Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1.2. Etiologi
1.3. Klasifikasi
a. Menurut waktu timbulnya reaksi
- Reaksi cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan
silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi
penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis
sistemik atau anafilaksis berat.
- Reaksi intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24
jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu
yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi
intermediet berupa :
Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik
autoimun).
Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis
nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES).
- Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan
antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas
sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan
jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.
Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.
Perbedaan Reaksi cepat Reaksi intermediet Reaksi lambat
Waktu timbul Terjadi setelah Terjadi setelah 48
Hitungan detik
reaksi beberapa jam terpajan jam terpajan
Penisilin, sefalosporin, β-
Agranulositosis
laktam, kinidin, metildopa
II / sitotoksik (IgG dan Anemia hemolitik
Karbamazepin, fenotiazin,
IgM)
tiourasil, sulfonamid,
antikonvulsan, kinin,
Trombositopenia
kinidin, parasetol,
sulfonamid, propil,
tiourasil, preparat emas
β-laktam, sulfonamid,
Panas, urtikaria, atralgia,
fenotiazin, streptomisin
III / kompleks imun (IgG limfadenopati
dan IgM)
serum xenogenik, penisilin,
Serum sickness
globulin anti-timosit
Penisilin, anestetik lokal,
antihistamin topikal,
neomisin, pengawet,
Eksim (juga sistemik)
eksipien (lanolin, paraben),
eritema, lepuh, pruritus
desinfekstan
Fotoalergi
IV / hipersensitivitas selular Salislanilid (halogeneted),
asam nalidilik
Fixed drug eruption
Barbiturat, kinin
Lesi makulopapular
Penisilin, emas, barbiturat,
β-blocker
Ekstrak alergen, kolagen
V / reaksi granuloma Granuloma
larut
Hidralazin, prokainamid
VI / hipersensitivitas (LE yang diinduksi obat?)
Antibodi terhadap insulin
stimulasi Resistensi insulin
(IgG)
2.1. Definisi
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau
reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi
yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.
Reaksi Alergi
Jenis Alergi Alergen Umum Gambaran
Edema dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, okulasi
Anafilaksis Obat, serum, kacang-kacangan
trakea , koleps sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian
Urtikaris akut Sengatan serangga Bentol, merah
Rinitis alergi Polen, tungau debu rumah Edema dan iritasi mukosa nasal
Konstriksi bronkial, peningkatan
Asma Polen, tungau debu rumah produksi mukus, inflamasi saluran
nafas
Kerang, susu, telur, ikan, bahan Urtikaria yang gatal dan potensial
Makanan
asal gandum menjadi anafilaksis
Inflamasi pada kulit yang terasa
Polen, tungau debu runah,
Ekzem atopi gatal, biasanya merah dan ada
beberapa makanan
kalanya vesikular
2.3. Mekanisme
Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :
a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat
silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.
b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.
c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.
2.4. Mediator
Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel
Th yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil. Beberapa
minggu kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka
antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast dan basofil.
Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan
melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain
histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.
Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1
Mediator Efek
Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot
Histamin
polos, sekresi mukosa gaster
ECF-A Kemotaksis eosinofil
NCF-A Kemotaksis neutrofil
Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh
Protease
darah, pembentukan produk pemecah komplemen
PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru
Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraseluler
a. Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau sitotoksik atau sitoliktik terjadi akibat di
bentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen IgM yang merupakan
bagian sel pejamu. Reaksi.diawali oleh reaksi terhadap antibodi dan determinan
antigen yangb merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah
komplemen atau molekul asesori dan metobholisme sel dilihatkan.
Reaksi sitotoksik lebih tepat mengingat reaaksi oleh lisis bukan efek toksik.
