Education and Recreation: A
Multidiscipplinary Approach (second ed.). USA: Wm. C. Brown Company
Publisher.

Somantri, S. T. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud.

Sunardi dan Sunaryo. (2006). Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus.


Jakarta: Dirjen Dikti.

Wardani, I.G.A.K., Hernawati, T., dan Astati. (2007). Pengantar Pendidikan Luar
Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

24
LAMPIRAN

25

Você também pode gostar