Antibodi tersbut dapaat mengaktifkan sel yang memilik reseptor Fcy-R dan Juga
sel NK yang dapat berperan sebagai sel efecktor dan menimbulkan kerusakan
melalui ADCC. Reaksi tipe II mengambarkan dan menunjukkan manisfestasi
klinik.
b. Etiologi
Reaksi transfusi
a. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh
berbagai gen.
b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi,
karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yagn menimbulka
kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular
- Reaksi dapat cepat/ lambat
- Reaksi cepat:
Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh
IgM.
Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma
dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria.
Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi
bersifat toksik.
Gejala khas:
Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri
pinggang bawah, dan hemoglobinuria.
- Reaksi lambat:
Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang
kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain.
Terjadi 2-6 hari setelah transfusi.
Darah yagn ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai
antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd,
Kell, dan Duffy
Pada hipersensitivitas tipe II ,antibodi yang ditunjukkan kepada antigen permukaan sel
ataubjaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai jenis sel efektor .untuk merusak sel
sasasaran .Setelah antibodi melekat pada permukaaan sel,antibodi akan mengikata dan
mengaktivasi komplemen C1 komplemen Konsekuensinya adalah ;
Fragmen Komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan
menarik makrofag dan dan PMN ke tempat tersebut, sekaligus menstimulasi sel mastosit
dan basofil untuk memproduksi molekul yang menarik dan mengaktifasi sel efektor lain.
Aktifasi jalur klasik komplemen mengakibatkan deposisi C3b,C3bi dan C3D pada
membran sel sasaran
Aktivasi jalur klasik dan jalur litik menghasilkan C5b-9 yang merupakan membran attack
complex (MAC) yang kemudian menancap pada membran sel.
Sel sel efektor ,yaitu makrofag , neutrofil, eosinofil.dan sel NK,.Berikatan pada komplekx
antibodi melalui reseptpr Fc atau berikatan dengan komponen komplemen yang melekat
pada permukaan sel tersebut.Pengikatan antibodi pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk
memproduksi lebih banyak leukotrien dan plostraglandin ,yang merupakan molekul molekul
yang berperan pada rewspon inflamasi .Sel sel efektor yang telah terikat kuat pada
membaran sel sasaran .
(Siti Boedina Kresno ; Diagnosis dan prosedur
Tipe II – Hipersensitifitas Sitotoksik
Antigen yang terikat pada permukaan sel bereaksi dengan antibodi (misalnya reaksi
hemaglutinasi dan hemolisis) dan menyebabkan :
1. Fagositosis sel itu melalui proses Opsonic Adherence (Fc) atau Immune adeherens (C3).
2. Reaksi sitotoksik ekstraseluler oleh sel K (Killler Cell) yang mempunyai reseptor untuk
IgFc.
Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada atigen lewat daerah Fab dan bekerja sebagai suatu
jembatan ke komplemen lewat daerah Fc. Akibatnya dapat terjadi lisis yang berperantara-
komplemen, seperti yang terjadi pada anemia hemolitik, reaksi transfusi darah atau
penyakit Inkompabilitas hemolitik Rhesus, transplantasi jaringan, reaksi auto-imun
(Autoimmune reaction) dan reaksi obat.
d. Manifestasi klinis
Diatas ada
LI 4. Memahami dan menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas 3
a. Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun
adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian
mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui
infiltrasi masif neutrofil.
b. Mekanisme
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut
oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan
PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh
makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe
III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang
kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
c. Manifestasi klinis
Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua
bentuk reaksi, yaitu lokal dan sistemik.
b. Mekanisme
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :
a. Fase sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th
diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada
kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid
regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1
(umumnya).
b. Fase efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1
dan melepas sitokin yang menyebabkan :
- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel
inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.
- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke
jaringan sekitar.
- Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan
menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang
teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang
teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang
teraktivasi.
c. Manifestasi klinis
Dermatitis Kontak
Penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak
berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak sdengan bahan seperti
formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut
yang menimbulkan dermatitis kontak terjadi melalui sel Th1.
(Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 393)
Hipersensitivitas Tuberkulin
Bentuk alergi bacterial spesifik terhadap produk filtrate biakan M.
Tuberkulosis yang bila disuntikan ke kulit, akan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas lambat tipe IV. Yang berperan dalam reaksi ini adalah sel
limfosit CD4+ T. Setelah suntikan intrakutan ekstrak tuberculin atau
derivate protein yang dimurnikan (PPD), daerah kemerahan dan indurasi
timbul di tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah
kontak dengan M. Tuberkulosis, kulit bengkak terjadi oada hari 7-10 pasca
induksi. Reaksi dapat dipindahkan melalui sel T. (Imunologi Dasar FK UI
ke-10: hal. 393)
Reaksi Jones Mote
Reaksi hipetsensitivitas tipe IV terhadap antigen protein yang ebrhubungan
dengan infiltrasi basophil mencolok di kulit di bawah dermis. Reaksi juga
disebut hipersensitivitas basophil kutan. Dibanding dengan hipersensitivitas
tipe IV lainnya, reaksi ini adalah lemah dan nampak beberapa hari setelah
pajanan dengan protein dalam jumlah kecil. Tidak terjadi nekrosis dan
reaksi dapat diinduksi dengan suntikan antigen larut seperti ovalbumin
dengan ajuvan Freund. (Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 393)
T Cell Mediated Cytolisis (Penyakit CD8+)
Dalam T Cell Mediated Cytolisis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/ CTL/
Tc yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan
hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan
biasanya tidak sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak
sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respons CTL terhadap hepatosit
yang terinfeksi. (Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 394)
Farmakokinetik :
Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral
dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar
tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot,
dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah
hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk
metabolitnya.
Indikasi :
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
Efek samping :
Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang
berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi,
penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan
berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau
diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan
lemah pada tangan.
2. Famotidin
a. Farmakodinamik :
Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam
lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh
pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali
lebih poten daripada simetidin.
c. Indikasi : Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung,
refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.
d. Efek samping : Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit
kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek
antiandrogenik.
3. Nizatidin
a. Farmakodinamik :
Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.
b. Farmakokinetik :
Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam,
masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam,
disekresi melalui ginjal.
c. Indikasi :
Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama
8 minggu, tukak
lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion. d. Efek samping :
Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek
antiandrogenik
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit
kelenjar adrenal. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh,
misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan
pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar
elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid bekerja dengan
mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel
melewati membran plasma secara difusi pasif.
a. Farmakodinamik :
-Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot
lurik, sistem saraf dan organ lain.
-Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
1. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti- inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit
kecil.
2. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
b. Farmakokinetik :
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja
dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan
protein. Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan
ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
c. Indikasi :
Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat
ini digunakan:
-Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial
dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan
penyakit. -Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. -
Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi
spesifik, tidak
membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.
-Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis
melebihi dosis
substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.
-Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan
terapi
kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.
-Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa
pasien.
d. Kontraindikasi :
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid.
Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan
yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama
pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.
Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi
relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau
gangguan sistem kardiovaskular lainnya.
e. Efek samping :
-Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau
pemberian
terus-menerus terutama dengan dosis besar.
-Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat
menimbulkan
insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.
-Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan
elektrolit , hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama
tuberkulosis, pasien tukak
peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll. -
Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat
kortikosteroid sintetik.
-Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan
dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk
melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum
obat diberikan.
b. Etiologi
- Obat obatan : penisilin, sefalosporin, kemoterapi, relaksan otot
- Makanan : makanan laut, kacang, telur, seledri, susu
- Sengat serangga : hymenoptera (hama pencium, lalat rusa, semut api)
- Agen biologis : L-asparaginase, ekstrak allergen, produk darah, insulin,
immunoglobulin
- Penambah makanan : metabisulfit, monosodium glutamate, aspartame
- Getah (latex)
- Olahraga
- Pseudoalergik : media radiokontras berjodium, opiate
- Idiopatik
c. Mekanisme
Pada orang-orang yang telah berkembang sensitivitas anafilaksis yang diperantai
IgE, pemberian antigen berikutnya meskipun sangat sedikit dapat menyebabkan
ledakan reaksi ag-ab dengan pelepasan mediator kimia seperti histamine dalam
jumlah yang banyak. Histamine memerankan peran sentral dalam pathogenesis
anafilaksis manusia, tetapi bahan vasoaktif lainnya (metabolit asam arakidonat,
kinin fator pengaktif trombosit) dapat jua berperan.
d. Penanganan
Pengobatan pilihan adalah larutan epinefrin dalam air, 1:1000. 0,01 ml/kg (max
0,3 ml untuk anak dan 0,5 ml untuk dewasa) melalui suntikan SK. Jika perlu
dapat diulangi dengan interval 15 menit.
Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda, “Panggilkan
dokter!” kemudian ada yang bertanya, “Bahkan engkau mengatakan hal itu, wahai
Rasulullah?” “Ya,” jawab beliau.
Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kita
untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk
kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah
bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
mukmin yang lemah.” (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380)
Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin
Syuraik menuturkan,”Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui
dan bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya,
wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali
Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit.’ Mereka bertanya,’Apa itu?’
Rasulullah menjawab,’Penyakit tua’.”(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi
dalam Sunan (2038))
Nabi bersabda,”Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka
ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim: I/191)
Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu’, “Tidaklah Allah menurunkan panyakit
kecuali menurunkan obatnya.”(HR Bukhari: VII/158)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau
bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk
kemaslahatan artinya : semua syari’at dalam perintah dan larangannya serta hukum-
hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah:
jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.
Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih
besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219
اس َو ِإثْ ُم ُه َما أَ ْكبَ ُر ِم ْن نَ ْف ِع ِه َما ِ ِسأَلُونَكَ ع َِن ا ْل َخ ْم ِر َوا ْل َم ْيس ِِر قُ ْل ف
ٌ يه َما ِإثْ ٌم َك ِب
ِ َّير َو َمنَافِ ُع ِللن ْ َي
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya”
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka
segala sesuatu yang buruk “ ( al a’raf : 157 )
Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , dan orang lain serta
tak sedap baunya.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah terhadap kalian Maha
menyayangi ( an nisa : 29 )
Rokok bisa membunuh penghisapnya secara perlahan-lahan
“Dosa keduanya ( minuman keras dan judi ) lebih besar dari pada manfaatnya.” (QS Al-
Baqoroh : 219 )
Rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri ataupun
orang lain.
انما مثل الجليس الصالح و الجليس السوء كحامل المسك و نافخ الكير
) ( متفق عليه
“Perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek ialah seperti
pembawa minyak wangi dengan peniup api (tukang pandai besi)” (HR Bukhari-
Muslim)
Perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api yang bisa membakar orang di
sekitarnya ataupun menyebabkan bau yang tidak sedap.
11) ( رواه مسلم ) من تحسى سما فقتل نفسه فسمه في يده يتحساه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبجا
“Barang siapa menghirup (meminum) racun hingga mati maka racun itu akan berada
di tangannya lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam.” (HR Muslim).
Rokok mengandung racun (nikotin) yang membunuh penghisapnya perlahan-lahan
dan menyiksanya.
) من أكل ثوما أو بصال فليعتزلنا وليعتزل مسجدنا وليقعد بيته ( متفق عليه
“Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir
(menjauh) dari kita dan menjauhi masjid kami dan duduklah dirumah.” (HR Bukhari-
Muslim).
Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih ataupun bawang merah .
13) Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan rokok, sedang yang tidak mengaharamkan
rokok belum melihat bahayanya yang nyata yaitu penyakit kanker dan paru-paru yang
bisa membunun penghisapnya.
Baratawidjaja, K.G & Rengganis, I. (2012).Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia