Você está na página 1de 72

Ringkasan Disertasi

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU,


KEWIRAUSAHAAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN
TERHADAP KEMAMPUAN USAHA SERTA
KEBERHASILAN USAHA PADA
USAHA KECIL BATIK DI JAWA TENGAH

Edi Noersasongko

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2005
ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU,
KEWIRAUSAHAAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN
TERHADAP KEMAMPUAN USAHA SERTA
KEBERHASILAN USAHA PADA
USAHA KECIL BATIK DI JAWA TENGAH

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Dokor


Dalam Ilmu Ekonomi
Pada Program Pascasarjana Universitas Merdeka Malang
dan dipertahankan dihadapan
Sidang Ujian Doktor Terbuka

Oleh:
Edi Noersasongko
03.78.0001

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2005
ii
PEMBIMBING DISERTASI

Promotor : Prof. Dr. H. Imam Syakir, SE

Ko promotor : Dr. Harsono, Ir., MS

iii
Telah diuji pada Ujian Akhir Tahap I
Tanggal, 16 Juni 2005

PANITIA PENGUJI DISERTASI:

Ketua : Prof. Dr. H. Imam Syakir, SE

Anggota : 1. Dr. Harsono, Ir., MS

2. Dr. Nurdin Kaimuddin, Ir., MS

3. Dr. Tanto G. Sumarsono, MS

4. Dr. Widji Astuti, MM

5. Dr. Prihat Assih, Ak., Msi

6. Dr. Nazief Nirwanto, MA

Ditetapkan dengan Surat Keputusan


DIREKTUR PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
No.: Kep. 15 / PPS-UM/V/2005
Tanggal 29 MEI 2005

iv
Dipersembahkan buat:
Istri tercinta,
yang tak pernah kering akan do’a
Anak-anak tersayang,
Dimana kusimpan sejuta harapan

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat,


hidayah dan karunia-Nya, sehingga disertasi ini yang merupakan salah satu persyaratan
yang harus dipenuhi pada Program Pascasarjana Universitas Merdeka Malang dapat
diselesaikan dan disusun dengan baik. Dalam kesempatan ini, dengan setulus hati
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. H. Imam Syakir, SE, Guru Besar Ilmu Ekonomi yang berkenan menjadi
promotor. Kepada beliaulah pertama kali kami mengajukan rencana kajian
disertasi ini dan memperoleh banyak petunjuk yang bermanfaat. Beliau telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang berharga
sampai terselesaikan penulisan disertasi ini.
2. Dr. Ir. Harsono, MS, selaku ko promotor, atas segala bimbingannya dalam
penyelesaian disertasi ini. Dalam kesibukan beliau sebagai teoritis yang memiliki
wawasan luas dan kritis, tetapi masih meluangkan waktu untuk berdiskusi,
memberikan bimbingan, dan senantiasa mendorong kepada penulis untuk segera
menyelesaikan disertasi ini dan tidak patah semangat.
3. Dr. Nurdin Kaimuddin, Ir. MS, selaku konsultan pengolahan data dalam
penyelesaian desertasi ini. Dengan kualitas kepakarannya, beliau sangat menguasai
kajian disertasi ini. Secara ikhlas beliau telah banyak membantu antara lain
memberikan arahan pengumpulan data, diskusi-diskusi pengkajian teoritis dan
analisis. Beliau selalu memberikan arahan-arahan bermanfaat serta memberi waktu
berkonsultasi dimanapun beliau berada.
4. Rektor Universitas Merdeka Malang, Drs. H. Budi Siswanto MM. dan mantan
Rektor, dr. Roesman, DSKJ serta Direktur Program Pascasarjana, Dr. Aloysius R.
Entah, SH dan mantan Direktur Program Pascasarjana Prof. Drs. Wilson Sitinjak
yang memberi kesempatan kepada kami untuk mengikuti Program Doktor Ilmu
Ekonomi, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
5. Dr. Nazief Nirwanto, M.A, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pasca Sarjana
Universitas Merdeka Malang yang secara tidak mengenal lelah selalu meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan pelayanan akademis maupun
administrasi yang bermanfaat mendorong motivasi sehingga dapat diselesaikan
penulisan disertasi ini.
6. Dr. Tanto G. Sumarsono, MS; Dr. Widji Astuti, MM; Dr. Prihat Assih, Ak., Msi.
Sebagai Panitia penguji proposal, seminar hasil penelitian telah sangat banyak
membantu memberikan koreksi yang bermanfaat dalam perumusan masalah, tujuan
penelitian dan perumusan model serta koreksi interpretasi hasil analisis. Koreksi dan
pengarahan tersebut telah memberikan penyempurnaan yang sangat berarti dalam
disertasi ini.
7. Dr. Winifred L.W. Subandi; Dr. H.Abdul Manan, MS; Dr. Hj. Djumiati, M.S; Dr.
Anwar Sanusi, SE, M.Si; Prof Budiman Christiananta, MA. PhD ; Prof. HM. Syafei
Idrus, Mec. PhD, dan seluruh staf pengajar pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pasca
Sarjana Universitas Merdeka Malang yang telah memberikan dasar-dasar teoritis
dan bimbingan yang sangat bremanfaat bagi penyusunan disertasi ini.

vi
8. Dr. Ritha F. Dalimunthe, Staf pengajar Universitas Sumatra Utara yang dengan
kearifan dan kebijaksanaannya, mengijinkan penulis untuk melakukan uji ulang
terhadap disertasi yang telah dilakukannya dengan ditambah beberapa arahan dan
harapan yang sangat bermanfaat.
9. Pimpinan pengusaha kecil batik dan sablon di Kota Pekalongan, Kabupaten
Pekalongan, Kota Solo dan Kabupaten Sragen, serta instansi terkait atas bantuan dan
kerjasamanya dalam memberikan data dan mengisi kuestioner penelitian.
10. Seluruh Staf Akademika Universitas Dian Nuswantoro Semarang, atas segala
bantuan dalam pemecahan masalah, sumbangan pemikiran, perhatian, harapan dan
do’a yang telah diberikan dalam penyusunan disertasi ini.
11. Para sahabatku kelas khusus angkatan ke-3 program S3 Ilmu Ekonomi kerja sama
UDINUS dan UNMER yang merupakan teman dalam susah dan senang semasa
menempuh kuliah yang telah memberikan sumbangan pemikiran, inovasi dan
motivasi tanpa pamrih. Semoga persahabatan ini terjalin selamanya.
12. Secara khusus, kepada almarhum & almarhumah Eyang R. Maktal Soeprapto kakung
dan putri. Semoga Allah SWT berkenan memberi rahmad dan tempat terbaik
dipangkuan-Nya yang telah memberikan kasih dan sayangnya kepada penulis hingga
akhir hayatnya serta menumbuh kembangkan nilai-nilai ke imanan, ketaqwaan dan
rasa syukur kepada Allah SWT.
13. Lebih khusus, kepada almarhumah Ibunda Hj. Koen Badariah dan almarhum
Ayahanda H. R. Pamoedji; Semoga Allah SWT berkenan memberi rahmad dan
tempat terbaik dipangkuan-Nya yang telah memberikan kasih dan sayang kepada
penulis hingga akhir hayatnya serta menanamkan nilai-nilai keagamaan, kejujuran,
kesederhanaan, keuletan, kerendahan hati dan ketegaran didalam mengarungi hidup.
14. Lebih khusus, kepada almarhum Bapak Djapar Roesanto, semoga Allah SWT
berkenan memberi rahmad dan tempat yang terbaik di pangkuan-Nya demikian pula
kepada Ibu Sunarti tercinta, yang dengan tulus iklas beliau berdua selalu mendoakan
dan mengarahkan penulis agar selalu berjalan dijalan yang lurus dan benar.
15. Tri Rustanti, SE Istri tercinta yang telah mendampingi penulis dengan penuh
kesabaran, kesetiaan, pengorbanan serta keikhlasan dan iringan doa yang tak pernah
kering, lebih-lebih selama penulis menjadi mahasiswa program S3. Anak-anakku
tersayang, Pulung Nurtantio Andono, Rindang Nurtantio Swasono, Retnowati
Nurtanti Astari dan Rinowati Nurtanti Astari yang selalu memberikan dorongan,
semangat dan do’a untuk keberhasilan penulis.
16. Kakak-kakaku dan adik-adikku bersama keluarganya masing-masing, yang telah
memberikan do’a dan semangat pada penulis selama menjadi mahasiswa S3 di
Universitas Merdeka Malang.
17. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu demi satu yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan moril maupun materiil serta mendo’akan untuk kebrehasilan
penulis
Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mendo’akan semoga Allah SWT
menerima semua amalan ini dan berkenan memberikan balasan dengan yang jauh lebih
baik, dan semoga disertasi ini memberikan manfaat khususnya bagi ilmu pengetahuan.
Amin ya Robbal Alamin.
Semarang, 9 April 2005
Edi Noersasongko
vii
ABSTRACT

This research is designed to analyze the relationships between entrepreneurship and


business performance as well as to determine .the predominant variable amongst the
entrepreneur's characteristics, entrepreneurship, leadership, and business competence that
influence the business performance. It employs both descriptive and explanatory analysis.
The indicators of the variables being estimated are as follows :
1. Entrepreneur's characteristics are education, gender, training, experience, and age.
2. Entrepreneurship are vision, planning, motivation, innovation, opportunity, self-
recognition, risk, ethics, and adaptation.
3. Leadership style are authoritarian, participation, delegation, and consideration.
4. Business competence are production, marketing, and finance.
5. Business performance are sales growth, investment, and personnel and learning.
Using Structural Equation Modelling (SEM) the contribution of entrepreneur
characteristics, entrepreneurship, and leadership to the business performance is analysed.
Hence, the relationship between those dependent and independent variables are also
analysed to predict the direct as well as indirect influence through business competence.
The results of the study are the following:
1. Leadership has non-significant influence on business performance.
2. Entrepreneur’s characteristics and entrepreneurship have significant influence on
business competence but non-significant on business performance.
3. Business competence has significant influence on business performance.
4. Entrepreneurship is the dominant variable.

Key words: Entrepreneurship


Leadership
Business performance

viii
DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………….…… vi
ABSTRACT ……………………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………... ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………... xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………….. 1


1.1. Latar Belakang Masalah ………………………………….... 1
1.2. Rumusan Masalah ……………………………..……………. 2
1.3. Tujuan Penelitian …................................................................ 3
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 4


2.1. Usaha Kecil ……………............................................................ 4
2.2. Karakteristik Individu ………………………………………… 4
2.2.1. Pendidikan ……………………………………………..…….. 5
2.2.2. Jenis Kelamin ………………………………………………… 5
2.2.3. Pelatihan ………………………………………………........ 6
2.2.4. Lama Berusaha .…….…………………………....................... 6
2.2.5. Umur ………………………………………………….......... 7
2.3. Kewirausahaan ……………………..……………………….. 7
2.3.1. Visi ………………………………………………………. .... 7
2.3.2. Perencanaan ………………………………………………… 8
2.3.3. Motivasi …………………………………………………...... 8
2.3.4. Inovasi ……………………………………………….............. 9
2.3.5. Peluang ................................................................................... . 9
2.3.6. Percaya Diri ............................................................................... 10
2.3.7. Risiko …………………………………………………............... 10
2.3.8. Etika……………………………………………………........... 11
2.3.9. Adaptasi …………………………………………………....... 11
2.4. Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan …………............... 12
2.4.1. Diktaktor ……………………………………………….......... 12
2.4.2. Partisipasi ………………………………………….…........... 12
2.4.3. Delegasi …………………………………………….….......... 13
2.4.4. Konsiderasi …………………………………………............... 13
2.5. Kemampuan Usaha ……………………………………………. 13
2.6. Keberhasilan Usaha ……………………………………………..15

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS


PENELITIAN ..................................................................................
16
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ………………………………….. 16
3.2. Model Analisis……………………………………………………… 18
3.3. Hipotesis Penelitian………………………………………………… 19

ix
BAB 4. METODE PENELITIAN ……………………………………… 20
4.1. Rancangan Penelitian ……………………………………………….. 20
4.2. Populasi Penelitian ……………………….……..................... 20
4.3. Metode Sampling ..………………… …………………................... 20
4.4. Identifikasi Variabel ............................................................... 21
4.5. Cara Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ……........ 24
4.5.1. Cara Pengumpulan Data……………………………………... 24
4.5.2. Instrumen Penelitian …………………………………………. 24
4.5.2.1. Uji Validitas ……………………………………………….... 24
4.5.2.2. Uji Realibilitas ……………………………………………... 24
4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………........ 25
4.6.1. Lokasi Penelitian ……………………………………………. 25
4.6.2. Waktu Penelitian ………………………………………........... 25
4.7. Teknik Analisis Data ……………………………………….. 25

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL


PENELITIAN ………………………………………………… 26
5.1. Hasil Penelitian ………………………………………………. 26
5.1.1. Batik …………………………………………………………. 26
5.1.1.1. Proses Pembuatan Batik Tulis, Cap dan Sablon ……………… 26
5.1.1.2. Teknologi Pembuatan Batik ………………………………….. 28
5.1.1.3. Dampak Negatip Usaha Batik……………………………… 28
5.1.2. Profil Pengusaha Kecil Batik di Jawa Tengah .......................... 28
5.1.3 Uji Validitas Dan Reliabilitas Dengan Alpha Cronbach. ............ 30
5.1.4. Deskripsi Variabel Penelitian ……………………………………30
5.1.4.1. Deskripsi Karakteristik Individu Pengusaha ……………….. 30
5.1.4.2. Deskripsi Kewirausahaan .......................................................... 30
5.1.4.3. Deskripsi Gaya Kepemimpinan ............................................... 30
5.1.3.4. Deskripsi Kemampuan Usaha .................................................... 31
5.1.3.5 Deskripsi Keberhasilan Usaha ................................................ 31
5.2. Analisis Hasil Penelitian ..................................................................
31
5.2.1. Uji Model SEM ..............................................................................31
5.2.2. Uji Validitas Konvergen............................................................ 31
5.2.3. Uji loading factor dan regression weight ……………………………. 33
5.2.3.1 Uji loading factor …………………………………………… 33
5.2.3.2. Analisis regression weight .................................................................
35

BAB 6. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN …………………… 38


6.1. Karakteristik Individu Pengusaha …………………………............. 38
6.1.1. Pendidikan ................................................................................ 38
6.1.2. Jenis Kelamin .......................................................................................
38
6.1.3. Pelatihan .................................................................................... 38
6.1.4. Lama Berusaha .......................................................................... 39
6.1.5. Umur ............................................................................................ 39
6.2. Kewirausahaan ........................................................................... 40
6.2.1. Visi ............................................................................................. 40
x
6.2.2. Perencanaan ...................................................................................4049
6.2.3. Motivasi ..............................................................................................
49
40
6.2.4. Inovasi ...................................................................................... 4049
6.2.5. Peluang ..................................................................................... 41 49
6.2.6. Percaya Diri ............................................................................. 41 49
6.2.7. Risiko ....................................................................................... 4150
6.2.8. Etika ......................................................................................... 42
50
6.2.9. Adaptasi ..................................................................................... 4250
6.3. Gaya Kepemimpinan .......................................................................... 51
42
6.3.1. Diktator .................................................................................... 42 51
6.3.2. Partisipasi ................................................................................. 42 51
6.3.3. Delegasi ……………………………………………………… 43 51
6.3.4. Konsiderasi ……………………………………………………. 43 51
6.4 Kemampuan Usaha …………………………………………............ 52
44
6.5. Keberhasilan Usaha ............................................................................ 52
45
6.6. Pengaruh Karakteristik individu, Kewirausahaan 52
dan Gaya kepemimpinan terhadap Kemampuan Usaha .................... 53
45
6.7. Pengaruh Langsung Karakteristik individu, Kewirausahaan,
Gaya kepemimpinan dan Kemampuan Usaha terhadap 54
Keberhasilan Usaha …....................................................................... 46
6.8. Pengaruh Tidak Langsung Karakteristik individu,
Kewirausahaan, dan Gaya kepemimpinan terhadap 55
Keberhasilan Usaha melalui Kemampuan Usaha …………................ 48

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ……………………….........…. 50 56


7.1. Kesimpulan ……………………………………………................50
7.2. Saran-saran ……………………………………………............... 51
57

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..................... 53


61
61
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................................58
62

63

69

xi
DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1 Jumlah Sampel Proporsional …………………………………………. 21


4.2 Variabel Penelitian, Variabel Indikator & Item ...................................... 21
5.1 Karakteristik Pengusaha Kecil Batik di Jawa Tengah.................................. 29
5.2 Validitas Convergen Indikator Karakteristik Individu ............................. 32
5.3 Validitas Convergen Indikator Kewirausahaan ......................................... 32
5.4 Validitas Convergen Indikator Gaya Kepemimpinan .............................. 33
5.5. Validitas Convergen Indikator Kemampuan Usaha.................................... 33
5.6. Validitas Convergen Indikator Keberhasilan Usaha ……………………….33
5.7. Standardized Rregression Weight ………………………………………….. 36
5.8 Standardized Direct Effects- Estimates ………………………………………. 36
5.9. Standardized Indirect Effects- Estimates …………………………………….. 37

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1. Batik Merupakan Salah Satu Produk Unggulan ......................................... 1


2.1 Variabel Penentu Kemampuan Usaha ......................................................... 14
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian .................................................................. 17
3.2. Model Analisis SEM ...................................................................................... 18
5.1. Proses Gambar Dengan Pensil dan Canting Pada Batik Tulis ……………. 26
5.2. Lempengan Tembaga & Proses Pelilinan Pada Batik Cap .......................... 27
5.3. Proses Pewarnaan dan Pelarutan Lilin. .......................................................... 27
5.4 Proses Pembuatan Sablon ………………………………………………….. 27

xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis yang terjadi secara mendadak dan di luar perkiraan pada akhir 1990-an
merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Dampak terparah
dan langsung dirasakan adalah: meningkatnya tingkat inflasi dan melemahnya nilai
rupiah yang menyebabkan tidak sedikit perusahaan yang menutup usahanya (BPS,
2002). Namun demikian, krisis ekonomi juga memberi dorongan positif bagi
pertumbuhan Usaha Kecil. Efek positif ini didapat melalui pasar tenaga kerja karena
pertumbuhan jumlah unit usaha, jumlah pekerja dan pengusaha baru khususnya di
Usaha Kecil, akibat banyaknya jumlah pekerja di sektor formal pada Usaha Besar
ataupun Usaha Menengah yang terkena pemutusan hubungan kerja. Akibat desakan
untuk mempertahankan hidup, maka banyak mantan karyawan yang kemudian
melakukan kegiatan ekonomi apa saja yang dapat dikerjakan dengan modal dan sumber
daya lainnya yang dimiliki saat itu, termasuk membuka Usaha Kecil ataupun bekerja di
Usaha Kecil milik orang lain yang masih beroperasi (Tambunan, 2002: 13).
Usaha Kecil merupakan bagian dari potensi setiap kabupaten dan kota di Jawa
Tengah dan batik merupakan salah satu produk unggulan yang dimilikinya
(jawatengah.go.id, 2004). Batik telah dikenal sejak abad XVII, kini sudah menjadi
pakaian nasional, bahkan baju lengan panjang batik menjadi pakaian resmi pria yang
disejajarkan dengan setelan jas di acara-acara formal (Kompas, 17 November 2003).
Usaha Batik di Jawa Tengah pada umumnya bermula dari skala rumahan, lama
kelamaan berubah menjadi industri kerajinan yang berorientasi bisnis, dan kemudian
berhasil menembus pasar Jepang, Amerika, Belanda dan pasar Eropa. (Kompas, 20 Mei
2003; Sinar Harapan, 16 Juni 2003).

Gambar 1.1 : Batik Merupakan Salah Satu Produk Unggulan


Sumber : jawatengah.go.id (2004)
1
2
Menurut Hitt (1997: 19), perusahaan yang ingin berhasil dalam usaha harus
memiliki kemampuan yang merupakan sekumpulan sumber daya yang secara interaktif
melakukan aktifitas untuk mencapai keunggulan bersaing. Agar perusahaan dapat
memahami dan menganalisis dengan tepat sumber daya yang dimiliki, serta memiliki
kemampuan untuk meningkatkan kinerja sebagai kemampuan dasar keunggulan
bersaing, diperlukan adanya seorang pemimpin (Robbins, 2002: 163). Seorang
pemimpin dalam mengambil keputusan sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinannya
(seperti seberapa besar semangat partisipasi para pemimpin, seberapa ekstrovet mereka,
apakah mereka sangat berapi-api atau malah sangat tenang) antara satu pemimpin
dengan pemimpin lain sangat berbeda (Locke & Associates, 1997: 14) . Karakteristik
individu adalah ciri khas yang menunjukkan perbedaan seseorang tentang motivasi,
inisiatif, kemampuan untuk tetap tegar dalam menghadapi tugas sampai tuntas akan
memecahkan masalah atau bagaimana menyesuaikan perubahan yang terkait erat dengan
lingkungan yang mempengaruhi kinerja individu. (Gibson, 1996 dalam Dalimunthe,
2002: 43). Kao (2001: 28) menyatakan, ada keterkaitan antara pengembangan Usaha
Kecil dengan kewirausahaan. Suatu perusahaan kecil yang ingin berkembang harus
memiliki semangat kewirausahaan agar dapat membuat keputusan dalam mengatasi
masalah dan melihat peluang yang ada, dengan kata lain, pengusaha kecil harus terus
membangun semangat wirausahanya.
Penelitian ini mengkaji kemampuan usaha dan keberhasilan usaha kecil batik, dan
menguji pengaruh karakteristik individu, kewirausahaan, dan gaya kepemimpinan
terhadap kemampuan usaha dan keberhasilan usaha kecil batik di Jawa Tengah

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin, Pelatihan, Lama Berusaha dan Umur
pengusaha memberi kontribusi pada Karakteristik Individu?
2. Apakah Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri, Risiko, Etika
dan Adaptasi memberi kontribusi pada sikap Kewirausahaan pengusaha Batik?
3. Apakah kepemimpinan diktaktor, partisipasi, delegasi dan konsiderasi memberi
kontribusi pada gaya kepemimpinan pengusaha Batik?
4. Apakah Kemampuan Produksi, Kemampuan Pemasaran dan Kemampuan Keuangan
memberi kontribusi pada Kemampuan Usaha Batik?
5. Apakah Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan Investasi serta Pertumbuhan dan
Pembelajaran Personalia memberi kontribusi pada Keberhasilan Usaha Batik?
6. Mana di antara variabel Karakteristik Individu, sikap Kewirausahaan, dan Gaya
Kepemimpinan yang berpengaruh langsung terhadap Kemampuan Usaha Batik, dan
mana di antara variabel tersebut yang memiliki pengaruh dominan?
7. Mana di antara variabel Karakteristik Individu, sikap Kewirausahaan, Gaya
Kepemimpinan dan Kemampuan Usaha yang berpengaruh langsung terhadap
Keberhasilan Usaha Batik, dan mana di antara variabel tersebut yang memiliki
pengaruh dominan?
8. Mana di antara variabel Karakteristik Individu, sikap Kewirausahaan, dan Gaya
Kepemimpinan yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap Keberhasilan
Usaha melalui Kemampuan Usaha, dan mana di antara variabel tersebut yang
memiliki pengaruh tidak langsung dominan?
3
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsi dan menganalisis kontribusi tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin,
Pelatihan, Lama Berusaha dan Umur pengusaha terhadap Karakteristik Individu.
2. Untuk mendeskripsi dan menganalisis kontribusi Visi, Perencanaan, Motivasi,
Inovasi, Pelung, Percaya Diri, Risiko, Etika dan Adaptasi terhadap sikap
Kewirausahaan pengusaha Batik
3. Untuk mendeskripsi dan menganalisis kontribusi Gaya Kepemimpinan Diktator,
Partisipasi, Delegasi dan Konsiderasi terhadap Gaya Kepemimpinan pengusaha
Batik
4. Untuk mendeskripsi dan menganalisis kontribusi Kemampuan Produksi,
Kemampuan Pemasaran dan Kemampuan Keuangan terhadap kemampuan Usaha
Batik
5. Untuk mendeskripsi dan menganalisis kontribusi Pertumbuhan Penjualan,
Pertumbuhan Investasi serta Pertumbuhan dan Pembelajaran Personalia terhadap
Keberhasilan Usaha Batik
6. Untuk menganalisis pengaruh langsung Karakteristik Individu, Kewirausahaan, dan
Gaya Kepemimpinan terhadap Kemampuan Usaha Batik, dan membuktikan mana di
antara variabel tersebut yang memiliki pengaruh langsung dominan
7. Untuk menganalisis pengaruh langsung Karakteristik Individu, Kewirausahaan,
Gaya Kepemimpinan dan Kemampuan Usaha terhadap Keberhasilan Usaha Batik,
dan membuktikan mana di antara variabel tersebut yang memiliki pengaruh
langsung dominan
8. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung Karakteristik Individu,
Kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan terhadap Keberhasilan Usaha melalui
Kemampuan Usaha, dan membuktikan mana di antara variabel tersebut yang
memiliki pengaruh tidak langsung dominan

1.4. Manfaat Penelitian


1. Manfaat praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan
bagi para pelaku Usaha Kecil khusunya pengusaha Batik untuk meningkatkan
kemampuan dan keberhasilan usahanya dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
2. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
pengembangan teori yang berkaitan dengan karakteristik individu, kewirausahaan,
gaya kepemimpinan, kemampuan usaha dan keberhasilan usaha.
3. Manfaat kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pada pemerintah atau pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mengambil
kebijakan yang berkaitan pengembangan Usaha Kecil khususnya Usaha Kecil Batik
melalui pemberdayaan masyarakat untuk berwirausaha, sehingga sektor riil dapat
tumbuh dan dapat mengatasi pengangguran.
4. Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya, khususnya penelitian yang berkaitan dengan
karakteristik individu, kewirausahaan, gaya kepemimpinan, kemampuan usaha dan
keberhasilan usaha.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Kecil


Proses pembangunan ekonomi di suatu negara secara alami menimbulkan
kesempatan besar yang sama bagi semua jenis kegiatan ekonomi untuk semua skala
usaha. Besarnya suatu usaha tergantung pada sejumlah faktor, dua diantaranya yang
sangat penting adalah pasar dan teknologi. Apabila pasar yang dilayani kecil, yakni untuk
jenis-jenis produk tertentu yang jumlah pembelinya memang terbatas atau sifatnya
musiman, maka unit usaha yang cocok adalah Usaha Kecil (Panandiker, 1996 dalam
Tambunan, 2002: 2).
Di Indonesia, Usaha Kecil yang menggeluti jenis-jenis barang konsumsi tertentu
seperti makanan dan minuman, pakaian jadi, tekstil, alas kaki, dan alat-alat rumah tangga,
tetap dapat bertahan di pasar dan bahkan menikmati pertumbuhan volume produksi yang
cukup baik, walaupun harus menghadapi persaingan yang ketat dari Usaha Menengah
ataupun Usaha Besar yang juga membuat jenis barang-barang yang sama dan persaingan
dari barang-barang impor. Hal ini disebabkan karena Usaha Kecil walaupun memproduksi
barang-barang yang sama seperti yang diproduksi oleh Usaha Menengah ataupun Usaha
Besar, tetapi ada perbedaannya, baik secara alami maupun rekayasa. Perbedaan tersebut
misalnya dalam hal warna, bentuk, rasa, kemasan, harga atau pelayanan. Dalam kata lain,
walaupun jenis barangnya sama, Usaha Kecil tetap memiliki segmentasi pasar tersendiri
yang melayani kelompok pembeli tertentu.
Perbedaan pola konsumsi dalam masyarakat untuk barang yang sama juga sangat
menentukan besar kecilnya pasar Usaha Kecil. Sebagai contoh, ada kelompok masyarakat
yang lebih suka kain batik yang dibuat secara tradisional dengan tangan, ada kelompok
masyarakat yang lebih menyenangi batik yang dicetak dengan mesin modern di pabrik
besar. Ada yang lebih suka membuatkan baju ke tukang jahit dipinggir jalan, ada yang
lebih suka membeli pakaian impor di toko-toko baju yang mahal.
Di dalam Undang-Undang Nomor: 9/1999 ditetapkan bahwa, Usaha Kecil adalah
suatu unit usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Bentuk badan
usaha dari Usaha Kecil bisa berbentuk orang perseorangan, badan usaha yang tidak
berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Biro Pusat
Statistik Indonesia (BPS, 1988) mendefinisikan Usaha Kecil dengan ukuran tenaga kerja,
yaitu 5 sampai dengan 19 orang yang terdiri (termasuk) pekerja kasar yang dibayar,
pekerja pemilik, dan pekerja keluarga.

2.2. Karakteristik Individu


Karakteristik merupakan ciri atau sifat yang berkemampuan untuk memperbaiki
kualitas hidup, sedangkan karakteristik individu adalah ciri khas yang menunjukkan
perbedaan seseorang tentang motivasi, inisiatif, kemampuan untuk tetap tegar
menghadapi tugas sampai tuntas atau memecahkan masalah atau bagaimana
menyesuaikan perubahan yang terkait erat dengan lingkungan yang mempengaruhi
kinerja individu. Seseorang sempat dipengaruhi oleh karakteristik individunya baik ketika
sebagai manajer ataupun sebagai bawahan yang kontribusinya dalam pengambilan

4
5
keputusan dan bertindak yang sangat erat kaitannya dengan kinerja organisasi. Adapun
yang mempengaruhi individu tersebut antara lain: kapasitas belajar, kemampuan dan
ketrampilan latar belakang keluarga, umur, jenis kelamin, pengalaman (Gibson, 1996
dalam Dalimunthe, 2002: 43).
Karakteristik pimpinan perusahaan yang meliputi: pendidikan, kemampuan
(keahlian) sangat mempengaruhi pimpinan tersebut dalam membuat keputusan di samping
gaya kepemimpinannya. (Supriono, 1999; Utama,1996; Dester, 1997; Wahyudi, 1995
dalam Dalimunthe, 2002: 44) Dalam hal-hal di atas, dapat dikemukakan bahwa yang
sangat mempengaruhi kemampuan seorang individu yakni: pendidikan, jenis kelamin,
pelatihan, pengalaman (lamanya berusaha) dan umur pengusaha.

2.2.1. Pendidikan
Perkembangan Usaha Kecil Menengah ditentukan oleh sejumlah faktor, diantaranya
adalah tingkat pendidikan pengusaha. Hal tersebut karena pendidikan merupakan salah
satu unsur yang dapat merubah sikap dan perilaku, meningkatkan dan mengembangkan
pola pikir, wawasan serta memudahkan pengusaha menyerap informasi yang sifatnya
membawa pembaharuan dan kemajuan bagi usahanya. Pendidikan merupakan suatu
proses pengembangan pengertian yang meliputi pengembangan mental dan ketrampilan
yang digunakan oleh seseorang dalam memecahkan masalah secara efektif. Pendidikan
memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan proses belajar yang merupakan proses
perubahan struktur kognitif. Apabila seorang belajar maka akan bertambah
pengetahuannya. Menurut Tambunan (2002: 54), sebagian besar pengusaha Usaha Kecil
Menengah hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD)

2.2.2. Jenis Kelamin


Penelitian awal menunjukkan, bahwa para pengusaha kecil khususnya pengusaha
batik di Jawa Tengah lebih banyak didominasi oleh perempuan. Menurut Tambunan
(2002: 85), jumlah perempuan yang terlibat sebagai wirausaha di Usaha Kecil Menengah,
khususnya Usaha Kecil di Indonesia jumlahnya cukup signifikan, baik sebagai pemilik,
sebagai pimpinan usaha atau sebagai manajer bersama dalam usaha suami.
Kewirausahaan perempuan memiliki tradisi yang kuat terutama di sektor perdagangan
kecil (eceran), dan industri makanan dan minuman, pakaian jadi termasuk batik, industri
kayu dan barang dari kayu, bambu, rotan, dan termasuk perabot rumah tangga dan
kosmetika yang memang merupakan bisnis didominasi oleh perempuan.
Menurut Sitterly (2002: 4), mulai tahun 1990-an dinamakan dengan ‘dekade milik/
untuk wanita’, apa yang dibutuhkan sekarang dalam bisnis adalah nilai-nilai yang
tersosialisasi dalam wanita yang siap ditawarkan. Nilai-nilai wanita ini adalah kepedulian,
intuisi, dan pertimbangan bagi dunia usaha sebagai organisasi yang melakukan
transformasi. Longenecker (2001: 11) menambahkan, meskipun dunia wirausaha dan
dunia bisnis dikuasai oleh lelaki dalam dekade ini, situasi tersebut mulai berubah.
Berdasar penelitian yang disponsori oleh National Foundation for Women Business
Owners, jumlah wanita pemiliki bisnis bertumbuh 78% antara tahun 1987 dan 1996, dan
wanita sekarang memiliki 37% dari bisnis yang ada.
ADB TA (2001) telah melakukan survei terhadap 482 Usaha Kecil Menengah di
dua kota besar yakni Medan (Sumatra Utara) dan Semarang (Jawa Tengah) yang
memfokuskan pada kinerja dan permasalahan yang dihadapi perempuan pengusaha. Di
dalam sampelnya terdapat 85 perusahaan yang secara resmi terdaftar dengan nama wanita
6
sebagai pemilik/ pengusaha. Alasan untuk melakukan survei ini khusus tentang gender
adalah terutama karena kelangkaan data yang spesifik gender, khususnya yang terpusat
pada data kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa usaha-usaha yang dipimpin oleh
seorang perempuan atau oleh seorang perempuan dan seorang laki-laki bersama lebih
berhasil dari pada usaha-usaha yang dipimpin oleh laki-laki.

2.2.3. Pelatihan
Perusahaan memberikan pelatihan karena banyak hal, misalkan untuk
mengorientasikan pegawai baru terhadap lingkungan perusahaan atau untuk mengajarkan
tata cara yang berlaku di perusahaan. Pelatihan juga untuk meningkatkan kinerja pegawai
yang dianggap masih kurang efektif atau untuk mempersiapkan mereka agar dapat
memenuhi tuntutan pekerjaan yang baru (Fisher et al., 1999 dalam Fernald et al., 1999:
312). Pelatihan dapat membantu keberhasilan perusahaan dalam banyak hal, yakni:
menunjang implementasi strategi dengan cara membekali pegawai dengan ketrampilan
dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengerjakan tugas-tugas mereka, membantu
pegawai untuk dapat mengatasi permasalahan usaha dengan segera, dan agar tetap
kompetitif dalam lingkungan yang terus berubah, program pelatihan akan menunjang
budaya pembelajaran secara kontinyu dan menstimulasi manajer memperbarui usaha
mereka (Martocchio & Baldwin, 1997 dalam Fernald et al., 1999: 312).
Menurut Fernald et al. (1999: 317), pada intinya mereka yakin bahwa agar dapat
bersaing lebih efektif, pegawai perlu mendapatkan pelatihan tentang bagaimana cara
meningkatkan penjualan (64%). Pegawai juga perlu dilatih bagaimana cara memajukan
usaha kecil dengan efektif (59%), riset pasar (49%), menjalankan analisis dan kontrol
keuangan (39%), mendapatkan modal (36%) dan kontrak pemerintah (25%). Bidang-
bidang lain yang juga dirasa perlu mendapatkan pelatihan tambahan adalah sistem
komputer (29%), akuntansi dan pembukuan (41%), perdagangan internasional (11%),
pengelolan inventori (21%), personalia (18%) dan penerapan litbang (5%).

2.2.4. Lama Berusaha


Pada setiap pelaksanaan tugas, pendidikan dan pengalaman memiliki peran yang
sangat penting seperti kata pepatah “pengalaman adalah guru yang terbaik”. Artinya
seseorang yang berpengalaman akan lebih mudah memahami sesuatu dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Dengan memiliki pengalaman seseorang akan memiliki wawasan
yang luas, sehingga dapat melakukan pekerjaan lebih baik dan menyesuaikan dengan
lingkungan kerja. Seorang individu yang memiliki pengalaman cukup baik, akan lebih
mudah melaksanakan perencanaan kegiatan yang sesuai dengan tujuan, melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen, tugas dalam organisasi, berkomunikasi, dan sebagainya.
Menurut Acar (1993) dalam Dalimunthe (2002: 46) dalam salah satu studinya
menyatakan, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja Usaha Kecil adalah
pengalaman pimpinan.
Manajer-manajer bisnis kecil perlu memiliki pengalaman dalam bidang yang akan
dimasukinya. Sebagai contoh, bila seseorang ingin membuka bisnis retail pakaian,
pertama kali ia harus bekerja di toko pakaian. Hal ini akan memberikan pengalaman
praktis dan pengetahuan tentang seluk beluk bisnis tersebut. Pengalaman jenis ini benar-
benar berpengaruh atas kegagalan atau keberhasilan usaha (Zimmerer & Scarborough,
2004: 24). Kolb (1984) dalam Rae & Carswell (2001: 152) mendefinisikan pembelajaran
sebagai sebuah proses dimana konsep-konsep dihasilkan dan secara berkelanjutan
7
dimodifikasi dengan pengalaman. Mumford (1995) dalam Rae & Carswell (2001: 153)
menyatakan bahwa pembelajaran dapat bersifat reaktif atau sengaja, dan responsif atau
proaktif berdasarkan pada tingkat kesadaran dan niat.

2.2.5. Umur
Umur pengusaha memang merupakan faktor yang harus dipertimbangkan ketika
menganalisis pertumbuhan Usaha Kecil Menengah dan perilaku kewirausahaan. Usia
yang paling tepat untuk memulai usaha baru antara pertengahan 20-an dan 30-an. Pada
usia tersebut ada keseimbangan antara persiapan pengalaman dan kewajiban terhadap
keluarga (Longenecker, 2001: 21). Umur pemilik ketika mendirikan bisnis sangat
bervariasi, tetapi hasil penelitian Zimmerer & Scarborough (2004: 11) menyatakan
terbanyak pada usia antara 25-39 tahun. Setelah Pemilik Usaha Kecil mencapai usia 40
tahun, ternyata niat mereka untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil akan menurun
seiring dengan pertambahan usia. Di samping itu, keinginan untuk menjual/
menggabungkan perusahaannya ataupun mempertahankan posisi statis juga meningkat,

2.3. Kewirausahaan
Meskipun sampai sekarang belum ada terminologi yang persis sama tentang
kewirausahaan (entrepreneurship), akan tetapi pada umumnya memiliki hakikat yang
hampir sama, yaitu merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada seseorang
yang mempunyai kemauan keras untuk mewujutkan gagasan inovatif kedalam dunia
usaha yang nyata dan dapat mengembangkan usahanya dengan tangguh (Drucker, 1994
dalam Suryana 2003: 10). Menurut Drucker, kewirausahaan adalah suatu kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different
thing). Para wirausaha adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan
menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan
guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna
memastikan sukses (Meredith et al., 2002: 5). Longenecker (2001: 6) menyebut,
wirausaha adalah kemampuan untuk melihat adanya suatu peluang dan keberanian untuk
merubah peluang tersebut menjadi sesuatu yang bernilai dengan cara pengerahan ide
kreatif dan inovatif serta menanggung risiko untung ataupun rugi. Wirausaha itu lebih
dari sekedar berusaha, wirausaha berusaha dengan cerdas, kreatif dan penuh dengan
inovasi (mengadakan pembaharuan dalam berbagai hal: marketing, produksi, administrasi
dan lain-lain) ditambah keberanian mengambil risiko.
Penelitian ini akhirnya menetapkan sembilan indikator yang harus dimiliki oleh
seorang wirausaha, yaitu: (1) visi, (2) perencanaan, (3) motivasi, (4) inovasi, (5) peluang,
(6) percaya diri, (7) risiko, (8) etika, (9) adaptasi.

2.3.1. Visi
Visi adalah sebuah ideal dan pencitraan unik dari masa depan. Visi juga merupakan
sebuah perjalanan mental dari yang diketahui menuju yang tidak diketahui, menciptakan
masa depan dari gabungan berbagai fakta sekarang, harapan, impian, bahaya dan peluang
(Kauzes & Posner, 1987; Hickman and Silvia, 1984 dalam Locke & Assosiates, 1997:
70). Untuk memilih arah, seorang pemimpin pertama-tama harus mengembangkan suatu
pencitraan mental mengenai bentuk organisasi yang mungkin dan diinginkan untuk masa
depan. Pencitraan ini yang disebut visi, mungkin sama kaburnya dengan impian, atau
sama mendetailnya dengan sebuah sasaran atau misi. Poin terpenting disini adalah, sebuah
8
visi mengartikulasikan sebuah pandangan mengenai masa depan organisasi yang realistis,
bisa dipercaya, dan atraktif, suatu kondisi yang lebih baik untuk beberapa hal penting
dibandingkan dengan yang sekarang ada. Sebuah visi merupakan target yang memberikan
berbegai petunjuk (Benis & Nanus, 1984 dalam Locke & Assosiates, 1997: 70)
Wirausaha memiliki naluri kuat untuk mencari serta menemukan peluang-peluang.
Mereka melihat jauh ke depan, dan mereka kurang begitu memperhatikan apa saja yang
telah dilakukan kemarin, dibandingkan dengan apa yang akan dilakukan besok.
Wirausaha melihat adanya potensi-potensi, dimana orang lain hanya melihat adanya
masalah-masalah atau tidak melihat apa-apa (Winardi, 2003: 19). Wirausaha yang sukses,
pertama-tama harus memiliki ide serta visi bisnis yang jelas, kemudian ada kemauan dan
keberanian untuk menghadapi risiko baik waktu maupun uang. Apabila ada kesiapan
dalam menghadapi risiko, langkah berikutnya membuat perencanaan usaha,
mengorganisasikan dan menjalankannya. Agar usahanya berhasil, selain harus kerja keras
sesuai dengan urgensinya, wirausaha harus mampu mengembangkan hubungan, baik
dengan mitra usahanya maupun dengan pihak yang terkait dengan kepentingan
perusahaan. (Suryana, 2003: 62).

2.3.2. Perencanaan
Menurut Mintzberg (1994) dalam Hannon & Atherton (1998: 104) perencanaan
berasal dari kata rencana, yang sebagai kata kerja berarti memperhitungkan masa depan,
baik secara formal ataupun informal. Mintzberg yakin perencanaan dapat membantu
wirausaha bersiap-siap menghadapi hal-hal yang akan terjadi; mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan; dan mengendalikan hal-hal yang dapat dikendalikan.
Suryana (2003: 61) menyatakan, wirausaha berfungsi sebagai perencana (planner)
sekaligus sebagai pelaksana usaha. Sebagai perencana (planner) wirausaha ber berperan:
(1) merancang perusahaan (corporate plan) , (2) mengatur strategi perusahaan (corporate
strategy), (3) memprakarsai ide-ide perusahaan (corporate image), dan (4) memegang visi
untuk memimpin (visioner leader). Sebagai pelaksana wirausaha berperan sebagai: (1)
menemukan, menciptakan, dan menerapkan ide-ide baru yang berbeda (create the new
and different), (2) meniru dan menduplikasi (imitating and duplicating), (3) meniru dan
memodifikasi (imitating and modification), dan (4) mengembangkan (develop) produk
baru, teknologi baru, citra baru dan organisasi baru.

2.3.3. Motivasi
Setiap individu yang sukses berwirausaha tidak terjadi secara kebetulan, tetapi
terdapat ciri-ciri dan sifat-sifat tertentu yang mereka miliki, yaitu: (a) Kebutuhan akan
prestasi yang tinggi, (b) kebutuhan akan kekuasaan, dan (c) Kebutuhan untuk berafiliasi
(McCelland, 1960 dalam Suryana, 2003: 33).
Motivasi akan membuat seseorang bekerja keras untuk melakukan pembentukan ide
atau gagasan baru, kemudian diimplementasikan menjadi usaha baru dan produk baru
melalui aktifitas sekelompok orang. Motivasi merupakan semangat dan wawasan dalam
menciptakan keaneka ragaman dalam berbisnis dan menghasilkan keuntungan (Rumelt,
1974: 1982; Christensen dan Montgomery, 1981; Montgomery, 1982; Palepu, 1985 dalam
Gray, 2002: 65). Menurut Wirasasmita (1994) dalam Suryana (2003: 35) terdapat
beberapa alasan mengapa seorang menjadi wirausaha:
1. Alasan keuangan, yaitu untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya, mencari
pendapatan tambahan, sebagai jaminan stabilitas keluarga.
9
2. Alasan sosial, yaitu untuk memperoleh gengsi/status, untuk dapat dikenal dan
dihormati, untuk menjadi contoh bagi orang tua di desa, agar dapat bertemu dengan
orang banyak
3. Alasan pelayanan, yaitu untuk memberikan pekerjaan pada masyarakat, untuk
menatar masyarakat, untuk membantu ekonomi masyarakat, demi masa depan anak-
anak dan keluarga, untuk mendapat kesetiaan suami/istri, untuk membahagiakan ayah
dan ibu.
4. Alasan pemenuhan diri, yaitu untuk menjadi atasan/mandiri, untuk mencapai sesuatu
yang diinginkan, untuk menghindari ketergantungan pada orang lain, untuk menjadi
lebih produktif, dan untuk menggunakan kemampuan pribadi.

2.3.4. Inovasi
Inovasi adalah suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau
memperbaiki suatu produk, proses atau jasa. Jadi semua inovasi menyangkut perubahan,
tetapi tidak semua perubahan harus mencakup gagasan baru atau mendorong kesuatu
perbaikan yang menyolok (Robbins, 2002: 11). Inovasi adalah kemampuan menerapkan
kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang (doing new thing).
Jadi kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru dan berbeda,
sedang inovasi merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baru dan
berbeda. Sesuatu yang baru dan berbeda tersebut dalam bentuk hasil seperti barang dan
jasa, dan bisa dalam bentuk proses seperti ide, metode, dan cara . Sesuatu yang baru dan
berbeda yang diciptakan melalui proses berpikir kreatif dan bertindak inovatif
merupakan nilai tambah (value added) dan merupakan keuanggulan yang berharga. Nilai
tambah yang berharga adalah sumber peluang bagi wirausaha . Ide kreatif akan muncul
apabila wirausaha “look at old and think something new or different” (Suryana, 2003: 2)
Antonic and Hisrich (2003: 13) mengemukakan, inovasi dalam kewirausahaan
berkaitan dengan konsep organisasi. Inovasi organisasi adalah sebuah konsep dari
literatur manajemen yang dapat dianggap paling dekat ke konsep kewirausahaan.
Schumpeter menempatkan wirausaha sebagai agen perubahan, yang perilaku kreatifnya
dalam hal aspek-aspek inovasi yang berbeda dianggap sebagai sebuah gangguan (sebagai
penghancuran kreatif) dalam keseimbangan ekonomi dari sebuah industri. Drucker
(1985) dikutip Antonic and Hisrich (2003: 13) juga menganggap inovasi sebagai fungsi
spesifik dari kewirausahaan. Dalam pandangan ini, inovasi membedakan apa itu
kewirausahaan dari apa itu manajerial. Bahkan inovasi ala Schumpeter yang
membedakan perilaku para wirausahawan dari para manajer non-wirausaha (Carland, et
al., 1984) dalam Antonic and Hisrich (2003: 13), yang menjadikan entrepreneurship dan
inovasi hampir tak terpisahkan.

2.3.5. Peluang
Salah satu ciri wirausaha adalah bisa memanfaatkan peluang yang ada, dan untuk
memanfaatkan peluang, wirausaha harus memiliki berbagai ide, kemampuan dan
pengetahuan, seperti kemampuan untuk menghasilkan produk atau jasa baru,
menghasilkan nilai tambah baru, merintis usaha baru, melakukan proses atau teknik baru,
dan mengembangkan organisasi baru. Ide dan peluang merupakan dua unsur penting
dalam wirausaha. Menurut Zimmerer (1966) dalam Suryana (2003: 57), ide-ide yang
berasal dari wirausaha dapat menciptakan peluang untuk memenuhi kebutuhan riil di
pasar. Ide-ide itu menciptakan nilai potensial di pasar sekaligus menjadi peluang usaha.
10
Menurut Kotler (2002: 99), dalam melihat peluang diperlukan naluri tajam dan
memperkirakan pertumbuhan laba sebelum memilih pasar dan sasaran. Seorang wirausaha
lebih memikirkan dimana terdapat peluang, bagaimana mengkapitalisasikan peluang
tersebut sehingga sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan kemampuan
sebagai inti. Dapat dinyatakan, bahwa wirausahawan selalu mencari perubahan,
menanggapinya dan mengeksplotasinya sebagai suatu peluang.
Peluang atau kesempatan biasanya tidak datang berulang-ulang tapi mungkin hanya
satu kali saja dalam waktu yang sangat singkat. Karena itu, tindakan mengidentifikasi
serta mengevaluasi sebuah peluang, merupakan pekerjaan yang sangat sulit dan lebih
merupakan dampak dari sikap kehati-hatian serta kewaspadaan seorang wirausaha
terhadap kemungkinan-kemungkian yang ada, atau pada kasus-kasus tertentu, melalui
upaya membentuk mekanisme guna mengidentifikasi peluang-peluang yang potensial.

2.3.6. Percaya Diri


Salah satu karakteristik wirausaha adalah sangat yakin akan diri mereka sendiri.
Mereka memiliki keyakinan pada diri sendiri yang mampu menjawab semua tantangan
yang ada di depan mereka. Mereka memiliki pemahaman atas segala jenis masalah yang
mungkin muncul dan mereka juga mengakui adanya masalah didalam peluncuran produk
atau perusahan atau cara-cara barunya, tetapi mereka percaya bahwa mereka bakal
mampu mengatasi masalah tersebut (Longenecker, 2001: 10). Beberapa penelitian yang
dilakukan pada wirausaha telah mengukur besarnya keyakinan terhadap kemampuan yang
mereka miliki. Wirausaha yang mempercayai bahwa kesuksesannya tergantung pada
usaha mereka sendiri disebut internal locus of control (kepercayaan bahwa kesuksesan
seseorang tergantung pada usahanya sendiri).
Riset yang telah dilakukan banyak pihak telah menunjukkan bahwa mereka
beranggapan (berkeyakinan) bahwa mereka sendiri yang mengendalikan “nasib”
perusahaan mereka, dan bukan kekuatan-kekuatan luar. Para wirausaha juga bersikap
amat realistik tentang kekuatan serta kelemahan mereka sendiri dan rekanan mereka dan
apa saja yang dapat dilakukan mereka, dan apa yang tidak mungkin dilakukan mereka.
(Winardi, 2003: 39). Menurut Wijandi (1988) yang dikutip oleh Suryana (2003: 20),
bahwa kepercayaan diri merupakan suatu panduan sikap dan keyakinan seseorang dalam
menghadapi tugas atau pekerjaan. Dalam praktek, sikap dan kepercayaan ini merupakan
sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau
pekerjaan yang dihadapi. Oleh sebab itu, kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan,
optimisme, individualitas, dan ketidaktergantungan. Seseorang yang memiliki
kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai
keberhasilan (Zimmerer, 1966 dalam Suryana, 2003: 20).

2.3.7. Risiko
Kebanyakan orang takut mengambil risiko, karena mereka ingin hidup aman dan
menghindari kegagalan, dalam hal ini pengambilan risiko justru merupakan suatu unsur
kewirausahaan yang sangat penting. Sejak Cantillon (1734) seperti dikutip Antonic and
Hisrich (2003: 17), yang pertama kali mengembangkan istilah kewirausahaan dan
mendefinisikan hal ini sebagai seseorang yang menanggung risiko keuntungan atau
kerugian, pengambilan risiko dianggap sebagai elemen fundamental dari wirausaha dan
kewirausahaan (Knight, 1921; Schumpeter, 1934; McClelland, 1961; Hisrich, 1986;
Hisrich and Peters, 1998 dalam Antonic and Hisrich, 2003: 17).
11
Risiko yang diambil wirausaha dalam memulai dan/ atau menjalankan bisnisnya
berbeda-beda. Dengan menginvestasikan uang miliknya, mereka mendapat risiko
keuangan. Jika mereka meninggalkan pekerjaannya dan kemudian memulai berwirausaha,
mereka mempertaruhkan kariernya. Saat memulai usaha barunya, dibutuhkan adanya
kerja keras dan kekuatan emosi serta adanya tekanan pribadi yang tidak menyenangkan,
yaitu kebutuhan lebih banyak untuk menginvestasikan waktu dan tenaga yang semuanya
ini mendatangkan risiko bagi keluarganya. Kemungkinan gagal dalam bisnis adalah
ancaman yang selalu ada bagi wirausaha, dan tidak pernah ada jaminan kesuksesan. Tak
seorangpun yang ingin gagal dalam bisnis, tetapi selalu ada kemungkinan bagi orang yang
memulai suatu bisnis. (Longenecker, 2001: 10).
Walaupun begitu, patut diingatkan bahwa wirausaha bisa diibaratkan sebagai pilot
pesawat udara, yang senantiasa menghadapi risiko yang telah diperhitungkan. Mereka
akan berupaya sekuat tenaga untuk mengurangi risiko yang tengah dihadapi;
mempersiapkan diri sebaik mungkin, memperhitungkan dan mengatasi problem-problem
yang mungkin timbul. Mereka mengkonfirmasi peluang yang ada dan apa yang
diperlukan untuk meraih keberhasilan; mereka menciptakan cara-cara untuk berbagi risiko
dengan rekanan, para pelanggan, para investor, para kreditor dan bahkan para partner
dagang mereka. Mereka dengan hati-hati mengendalikan peran pokok dalam hal
melaksanakan operasi-operasi perusahaan mereka (Winardi, 2003: 40)

2.3.8. Etika
Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik dan
menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Etika adalah tatanan nilai moral dan
standar perilaku yang membentuk dasar bagi orang-orang dalam suatu organisasi sewaktu
mereka membuat keputusan dan berinteraksi dengan pihak yang berkepentingan dalam
organisasi. (Zimmerer & Scarborough, 2004: 492).
Menurut Hitt (1997: 69), perusahaan yang memajukan dan mememelihara praktek
etis lebih memungkinkan mencapai daya saing strategis dan memperoleh keuntungan di
atas rata-rata. Alasan kunci ialah bahwa reputasi mereka dalam praktik etis akan menarik
pelanggan-pelanggan loyal. Bertindak dengan penuh kejujuran dan menghindari
perilaku-perilaku yang tidak baik, mutlak diperlukan bagi seorang wirausaha bila ingin
usahanya maju. Kejujuran adalah harga diri, kehormatan, dan kemuliaan bagi siapapun
dan sebaliknya, tipu daya, licik, bohong justru akan menghancurkan kredibilitas
perusahaan kita (Gymnastiar, 2004: 8).

2.3.9. Adaptasi
Wirausaha adalah individu yang fleksibel atau mempunyai kemampuan secara cepat
untuk beradaptasi guna menghadapi semua tantangan dari perubahan-perubahan pesat
yang menerpa usahanya dan dunia perekonomian pada umumnya (Bass, 1990; Boyatzis,
1982 dalam dalam Locke & Associates,1997: 43). Perubahan yang cepat dan pesat
merupakan kata kunci pada era 1980-an dan juga tahun 1990-an. Untuk menangani dan
memacu perubahan, para wirausaha harus fleksibel, luwes dan pandai beradaptasi.
Fleksibilitas menunjukkan kemampuan untuk mengadaptasi keadaan yang berubah; kata
ini tidak ada hubungannya dengan sikap yang tidak tegas.
12
2.4. Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara
kepatuhan, kepercayaan, hormat, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai
tujuan bersama (Timpe, 2002: 181). Pemimpin seharusnya dapat membujuk, memerintah,
mempengaruhi dan memberi semangat bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi. Bila bawahan tidak temotivasi untuk bekerja, tingginya absensi, rendah moral,
serta ketidakpuasan menandakan pemimpin tidak dapat memotivasi bawahan karena
penerapan gayanya yang tidak sesuai dengan lingkungan. Dalam rangka melaksanakan
tugasnya pemimpin harus dapat menunjukkan cara / gaya supaya bawahan dapat bekerja
dengan baik.
Keberhasilan atau efektifitas kepemimpinan tidak saja diukur bagaimana
memberdayakan bawahannya tapi juga kemampuannya menjalankan/ melaksanakan
kebijakan perusahaan melalui cara/ gaya kepemimpnannya. Pola atau gaya kepemimpinan
sangat tergantung pada karakteristik individu pimpinan, bagaimana memandang
bawahannya. Gaya kepemimpinan adalah perilaku pimpinan menghadapi bawahan
berdasarkan fungsinya sebagai atasan.
Tidak ada gaya kepemimpinan yang paling baik, karena gaya kepemimpinan
haruslah fleksibel dan harus disesuaikan dengan perilaku, sistem nilai yang dianut
bawahan, situasi lingkungan, kematangan dan situasi bawahan. Seorang pemimpin yang
berhasil dan efektif bila dapat melakukan gaya kepemimpinan yang tepat pada situasi
yang tepat. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini
kriteria perilaku kepemimpinan yang dapat menentukan gaya kepemimpinan pengusaha
kecil yang akan diteliti ada empat yaitu: (1) gaya kepemimpinan diktaktor, (2) gaya
kepemimpinan partisipasi, (3) gaya kepemimpinan delegasi, (4) gaya kepemimpinan
konsiderasi.

2.4.1. Diktaktor
Pada kepemimpinan diktaktor atau otokratis, pemimpin membuat keputusan sendiri
karena kekuasaan terpusatkan dalam diri satu orang. Ia memikul tanggung jawab dan
wewenang penuh. Pengawasan bersifat ketat, langsung dan tepat. Keputusan dipaksakan
dengan menggunakan imbalan dan kekhawatiran akan dihukum. Jika ada, maka
komunikasi bersifat turun kebawah. Bila wewenang dari pemimpin diktaktor menjadi
menekan, bawahan menjadi takut dan tidak pasti. Pemimpin diktaktor atau otokratis bisa
menjadi otokrat kebapak-bapakan. Bawahan ditangani dengan efektif dan dapat
memperoleh jaminan dan kepuasan. Otokrat yang kebapakan, dapat saja hanya
memberikan perintah, memberikan pujian, dan menuntut loyalitas bahkan dapat membuat
bawahan merasa mereka sebenarnya ikut serta dalam membuat keputusan walaupun
mereka mengerjakan apa yang dikehendaki atasan (Timpe, 2002: 122)

2.4.2. Partisipasi
Pola kepemimpinan partisipasi adalah pola kepemimpinan dimana atasan
memotivasi bawahan untuk berperan serta dalam organisasi terutama dalam pengambilan
keputusan sehingga akan mendatangkan gairah bagi para bawahan. Pada kepemimpinan
ini pendelegasian wewenang sangat diutamakan, sedangkan komunikiasi berjalan baik
untuk mencari solusi dalam setiap permaslahan yang ada. Pada kepemimpinan
partisipasi, pemimpin cenderung memberikan perhatian kepada bawahan dan pekerjaan
sehingga komunikasi berjalan berbagai arah (situasional dan diagonal). Kepemimpinan
13
partisipasi ini tidak efektif bila bawahan tidak menunjang keberhasilan perusahaan karena
bawahan tidak matang. Davis (1997) dalam Dalimunthe (2002: 80) menyatakan
partisipasi adalah keterlibatan dan emosional dari orang-orang dalam situasi kelompok
yang mendorong mereka untuk memberikan sumbangan pada tujuan kelompok dan ikut
serta bertanggungjawab.

2.4.3. Delegasi
Mendelegsaikan adalah memberi tanggung jawab sepenuhnya kepada bawahan
untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan meminta pertanggungan jawab dari pelaksanaan
pekerjaan. Seorang pemimpin berhak mendelegasikan wewenang kepada bawahannya
untuk mengambil keputusan, pemimpin menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas dan penyelesaian pekerjaan. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan
tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya melakukan sedikit kontak dengan
bawahan.

2.4.4. Konsiderasi
Konsiderasi yang diberikan oleh pimpinan merupakan faktor yang penting dalam
mencapai tujuan organisasi. Sangat penting dimiliki oleh seorang pemimpin adalah
kemampuan memberikan perhatian pada bawahan, agar menghasilkan kerja yang
optimal. Konsiderasi yang diberikan merupakan motivasi kepada para bawahan untuk
lebih giat bekerja sehingga prestasi kerjanya akan lebih baik. Para bawahan yang satu
dengan yang lainnya memiliki perbedaan, perbedaan ini seringkali didasarkan oleh tujuan
dan kebutuhan masing-masing yang berbeda dari bawahan.

2.5. Kemampuan Usaha


Kemampuan usaha seyogianya dimiliki oleh suatu perusahaan dan merupakan salah
satu faktor penting dalam meningkatkan produktivitas, dalam arti sejauh mana suatu
perusahaan dapat mencapai hasil yang maksimal tergantung dari kemampuan yang
dimiliki. Dalam meningkatkan kemampuannya, perusahaan harus memperhatikan tiga
fungsi utama yang saling berkaitan erat (Stevenson, 1993 dalam Dalimunthe, 2002: 84)
yaitu: (1) fungsi produksi / operasi, (2) fungsi marketing, dan (3) fungsi keuangan.
Kelancaran proses produksi tergantung banyak faktor, namun pada umumnya lebih
banyak berhubungan dengan: tenaga kerja, bahan mentah / bahan baku, mesin-mesin dan
kapasitas produksi. Perusahaan dengan kapabilitas penelitian dan pengembangan serta
desain yang matang akan mewujudkan keunggulan kompetitifnya melalui kualitas produk
yang dimilikinya (Porter, 1980 dan Vickery, 1993 dalam dalam Dalimunthe, 2002: 86)
Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan
untuk mendekatkan produsen kepada konsumen. Oleh karena itu fungsi pemasaran
merupakan kegiatan yang sangat vital dalam memberi nilai tambah pada produk yang
dihasilkan produksi sehingga dengan adanya kegiatan pemasaran diharapkan perusahaan
dapat memperoleh laba, berkembang dan mempertahankan kelangsungan hidupnya
(Kotler, 2002: 18)
Selanjutnya Zimmerer & Scarborough (2004: 166) melihat adanya unsur-unsur
utama dalam strategi pemasaran yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Product (produk), adalah barang atau jasa, yang digunakan untuk memuaskan
kebutuhan konsumen.
14
2. Place (tempat atau metode distribusi), saluran distribusi biasanya melibatkan
sejumlah perantara, yang menjalankan peran-peran khusus yang menambahkan
manfaat peningkatan nilai tambah terhadap barang dan jasa tersebut.
3. Price (Harga), merupakan faktor kunci dalam keputusan pembelian. Harga juga
merupakan alat untuk mengubah citra perusahaan dalam waktu relatif cepat.
4. Promotion (promosi), menyangkut periklanan maupun penjualan secara pribadi.
Tujuannya adalah menginformasikan dan membujuk pelanggan.
Selanjutnya Tensire (1985) dalam Dalimunthe (2002: 90) mengatakan, fungsi
keuangan merupakan salah satu fungsi utama yang berkaitan dengan fungsi produksi,
pemasaran, sumber daya manusia dalam satu perusahaan. Fungsi keuangan merupakan
penyediaan modal dan dana (capital and funds) yang menjadi faktor pendukung
beroperasinya suatu produksi sehingga menghasilkan barang dan jasa. Sedang fungsi
pemasaran mendistribusikan dan melakukan penjualan produk yang dihasilkan.
Dengan demikian, kemampuan usaha dalam penelitian ini juga bisa diartikan
sebagai: kemampuan produksi, kemampuan pemasaran dan kemampuan keuangan yang
harus dimiliki perusahaan Usaha kecil. Kemampuan produksi menggunakan tiga indikator
yakni: bahan baku, tenaga kerja, serta peralatan dan treknoklogi. Kemampuan pemasaran
menggunakan empat indikator yakni: strategi produk, strategi harga, strategi saluran
distribusi, dan strategi bauran promosi. Kemampuan keuangan menggunakan empat
indikator yakni: persediaan kas, persediaan modal sendiri, persediaan modal pinjaman
atau modal asing, perputaran piutang
Variabel-variabel kemampuan usaha dapat dijabarkan dalam bentuk gambar seperti
tampak pada gambar 2.1.

Kemampuan Kemampuan
Produksi Pemasaran

Bahan Baku Str.Produk

Tenga Kerja Str.Harga

Plt & Tnologi Kemampuan Str.Distribusi


Usaha Str.Baur.Promo

Kemampuan
Keuangan

Persdiaan Persdiaan Persdiaan Prputaran


Kas Mdl Sdr Mdl Pinj Piutang

Gambar 2.1. Variabel Penentu Kemampuan Usaha


Sumber : `Hasil Pra Survey (2004)
15
2.6. Keberhasilan Usaha
Menurut Dalimunthe (2002: 94), kita dapat menganalisis keberhasilan usaha
dengan mengetahui kinerja suatu perusahaan yang dapat dirumuskan melalui suatu
perbandingan nilai yang dihasilkan perusahaan dengan nilai yang diharapkan dengan
memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Kinerja perusahaan adalah output dari
berbagai faktor di atas yang oleh karenanya ukuran ini menjadi sangat penting untuk
mengetahui tingkat adaptabilitas bisnis dengan lingkungannya. Kinerja usaha perlu
dihubungkan dengan target perusahaan yang ditentukan oleh manajer-pemilik usaha.
Apapun targetnya, kinerja usaha merupakan tolok ukur untuk menilai seberapa besar
tingkat pencapaian suatu target atau tujuan usaha.
Menurut Georgellis et al. (2000: 7), Usaha Kecil yang termotivasi untuk
meningkatkan penjualan dan atau jumlah pegawai, akan bertahan dalam lingkungan
kompetitif yang dinamis. Senada dengan Jarvis et al. (2000: 126) yang menyatakan,
perusahaan yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam waktu yang
cukup panjang, tentu menghasilkan keuntungan normal secara ekonomis dan dapat pula
mempertahankan pertumbuhan penjualan.
Tujuan memaksimalkan laba biasanya dihubungkan dengan skala waktu jangka
pendek, yaitu bagaimana mendayagunakan kapasitas perusahaan yang tersedia saat ini
seoptimal mungkin, diikuti dengan pengendalian seefektif mungkin, sehingga laba yang
dicapai dapat maksimal. Untuk hal tersebut, perusahaan dapat melakukan berbagai hal,
diantaranya dengan melakukan investasi. Investasi secara umum dapat diartikan sebagai
keputusan untuk mengeluarkan dana pada saat sekarang untuk membeli aktiva riil (tanah,
rumah, mobil, dan sebagainya) atau aktiva keuangan (saham, obligasi, reksadana, wesel,
dan sebagainya) dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar di masa
yang akan datang (Haming & Basalamah, 2003: 3). Investasi dapat dibagai dalam
beberapa pengertian, diantaranya adalah: (1) Investasi Bisnis Tetap yang mencakup
pembelian peralatan dan struktur untuk keperluan proses produksi; (2) Investasi
Residential mencakup pembelian perumahan baik untuk ditempati ataupun disewakan (3)
Investasi Persediaan yang mencakup pembelian barang-barang yang ditempatkan di
gudang, termasuk bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi
(Mankiw, 2000: 25).
Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan selalu diikuti dengan perubahan
struktur lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan mempengaruhi permintaan
terhadap barang dan jasa, yang selanjutnya akan mempengaruhi pula permintaan terhadap
pekerja. Perubahan permintaan terhadap pekerja di Indonesia lebih dikenal dengan
kesempatan kerja, yang semata-mata mencerminkan perubahan jumlah orang yang
bekerja. Perubahan dalam permintaan jumlah pekerja akan terlihat dalam perubahan
upah/penghasilan yang diperoleh pekerja. Para pakar mengartikan employement atau
kesempatan kerja sebagai demand for labour, yang merupakan fungsi dari perubahan
perekonomian (Anwar, 1997 dalam Dalimunthe, 2002: 96).
Berdasarkan uraian di atas, maka keberhasilan usaha kecil dapat dilihat dari (1)
Pertumbuhan Penjualan (2) Pertumbuhan Investasi (3) Pembelajaran dan Pertumbuhan
Personalia
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian


Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan pada Bab 2, dapat
dikemukakan bahwa penelitian yang dilakukan dalam disertasi ini ditujukan untuk
mengkaji pengaruh beberapa variabel terhadap variabel lain yang dituangkan dalam suatu
konsep, sehingga konsep merupakan kerangka berfikir yang menjelaskan keterkaitan antar
variabel. Konsep keilmuan diperlukan untuk menentukan tingkat masalah, pendekatan
yang digunakan dan teori yang didapat dari suatu penelitian. Sedangkan metodologi
diperlukan untuk penetapan metode yang digunakan dalam perumusan, pengukuran dan
analisis terhadap konsep variabel-variabel penelitian sehingga penelitian yang akan
dilakukan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Suatu penelitian disebut sebagai penelitian berkonsep apabila diawali, diproses,
dan diakhiri dengan konsep yang jelas. Penelitian yang demikian akan menampakkan
konsep keilmuan yang jelas, sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu.
Konseptual penelitian ini bertolak dari teori yang dikemukakan oleh peneliti terdahulu,
yaitu Dalimunthe (2002: 115) tentang faktor karakteristik individu, kewirausahaan dan
gaya kepemimpinan terhadap keberhasilan Usaha Kecil.
Menurut konsep ini, Karakteristik Individu terdiri atas: pendidikan, pelatihan,
lamanya berusaha dan umur. Penelitian ini mengakses konsep Dalimunthe tentang ke
empat variabel indikator tersebut, dan kemudian memasukkan lagi satu variabel indikator
yakni jenis kelamin. Penambahan satu variabel indikator ini sesuai dengan penelitian awal
yang menyatakan para pengusaha kecil batik di Jawa Tengah banyak didominasi oleh
perempuan, demikian pula halnya menurut penelitian ADB TA (2001); Tambunan
(2002: 85) dan Sitterly (2002: 4). Lama Berusaha diduga memberi kontribusi dominan
dibandingkan Pendidikan, Pelatihan, Jenis Kelamin dan Umur karena wirausahawan
lebih banyak belajar dari pengalaman lapangan dibanding belajar di dalam kelas.
Menurut Dalimunthe, faktor kewirausahaan terdiri atas: Visi, Perencanaan,
Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri, Risiko dan Adaptasi. Penelitian ini kemudian
menambah Etika sebagai salah satu indikator kewirausahaan sesuai dengan pernyataan
Keraf (1991: 20); Boatright (1996: 19); Hitt et al. (1997: 33); Zimmerer & Scarborough
(2004: 491) dan Gymnastiar (2004: 8) yang menyatakan: “Perusahaan yang memajukan
dan mememelihara praktek etis lebih memungkinkan mencapai daya saing strategis dan
memperoleh keuntungan di atas rata-rata. Alasan kunci ialah bahwa reputasi mereka
dalam praktik etis akan menarik pelanggan-pelanggan loyal. Bertindak dengan penuh
kejujuran dan menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik, mutlak diperlukan bagi
seorang wirausaha bila ingin usahanya maju. Berani Risiko dianggap memiliki kontribusi
dominan dibanding Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri, Etika
dan Adaptasi, karena ciri khas seorang wirausaha identik dengan keberaniannya
mengambil Risiko.
Gaya Kepemimpinan terdiri atas: Diktator, Partisipasi, Delegasi, Konsiderasi.
Konsiderasi dianggap memberi kontribusi dominan dalam penelitian ini sesuai dengan
kondisi obyek penelitian dimana para pegawai batik pada umumnya merupakan usaha
keluarga yang turun temurun yang senantiasa ramah dan dekat dengan karyawan.

16
17
Kemampuan Usaha terdiri atas: Kemampuan Produksi, Kemampuan Pasar, dan
Kemampuan Keuangan. Dalam penelitian ini, Kemampuan Pemasaran dianggap memberi
kontribusi dominan karena usaha batik merupakan usaha turun temurun yang tentunya
produksi telah mereka kuasai namun yang terpenting adalah Kemampuan Pemasaran guna
pengembangan usaha.
Keberhasilan Usaha terdiri atas: Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan Investasi,
dan Pertumbuhan serta Pembelajaran Personalia. Dalam penelitian ini pertumbuhan dan
Pembelajaran Personalia dianggap memiliki kontribusi dominan karena faktor personalia
merupakan motor penggerak utama dalam organisasi sehingga Pertumbuhan dan
Pembelajaran Personalia sangat mempengaruhi Keberhasilan Usaha.
Dalam penelitian ini karakteristik individu, kewirausahaan, dan gaya
kepemimpinan sebagai variabel laten eksogen akan diuji pengaruhnya terhadap
keberhasilan usaha secara langsung maupun secara tidak langsung melalui kemampuan
usaha dan kewirausahaan dianggap memiliki pengaruh yang dominan. Alasannya sesuai
dengan penelitian Kao (2001: 28) yang menyatakan perusahaan kecil yang ingin
berkembang harus memiliki semangat kewirausahaan; disamping Gray (2002: 70)
mempetegas bahwa dengan semangat kewirausahaan yang dimiliki para pemilik usaha
kecil bisa mengungguli pesaing-pesaingnya. Georgellis et al. (2000: 7) menyatakan,
kapasitas mereka untuk berinovasi dan keberanian mengambil risiko, menjadikan usaha
dapat berkembang dengan sukses.

Gambar 3.1: Kerangka Konseptual Penelitian


18
Demikian pula pendapat Rae & Carswell (2001: 157) bahwa belajar untuk
berprestasi dan pembelajaran dari pencapaian / prestasi adalah vital dalam proses
pembentukan wirausahawan. Wirausaha (Antonic & Hisrich, 2003: 7) lebih tepat
didefinisikan dengan acuan pada tujuan perilaku yang berkembang.

Berdasarkan uraian teoritis pada bab sebelumnya berikut ini dikemukakan suatu
kerangka konseptual berupa desain penelitian yang berfungsi sebagai penuntun untuk
memudahkan memahami alur pikir dalam penelitian. Selain sebagai gambaran penelitian,
kerangka konseptual dapat sebagai gambaran umum dari mekanisme penelitian. Kerangka
konseptual penelitian merupakan bagian terpenting yang mengarahkan analisis dan
pengolahan data. Kerangka konsep penelitian yang diajukan dapat dilihat pada Gambar
3.1.

3.2. Model Analisis


Setelah model berbasis teori dikembangkan pada kerangka konseptual penelitian
maka langkah berikutnya model tersebut disajikan dalam bentuk path diagram sebagai
model yang researchable agar dapat dianalisis dan diestimasi dengan menggunakan SEM.
Pengaruh variabel sesuai kerangka konseptual penelitian di atas dianalisis dengan SEM
(structural equation modeling) menggunakan software AMOS 4.0 dengan kerangka model
analisis seperti dikemukakan pada Gambar 3.2.

11
d1 x1
1 1
d2 x2
1
d3
1
x3 Kar.In
d4 x4
1
d5 x5 1
1
d6 x6 z2
1 1
d7 x7 1 y4 e4
1 1
d8 x8 1
1 y5 e5
d9 x9 Keb.Us 1
1 1
d10 x10
1 Kew.Us y6 e6
d11 x11
1
d12 x12
1
d13 x13 1
1
d14 x14 Kemp.Us z1
1 1
d15 x15
1
1
d16 x16
y1 y2 y3
d17
1
x17 Ga.Pim 1 1 1
1
d18 x18 e1 e2 e3

Gambar 3.2.: Model Analisis SEM


19
3.3. Hipotesis Penelitian
1. Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin, Pelatihan, Lama Berusaha, dan Umur memberi
kontribusi signifikan terhadap Karakteristik Individu, dan Lama Berusaha memberi
kontribusi dominan.
2. Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri, Risiko, Etika,
Adaptasi memberi kontribusi signifikan terhadap Kewirausahaan, dan Risiko
memberi kontribusi dominan.
3. Gaya Diktator, Partisipasi, Delegasi, Konsiderasi, semuanya memberi kontribusi
signifikan terhadap Gaya Kepemimpinan wirausahawan, dan Gaya Kepemimpinan
Konsiderasi memberi kontribusi dominan.
4. Kemampuan Produksi, Kemampuan Pasar dan Kemampuan Keuangan memberi
kontribusi signifikan terhadap Kemampuan Usaha, dan Kemampuan Pasar memberi
kontribusi dominan.
5. Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan Investasi, serta Pertumbuhan dan
Pembelajaran Personalia memberi kontribusi signifikan terhadap Keberhasilan
Usaha, dan Pertumbuhan dan Pembelajaran pPersonalia memberi kontribusi
dominan.
6. Karakteristik individu, kewirausahaan dan gaya kepemimpinan memiliki pengaruh
langsung terhadap kemampuan usaha, dan kewirausahaan memiliki pengaruh
dominan.
7. Karakteristik Individu, Kewirausahaan, Gaya Kepemimpinan dan Kemampuan
Usaha memiliki pengaruh langsung terhadap Keberhasilan Usaha, dan
Kewirausahaan memiliki pengaruh dominan.
8. Karakteristik Individu, Kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan juga memiliki
pengaruh tidak langsung terhadap Keberhasilan Usaha melalui Kemampuan Usaha,
namun yang memiliki pengaruh tidak langsung dominan adalah Karakteristik
Individu
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan Usaha Kecil Batik, sehingga dapat diketahui masalah yang dihadapi para
pengusaha dan menemukan langkah-langkah perubahan ke arah keadaan yang lebih
baik, sehingga usaha batik menjadi komoditi andalan Indonesia, khususnya di Jawa
Tengah. Sesuai dengan rumusan tujuan penelitian, digunakan kombinasi rancangan
penelitian, yakni:
1. Berdasarkan tujuannya (purpose of study) penelitian ini tergolong descriptive dan
hypothesis testing. Penelitian deskriptif bertujuan memperoleh informasi tentang
sifat-sifat variabel Karakteristik Individu, Kewirausahaan, Gaya Kepemimpinan,
Kemampuan Usaha dan Keberhasilan Usaha. Pengujian hipotesis (hypothesis
testing) dilakukan agar peneliti dapat menjelaskan hubungan kausalitas antar
variabel melalui suatu pengujian hipotesis. Sebagai salah satu contoh dalam
penelitian ini adalah pengujian hipotesis: tingkat pendidikan, jenis kelamin,
pelatihan, lama berusaha, dan umur memberi kontribusi signifikan terhadap
karakteristik individu wirausahawan, dimana lama berusaha memberi kontribusi
dominan (Kuncoro, 2003: 69).
2. Berdasarkan metode penelitian (research method), penelitian ini tergolong penelitian
survei. Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok
(Singarimbun dan Effendi, 2000: 3)
3. Satuan analisis (unit of analysis) adalah tanggapan pengusaha dari Usaha Kecil
Batik, dan data yang dikumpulkan adalah cross-sectional (silang tempat) yaitu
dilaksanakan satu kali dan mencerminkan potret dari satu keadaan pada satu saat
tertentu (Kuncoro, 2003: 70), data penelitian ini dilakukan pada tahun 2004.
Dalam penelitian ini akan diuji beberapa hipotesis yang berkenaan dengan
indikator (indicator variable) maupun hubungan regresi dalam struktur hubungan yang
dianggap berpengaruh baik secara langsung (direct effect) mapun pengaruh secara tidak
langsung (indirect effect). Pembuktian hipotesis dengan menggunakan analisis SEM
(structural equation modeling) dengan bantuan software AMOS versi 4.0.

4.2. Populasi Penelitian


Populasi penelitian ini adalah pengusaha Usaha Kecil Batik yang ada di wilayah
Jawa Tengah, dengan kriteria: Jumlah tenaga kerja yang melakukan kegiatan produksi 5
sampai 19 orang temasuk pemilik perusahaan dan telah beroperasi lebih dari tiga tahun
sampai dengan penelitian ini berlangsung.

4.3. Metode Sampling


Dalam penelitian ini terdapat 24 parameter yang diestimasi masing-masing: 5
pada karakteristik individu wirausahawan, 9 pada kewirausahaan, 4 pada gaya
kepemimpinan, 3 pada kemampuan usaha, dan 3 pada keberhasilan usaha. Sehubungan
data crossectional maka jumlah ukuran sampel minimal yang digunakan sebesar: n = 24
X 5 = 120 ukm.

20
21
Penelitian ini kemudian menggunakan sampel sebesar 160 pengusaha kecil batik,
dengan pertimbangan agar lebih mewakili populasi. Di Kabupaten Pekalongan dan
Sragen hanya memiliki anggota yang kecil, sehingga dengan jumlah 160 pengusaha
kecil maka sampelnya akan meningkat dan diharapkan lebih mewakili unit populasi.
Unit populasi hanya dibedakan antar Kota / Kabupaten, sehingga diperoleh sampel
minimum pengusaha batik sebagaimana dikemukakan pada Tabel berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Sampel Proporsional
Populasi Sampel:
Unit Populasi Ni n i =
N 1
= (n)
N
Kota Pekalongan 645 112
Kab. Pekalongan 20 4
Kota Surakarta 226 39
Kab. Sragen 28 5
Total 919 160
Sumber: Hasil Pra-survey (2004)

4.4. Identifikasi Variabel


Variabel laten eksogen, variabel laten endogen dan indikator, serta item yang
akan diteliti dari model teoritis pada bab III diuraikan dalam Tabel 4.2:
Tabel 4.2
Variabel Penelitian, Variabel Indikator & Item
Variabel laten Variabel Indikator Item
Karakteristik X1 Pendidikan X1 Pendidikan
Individu X2 Jenis Kelamin X2 Jenis Kelamin
X3 Pelatihan X3 Pelatihan
Variabel X4 Lama Berusaha X4 Lama Berusaha
Eksogen X5 Umur X5 Umur
Kewirausahaan Visi (X6 ) X6.1 Miliki visi masa depan
X6.2 Visi difahami karyawan
Variabel X6.3 Yakin visi berhasil
Eksogen X6.4 Pertimbangan resiko
X6.5 Langkah antisipasi bila gagal
Perencanaan (X7) X7.1 Miliki rencana prod. & penj.
X7.2 Berdasarkan pengeluaran
X7.3 Difahami karyawan
X7.4 Pertimbangan keberhasilan
X7.5 Punya strategi implementasi
Motivasi (X8) X8.1 Mengejar keuntungan
X8.2 Uang hal yang sangat penting
X8.3 Bisa berhasil bila kerja keras
X8.4 Keinginan menambah asset
X8.5 Siap dan sanggup bersaing
22
Tabel 4.2
Variabel Penelitian, Variabel Indikator & Item

Variabel laten Variabel Indikator Item


Kewirausahaan
Inovasi (X9) X9.1 Mengembangkan modal
Variabel X9.2 Mendapat pelanggan baru
Eksogen X9.3 Pertahankan Pelanggan setia
X9.4 Menata dagangan
X9.5 Cari cara-cara baru
Peluang (X10) X10.1 Peluang promosi
X10.2 Memanfaatkan pasar organisasi
X10.3 Manfaatkan lingkungan industri
X10.4 Manfaatkan kondisi keramaian
X10.5 Memanfaatkan saluran
distribusi eksport

Percaya Diri (X11) X11.1 Yakin mampu menjual


X11.2 Yakin mampu bayar karyawan
X11.3 Yakin mampu bayar pemasok
X11.4 Yakin mampu bayar hutang
X11.5 Yakin mampu atasi masalah
Risiko (X12)
X12.1 Usaha unggul
X12.2 Dukungan keluarga
X12.3 Mudah dapat pinjaman
X12.4 Berani spekulasi
X12.5 Siap tanggung resiko
Etika (X13)
X13.1 Pantang menipu pelanggan
X13.2 Tunjuk perbedaan kualitas
X13.3 Sedia tunjangan kesehatan
X13.4 Sedia fasilitas K3
X13.5 Sedia lahan untuk limbah
Adaptasi (X14)
X14.1 Mengikuti selera pasar
X14.2 Kreatif dan efektif
X14.3 Tidak terjebak kemapanan
X14.4 Bersedia kaji ulang
X14.5 Mampu memodifikasi
Gaya Diktator (X15) X15.1 Keputusan ditangan pimpinan
Kepemimpinan X15.2 Aturan secara rinci
X15.3 Terlalu mengatur prosedur kerja
Variabel X15.4 Kurang delegasi wewenang
Eksogen X15.5 Pengendalian terlalu ketat
23
Tabel 4.2
Variabel Penelitian, Variabel Indikator & Item

Variabel laten Variabel Indikator Item


Gaya Partisipasi (X16) X16.1 Ada kesempatan partisipasi
Kepemimpinan X16.2 Ada pengarahan
X16.3 Dekat dengan bawahan
Variabel X16.4 Suka memberi informasi
Eksogen X16.5 Empati / bersahabat
Delegasi (X17) X17.1 Pendelegasian tugas
X17.2 Beri kesempatan mengetahui
bidang tugas
X17.3 Percaya kemampuan bawahan
X17.4 Beri wewenang ambl keputusan
X17.5 Sedikit pengendalian

Konsiderasi (X18) X18.1 Ada perhatian ats pekerjaan bwh


X18.2 Suasana kerja menyenangkan
X18.3 Memberi motivasi
X18.4 Ramah/ dekat dengan karyawan
X18.5 Perhatikan kesejahteraan
Kemampuan Kemampuan Produksi Y1.1 Persediaan bahan
Usaha (Y1) Y1.2 Pengadaan tenaga kerja
Y1.3 Peralatan dan Teknologi
Variabel
Endogen Kemampuan Y2.1 Strategi produk
Pemasaran (Y2) Y2.2 Strategi harga
Y2.3 Strategi saluran distribusi
Y2.4 Strategi bauran promosi
Kemampuan Y3.1 Persediaan kas
Keuangan (Y3) Y3.2 Persediaan modal sendiri
Y3.3 Persediaan modal pinjaman
Y3.4 Perputaran Piutang
Keberhasilan Pertumbuhan Y4.1 Penjualan tunai
Usaha Penjualan (Y4) Y4.2 Penjualan kredit
Y4.3 Penjualan konsinyasi
Variabel
Endogen Pertumbuhan investasi Y5.1 Pertumbuhan modal kerja
(Y5) Y5.2 Pertamabahan alat usaha
Y5.3 Perkembangan asset
Pertumbuhan dan Y6.1 Perkembangan personalia
Pembelajaran Personalia Y6.2 Perkembangan kualitas SDM
(Y6) Y6.3 Produktivitas tenaga kerja
Sumber: Hasil Pra-survey (2004)
24
4.5. Cara Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
4.5.1. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data digunakan metode kuesioner, wawancara, pengamatan
(observasi) dan dokumentasi. Data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini ada dua
jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer melalui didapat melalaui
wawancara dan observasi pada pengusaha batik, sedang data sekunder diperoleh dari
berbagai tulisan dan publikasi dokumen yang dikeluarkan oleh instansi terkait.

4.5.2. Instrumen Penelitian


Instrumen sebagai alat pengumpulan data primer dalam penelitian yang
digunakan adalah kuesioner (daftar pertanyaan lampiran 1) yang berisikan pertanyaan
yang berkaitan dengan observed variable dan item tentang karakteristik individu,
kewirausahaan, gaya kepemimpinan, kemampuan usaha, serta keberhasilan usaha. Agar
kualitas data yang diperoleh tersebut terpercaya maka dilakukan uji validitas dan
reliabilitas dengan menggunakan SEM sebagai berikut:

4.5.2.1. Uji Validitas


Uji validitas untuk mengetahui apakah indikator-indikator sebagai penyusun
konsep itu dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini
menggunakan convergent validity yang dapat dinilai dari measurement model yang
dikembangkan yakni dengan menentukan apakah setiap indikator yang diestimasi secara
valid mengukur dimensi dari konsep yang diuji. Menurut Anderson dan Gerbing dalam
Ferdinand (2002:187) menyebutkan bahwa sebuah indikator dimensi menunjukkan
validitas konvergen yang signifikan apabila indikator itu memiliki critical ratio yang
lebih besar dua kali dari standar errornya. Atau dapat dikatakan indikator tersebut valid
dalam mengukur apa yang seharusnya diukur dalam model yang disajikan apabila:
CR ≥ 2 . Se ……………………...10)
Nilai critical ratio ( yang identik dengan nilai t hitung dalam regresi) dapat
diperoleh melalui penerapan program AMOS yang sekaligus dianalisis dengan SEM
untuk menguji hipotesis.

4.5.2.2. Uji Reliabilitas.


Uji reliabilitas yang digunakan adalah construct reliability untuk mengetahui
sejauh mana konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk; jadi
reliabilitas menunjukkan derajad sampai dimana masing-masing indikator mengindikasi
fenomena sebuah konstruk / faktor latent. Reliabilitas konstruk dinilai dengan
menghitung indeks reliabilitas instrumen yang digunakan (composite reliability) dari
model SEM yang dianalisis dengan rumus berikut:
( ∑ std . Loading ) 2 …………..…….11)
Re liabilitas Konstruk =
( ∑ std .loading ) 2 + ∑ ε j
Keterangan:
1) Std. Loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk tiap-tiap indikator
(dari perhitungan AMOS) yaitu nilai lambda (λ) yang dihasilkan oleh masing-
masing indikator.
25
2) εi adalah measurement error dari tiap-tiap indikator. Measurement error sama
dengan 1 – reliabilitas indikator, yaitu pangkat dua dari standardized loading setiap
indikator yang dianalisis.
Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat
diterima adalah 0.70. Menurut Ferdinand (2002:191) angka reliabilitas ≤ 0,70 tersebut
bukanlah sebuah ukuran yang “mati”; artinya, bila penelitian yang dilakukan bersifat
eksploratori, maka nilai di bawah 0.70 masih dapat diterima sepanjang disertai dengan
alasan-alasan empirik yang terlihat dalam proses eksplorasi. Nunally dan Bernstein
dalam Ferdinand (2002: 193) memberi pedoman interpretasi reliabilitas bahwa
reliabilitas 0,50 – 0,70 sudah cukup reliabel untuk menjustifikasi sebuah hasil
penelitian. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan setelah kesesuaian model diuji (model
fit).

4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian


4.6.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Jawa Tengah. Berdasar data yang diperoleh
dari situs resmi Pemerintah Propinsi Jawa Tengah (jawatengah.go.id, 2004), kemudian
dipilih daerah yang memiliki potensi pengembangan Usaha Kecil Batik, yaitu: Kota
Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kota Surakarta dan Kabupaten Sragen.

4.6.2. Waktu Penelitian


Data dalam penelitian ini adalah data crossectional dimana pengumpulan data
lapangan dari penelitian ini dilakukan mulai pertengahan September 2004 sampai
dengan akhir November 2004

4.7. Teknik Analisis Data


Jawaban yang diperoleh dari responden sesuai nilai variabel yang telah
ditetapkan akan dianalisis dengan menggunakan structural equation modeling (SEM)
dengan menggunakan paket program AMOS 4.0. Menurut Ferdinand (2002: 6) Model
Persamaan Struktural atau Strctural Equation Model (SEM) adalah sekumpulan teknik-
teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang
relatif “rumit” secara simultan. Ghozali (2004: 5) menjelaskan, model persamaan
structural terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) bagian pengukuran yang menggabungkan
observed variabel dengan laten variabel lewat confirmatory factor model dan (2) bagian
struktur yang menghubungkan antar laten variabel lewat persamaan regresi simultan.
AMOS adalah perpendekan dari Analisis of Moment Structure (Ferdinand, 2002: 68).
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Batik
Batik berasal dari kata tik yang terdapat di dalam kata titik. Titik berarti juga tetes
di dalam membuat kain batik, memang dilakukan pula penetesan lilin di atas kain putih.
Ada juga yang mencari asal kata batik di dalam sumber-sumber tertulis kuno. Menurut
pendapat ini, kata batik dihubungkan dengan kata tulis atau lukis. Dengan demikian, asal
mula batik dihubungkan pula dengan seni lukis dan gambar pada umumnya. (Wolff et al.,
1992).

5.1.1.1. Proses Pembuatan Batik Tulis, Cap dan Sablon


Menurut Riyanto (1993, 19), proses pembuatan batik dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
(1) batik tulis, (2) batik cap, dan (3) sablon atau printing. Perbedaan utama antara proses
pembuatan batik tulis dan proses pembuatan batik cap, terletak pada saat penempelan
lilin cair pada kain. Untuk pewarnaan kain dan pelorotan lilin, proses tetap sama. Proses
pembuatan batik tulis, didahului dengan pembuatan gambar pada kain yang akan dibatik
dengan menggunakan pensil 4B. Setelah selesai diberi gambar, kain kemudian dibatik
dengan menggunakan canting untuk menyendok lilin cair yang panas, dan berfungsi
sebagai bahan penutup atau pelindung terhadap zat warna (Gambar 5.1.)

Gambar 5.1.: Proses Gambar Dengan Pensil dan Canting Pada Batik Tulis
Sumber : Hasil Penelitian (2004)

Proses pemberian gambar dan pelilinan pada batik cap, dilakukan dengan
menggunakan lempengan tembaga yang sebelumnya telah dibentuk sesuai dengan
gambar/motif batik tertentu. Lempengan tembaga ini pada awalnya diletakkan diatas
wajan datar yang berisi lilin cair, dan kemudian diteruskan pada kain yang akan dibatik
(Gambar 5.2.)

31
27

Gambar 5.2. : Lempengan Tembaga & Proses Pelilinan Pada Batik Cap
Sumber : Hasil Penelitian (2004)

Tahap berikutnya adalah merendam seluruh kain kedalam cairan berwarna. Kain
yang terkena lilin tetap terlindung dari proses pewarnaan ini. Hal ini bisa terlihat ketika
kain kemudian dimasukkan dalam air panas guna menghilangkan lilin yang menempel
(Gambar 5.3.)

Gambar 5.3.: Proses Pewarnaan dan Pelarutan Lilin.


Sumber : Hasil Penelitian (2004)

Proses pembuatan sablon sangat berbeda, bahkan tidak ada proses batik sama
sekali (proses penggunaan lilin ataupun canting). Sablon menggunakan proses printing
ataupun cetak yang bermotf batik, jadi istilah yang tepat adalah printing batik atau tekstil
yang bermotif batik, hal ini bisa diihat pada Gambar 5.4. (Riyanto, 1993, 40)

Gambar 5.4. : Proses Pembuatan Sablon.


Sumber : Hasil Penelitian (2004)
28
5.1.1.2. Teknologi Pembuatan Batik
Para pengusaha batik di Jawa Tengah, pada umumnya masih menggunakan
teknologi tradisional dalam bentuk alat-alat produksi yang sifatnya masih manual, seperti
halnya: canting, wajan, kompor minyak tanah, lempengan tembaga, ember untuk
mewarna maupun tungku yang digunakan untuk merebus. Disamping hal-hal tersebut,
untuk proses pewarnaan, para pengusaha batik juga masih sangat tergantung pada kondisi
alam, seperti halnya cuaca, sinar matahari ataupun angin. Keterbelakangan teknologi ini
menyebabkan rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan.

5.1.1.3 Dampak Negatif Usaha Batik


Selain dampak ekonomi, usaha batik juga menghasilkan limbah yang sangat banyak
dan sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Para pengrajin batik tulis maupun
pengrajin batik cap, tidak mungkin bisa menghindar dari kepulan asap lilin yang secara
otomatis mereka hisap secara terus menerus sejak pagi hingga malam hari. Kepulan asap
lilin ini tentu sangat berbahaya bagi kesehatan paru-paru mereka.
Pada saat pewarnaan, terjadi reaksi kimia. Sebuah kain yang pada awalnya berwarna
putih ketika dimasukkan kedalam cairan kimia, seketika kain itu bisa berubah menjadi
biru atau merah ataupun warna lainnya. Agar pewarnaan berlangsung sempurna, kain
harus diaduk-aduk dengan tangan, dan itu bisa diartikan, tangan harus bersentuhan secara
langsung dengan cairan kimia tersebut. Sarung tangan yang disediakan perusahaan
biasanya tidak berumur panjang, hanya berkisar antara 7 sampai 10 hari, lebih dari itu,
sarung tangan sudah pada sobek dan perusahaan sering telat menyediakan sarung tangan
ini. Bahan-bahan kimia yang digunakan biasanya berupa napthol, indigoshol, rapide,
ergan soga, kopel soga, chroom soga ataupun prosion. Disamping itu, juga digunakan
aneka jenis garam, seperti: Biru B, Biru BB, Hitam B, Merah B, Merah GG, Merah R,
Orange GR, Kuning GC dan masih banyak lagi (Riyanto, 1993, 10)
Air panas yang digunakan untuk merebus atau melepas lilin yang menempel dikain,
biasanya ditambah dengan asam nitrit. Pekerja dibagian ini harus rajin membolak-balik
kain agar lapisan liin yang menempel benar-benar bisa lepas. Asap air panas berikut asam
nitrit yang bercampur lilin cair, secara otomatis terhisap dan masuk kedalam paru-paru
setiap saat. Limbah cair hasil pewarnaan ataupun hasil cucian dan hasil pelepasan lilin,
biasanya dibuang begitu saja diberbagai sungai yang ada disekitar lokasi tanpa didahului
dengan pengolahan limbah. Dengan demikian, tidaklah heran kalau sungai-sungai yang
ada di sekitar kota Pekalongan ataupun Surakarta, biasanya berwarna hitam pekat dan
sering menimbulkan penyakit gatal.

5.1.2 Profil Pengusaha Kecil Batik di Jawa Tengah


Seperti diuraikan pada bab sebelumnya, populasi Pengusaha Kecil Batik di Jawa
Tengah tersebar di Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kota Surakarta dan
Kabupaten Sragen. Jumlah sampel masing-masing kota/ kabupaten telah diuraikan pada
Tabel 4.1 dalam pelaksanaan survey di lapangan, tidak ditemukan adanya batas yang
jelas antara Sentra Batik Wilayah Kabupaten Pekalongan dengan Kota Pekalongan. Sentra
Batik di kedua tempat ini telah menyatu dalam satu wilayah industri dan perdagangan.
Dikarenakan hal tersebut, pelaksanaan survey di Wilayah Kabupaten dan Kota
Pekalongan dijadikan satu wilayah, yaitu Pekalongan. Karakteristik 160 responden
Pengusaha Batik berdasar lokasi survey dikemukakan pada Tabel 5.1, penjelasan
gambaran umum responden sebagai berikut:
29
Tabel: 5.1
Karakteristik Pengusaha Kecil Batik di Jawa Tengah
Wilayah
Karakteristik TOTAL
Pekalongan Surakarta Sragen
Individu
Frek. (%) Frek. (%) Frek. (%) Frek. (%)
Pendidikan
1. Tidak Tamat SD 4 2.50 0 0.00 0 0.00 4 2.50
2. Tamat SD 24 15.00 0 0.00 2 1.25 26 16.25
3. Tamat SLTP 23 14.38 3 1.88 2 1.25 28 17.50
4. Tamat SLTA 49 30.63 34 21.25 1 0.63 84 52.50
5. Tamat PT 16 10.00 2 1.25 0 0.00 18 11.25
TOTAL 116 72.50 39 24.38 5 3.13 160 100
Jenis Kelamin
1. Laki-laki 91 56.88 38 23.75 5 3.13 134 83.75
2. Wanita 25 15.63 1 0.63 0 0.00 26 16.25
TOTAL 116 72.50 39 24.3 5 3.13 160 100.00
Ikut Pelatihan (kali)
1-3 17 10.63 5 3.13 0 0.00 22 13.75
4-6 4 2.50 2 1.25 0 0.00 6 3.75
7-9 1 0.63 0 0.00 1 0.63 2 1.25
10-12 0 0.00 0 0.00 4 2.50 4 2.50
Tidak Pernah 94 58.75 32 20.00 0 0.00 126 78.75
TOTAL 116 72.50 39 24.38 5 3.13 160 100
Lama Berusaha (tahun)
01-10 81 50.63 24 15.00 4 2.50 109 68.13
11-20 21 13.13 11 6.88 1 0.63 33 20.63
21-30 11 6.88 2 1.25 0 0.00 13 8.13
31-40 2 1.25 2 1.25 0 0.00 4 2.50
41-50 1 0.63 0 0.00 0 0.00 1 0.63
TOTAL 116 72.5 39 24.38 5 3.13 160 100
Umur (tahun)
21-30 21 13.13 1 0.63 0 0.00 22 13.75
31-40 36 22.50 15 9.38 2 1.25 53 33.13
41-50 36 22.50 11 6.88 2 1.25 49 30.63
51-60 17 10.63 9 5.63 0 0.00 26 16.25
61-70 6 3.75 3 1.88 1 0.63 10 6.25
TOTAL 116 72.50 39 24.38 5 3.13 160 100
Status Keluarga
1. Belum Kawin 9 5.63 0 0.00 0 0.00 9 5.63
2. Kawin 105 65.63 37 23.13 4 2.50 146 91.25
3. Janda atau Duda 2 1.25 2 1.25 1 0.63 5 3.13
TOTAL 116 72.50 39 24.38 5 3.13 160 100
Sumber : Data primer, 2004, diolah
30
5.1.3. Uji Validitas dan Reliabilitas dengan Alpha Cronbach
Data penelitian telah dianalisis validitas dan realibilitasnya dengan metode alpha
Cronbach. Data yang valid dan reliale kemudian dinalisis deskreptif dan analisis lintasan
untuk membuktikan hipotesis.
5.1.4 Deskripsi Variabel Penelitian
5.1.4.1 Deskripsi Karakteristik Individu Pengusaha
Dalam penelitian ini, variabel laten eksogen karakteristik individu pengusaha diukur
berdasarkan tanggapan responden terhadap indikator: Pendidikan (X1), Jenis kelamin
(X2), Pelatihan (X3), Lama berusaha (X4), dan Umur (X5). Hasil rekapan analisis
frekuensi tanggapan responden terhadap karakteristik individu, menunjukkan bahwa
indikator dari karakteristik individu pengusaha yang paling menunjang Usaha Kecil Batik
menurut responden adalah pelatihan (X3) yang memperoleh tanggapan 9,4% menyatakan
sangat setuju, 33,1% setuju, dan 30,6% menyatakan cukup setuju. Urutan berikut adalah
lama berusaha (X4) memperoleh tanggapan 10,6% menyatakan sangat setuju, 26,3%
setuju, dan 32,5% menyatakan cukup setuju. Sedangkan indikator yang lain tampaknya
kurang menunjang, terutama jenis kelamin (X2) dimana terdapat 65,6% responden
menyatakan kurang setuju dan 12,5% responden menyatakan tidak setuju bahwa jenis
kelamin mempengaruhi keberhasilan Usaha Kecil Batik. Artinya laki-laki maupun wanita
sama-sama memiliki potensi untuk berhasil maupun tidak berhasil dalam menjalankan
Usaha Kecil Batik. Umur dan tingkat pendidikan juga tidak menunjang karakteristik
individu pengusaha batik, masing-masing: 58,8% dan 54,4% menyatakan kurang setuju
serta 13,2% dan 10,6% responden menyatakan tidak setuju.

5.1.4.2. Deskripsi Kewirausahaan


Dalam penelitian ini, variabel laten eksogen kewirausahaan diukur berdasarkan
tanggapan responden terhadap indikator: Visi (X6), Perencanaan (X7), Motivasi (X8),
Inovasi (X9), Peluang (X10), Percaya Diri (X11), Risiko (X12), Etika (X13), dan Adaptasi
(X14). Berdasarkan Analisis frekuensi tanggapan responden terhadap dimensi faktor
kewirausah tampak indikator kewirausahaan yang banyak memperoleh tanggapan setuju
adalah inovasi (24,4% sangat setuju dan 61,9% setuju), adaptasi (20,6% sangat setuju dan
55,6% setuju), motivasi (17,5% sangat setuju dan 56,3% setuju), kemudian percaya diri
(19,4% sangat setuju dan 50% setuju). Masih terdapat 8,1% responden menyatakan
kurang terhadap indikator risiko, 8,1% peluang dan 3,8% untuk indikator visi.

5.1.4.3. Deskripsi Gaya Kepemimpinan


Gaya kepemimpinan juga tergolong variabel laten eksogen diukur berdasarkan
tanggapan responden terhadap indikator: Diktator (X15), Partisipatif (X16), Delegatif (X17),
dan Konsiderasi (X18). Dari rekapan deskripsi indikator, terlihat bahwa gaya
kepemimpinan yang banyak mendapat tanggapan setuju dari responden adalah
konsiderasi (70,6% setuju dan 15,6% sangat setuju) dan partisipasi (62,5% setuju dan
6,9% sangat setuju). Dua gaya kepemimpinan lainnya kurang diterapkan yakni
kepemimpinan diktator (15% kurang setuju dan 61,9% cukup setuju) dan kepemimpinan
delegatif (8,1% kurang setuju dan 57,5% cukup setuju). Gaya kepemimpinan pada usaha
kecil batik di Jawa Tengah lebih berorientasi hubungan dari pada orientasi tugas, terbukti
dari tanggapan responden yang terbanyak adalah gaya konsiderasi dan partisipasi.
31
5.1.4.4. Deskripsi Kemampuan Usaha
Kemampuan usaha adalah variabel laten endogen, diukur berdasarkan tanggapan
responden terhadap indikator: Kemampuan Produksi (Y1), Kemampuan Pemasaran (Y2),
dan Kemampuan Keuangan (Y3). Dari rekapan deskripsi indikator tampak bahwa
kemampuan usaha yang banyak mendapat tanggapan setuju dari responden adalah
kemampuan produksi (55,6% setuju dan 1,3% sangat setuju) dan kemampuan pemasaran
(53,8% setuju dan 0,6% sangat setuju). Masih cukup banyak responden menyatakan
kurang setuju terhadap kemampuan keuangan (11,9% kurang setuju dan 45% cukup
setuju).

5.1.4.5. Deskripsi Keberhasilan Usaha


Keberhasilan usaha juga tergolong variabel laten endogen, diukur dari tanggapan
responden terhadap indikator: Pertumbuhan Penjualan (Y4), Pertumbuhan Investasi (Y5),
serta Pertumbuhan dan Pembelajaran Personalia (Y6). Dari rekapan deskripsi indikator
tampak bahwa keberhasilan usaha yang banyak mendapat tanggapan setuju dari
responden adalah pertumbuhan dan pembelajaran personalia (41,9% setuju dan 3,1%
sangat setuju). Semua indikator keberhasilan usaha memperoleh tanggapan kurang yang
masing-masing 9,4% responden menyatakan kurang setuju.
5.2. Analisis Hasil Penelitian
5.2.1. Uji Model SEM
Hasil analisis structural equation modelling dengan bantuan program komputer
Amos 4.0 for Windows dikemukakan pada lampiran 5 dan lampiran 6. Pada lampiran 5
dikemukakan hasil analisis SEM sebelum dilakukan modifikasi (modification indices) dan
pada lampiran 6 adalah hasil analisis SEM setelah dilakukan modifikasi sesuai
modification indices dari hasil analisis pada lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis
terdapat dua kriteria yang memenuhi syarat yakni Cmin / df < 2 dan RMSEA < 0,08
dimana kedua uji model tersebut menunjukkan bahwa model analisis yang diajukan
memenuhi syarat.
Berdasarkan hal tersebut di atas terdapat dua kriteria uji yang memenuhi syarat
model fit yakni CMIN/DF dan RMSEA, sementara GFI marjinal sehingga model dapat
diterima (Ghozali, 2004: 36). Setelah diketahui bahwa hasil uji model tersebut telah
memenuhi persyaratan, maka selanjutnya dilakukan uji regression weight.
Berdasarkan hasil yang ada, dilakukan uji validitas konvergen dan reliabilitas
konstruk sebelum dilakukan uji loading factor dan regression weight. Penamaan indikator
(observed variable/ indicator variable/ manifest variable), faktor (latent variable/
constructs/ unobserved variable) dan hubungan regresi (regression weight) sesuai
konvensi SEM seperti dikemukakan Ferdinand (2002:10-17).

5.2.2. Uji Validitas Konvergen


Validitas konvergen dapat dinilai dari measurement model yang dikembangkan
dalam penelitian dengan menentukan apakah setiap indikator yang diestimasi secara valid
mengukur dimensi dari konsep yang diujinya. Sebuah indikator dimensi menunjukkan
validitas konvergen yang signifikan apabila koefisien variabel indikator itu lebih besar
dari dua kali standar errornya (Anderson & Gerbing 1988 dalam Ferdinand 2002:187).
Bila setiap indikator memiliki critical ratio yang lebih besar dari dua kali standar
errornya, hal ini menunjukkan bahwa indikator itu secara valid mengukur apa yang
32
seharusnya diukur dalam model yang disajikan. Hasil Uji validitas konvergen untuk
masing-masing variabel laten disajikan dalam bentuk Tabel 5.2

Tabel: 5.2
Validitas Convergen Indikator Karakteristik Individu
Regression Weights S.E. C.R. Reliable
X1 <-- Kar.In Valid
X2 <-- Kar.In 1.650 1.565 Tidak valid
X4 <-- Kar.In 0.339 1.314 Valid
X3 <-- Kar.In 0.265 0.331 Tidak valid
X5 <-- Kar.In 0.264 3.081 Valid
Sumber: Data Primer, 2004, diolah pada Lampiran 6

Tabel 5.3 mengemukakan hasil analisis SEM dengan koefisien CR (critical ratio)
dan SE (standard error) untuk karakteristik individu pengusaha; jika CR ≥ 2 SE maka
indikator bersangkutan valid dalam menjelaskan faktor/ konstruknya. Berdasarkan Tabel
5.55 indikator X2 (jenis kelamin pengusaha) dan X3 (pelatihan) tidak valid karena
koefisien CR tidak mencapai minimal dua kali lipat dari SE, sedangkan indikator lainnya
yakni X1 (pendidikan), X4 (lama berusaha) dan X4 (umur) valid. Tabel 5.3
mengemukakan koefisien CR dan SE untuk indikator kewirausahaan. Tampak bahwa
semua indikator valid dalam mengukur kewirausahaan, yakni: X6 (visi), X7
(perencanaan), X8 (motivasi), X9 (inovasi), X10 (peluang), X11 (percaya diri), X12 (berani
risiko), X13 (etika bisnis), X14 (kemampuan adaptasi) karena koefisien CR mencapai
minimal dua kali lipat dari SE.
Tabel: 5.3
Validitas Convergen Indikator Kewirausahaan
Regression Weights S.E. C.R. Reliable
X8 <-- Kew.Us 0.148 4.348 Valid
X7 <-- Kew.Us 0.136 6.625 Valid
X6 <-- Kew.Us Valid
X9 <-- Kew.Us 0.156 7.325 Valid
X10 <-- Kew.Us 0.158 6.198 Valid
X11 <-- Kew.Us 0.179 7.680 Valid
X12 <-- Kew.Us 0.138 5.865 Valid
X13 <-- Kew.Us 0.157 6.909 Valid
X14 <-- Kew.Us 0.160 6.767 Valid
Sumber: Data Primer, 2004, diolah pada lampiran 6

Tabel 5.4 mengemukakan koefisien CR dan SE untuk indikator kepemimpinan.


Tampak bahwa semua indikator kepemimpinan valid yakni: X15 (diktator) , X16
33
(partisipasi) , X17 (delegasi) , X18 (konsiderasi) karena koefisien CR mencapai minimal
dua kali lipat dari SE.
Tabel: 5.4
Validitas Convergen Indikator Gaya Kepemimpinan
Regression Weights S.E. C.R. Reliable
X18 <-- Ga.Pim 0.505 3.022 Valid
X17 <-- Ga.Pim 0.622 3.135 Valid
X16 <-- Ga.Pim 0.575 2.975 Valid
X15 <-- Ga.Pim Valid
Sumber: Data Primer, 2004, diolah pada lampiran 6
Tabel 5.5 mengemukakan koefisien CR dan SE untuk indikator kemampuan usaha.
Semua indikator kemampuan usaha valid karena koefisien CR kemampuan produksi (Y1)
kemampuan pemasaran (Y2), kemampuan keuangan (Y3) mencapai minimal dua kali lipat
dari SE.
Tabel: 5.5
Validitas Convergen Indikator Kemampuan Usaha
Regression Weights S.E. C.R. Reliable
Y2 <-- Kemp.Us 0.512 3.772 Valid
Y3 <-- Kemp.Us 0.488 4.078 Valid
Y1 <-- Kemp.Us Valid
Sumber: Data Primer, 2004, diolah pada lampiran 6
Tabel 5.6 mengemukakan koefisien CR dan SE untuk indikator keberhasilan usaha.
Tampak bahwa semua indikator keberhasilan usaha valid yakni: Y4 (pertumbuhan
penjualan), Y5 (pertumbuhan investasi), Y6 (pertumbuhan dan pembelajaran personalia)
karena koefisien CR mencapai minimal dua kali lipat dari SE.

Tabel: 5.6
Validitas Convergen Indikator Keberhasilan Usaha
Regression Weights S.E. C.R. Reliable
Y5 <-- Keb.Us 0.032 5.339 Valid
Y6 <-- Keb.Us Valid
Y4 <-- Keb.Us 0.031 3.874 Valid

Sumber: Data Primer, 2004, diolah pada lampiran 6

5.2.3. Uji loading factor dan regression weight


5.2.3.1. Uji loading factor
a. Kontribusi indikator tingkat pendidikan, jenis kelamin, pelatihan, lama berusaha,
dan umur terhadap karakteristik individu pengusaha
34
Hasil analisis menunjukkan bahwa, hanya indikator pendidikan (X1) dan umur (X5)
yang memiliki kontribusi signifikan terhadap karakteristik individu pengusaha
batik; masing-masing: pendidikan dengan nilai fixed = 1, dan umur dengan p =
0,002. Sedangkan indikator yang lain tidak memberikan kontribusi signifikan
terhadap karakteristik individu pengusaha batik karena memiliki nilai p > 0,05;
masing-masing: jenis kelamin (X2) p = 0,118, pelatihan (X3) p = 741, dan lama
berusaha (X4) p = 0,189 > 0,05. Persamaan regresi standardized indikator yang
signifikan yakni:
Pendidikan: X1 = 0,294 Kar.In
Umur: X5 = 0,315 Kar.In
Berdasarkan koefisien loading faktor tampak umur (0,315) memberi kontribusi
dominan terhadap karakteristik individu pengusaha batik, karena memiliki kofisien
yang lebih besar dari pendidikan (0,294).
b. Kontribusi indikator: visi, perencanaan, motivasi, inovasi, peluang, percaya diri,
berani risiko, etika bisnis, dan kemampuan adaptasi terhadap kewirausahaan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh indikator memiliki kontribusi signifikan
terhadap kewirausahaan, dimana visi (X6) memiliki nilai fixed = 1 , perencanaan
(X7) p = 0,000), motivasi (X8) p = 0,000, inovasi (X9) p = 0,000, peluang (X10) p =
0,000, percaya diri (X11) p = 0,000, berani risiko (X12) p = 0,000, etika bisnis (X13)
p = 0,000, dan kemampuan adaptasi (X14) p = 0,000 < 0,05. Koefisien loading
factor masing-masing yakni:
Visi : X6 = 0,620 Kew.Us
Perencanaan : X7 = 0,620 Kew.Us
Motivasi : X8 = 0,388 Kew.Us
Inovasi : X9 = 0,717 Kew.Us
Peluang : X10 = 0,583 Kew.Us
Percaya diri : X11 = 0,782 Kew.Us
Risiko : X12 = 0,539 Kew.Us
Etika : X13 = 0,659 Kew.Us
Adaptasi : X14 = 0,657 Kew.Us
Berdasarkan koefisien loading faktor di atas tampak percaya dirii merupakan
indikator yang dominan memberi kontribusi terhadap kewirausahaan batik di Jawa
Tengah dengan koefisien 0,788 terbesar dibandingkan indikator lainnya. Selain
percaya dirii ternyata inovasi juga memberi kontribusi besar terhadap
kewirausahaan batik di Jawa Tengah dengan koefisien 0,717.
c. Kontribusi indikator: gaya diktator, partisipasi, delegasi dan konsiderasi terhadap
gaya kepemimpinan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa, semua indikator memberi kontribusi signifikan
terhadap gaya kepemimpinan, dimana gaya diktator (X15) memiliki nilai fixed = 1 ,
partisipasi (X16) p = 0,003, delegasi (X17) p = 0,002 , dan konsiderasi (X18) p =
0,003 < 0,05. Koefisien loading factor masing-masing, yakni:
Diktator : X15 = 0,312 Ga.Pim
Partisipasi : X16 = 0,579 Ga.Pim
Delegasi : X17 = 0,613 Ga.Pim
konsiderasi : X18 = 0,551 Ga.Pim
Berdasarkan koefisien loading faktor di atas tampak gaya delegasi merupakan
indikator yang dominan memberi kontribusi terhadap gaya kepemimpinan
35
pengusaha batik di Jawa Tengah dengan koefisien 0,613 terbesar dibandingkan
indikator lainnya.
d. Kontribusi indikator: kemampuan produksi, kemampuan pemasaran, dan
kemampuan keuangan terhadap kemampuan usaha.
Hasil analisis menunjukkan bahwa indikator: kemampuan produksi, kemampuan
pemasaran, dan kemampuan keuangan memberi kontribusi signifikan terhadap
kemampuan usaha. Terbukti dari kemampuan produksi (Y1) memiliki nilai fixed =
1 , kemampuan pemasaran (Y2) memiliki nilai p = 0,000 , kemampuan keuangan
(Y3) memiliki nilai p = 0,000 < 0,05. Koefisien loading factor masing-masing
yakni:
Kemampuan produksi : Y1 = 0,381 Kemp.Us
Kemampuan pemasaran : Y2 = 0,720 Kemp.Us
Kemampuan keuangan : Y3 = 0,638 Kemp.Us
Berdasarkan koefisien loading faktor di atas tampak kemampuan pemasaran
merupakan indikator yang dominan memberi kontribusi terhadap kemampuan
usaha kecil batik di Jawa Tengah dengan koefisien 0,720 terbesar dibandingkan
indikator lainnya.
e. Kontribusi indikator pertumbuhan penjualan, pertumbuhan investasi, serta
pertumbuhan dan pembelajaran personalia terhadap keberhasilan usaha.
Berdasarkan hasil analisis terbukti bahwa, indikator pertumbuhan penjualan,
pertumbuhan investasi, serta pertumbuhan dan pembelajaran personalia
memberikan kontribusi signifikan terhadap keberhasilan usaha kecil batik di Jawa
Tengah. Terbukti pertumbuhan dan pembelajaran personalia (Y6) memiliki nilai
fixed = 1, pertumbuhan penjualan (Y4) memiliki nilai p = 0,000 , dan pertumbuhan
investasi (Y3) memiliki nilai p = 0,000 < 0,05. Koefisien loading factor masing-
masing indikator sebagai berikut:
Pertumbuhan penjualan : Y4 = 0,212 Keb.Us
Pertumbuhan investasi : Y5 = 0,286 Keb.Us
Pertumbuhan dan pembelajaran personalia : Y6 = 1,599 Keb.Us
Berdasarkan koefisien loading faktor tampak pertumbuhan dan pembelajaran
personalia merupakan indikator yang dominan memberi kontribusi terhadap
keberhasilan usaha kecil batik di Jawa Tengah dengan koefisien 1,599 terbesar
dibandingkan indikator lainnya.
5.2.3.2. Analisis regression weight
a. Pengaruh karakteristik individu pengusaha, kewirausahaan, dan gaya
kepemimpinan secara langsung terhadap kemampuan usaha.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara langsung karakteristik individu memiliki
pengaruh signifikan (p = 0,049 < 0,05), kewirausahaan juga memiliki pengaruh
signifikan (p = 0,001 < 0,05) terhadap kemampuan usaha, namun gaya
kepemimpinan tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan (p = 0,776 >
0,05) terhadap kemampuan usaha. Koefisien pengaruh langsung dikemukakan pada
Tabel berikut:
36
Tabel 5.7
Standardized Rregression Weight
Kew.Us Ga.Pim Kar.In
Kemp.Us 0.781 -0.051 0.262
Signifikansi 0,001 0,776 0,049

Sumber: Data primer, 2004, diolah pada lampiran 6


Berdasarkan Tabel tersebut dapat dirumuskan persamaan regresi pengaruh
karakteristik individu pengusaha (Kar.In), kewirausahaan (Kew.Us) dan gaya
kepemimpinan (Ga.Pim) terhadap kemampuan usaha (Kemp.Us), yakni:
Kemp.Us = 0,262 Kar.In + 0,781 Kew.Us – 0,051 Ga.Pim
Karakteristik individu pengusaha dan kewirausahaan memiliki pengaruh langsung
yang signifikan terhadap kemampuan usaha dengan tingkat signifikansi 95%;
sedangkan gaya kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan
usaha. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan
berpengaruh dominan dibandingkan karakteristik individu karena memiliki
koefisien regresi 0,781 lebih besar dari koefisien regresi karakteristik individu
pengusaha 0,262.
Implikasi dari persamaan tersebut, semakin besar Karakteristik Individu akan
semakin besar pula Kemampuan Usaha. Demikian juga semakin besar
Kewirausahaan akan semakin besar pula Kemampuan Usaha. Sebaliknya, semakin
besar Gaya Kepemimpinan semakin kecil Kemampuan Usaha.
b. Pengaruh langsung karakteristik individu pengusaha, kewirausahaan, gaya
kepemimpinan, dan kemampuan usaha terhadap keberhasilan Usaha.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara langsung karakteristik individu tidak
memiliki pengaruh signifikan (p = 0,251 > 0,05) terhadap keberhasilan usaha.
Kewirausahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap keberhasilan, gaya
kepemimpinan juga tidak berpengaruh signifikan terbukti dari koefisien signifikansi
masing-masing 0,066 dan 0,079 lebih besar dari 0,05. Kemampuan usaha memiliki
pengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha pada tingkat signifikansi 99%.
Koefisien pengaruh langsung dikemukakan pada Tabel 5.15 berikut:

Tabel 5.8
Standardized Direct Effects- Estimates
Kew.Us Ga.Pim Kar.In Kemp.Us
Keb.Us -0.294 0.218 -0.085 0.450
Signifikansi 0,066 0,079 0,251 0,008

Sumber: Data primer, 2004, diolah pada lampiran 6


Berdasarkan Tabel tersebut dapat dirumuskan persamaan regresi pengaruh
karakteristik individu pengusaha (Kar.In), kewirausahaan (Kew.Us), gaya
37
kepemimpinan (Ga.Pim) dan kemampuan usaha (Kemp.Us) terhadap keberhasilan
usaha (Keb.Us), yakni:
Keb.Us = -0,085 Kar.In - 0,294 Kew.Us + 0,218 Ga.Pim + 0,45 Kemp.Us
Karakteristik individu pengusaha, kewirausahaan, dan gaya kepemimpinan tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha, sedangkan kemampuan
usaha memiliki pengaruh sangat signifikan (p = 0,008 < 0.05)
Implikasi dari persamaan diatas adalah, Karakteristik Individu memiliki pengaruh
negatip terhadap Keberhasilan Usaha. Demikian pula dengan Kewirausahaan yang
juga memiliki pengaruh negatip terhadap Keberhasilan Usaha. Sebaliknya, Gaya
Kepemimpinan memiliki pengaruh positip terhdap Keberhasilan Usaha dan
Kemampuan Usaha juga memiliki pengaruh positip terhadap Keberhasilan Usaha.
Walaupun begitu hasil analisis data menunjukkan, bahwa Karakateristik Individu,
Kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan tidak memiliki pengaruh secara
signifikan terhadap Keberhasilan Usaha. Sedangkan Kemampuan Usaha memiliki
pengaruh positip dan signifikan terhadap Kebrehasilan Usaha.
Seperti diketahui, indikator Kemampuan Usaha terdiri dari Kemampuan Produksi,
Kemampuan Pemasaran dan Kemampuan Keuangan, dimana Kemampuan
pemasaran memberi kontribusi dominan. Hal ini bisa diartikan, bahwa semakin
baik Kemampuan Pemasaran pengusaha kecil batik akan semakin baik pula
Keberhasilan Usahanya.

b. Pengaruh tidak langsung karakteristik individu pengusaha, kewirausahaan, dan


gaya kepemimpinan terhadap keberhasilan usaha melalui kemampuan usaha.

Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien pengaruh tidak langsung karakteristik


individu, kewirausahaan dan gaya kepemimpinan terhadap keberhasilan usaha
melalui kemampuan usaha, tergolong rendah. Kewirausahaan dan karakteristik
individu memiliki koefisien pengaruh tak langsung yang positif, masing-masing
0,351 dan 0,118 yang lebih rendah dari standar pengaruh tak langsung 0,50.
Koefisien pengaruh tidak langsung gaya kepemimpinan negatif yakni -0,023 yang
jauh lebih rendah dari standar 50%. Koefisien pengaruh tak langsung dikemukakan
pada Tabel 5.9

Tabel 5.9
Standardized Indirect Effects- Estimates

Kew.Us Ga.Pim Kar.In


Kemp.Us 0.000 0.000 0.000
Keb.Us 0.351 -0.023 0.118

Sumber: Data primer, 2004, diolah pada lampiran 5


Semua koefisien pengaruh tidak langsung tersebut yakni 0,351; 0,118 dan -
0,023 lebih kecil dari 0,50 artinya hubungan yang terjadi tidak cukup kuat karena di
bawah standar 50%.
BAB 6
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Karakteristik Individu Pengusaha


6.1.1. Pendidikan
Penelitian mengenai usaha kecil batik di Jawa Tengah ini menemukan, bahwa
pendidikan pengusaha kecil batik di Jawa Tengah terbanyak lulusan SLTA (52,50%)
dan 11.25% merupakan lulusan perguruan tinggi. Temuan ini menolak temuan BPS
dalam Tambunan (2002: 54), yang mengatakan bahwa sebagian besar pengusaha Usaha
Kecil Menengah hanya berpendidikan Sekolah Dasar (39%) dan yang lulus perguruan
tinggi hanya 3%
Temuan ini juga menunjukkan, bahwa para pengusaha batik di Jawa Tengah sudah
menjadi lebih terpelajar dibanding penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh BPS pada
tahun 1998. Walaupun begitu, para pengusaha batik di Jawa Tengah menyatakan tidak
setuju (54,4%) dan sangat tidak setuju (10,6%) ketika diberi pertanyaan: “Pengusaha
batik dengan tingkat pendidikan lebih tinggi lebih berhasil daripada pengusaha dengan
pendidikan rendah” .

6.1.2. Jenis Kelamin


Sebanyak 65,6% responden menjawab tidak setuju dan 12.5% menjawab sangat
tidak setuju saat diberi pertanyaan mengenai: “Apakah pengusaha batik wanita lebih
berhasil daripada pengusaha pria?”. Temuan ini menolak temuan ADB TA (2001)
dalam Tambunan (2002: 92) yang menyatakan, bahwa usaha-usaha yang dipimpin oleh
seorang perempuan atau oleh seorang perempuan bersama seorang laki-laki lebih
berhasil dari pada usaha-usaha yang dipimpin oleh laki-laki. Ketika dilihat mengenai
jumlah responden yang memberikan jawaban, ternyata 83,75% merupakan responden
laki-laki. Temuan ini bisa dijadikan masukan untuk pertanyaan sejenis pada penelitian
mendatang mengenai perlunya perimbangan jumlah laki-laki dan perempuan.
Walaupun begitu, terdapat 16,9% menyatakan cukup setuju, 3.1% menyatakan
setuju dan sebanyak 1.9% menyatakan sangat setuju. Jumlah ini melebihi jumlah dari
responden wanita. Hal ini menunjukkan, dari sekian banyak jumlah responden laki-laki
yang memberikan jawaban, tetap ada yang menyetujui pernyataan diatas. Hal ini bisa
diartikan, bahwa laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki potensi untuk
berhasil maupun tidak dalam menjalankan usaha kecil batik di Jawa Tengah. Temuan
ini mendukukung temuan Kalleberg & Leicht (1991: 136) yang mendapati, bahwa bisnis
yang dikepalai oleh wanita tidak lebih cenderung keluar dari bisnis, ataupun kurang
berhasil, dibandingkan bisnis yang dimiliki oleh pria.

6.1.3. Pelatihan
Pengusaha batik di Jawa Tengah ternyata mendukung ketika diberi
pertanyaan mengenai “Pengusaha batik yang banyak mengikuti pelatihan lebih berhasil
daripada yang kurang/ tidak mengikuti pelatihan”. Temuan ini mendukung temuan
Martocchio & Baldwin (1997) dalam Fernald et al., (1999: 312) yang menyatakan,
pelatihan dapat membantu keberhasilan perusahaan dalam banyak hal.
78.75% responden yang memberi jawaban, ternyata belum pernah ikut
pelatihan. Menurut mereka, Pemda setempat jarang sekali memberikan pelatihan

38
39
ataupun penyuluhan, kalaupun ada, materi pelatihan yang diberikan sering kali tidak
menarik dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Menurut Sivi (1997) dalam Fernald et al.,
(1999: 321), banyak usaha kecil yang tidak proaktif terhadap program pelatihan dan
pengembangan karena mereka tidak percaya terhadap potensi keuntungannya.
Pelatihan dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencegah timbulnya permasalahan dan
meningkatkan kinerja pegawai. Tetapi manajemen usaha kecil malah lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk mengkoreksi kesalahan yang ditimbulkan oleh
pegawai-pegawainya yang kurang terampil. Padahal banyak penelitian yang sudah
membuktikan kalau program-program pelatihan memang berfungsi sebagaimana
mestinya (Hassett 1992). Penyebab kekecewaan terhadap aktivitas pelatihan adalah
banyak program-program pendidikan dan pelatihan untuk sektor usaha kecil yang tidak
mengenali target audiens yang benar. Akibatnya materi yang diajarkan juga tidak
sesuai dengan audiens yang dituju, atau mungkin metode pengajarannya yang tidak
sesuai dengan tuntutan masa kini (Moore & Dutton 1978; Middlebrook & Rachel
1983).

6.1.4. Lama Berusaha


Seorang individu yang memiliki pengalaman cukup baik, akan lebih mudah
melaksanakan perencanaan kegiatan yang sesuai dengan tujuan, melaksanakan fungsi-
fungsi manajemen, tugas dalam organisasi, berkomunikasi, dan sebagainya. Para
pengusaha kecil batik di Jawa Tengah menyatakan sangat setuju (10,6%), setuju
(26,3%) dan cukup setuju sebanyak 32,5% ketika diberi pertanyaan “Pengusaha batik
yang telah lama berusaha lebih berhasil dari pada pengusaha-pengusaha baru”
Saat diteliti lebih lanjut, responden yang memberikan jawaban merupakan
responden pemula (68,13%). Dengan demikian, lama berusaha belum tentu identik
dengan pengalaman.

6.1.5. Umur
Umur pengusaha merupakan faktor yang harus dipertimbangkan ketika
menganalisis pertumbuhan Usaha Kecil Menengah dan perilaku kewirausahaan. Umur
pengusaha kecil batik yang ada di Jawa Tengah terbanyak antara 31 sampai 40 tahun
(33%). Berdasar observasi di lapangan, pada usia tersebut mereka terlihat lebih aktif
dan lebih kreatif jika dibanding dengan para pengusaha batik yang berusia dibawah
ataupun diatas mereka. Dengan demikian, ketika diberi pertanyaan: “Apakah pengusaha
Batik yang tua lebih berhasil daripada pengusaha muda”, mereka lebih banyak
menjawab tidak setuju (58,8%) dan sangat tidak setuju (13,2%).
Temuan ini mendukung temuan Gray (2002: 67) yang mengatakan, setelah
mencapai usia 40 tahun, niat mereka untuk menumbuhkembangkan usaha kecil akan
menurun seiring dengan pertambahan usia. Setelah itu, keinginan untuk menjual,
menggabungkan ataupun mempertahankan posisi statis juga meningkat. Usia adalah
sebuah faktor penentu dalam orientasi pertumbuhan.
Hasil pembahasan dan analisis mengenai Karakteristik Individu menunjukkan,
bahwa hipotesis penelitian ke 1 yakni: Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin, Pelatihan,
Lama Berusaha dan Umur memberi kontribusi signifikan terhadap Karakteristik
Individu pengusaha, ditolak. Lama Berusaha memberi kontribusi dominan, ditolak.
Dalam penelitian ini, hanya Pendidikan dan Umur yang memberikan kontribusi
40
signifikan terhadap Karakteristik Individu pengusaha. Yang memberi kontribusi
dominan terhadap Karakteristik Individu pengusaha batik di Jawa Tengah adalah Umur.
Secara regresi implikasinya bisa diterangkan, bahwa semakin banyak umur yang
dimiliki oleh seorang pengusaha akan semakin berpengaruh terhadap karakteristik
individu. Tetapi menurut penelitian Gray (2002: 67), setelah mencapai 40 tahun niat
mereka untuk menumbuhkembangkan usaha kecil akan menurun seiring dengan
pertambahan usia. Data hasil observasi lapangan, juga mendukung teuan Gray. Dengan
demikian, umur terbaik untuk berwirausaha adalah antara 31-40 tahun.

6.2. Kewirausahaan
6.2.1. Visi
Dari tabel frekwensi tanggapan responden terhadap item visi nampak, bahwa
pengusaha kecil batik di Jawa Tengah sudah memiliki Visi yang jelas terhadap
usahanya. Mereka pada umumnya telah mempertimbangkan risiko yang bakal terjadi
serta telah menyiapkan langkah antisipasi kegagalan. Temuan ini mendukung
pernyataan Suryana (2003: 62) yang mengatakan, Wirausaha yang sukses, pertama-tama
harus memiliki ide serta Visi bisnis yang jelas, kemudian ada kemauan dan keberanian
untuk menghadapi risiko baik waktu maupun uang. Apabila ada kesiapan dalam
menghadapi risiko, langkah berikutnya membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan
dan menjalankannya.

6.2.2. Perencanaan
Para pengusaha batik di Jawa tengah pada umumnya sudah memiliki Perencanaan
yang baik. Perencanaan yang dilakukan pada umumnya berhubungan dengan masalah
produksi yang dikaitkan dengan penjualan. Temuan ini mendukung temuan Mintzberg
(1994) dalam Hannon & Atherton (1998: 104), Perencanaan berasal dari kata rencana,
yang sebagai kata kerja berarti memperhitungkan masa depan, baik secara formal
ataupun informal. Mintzberg yakin perencanaan dapat membantu wirausaha bersiap-siap
menghadapi hal-hal yang akan terjadi; mencegah hal-hal yang tidak diinginkan; dan
mengendalikan hal-hal yang dapat dikendalikan.

6.2.3. Motivasi
Para pengusaha batik di Jawa Tengah mempunyai keyakinan bahwa keberhasilan
hanya bisa dicapai dengan kerja keras, uang itu sangat penting dan mereka juga siap
bersaing dalam berusaha. Temuan ini mendukung temuan Rumelt, 1974: 1982;
Christensen dan Montgomery, 1981; Montgomery, 1982; Palepu, 1985 dalam Gray,
2002: 65, Motivasi akan membuat seseorang bekerja keras untuk melakukan
pembentukan ide atau gagasan baru, kemudian diimplementasikan menjadi usaha baru
dan produk baru melalui aktifitas sekelompok orang. Motivasi merupakan semangat dan
wawasan dalam menciptakan keaneka ragaman dalam berbisnis dan menghasilkan
keuntungan.

6.2.4. Inovasi
Penelitian mengenai usaha kecil batik di Jawa Tengah ini menemukan, para para
pengusaha lebih senang mempertahankan pelanggan setia dan kemudian mencari
pelanggan baru, selain hal tersebut mereka juga selalu mencari cara untuk menghasilkan
produk baru. Berdasar observasi di lapangan, terlihat bahwa peralatan yang mereka
41
gunakan lebih banyak mengikuti perkembangan teknologi baru dan mereka juga banyak
menggunakan cara-cara / metode baru dalam mendisain ataupun merancang produk.
Mereka tidak hanya menyelupkan kain didalam zat pewarna, tetapi mereka juga
menggunakan kuas seperti yang biasa digunakan untuk melukis, ataupun mengecat.
Mereka terkadang juga menggunakan tali rafia ataupun tali lainnya ataupun karet yang
biasa digunakan untuk mengikat suatu barang. Dengan cara dan metoda baru ini, kain
batik yang mereka hasilkan akan lebih berwarna-warni dibanding kain batik pada
umumnya. Dari tangan mereka pulalah, akhirnya dikenal adanya batik colet, batik ikat
ataupun batik kerut. Temuan ini mendukung temuan Robbins, (2002: 11), yang
mengatakan Inovasi adalah suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai
atau memperbaiki suatu produk, proses atau jasa. Jadi semua Inovasi menyangkut
perubahan, tetapi tidak semua perubahan harus mencakup gagasan baru atau mendorong
kesuatu perbaikan yang menyolok.

6.2.5. Peluang
Secara umum, para pengusaha kecil batik di Jawa Tengah cukup berinisiatif
memanfaatkan peluang. Temuan ini mendukung dengan temuan Zimmerer (1966) dalam
Suryana (2003: 57) yang menyatakan, salah satu ciri wirausaha adalah bisa
memanfaatkan Peluang yang ada. Walaupun begitu ada beberapa item yang kurang
menunjang, yaitu memanfaatkan peluang lingkungan industri dan inisiatif
memanfaatkan saluran distribusi ekspor. Temuan ini bisa dijadikan masukan untuk
penelitian berikutnya, kenapa para pengusaha batik di Jawa Tengah ini kurang
memanfaatkan kedua peluang tersebut.

6.2.6. Percaya Diri


Para pengusaha batik di Jawa Tengah terlihat sangat Percaya Diri; bahwa mereka
mampu menjual produk, mampu membayar karyawan, mampu membayar pemasok,
mampu membayar hutang dan mampu atasi masalah. Temuan ini mendukung temuan
Longenecker (2001: 10), Salah satu karakteristik wirausaha adalah sangat yakin akan
diri mereka sendiri. Mereka memiliki keyakinan pada diri sendiri yang mampu
menjawab semua tantangan yang ada di depan mereka. Mereka memiliki pemahaman
atas segala jenis masalah yang mungkin muncul dan mereka juga mengakui adanya
masalah didalam peluncuran produk atau perusahan atau cara-cara barunya, tetapi
mereka percaya bahwa mereka bakal mampu mengatasi masalah tersebut.
Rasa percaya diri para pengusaha batik di Jawa Tengah, ditunjukkan dengan cara
mereka tetap berproduksi dari waktu kewaktu. Tanpa rasa percaya diri yang sedemikian
besar, tidak mungkin mereka bisa bertahan dengan berbagai tantangan yang sedemikian
berat. Agar tetap bisa berproduksi, para pengusaha batik di Jawa Tengah harus
mempunyai keberanian untuk menggaji 5 sampai 19 orang karyawan pada setiap bulan,
membeli bahan baku seperti: misalnya: kain blacu, mori, lilin, zat pewarna dan lainnya,
memproses bahan baku ini menjadi aneka jenis batik dan batik ini kemudian menjual
hasilnya dipasar. Tidak ada satu konsep yang bisa menjamin bahwa batik yang mereka
jual pasti laku. Mengalami kerusakan selama proses adalah merupakan suatu hal yang
sangat lumrah dan persaingan diantara sesama pengusaha batik adalah hal yang biasa.
Para pengusaha batik di Jawa Tengah, nyatanya tetap berproduksi dan terus berproduksi
hingga saat ini.
42
6.2.7. Risiko
Secara umum, para pengusaha batik di Jawa Tengah cukup siap menerima risiko.
Temuan ini ini mendukung temuan Cantillon (1734) seperti dikutip Antonic and
Hisrich (2003: 17), Kebanyakan orang takut mengambil risiko karena mereka ingin
hidup aman dan menghindari kegagalan, dalam hal ini pengambilan risiko justru
merupakan suatu unsur kewirausahaan yang sangat penting.
Ditemukan adanya item yang kurang menunjang, utamanya berkaitan dengan
tidak mudahnya memperoleh modal pinjaman. Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata para
pengusaha kecil batik di Jawa Tengah pada umumnya tidak memiliki pembukuan yang
rapi dan tidak memiliki agunan yang bisa digunakan sebagai jaminan. Dengan
demikian, mereka bukannya kurang berani terhadap risiko tetapi mereka memang tidak
memiliki kemampuan untuk melengkapi persyaratan guna meminjam uang. Temuan ini
bisa dijadikan masukan buat Pemda setempat ataupun pihak-pihak yang terkait.

6.2.8. Etika
Bersedia menjelaskan perbedaan kualitas produk secara jujur dan pantang menipu
pelanggan merupakan salah satu modal dari para pengusaha kecil batik di Jawa Tengah.
Temuan ini mendukung temuan Hitt (1997: 69), perusahaan yang memajukan dan
mememelihara praktek etis lebih memungkinkan mencapai daya saing strategis dan
memperoleh keuntungan di atas rata-rata, serta temuan (Gymnastiar, 2004: 8) yang
mengatakan, bertindak dengan penuh kejujuran dan menghindari perilaku-perilaku yang
tidak baik, mutlak diperlukan bagi seorang wirausaha bila ingin usahanya maju.
Kejujuran adalah harga diri, kehormatan, dan kemuliaan bagi siapapun dan sebaliknya,
tipu daya, licik, bohong justru akan menghancurkan kredibilitas perusahaan kita.

6.2.9. Adaptasi
Dalam beradaptasi, para pengusaha lebih senang melakukannya dengan
menyesuaikan selera pasar, serta berusaha untuk selalu kreatif dan efektif. Temuan ini
mendukung temuan Bass (1990) dan Boyatzis (1982) dalam dalam Locke & Associates
(1997: 43), Wirausaha adalah individu yang fleksibel atau mempunyai kemampuan
secara cepat untuk beradaptasi guna menghadapi semua tantangan dari perubahan-
perubahan pesat yang menerpa usahanya dan dunia perekonomian pada umumnya.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, menunjukkan bahwa hipotesis
penelitian ke 2 yakni: Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri,
Risiko, Etika, Adaptasi memberi kontribusi signifikan terhadap kewirausahaan,
diterima. Risiko memberi kontribusi dominan, ditolak. Dalam penelitian ini yang
memberi kontribusi dominan adalah: Percaya Diri dan berikutnya Inovasi.
Implikasinya adalah, semakin percaya diri maka kemampuan wirausahanya akan
semakin baik. Demikian juga, semakin besar inovasinya dalam berusaha, maka semakin
meningkat pula kemampuan wirausaha-nya.

6.3. Gaya Kepemimpinan


6.3.1. Diktator
Secara umum gaya kepemimpinan diktator cukup diterima oleh para pengusaha
kecil batik di Jawa Tengah. Temuan ini mendukung temuan Timpe (2002: 122) yang
mengatakan, Pemimpin diktaktor atau otokratis bisa menjadi otokrat kebapak-bapakan.
Bawahan ditangani dengan efektif dan dapat memperoleh jaminan dan kepuasan.
43
Otokrat yang kebapakan, dapat saja hanya memberikan perintah, memberikan pujian,
dan menuntut loyalitas bahkan dapat membuat bawahan merasa mereka sebenarnya ikut
serta dalam membuat keputusan walaupun mereka mengerjakan apa yang dikehendaki
atasan.

6.3.2. Partisipasi
Secara umum gaya kepemimpinan partisipasi diterima oleh para pengusaha kecil
batik di Jawa Tengah. Temuan ini mendukung temuan Davis (1997) dalam Dalimunthe
(2002: 80) yang menyatakan, partisipasi adalah keterlibatan dan emosional dari orang-
orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan sumbangan
pada tujuan kelompok dan ikut serta bertanggungjawab. Partisipasi pimpinan akan
mendorong keikutsertaan bawahan secara mental maupun emosional terhadap suatu
pekerjaan dan ikut bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugas.

6.3.3. Delegatif
Secara umum gaya kepemimpinan delegatif cukup diterima oleh para pengusaha
kecil batik di Jawa Tengah. Temuan ini mendukung temuan Davis (1997) dalam
Dalimunthe (2002: 80) yang menyatakan Seorang pemimpin berhak mendelegasikan
wewenang kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, pemimpin menyerahkan
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan penyelesaian pekerjaan. Pimpinan tidak
akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya
melakukan sedikit kontak dengan bawahan.

6.3.4. Konsiderasi
Gaya Kepemimpinan konsiderasi juga diterima oleh para pengusaha batik di Jawa
Tengah. Temuan ini mendukung temuan Davis (1997) dalam Dalimunthe (2002: 80)
yang menyatakan, Konsiderasi yang diberikan oleh pimpinan merupakan faktor yang
penting dalam mencapai tujuan organisasi. Sangat penting dimiliki oleh seorang
pemimpin adalah kemampuan memberikan perhatian pada bawahan, agar menghasilkan
kerja yang optimal.
Pembahasan mengenai ke-empat Gaya Kepemimpinan di Jawa Tengah diatas,
akhirnya menemukan bahwa tidak ada satupun Gaya Kepemimpinan tunggal yang
efektif bagi usaha kecil batik di Jawa Tengah. Temuan ini mendukung temuan Fred
Fiedler (1967) dalam Dalimunthe (2002: 202), Gaya Kepemimpinan bisa efektif atau
tidak sangat tergantung dari situasi itu sendiri, dan tidak ada satupun Gaya
Kepemimpinan tunggal yang efektif. Berdasar pengalaman nyata para manajer, ternyata
mereka dituntut untuk mengubah Gaya Kepemimpinan yang berbeda dari menit ke
menit dalam menghadapi berbagai kepribadian dan keadaan jiwa karyawan, ditambah
dengan variasi proses rutin dan tantangan atau jadwal yang mendesak. Kepemimpinan
yang efektif adalah memiliki banyak Gaya Kepemimpinan dan tahu memanfaatkan gaya
yang paling sesuai untuk situasi tertentu (Timpe, 2002: 267).
Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa hipotesis penelitian ke-3 yakni: Gaya
Kepemimpinan Diktator, Gaya Kepemimpinan Partisipasi, Gaya Kepemimpinan
Delegasi, dan Gaya Kepemimpinan Konsiderasi, semuanya memberi kontribusi
signifikan terhadap kepemimpinan pengusaha, diterima. Gaya Kepemimpinan
Konsiderasi memberi kontribusi dominan, ditolak. Dalam penelitian ini yang memberi
kontribusi dominan pada Gaya Kepemimpinan Delegasi.
44
Implikasinya dapat diterangkan sebagai berikut: Struktur Organisasi pada
usaha kecil, pada umumnya merupakan struktur organisasi yang sangat sederhana, dan
karena itu, semua pekerjaan cenderung dikerjakan oleh sang pemimpin, sehingga
dikenal adanya istilah “one man show”. Dikarenakan hal tersebut, temuan penelitian ini
mengatakan, akan lebih baik kalau sang pemimpin bersedia untuk lebih mendelegasikan
pekerjaan ataupun wewenangnya kepada para bawahannya. Temuan ini mendukung
temuan Bjerke (2000: 111) yang mengatakan, demi kemajuan Usaha kecil dan
menengah, tidaklah bijaksana untuk mengabaikan keahlian, opini dan pengetahuan
karyawannya; namun kebanyakan pemilik usaha kecil dan menengah enggan untuk
mendelegasikannya.
Untuk membuat pola ataupun disain batik, akan lebih baik kalau diserahkan
kepada yang memang ahli dalam bidang tersebut. Demikian pula halnya dengan masalah
pewarnaan, promosi penjualan ataupun masalah keuangan. Dengan adanya
pendelegasian wewenang ini, para pemimpin bisa lebih fokus kepada satu bidang yang
lebih dikuasainya.

6.4. Kemampuan Usaha


Kemampuan Produksi para pengusaha kecil Batik di Jawa Tengah nampaknya
sangat baik. Mereka tidak mempunyai permasalahan dengan pengadaan tenaga kerja,
persediaan bahan baku serta peralatan dan teknologi yang mereka gunakan. Usaha
Batik biasanya merupakan usaha keluarga yang turun temurun, sehingga tidak
mengherankan kalau para pengusaha kecil Batik di Jawa Tengah sangat menguasai
masalah produksi. Temuan ini mendukung pendapat Vickery (1993) dalam Dalimunthe
(2002: 86) yang mengatakan, dalam hal ini bisa dilihat bahwa kelancaran proses
produksi tergantung banyak faktor, namun pada umumnya lebih banyak berhubungan
dengan: tenaga kerja, bahan mentah / bahan baku, mesin-mesin dan kapasitas produksi.
Kemampuan Pemasaran para pengusaha kecil Batik di Jawa Tengah, juga sangat
baik. Mereka sudah mengenal strategi produk, utamanya produk yang sesuai selera
konsumen. Temuan ini menunjang temuan Zimmerer & Scarborough (2004: 166) yang
mengatakan, produk merupakan faktor yang sangat penting dalam pemasaran. Produk
adalah barang atau jasa, yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen.
Dalam memberikan harga, mereka lebih mempertimbangkan harga pesaing dibanding
strategi harga tinggi. Temuan ini mendukung temuan Kotler (2002: 18), yang
mengatakan bahwa Price (Harga) merupakan faktor kunci dalam keputusan pembelian.
Hal ini bisa dimaklumi bahwa strategi harga tinggi hanya dapat diterapkan apabila
kualitas produksi terjamin, produk unik, dan mengembangkan prestise pelanggan.
Disamping itu, sebagian besar pengusaha batik kecil tergantung pada pesanan dari
pedagang besar sehingga mereka tidak berdaya dalam strategi harga.
Para pengusaha kecil batik di Jawa Tengah lebih menyukai penjualan langsung
tatap muka melalui wiraniaga dan penjualan melalui pedagang besar dan pengecer
termasuk dengan privat branding. Temuan ini mendukung temuan Kotler (2002: 18),
yang mengatakan bahwa Place (tempat atau metode distribusi), tumbuh menjadi
penting dengan semakin besarnya harapan pelanggan akan layanan lebih baik dan
kenyamanan.
Kemampuan Keuangan para pengusaha kecil Batik di Jawa Tengah nampaknya
sudah baik, yang perlu diperhatikan adalah Ketersediaan modal pinjaman dan
kemudahan dalam penagihan/ perputaran piutang yang lebih cepat.
45
Hasil pembahasan dan analisa menunjukkan, bahwa hipotesis penelitian ke 4
yakni: Kemampuan produksi, kemampuan pemasaran dan kemampuan keuangan
memberi kontribusi signifikan terhadap Kemampuan Usaha, diterima. Kemampuan
pemasaran memberi kontribusi dominan, diterima.
Implikasinya, semakin baik kemampuan pemasaran semakin baik pula
kemampuan usahanya.

6.5. Keberhasilan Usaha


Pertumbuhan Penjualan para pengusaha kecil Batik di Jawa Tengah, nampaknya
cukup berkembang. Pertumbuhan penjualan tunai lebih baik dibanding pertumbuhan
penjualan kredit. Temuan ini mendukung temuan Georgellis et al. (2000: 7), Usaha
Kecil yang termotivasi untuk meningkatkan penjualan dan atau jumlah pegawai, akan
bertahan dalam lingkungan kompetitif yang dinamis. Senada dengan Jarvis et al. (2000:
126) yang menyatakan, perusahaan yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam waktu yang cukup panjang, tentu menghasilkan keuntungan normal secara
ekonomis dan dapat pula mempertahankan pertumbuhan penjualan.
Pertumbuhan investasi sejalan dengan pertumbuhan penjualan, nampaknya cukup
berkembang. Temuan ini mendukung temuan Haming & Basalamah (2003: 3),
Perusahaan dapat melakukan berbagai hal, diantaranya dengan melakukan investasi.
Investasi secara umum dapat diartikan sebagai keputusan untuk mengeluarkan dana
pada saat sekarang untuk membeli aktiva riil (tanah, rumah, mobil, dan sebagainya) atau
aktiva keuangan (saham, obligasi, reksadana, wesel, dan sebagainya) dengan tujuan
untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar di masa yang akan datang.
Pertumbuhan dan pembelajaran personalia cukup berkembang walaupun ada
beberapa item yang kurang menunjang seperti: pertambahan jumlah personalia,
perkembangan kualitas personalia dan peningkatan produktivitas tenaga kerja disekitar
kategori cukup. Kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa perlu pengembangan sumber
daya manusia terutama dalam kaitan dengan penguasaan strategi pemasaran guna
meningkatkan penjualan disamping pengembangan kemampuan sumber daya manusia
dalam hal manajemen keuangan pada usaha kecil batik di Jawa Tengah. Selain
pengembangan sumber daya manusia dalam kemampuan manajemen pemasaran dan
manajemen keuangan diperlukan prasarana penunjang berupa sistem perbankan usaha
kecil dan kawasan berikat untuk usaha kecil batik. Sistem perbankan usaha kecil
berfungsi mendanai pengembangan usaha, agar pengusaha lebih berkonsentrasi
mengurus produksi. Sedangkan, kawasan berikat (bonded area) usaha kecil batik agar
pembinaan sekaligus pemasaran hasil produksi tersentralisasi.
Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa hipotesis penelitian ke- 5 yakni:
Pertumbuhan penjualan, pertumbuhan investasi, serta pertumbuhan dan pembelajaran
personalia memberi kontribusi signifikan terhadap Keberhasilan Usaha, diterima.
Pertumbuhan dan pembelajaran personalia memberi kontribusi dominan, diterima.
Implikasinya, semakin baik pertumbuhan dan pembelajaran personalia, utamanya
peningkatan produktivitas tenaga kerja akan semakin baik pula keberhasilan usaha yang
dilakukan.

6.6. Pengaruh Karakteristik Individu, Kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan


terhadap Kemampuan Usaha
46
Karakteristik Individu dan Kewirausahaan memiliki pengaruh langsung yang
signifikan terhadap Kemampuan Usaha, dengan tingkat signifikansi 95%; dan Gaya
Kepemimpinan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemampuan Usaha.
Temuan ini:
a. Mendukung temuan Dalimunthe yang mengatakan, Karakteristik Individu
mempunyai pengaruh langsung positip terhadap Kemampuan Usaha.
b. Menolak temuan Dalimunthe yang mengatakan, Kewirausahaan mempunyai
pengaruh langsung negatip terhadap Kemampuan Usaha yang berimplikasi bahwa
semakin berani seseorang pengusaha kecil mengambil risiko, adaptasi, dan terlalu
percaya diri untuk mengembangkan usaha, akan semakin menurun Kemampuan
Usaha. Hal ini disebabkan pada umumnya pengusaha kecil tidak mempunyai
perencanaan yang matang.
Dalam penelitian ini, Kewirausahaan mempunyai pengaruh langsung positip
terhadap Kemampuan Usaha yang berimplikasi bahwa dengan percaya diri dan
berinovasi para pengusaha batik di Jawa Tengah berhasil mengembangkan
kemampuan usahanya.
Penelitian Irwin (2000) menyebutkan, dari 440.000 orang yang memulai usahanya,
68 persen benar-benar baru untuk pertama kalinya. Lebih dari 2/3 kemudian
menghentikan usahanya dalam lima tahun terakhir, dan hanya 5 persen yang bisa
berkembang secara signifikan. Temuan Storey & Johnson (1987); Gallagher &
Miller (1991); Storey (1993) dan Audretsch (1995) dalam Mole (2000) juga
menyebutkan, hanya sekitar 4% usaha kecil yang bisa tumbuh.
c. Menolak temuan Dalimunthe yang mengatakan, Gaya Kepemimpinan mempunyai
pengaruh langsung negatip terhadap Kemampuan Usaha yang berimplikasi bahwa
semakin tinggi tingkat konsiderasi, partisipasi dan instruksi, maka akan
memperlemah Kemampuan Usaha pada usaha kecil.
Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa hipotesis penelitian ke- 6 yakni:
Karakteristik Individu, Kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan memiliki pengaruh
langsung terhadap Kemampuan Usaha, ditolak. Gaya Kepemimpinan ternyata tidak
berpengaruh signifikan. Kewirausahaan memiliki pengaruh dominan, diterima.

6.7. Pengaruh Langsung Karakteristik Individu, Kewirausahaan, Gaya


Kepemimpinan dan Kemampuan Usaha terhadap Keberhasilan Usaha

Secara langsung Karakteristik Individu tidak memiliki pengaruh signifikan


terhadap Keberhasilan Usaha, Kewirausahaan tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap Keberhasilan Usaha, Gaya Kepemimpinan juga tidak berpengaruh signifikan
terhadap Keberhasilan Usaha. Hanya Kemampuan Usaha yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap Keberhasilan Usaha pada tingkat signifikansi 95%. Kenyataan ini
menunjukkan, bahwa keberhasilan usaha batik di Jawa Tengah, tidak hanya ditentukan
oleh Karakteristik Individu, Kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan. Dengan
demikian, temuan ini:
a. Menolak temuan Dalimunthe yang mengatakan, Karakteristik Individu mempunyai
pengaruh langsung positip terhadap Keberhasilan Usaha.
Dalam penelitian ini, Karakteristik Individu pengusaha tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap Keberhasilan Usaha. Indikator yang memberi kontribusi
signifikan terhadap Karakteristik Individu wirausaha kecil batik adalah pendidikan
47
dan umur. Dari hasil survey diketahui bahwa sebagian besar responden
berpendidikan SLTA, SLTP dan Perguruan Tinggi, dan para pengusaha kecil batik
umumnya berumur produktif antara 30 sampai 40 tahun. Kedua indikator tersebut
yakni pendidikan maupun umur yang mencerminkan karakteristik pengusaha tidak
berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Usaha. Artinya pengusaha tua
maupun muda, berpendidikan tinggi maupun rendah tidak terlalu penting
menentukan Keberhasilan Usaha. Hal ini dapat dimaklumi karena secara historis
usaha batik merupakan usaha turun temurun dan kemampuan produksi dapat dicapai
melalui pengalaman di tempat kerja.
b. Menolak temuan Dalimunthe yang mengatakan, Kewirausahaan mempunyai
pengaruh langsung negatip terhadap Keberhasilan Usaha.
Dalam penelitian ini, Kewirausahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
Keberhasilan Usaha, sementara indikator Kewirausahaan semuanya memberi
kontribusi signifikan. Berdasarkan deskripsi indikator Kewirausahaan yang banyak
memperoleh tanggapan setuju adalah Inovasi, Adaptasi, Motivasi, kemudian
Percaya Diri. Masih terdapat responden yang menyatakan kurang terhadap Risiko,
Peluang dan Visi. Seperti halnya Karakteristik Individu, Kewirausahaan juga tidak
memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap Keberhasilan Usaha, namun
kedua variabel tersebut memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap
Kemampuan Usaha. Kemampuan Usaha sendiri diukur dari indikator Kemampuan
Produksi, Kemampuan Pemasaran dan Kemampuan Keuangan. Artinya
Karakteristik Individu dan Kewirausahaan yang semakin baik akan meningkatkan
Kemampuan Produksi, Kemampuan Pemasaran dan Kemampuan Keuangan usaha
kecil batik di Jawa Tengah, tetapi tidak secara langsung mempengaruhi
Keberhasilan Usaha.
c. Menolak temuan Dalimunthe yang mengatakan, Gaya kepemimpinan mempunyai
pengaruh langsung negatip terhadap Keberhasilan Usaha.
Gaya Kepemimpinan juga tidak memiliki pengaruh langsung terhadap Keberhasilan
Usaha. Selain tidak berpengaruh secara langsung terhadap Keberhasilan Usaha,
Gaya Kepemimpinan juga tidak berpengaruh secara langsung terhadap Kemampuan
Usaha. Semua indikator Gaya Kepemimpinan memberi kontribusi signifikan.
Berdasarkan hasil deskripsi, Gaya Kepemimpinan Konsiderasi sudah berjalan
demikian baik dengan urut-urutan item yang menunjang terutama suasana kerja
menyenangkan, pimpinan memperhatikan kesejahteraan, pimpinan ramah/dekat
dengan karyawan, adanya perhatian atas pekerjaan bawahan, dan pimpinan memberi
motivasi kerja. Di sisi lain, Gaya Kepemimpinan Delegatif yang terbukti memiliki
kontribusi dominan tersebut kurang diterapkan terutama berkaitan dengan item
sedikit pengendalian atau pengendalian tidak ketat, beri wewenang pada bawahan
untuk mengambil keputusan, serta adanya pendelegasian tugas-tugas. Item yang
menunjang Gaya Kepemimpinan Delegatif adalah beri kesempatan karyawan
mengetahui bidang tugas, dan percaya kemampuan bawahan. Ke depan dirasakan
perlu kiranya pemberian wewenang dan pendelegasian tugas-tugas diperluas di
samping adanya pengendalian yang memadai agar pencapaian tujuan usaha tetap
terpelihara.
d. Menerima temuan Dalimunthe yang mengatakan. Kemampuan Usaha mempunyai
pengaruh langsung positip terhadap Keberhasilan Usaha Semakin luas areal
48
pemasaran dan semakin mudah konsumen mendapat produk, akan meningkatkan
volume penjualan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut maka hipotesis 7 yang dikemukakan yakni:
Karakteristik Individu, Kewirausahaan, Gaya Kepemimpinan dan Kemampuan
Usaha memiliki pengaruh langsung terhadap Keberhasilan Usaha, dan
Kewirausahaan memiliki pengaruh dominan, ditolak. Dalam penelitian ini, hanya
Kemampuan Usaha yang memiliki pengaruh signifikan.

6.8. Pengaruh Tidak Langsung Karakteristik Individu, Kewirausahaan, dan


Gaya Kepemimpinan terhadap Keberhasilan Usaha melalui Kemampuan
Usaha
Koefisien pengaruh tidak langsung (indirect effect) Karakteristik Individu,
kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan terhadap Keberhasilan Usaha kecil batik juga
rendah, yakni masing-masing: 0.118 ; 0.351 dan - 0.023, (lampiran 6:
standardized indirect effect estimate). Dari nilai yang ada terlihat, bahwa ketiga
koefien tersebut memliki pengaruh yang kecil terhadap Keberhasilan Usaha. Meskipun
demikain, pengaruh Karakteristik Indiidu terhadap Kemampuan Usaha memiliki
pengaruh yang signifikan dan Kemampuan Usaha juga memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Keberhasilan Usaha. Dapat disimpulkan, hubungan antara
Karakteristik Individu terhadap Keberhasilan Usaha adalah tidak langsung.
Demikian juga halnya dengan pengaruh Kewirausahaan terhadap Kemampuan
Usaha memiliki pengaruh yang signifikan dan Kemampuan Usaha juga memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Keberhasilan Usaha. Dapat disimpulkan, hubungan
antara Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Usaha adalah tidak langsung.
Dari pengaruh langsung dan tidak langsung, akhirnya bisa dilihat adanya pengaruh
total (total effect) masing-masing variabel eksogen terhadap Keberhasilan Usaha.
Koefisien pengaruh total (total effect) dari Karakteristik Individu pengusaha,
kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan terhadap Keberhasilan Usaha kecil batik
terlihat rendah, yakni masing-masing: 0,033, 0,057, dan 0,195 (lampiran 6:
standardized total effect estimate).
Apabila dilihat dari koefisien pengaruh langsung bahwa Karakteristik Individu
pengusaha, kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap Keberhasilan Usaha. Secara langsung Gaya Kepemimpinan juga tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemampuan Usaha, namun Karakteristik
Individu dan kewirausahaan memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap
Kemampuan Usaha. Di sisi lain, Kemampuan Usaha memiliki pengaruh langsung yang
signifikan terhadap Keberhasilan Usaha, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap Keberhasilan Usaha baik secara
langsung, maupun secara tidak langsung melalui Kemampuan Usaha.
Karakteristik Individu pengusaha dan Kewirausahaan tidak memiliki pengaruh
langsung yang signifikan terhadap Keberhasilan Usaha namun memiliki pengaruh
langsung yang signifikan terhadap Kemampuan Usaha, sehingga secara tidak langsung
Karakteristik Individu pengusaha dan kewirausahaan juga menentukan Keberhasilan
Usaha kecil batik di Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil analisis tersebut maka hipotesis penelitian ke 8 yakni:
Karakteristik Individu, Kewirausahaan dan Gaya Kepemimpinan juga memiliki
pengaruh tidak langsung terhadap Keberhasilan Usaha melalui Kemampuan Usaha,
49
ditolak. Ternyata yang memiliki pengaruh tidak langsung melalui Kemampuan Usaha
adalah Karakteristik Individu. Karakteristik Individu memiliki pengaruh tidak langsung
dominan, ditolak. Dalam penelitian ini, Kewirausahaan memiliki memiliki koefisien
pengaruh yang lebih besar.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
1. Pendidikan dan umur memberi kontribusi signifikan terhadap Karakteristik Individu
pengusaha batik di Jawa Tengah, sedangkan indikator Jenis Kelamin dan
Pengalaman datanya tidak valid, serta Pelatihan tidak memberi kontribusi signifikan.
Umur memberi kontribusi dominan dimana umumnya pengusaha berumur produktif
antara 30 sampai 40 tahun dengan tingkat pendidikan SLTA.
2. Semua indikator yakni: Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri,
Risiko, Etika, dan Adaptasi memberikan kontribusi signifikan terhadap
Kewirausahaan. Rasa Percaya Diri merupakan indikator yang dominan memberi
kontribusi terhadap Kewirausahaan batik di Jawa Tengah. Indikator Kewirausahaan
yang tergolong tinggi pada pengusaha kecil batik di Jawa Tengah adalah: Inovasi,
Adaptasi, Motivasi, dan rasa Percaya Diri, namun masih terdapat responden yang
menyatakan kurang terhadap berani Risiko, inisiatif cari Peluang dan eksistensi Visi
perusahaan. Pengusaha kecil batik di Jawa Tengah kurang berani Risiko terutama
karena tidak mudah mendapatkan pinjaman, dan kurang berani spekulasi, walaupun
dukungan keluarga cukup besar.
3. Semua variabel indikator memberi kontribusi signifikan terhadap Gaya
Kepemimpinan, dan Gaya Kepemimpinan Delegasi merupakan indikator yang
memberi kontribusi terhadap dominan Gaya Kepemimpinan pengusaha kecil batik
di Jawa Tengah. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa Gaya Kepemimpinan yang
dipergunakan oleh para pengusaha batik di Jawa Tengah adalah Gaya
Kepemimpinan Situasional, artinya Gaya Kepemimpinan ini bisa efektif atau tidak
sangat tergantung dari situasi itu sendiri dan tidak ada satupun Gaya Kepemimpinan
tunggal yang efektif bagi usaha kecil batik di Jawa Tengah.
4. Kemampuan usaha yang banyak mendapat tanggapan setuju dari responden adalah
Kemampuan Produksi dan Kemampuan Pemasaran, namun masih cukup banyak
responden menyatakan kurang terhadap Kemampuan Keuangan. Semua indikator:
Kemampuan Produksi, Kemampuan Pemasaran, dan Kemampuan Keuangan
memberi kontribusi signifikan, dan Kemampuan Pemasaran merupakan indikator
yang memberi kontribusi dominan terhadap Kemampuan Usaha kecil batik di Jawa
Tengah.
5. Semua indikator Keberhasilan Usaha yakni: Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan
Investasi serta Pertumbuhan dan Pembelajaran Personalia memperoleh tanggapan
cukup, semua indikator tersebut memberikan kontribusi signifikan. Pertumbuhan dan
Pembelajaran Personalia merupakan indikator yang dominan memberi kontribusi
terhadap Keberhasilan Usaha kecil batik di Jawa Tengah.
6. Karakteristik Individu dan Kewirausahaan memiliki pengaruh langsung yang
signifikan terhadap Kemampuan Usaha, sedangkan Gaya Kepemimpinan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Kemampuan Usaha. Kewirausahaan berpengaruh
dominan dibandingkan Karakteristik Individu pengusaha, semua indikator
Kewirausahaan yakni: Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri,
Risiko, Etika, dan kemampuan Adaptasi memberikan kontribusi signifikan terhadap

50
51
Kewirausahaan. Rasa Percaya Diri dan kemampuan Inovasi merupakan indikator
yang memberi kontribusi dominan terhadap Kewirausahaan batik di Jawa Tengah.
7. Karakteristik Individu pengusaha, Kewirausahaan, dan Gaya Kepemimpinan tidak
memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap Keberhasilan Usaha kecil
batik di Jawa Tengah. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa keberhasilan usaha batik
di Jawa Tengah, tidak hanya ditentukan oleh Karakteristik Individu, Kewirausahaan
dan Gaya Kepemimpinan.
8. Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Usaha baik
secara langsung, maupun secara tidak langsung melalui Kemampuan Usaha.
Karakteristik Individu pengusaha dan Kewirausahaan juga tidak memiliki pengaruh
langsung yang signifikan terhadap Keberhasilan Usaha namun memiliki pengaruh
langsung yang signifikan terhadap Kemampuan Usaha, sehingga secara tidak
langsung Karakteristik Individu pengusaha dan Kewirausahaan menentukan
Keberhasilan Usaha kecil batik di Jawa Tengah.

7.2. Saran
1. Untuk Praktisi
a. Hasil temuan menunjukkan, bahwa usaha kecil membutuhkan pelatihan di
banyak bidang agar dapat bersaing dalam dunia saat kini. Bidang-bidang yang
dirasa sangat penting untuk mendapat pelatihan adalah bagaimana cara
meningkatkan penjualan, bagaimana memajukan usaha kecil dengan efektif, dan
riset pasar. Selain itu bidang lain yang juga perlu mendapat pelatihan tambahan
adalah manajemen waktu serta keterampilan dasar bisnis dan keuangan agar
perusahaan menjadi lebih kompetitif.
b. Para pengusaha kecil batik disatu kelurahan ataupun disatu kecamatan, sebaiknya
saling bekerja sama dalam menyediakan lahan dan peralatan yang bisa digunakan
untuk membuat tempat guna menampung dan mengolah limbah batik. Dengan
cara demikian, biaya pengolahan limbah menjadi lebih terjangkau dan sungai
yang dialiri limbah juga tetap terjaga kebersihannya. Disamping itu, para
pengusaha kecil batik sebaiknya juga menyediakan sarana dan prasarana kerja &
kesehatan yang cukup memadai, seperti halnya: obat-obatan khususnya obat-
obatan untuk penguat fungsi paru-paru ataupun obat-obatan penghilang rasa gatal,
bubur kacang hijau ataupun susu yang berfungsi untuk meningkatkan stamina
tubuh serta sarung tangan karet yang selalu tersedia setiap saat.

2. Untuk Pengambil Kebijakan:


a. Pemda setempat ataupun pihak-pihak yang terkait sebaiknya terus berupaya
meningkatkan atmosfir kewirausahaan, dengan cara menumbuh kembangkan jiwa
kewirausahaan diseluruh kalangan baik dari kalangan pengusaha, kalangan
birokrasi maupun dari masyarakat luas. Pada saat sekian banyak masyarakat
Indonesia berbondong-bondong mencari pekerjaan, para wirausaha justru
menyediakan lapangan pekerjaan. Kalau seorang pelaku wirausaha, yaitu
pengusaha kecil batik mampu menampung antara 5 hingga 20 orang karyawan;
dengan asumsi seorang karyawan memiliki seorang istri dan 3 orang anak, maka
sang pengusaha kecil tersebut mampu menghidupi 25 hingga 100 orang anak
manusia.
52
b. Metode-metode pelatihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas
usaha kecil adalah pelatihan langsung ditempat kerja. Penayangan video bisa
dipandang sebagai alat bantu pelatihan yang populer dan efektif, begitu pula
komputer; pelatihan biasanya berlangsung secara one-to-one atau dengan metode
mentoring / coaching.
Ada dua teknik khusus yang terbukti efektif untuk usaha kecil dengan personil yang
terbatas. Pertama, dengan mengadakan sesi-sesi pelatihan singkat pada waktu-waktu
luang. Biasanya hari yang cocok untuk program-program singkat ini adalah hari
Sabtu atau Minggu. Kedua, harga merupakan faktor penting. Melalui program
kerjasama dengan pihak ketiga, biaya pelatihan bisa menjadi murah atau bahkan
bisa gratis.
c. Pemda setempat ataupun pihak-pihak yang berkaitan perlu memikirkan adanya
prasarana penunjang berupa sistem perbankan usaha kecil dan kawasan berikat
(bonded area) untuk usaha kecil batik. Sistem perbankan usaha kecil berfungsi
menunjang kemampuan keuangan dalam mendanai pengembangan usaha, agar
pengusaha lebih berkonsentrasi mengurus produksi. Sedangkan, kawasan berikat
usaha kecil batik agar pembinaan sekaligus pemasaran hasil produksi
tersentralisasi.
d. Pada umumnya usaha kecil memang tidak memiliki agunan hipothek sehingga
perlu dicari persyaratan lain, seperti adanya penjamin pihak ketiga yang tentunya
terkait (linkage) dengan usaha kecil bersangkutan. Keterkaitan yang dimaksud
akan lebih terstruktur apabila pengusaha kecil bersangkutan berproduksi di
lingkungan kawasan berikat dimana sekaligus terdapat perusahaan pemasaran
(grosir) sebagai penjamin. Bentuk penjaminan lainnya dapat berupa dana deposito
abadi milik pemerintah yang diperuntukkan pengembangan usaha kecil yang
dikelola pihak perbankan untuk membiayai usaha kecil dari perputaran bunga
deposito tersebut.
3. Untuk Peneliti Berikut:
a. Berbagai hasil temuan dalam penelitian ini seperti halnya yang diungkap dalam
pembahasan, diharapkan dapat memberi sumbangan untuk pengembangan teori
yang berkaitan dengan Karakteristik Individu, Kewirausahaan, Gaya
Kepemimpinan, Kemampuan Usaha dan Keberhasilan Usaha.
DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari, 2004, Kewirausahaan, Penerbit CV Alfabeta, Bandung


Amine, Lyn, S 1996, The Need For Moral Champions In Global Marketing, European
Journal of Marketing, Vol. 30 No. 5.
Anonymous, 2003, Kemunculan TV-KU (Televisi Kampus Udinus) Beberapa Waktu
Lalu, Suara Merdeka, www.suaramerdeka. com/harian/0309/07/nas05.htm
Anonymous, 2003,Batik Eksotik dari Desa Trusmi, Sinar Harapan, www.sinarharapan.
co.id/ feature /wisata/2003/1201/wis04.html
Antonic, Bostjan and Hisrich, Robert, 2003, Clarifying the Intrapreneurship Concept,
Emerald Journal of Small Business and Enterprise Development, Volume 10,
Number 1
Barnett, Elizabeth and Storey, John, 2000, Managers Accounts of Innovation Processes
in Small and Medium-sized Enterprises, Journal of Small Business and
Enterprise Development, Volume 7, Number 4
Bijmolt, Tammo & Zwart, Peter, 1994, The Impact Of Internal Factors On The Export
Success Of Dutch Small And Medium-Sized Firms, Journal of Small Business
Management, April 1994.
Biro Pusat Statistik Jawa Tengah dan Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2004, Jawa
Tengah Dalam Angka 2003, Jawa Tengah
Biro Pusat Statistik, 2002, Tabel-tabel, Jakarta
Bjerke, Bjorn, Vidar 2000, A Typified, Culture-Based, Interpretation Of Management
Of SMEs In Southeast Asia, Asia Pacific Journal Of Management, Vol 17,
103-132
Boatright, John, (1996), Ethics and the Conduct of Business, Prentice Hall, Englewood
Cliffs, New Jersey
BPS-Bappennnas-UNDP, 2001, Indonesia Human Development Report 2001: Towards
a New Consensus, Democracy and Humand Development in Indonesia,
Jakarta
Burtnanus, 2001, Kepemimpinan Visioner - Menciptakan Kesadaran Akan Arah Dan
Tujuan Dalam Organisasi, Penerbit PT Prenhallindo, Jakarta
Carter, Sara and Collinson, Elaine, 1999, Entrepreneurship Education: Alumni
Perceptions Of The Role Of Higher Education Institutions, Journal of Small
Business and Enterprise Development, Volume 6, Number 3, 229-239
Chen, Wen, Hsien, 1999, The Manufacturing Strategy And Competitive Priority of
SMEs in Taiwan: A Case Survey, Asia Pacific Journal Of Management, Vol
16, 331-349
Cooper, Donald, R. & Emory, William, 1998, Metode Penelitian Bisnis, Jilid 1 & 2, PT
Gelora Aksara Pratama, Jakarta
Dajan, Anto, 1989, Pengantar Metode Statistik, jilid I, LP3ES, Jakarta
Dalimunthe, Rita, 2002, Pengaruh Karakteristik Individu, Kewirausahaan, Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kemampuan Usaha Serta Keberhasilan Usaha
Industri Kecil Tenun Dan Bordir Di Sumatra Utara, Sumatra Barat Dan Riau,
Desertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya (Tidak
dipublikasikan)

53
54
Day, S, George, 1994, The Capabilities Of Marketing Driver, Organizational Journal of
Marketing, Vol 58 (Oktober)
Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, 2002, Rencana Induk Pengembangan
Industri Kecil Menengah 2002 – 2004, Jakarta
Dinata, Arda, 2002, Kewirausahaan Sebagai Pembaruan Ekonomi, Penerbit
MQMedia.com. Bandung
Djumiati. 1997, Analisis Kesempatan Kerja dan Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja
Sebagai Dasar Dalam Penyusunan Perencanaan Tenaga Kerja Subsektor
Industri Kecil Di Jawa Timur, Ringkasan Disertasi, Universitas Airlangga
Surabaya, (Tidak Dipublikasikan)
Erwidodo, 1999, Modernisasi dan Penguatan Ekonomi Masyarakat Pedesan, Penerbit
PT. Bina Rena Pariwara
Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen
– Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister &
Disertasi Doktor, BP Undip, Semarang
Fernald, Lloyd, Jr, et. al, 1999, Small Business Training And Development In The
United States, Journal of Small Business and Enterprise Development,
Volume 6, Number 4.
Fitrianto, Dahono, 2003, Batik Trusmi, Busana Lebaran Alternatif, Kompas,www.
Kompas.co.id/ gayahidup/news/0311/17/181038.htm
Georgellis, et. al, 2000, Entrepreneurial Action, Innovation and Business Performance:
The Small Independent Business, Journal of Small Business and Enterprise
Development, Volume 7, Number 1, 7-17
Ghozali, Imam, 2004, Model Persamaan Struktural – Konsep Dan Aplikasi Dengan
Program AMOS Ver 5.0, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Gray, Colin, 2002, Entrepreneurship Resistance to Change and Growth in Small Firms,
Emerald Journal of Small Business and Enterprise Development, V9. Number
1-2002
Gulo, W, 2002, Metodologi Penelitian, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta
Gumede, Vusi and Rasmussen, Kamilla, 2002, Small Manufacturing Enterprises And
Exporting In South Africa: A Preliminary Assessment Of Key Export Success
Factors, Journal Of Small Business and Enterprise Development , Vol. 9 Nbr.
2
Gymnastiar, Abdullah, 2004, Bisnis Yang Berkah, Penerbit Republika, Jakarta
Haming, Murdifin & Basalamah, Salim, 2003, Studi Kelayakan Investasi Proyek &
Bisnis, Penerbit PPM, Jakarta
Hannon, Paul, D, & Atherton, Andrew, 1998, Small Firm Success And The Art Of
Orienteering: The Value Of Plans, Planning, And Strategic Awareness In The
Competitive Small Firm, Journal of Small Business and Enterprise
Development ,Volume 5, Number 2, 102-119
Henderson, Steven, 1997, Black Swans Don’t Fly Double Loops: The Limits Of The
Learning Organization?, The Learning Organization Volume 4, Number 3

Hermawan, 2004, Kiat Praktis Menulis Skripsi, Tesis, Desertasi – Untuk Konsentrasi
Pemasaran, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta
55
Hewitt, Nola et. al , 2001, Strategic Complexity And Success — Small Firms’ Strategies
In A Mature Market, Journal of Small Business and Enterprise Development,
Volume 8, Number 3, 275-285
Hitt, Michael, et al., 1997, Manajemen Strategis – Menyongsong Era Persaingan Dan
Globalisasi, Penerbit Erlangga, Jakarta
Idrus, M, Syaffie, 1999, Strategi Pengembangan Kewirausahaan (Entrepreneurship) dan
Peranan Perguruan Tinggi Dalam rangka Membangun Keunggulan Bersaing
(Competitive Advantage) bangsa Indonesia Pada Milenium Ketiga, (Tidak
Dipublikasikan).
Indonesia Small Business Research Center, 2003, Usaha Kecil Indoensia: Tinjauan
Tahun 2002 dan Prospek Tahun 2003, ISBRC – PUPUK
Irawan, Gatot & Mardana, D, Bayu, 2002, Batik Dari Titik Menjadi Abadi, Sinar
Harapan, http://www.sinarharapan. co.id/feature/hobi/2002/ 104/hob1.html
Irwin, David, 2000, Seven Ages of Entrepreneurship, Journal of Small Business and
Entreprise Development, vol 7, number 3, 254-260
Jarvis, Robbin, et. al, 2000, The Use of Quantitative And Qualitative Criteria In The
Measurement of Performance In Small Firms, Journal of Small Business and
Enterprise Development, Volume 7, Number 2.
Johannessen, Jon-Arild, et. al, 2001, Innovation as Newness: What is New, How New,
and New to Whom?, European Journal of Innovation Management, Volume 4
. Number 1
Kalleberg, Arne & Leicht, Kevin 1991, Gender And Organizational Performance:
Determinants Of Small Business Survival And Success, Academy of
Management Journal, Vol. 34 No. 1
Kao, John, 2001, Entrepreneurship, Creativity and Organization, Prentice Hall, New
Jersey.
Keraf, Sonny, 1991, Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Kitching, John and Blackburn, Robert, 1998, Intellectual Property Management In The
Small And Medium Enterprise (SME), Journal of Small Business and
Enterprise Development , Volume 5, Number 4, 327-335
Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran buku 1 dan 2, Prenhallindo, Jakarta.
Kreitner, Robert & Kinicki, Angelo, 2003, Perilaku Organisasi, Penerbit Salemba
Empat.
Kuncoro, Mudrajad, 2003, Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi - Bagaimana
meneliti & menulis tesis?, Penerbit Erlangga, Jakarta
Locke, Edwin, A, & Associates, 1997, Esensi Kepemimpinan – Empat Kunci Untuk
Memimpin Dengan Penuh Keberhasilan, Penerbit Spektrum, Jakarta
Longenecker, Justin, G, 2001, Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil - Buku 1 dan 2,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Luk, 2003, Batik Yang Terus Beradaptasi, Kompas, www.kompas.co.id/ gayahidup
/news /0311/23/133818.htm
Mankiw, N, Gregory, 2000, Teori Makro Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta
McEachern, William, A, 2000, Ekonomi Makro, Pendekatan Kontemporer, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta
McLeod, Raymond, Jr, 2001, Sistem Informasi Manajemen, PT Prenhallindo, Jakarta.
56
Meredith, Geoffrey, et, al, 2002, Kewirausahaan, Teori dan Praktek, Penerbit PPM,
Jakarta
Mole, Kevin, 2000, Gambling For Growth Or Settling For Survival: The Dilemma Of
The Small Business Adviser, Journal of Small Business and Enterprise
Development, Volume 7, Number 4, 305-314
Moran, Paul, And Sear, Leigh, 1999, Young People’s Views Of Business Support: The
Case Of PSYBT, Journal Of Small Business And Enterprise Development,
Volume 6, Number 2
Mulyanto, 2004, Pengaruh Motivasi dan Kemampuan Manajerial Terhadap Kinerja
Usaha Pedagang Kaki Lima Menetap (Suatu Survei Pada Pusat Perdagangan
dan Pusat Wisata di Kota Surakarta), Disertasi Program Pasca Sarjana,
Universitas Merdeka Malang, Tidak Dipublikasikan
Nts, 2003, Perajin Batik Sokaraja Bentuk Paguyuban, Kompas, www.kompas.com
/kompas -cetak/0305/02/jateng/290114.htm
Nusantara, Guruh, 2003, Cetak Sablon Untuk Pemula, Penerbit Puspa Swara, Jakarta
Pardede, F.R, 2000, Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Kecil di Indonesia,
Tesis Magister Program Studi Teknik dan Manajemen Industri, Institut
Teknologi Bandung.
Perren, Lew, et al., 1999, The Evolution Of Management Information, Control And
Decision-Making Processes In Small Growth-Oriented Service Sector
Businesses: Exploratory Lessons From Four Cases Of Success , Journal of
Small Business and Enterprise Development, Volume 5, Number 4, 351-361.
Prananingtyas, Paramita , 2001, Pembaharuan Peraturan Perundang-Undangan
Mengenai Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia, Proyek Partnership for
Economic Growth (PEG), Jakarta.
Quinn, Robert, E, &. Spreitcher, Gretchen, M, 1997, The Road To Empowerment:
Seven Questions Every Leader Should Consider, American Management
Association, Organizational Dynamics, Volume 26, Number 2
Rae, David & Carswell, Mary 2001, Towards a Conceptual Understanding Of
Entrepreneurial Learning, Journal of Small Business and Enterprise
Development, Volume 8, Number 2
Reid, Renee, et. al, 1999, Family orientation in family firms: A model and some
empirical evidence, Emerald Journal of Small Business and Enterprise
Development, Volume 6, Number 1.
Riyanto, Didik, 1993, Proses Batik: Batik Tulis – Batik Cap – Batik Printing; Dari
Awal Persiapan Bahan Dan Alat , Mendesign Corak Sampai Finishing;
Penerbit CV Aneka Ilmu, Surakarta
Robbins, Stephen, 2002, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Sashittal, Hemant, C, & Tankersley, Clint, 1997, The Strategic Market
Planning-Implementation Interface In Small And Midsized Industrial Firms:
An Exploratory Study, Journal Of Marketing Theory And Practice,
Summer’97, 77-93
Shrader, Charles, B, et al, 1989, Strategic And Operational Planning, Uncertainty, And
Performance in Small Firms, Journal of Small Business Management, October
1989, 45-60
57
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian 2000, Metode Penelitian Survey, LP3ES,
Jakarta.
Siswanto, Pujo, 2003, Kupas Tuntas Teknik Sablon Masa Kini, Penerbit Absolut,
Yogyakarta.
Sitterly, Connie, 2002, Cara Sukses Manajer Wanita, Penerbit Progres, Jakarta
Sudrajat, 2000, Kiat Mengentaskan Pengangguran Melalui Wirausaha, Penerbit PT
Bumi Aksara,.Jakarta 13220.
Sugiyono, 2002, Motodologi Penelitian Bisnis, Penerbit PT Alfabeta. Bandung.
Sumarsono, Tanto, Gatot, 2001, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan Makanan, Minuman dan Tembakau di
Jawa Timur, Ringkasan Disertasi, Universitas Airlangga Surabaya, (Tidak
Dipubliksaikan).
Sumayang, Lalu, 2003, Dasar-Dasar Manajemen Produksi & Operasi, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta

Suryana, 2003, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses,
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Tambunan, T, 2002, Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia: Beberapa Isu Penting,
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Timpe, Dale, 2002, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia – Kepemimpinan, PT Elex
Media Komputindo, Jakarta
Tunggal, Amin, Widjaja, 2002, Manajemen Kewirausahaan (Entrepreneurial
Management), Penerbit Harvarindo. Jakarta
Williams, Chuck, 2001, Manajemen, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Winardi, 2003, Entrpreneur & Entreprenurship, Penerbit Kencana, Jakarta
Wolff, John U., Dede Oetomo, & Daniel Fietkiewicz, 1992, Batik,
http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Budaya_Bangsa/ batik/indo_version
/leftindobatik.htm
Yamit, Zulian, 2003, Manajemen Produksi Dan Operasi, Penerbit Ekonisia, Yogyakarta
Zimmerer, Thomas & Scarborough, Norman, 2004, Kewirausahaan dan Manajemen
Bisnis Kecil, Penerbit PT Indeks, Jakarta
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Data Pribadi
Nama :
Edi Noersasongko
Tempat/Tgl. Lahir :
Semarang / 16 Juni 1955
Agama :
Islam
Status Perkawinan :
Kawin
Jenis Kelamin :
Laki-Laki
Pekerjaan /Jabatan :
Rektor Universitas Dian Nuswantoro, Semarang
Komisaris Utama, PT Televisi Kampus Universitas Dian
Nuswantoro, Semarang
Alamat Rumah / Tlp : Jl. Puri Anjasmoro Blok K1/7, Semarang
Telp. 024-7603534
Nama Istri : Tri Rustanti, SE
Anak : Pulung Nurtantio Andono
Rindang Nurtantio Swasono
Retnowati Nurtanti Astari
Rinowati Nurtanti Astari
2. Riwayat Pendidikan
a. Pendidikan Dasar dan Menengah
Tahun 1967: Lulus Sekolah Dasar Negeri Pendrikan Tengah I, Semarang.
Tahun 1970: Lulus Sekolah Menengah Pertama Negri I, Semarang.
Tahun 1974: Lulus Sekolah Menengah Atas Negri I-II, Semarang

b. Pendidikan Tinggi
Tahun 1981: Lulus Sarjana Muda (Lokal), Informatika Manajemen, Sekolah
Tinggi Informatika & Komputer, Jakarta
Tahun 1983: Lulus Sarjana Lengkap (S1-Lokal), Informatika Manajemen,
Sekolah Tinggi Informatika & Komputer, Jakarta
Tahun 1993: Lulus Sarjana Strata Satu (S1-Negara), Manajemen Informatika,
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Komputer, Jakarta
Tahun 1995: Lulus Program Pascasarjana (S2), Teknik Informatika, Sekolah
Tinggi Teknologi Informasi Benarif Indonesia, Jakarta

c. Pendidikan Tambahan
Tahun 1975: Flying School, Lembaga Pendidikan Perhubungan Udara –
Curug, Tangerang, Jawa Barat
Tahun 1976: Flying School, Deraya Air Taxi And Helicopter Charter
Tahun 1977: Practical Computer Training, Course & Study Group (14 Oktober
– 27 November, 1977)
Tahun 1982: Documentation Standards Workshop, Institute of Advanced
Computer Technology ( 8 – 12 Maret 1982)
Tahun`1983: RPG II Batch Workshop, IBM Education Center (31 Jan – 4 Feb
1983)
Tahun 1983: Application Design & Analysis, IBM Education Center ( 7 – 11
Maret 1983)

58
59
Tahun 1984: EDP Introduction For Executives, Institute of Advanced
Computer Technology ( 12 – 16 Maret 1984)
3. Pengalaman Kerja:
09 Apr 77 - 01 Mei 81 : Karyawan, CV Batik Indonesia Busana, Jakarta
04 Mei 81 - 15 Jan 82 : System Sales Representative (Olivetti Computer
Division), PT Abadi Kurnia Murni, Jakarta
17 Jan 82 - 26 Apr 83 : EDP Assisstance, PT Essex Indonesia, Jakarta
27 Apr 83 - 28 Nov 83 : System Analyst & Programmer, PT Suara Mas
Permai, Jakarta
01 Des 83 - 19 Apr 86 : Direktur, Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia
Amerika (LPKIA), Jakarta
10 Jan 86 – 18 Agt 86 : Wakil Direktur, Pendidikan Komputer EIMAC, Jkt
22 Apr 86 – 18 Agt 86 : Wakil Direktur, Pendidikan Komputer Santa Lusia,
Jakarta

4. Pengalaman Wirausaha
Tahun 1986, Mendirikan Kursus Komputer LPK- IMKA,
ƒ Jln. Sigosari Raya 27-31 Semarang
Tahun 1987, Mendirikan Kursus Komputer LPK- IMKA,
ƒ Purwosari Plasa B5-7, Brigjen S. Riyadi 333 Surakarta
Tahun 1988, Mendirikan Kursus Komputer LPK-IMKA,
ƒ Jln. P. Senopati No. 19 Yogyakarta
ƒ Jln. Bangka No. 22, Surabaya
Tahun 1989, Mendirikan Kursus Komputer LPK- IMKA,
ƒ Cempaka Putih Permai A22, Jakarta
ƒ Jln. Gatot Subroto 107, Bandung
Tahun 1990, Mendirikan AMIK Dian Nuswantoro (Akademi Manajemen
Informatika & Komputer, Jln. Veteran 45 Semarang)
Tahun 1993, Mendirikan AMIK Sinar Nusantara (Akademi Manajemen
Informatika & Komputer, Jln. KH. Samanhudi 84 Surakarta)
Tahun 1994, Mengubah bentuk menjadi STMIK Dian Nuswantoro (Sekolah
Tinggi Manajemen Informatika & Komputer, Jln. Nakula I/11 Smg)
Tahun 1997, Mendirikan APIKES Lintang Nuswantoro (Akademi Perekam
Informatika dan Kesehatan, Jln. Nakula I/7-11 Semarang)
Tahun 1997, Mendirikan Poliklinik Umum & Gigi Dian Nuswantoro Semarang
Tahun 1999, Mendirikan STIE - Dian Nuswantoro (Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi, Jln. Nakula I/5-11 Semarang )
Tahun 2000, Mendirikan STBA Dian Nuswantoro (Sekolah Tinggi Bahasa
Asing, Jln. Nakula 1/5-11 Semarang)
Tahun 2000, Mendirikan STIKES Lintang Nuswantoro (Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan, Jln. Nakula 1/5-11 Semarang)
Tahun 2001, Mengubah bentuk sekolah tinggi yang ada di-Semarang menjadi
Universitas Dian Nuswantoro
Tahun 2001, Mengubah bentuk akademi yang ada di-Surakarta menjadi STMIK
Sinar Nusantara.
Tahun 2004, Mendirikan PT Televisi Kampus Universitas Dian Nuswantoro,
Semarang
60
5. Penghargaan Yang Diterima:
Tahun 1994, The Best Business Executives In Developing Indonesia, Yayasan
Natakarsa – SNS Group
Tahun 1995, Penghargaan Tertinggi Tokoh Figur Jawa Tengah & D.I Yogyakarta,
Yayasan Lintas Wisata jawa Tengah
Tahun 1995, UPAKRIYA BHAKTI UPAPRADANA – Berprestasi Dalam
Mengembangkan Sistem Pendidikan Komputer, Gubernur Jawa
Tengah
Tahun 1996, PENGHARGAAN PENDIDIKAN, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Kotamadia Semarang.
Tahun 2002, Mengembangkan Program Belajar Mandiri Bagi Anak Terlantar dan
Putus Sekolah, Direktur Jendral PLSP Depdiknas RI

6. Seminar / Lokakarya
Aktif sebagai pembicara seminar/lokakarya ataupun sebagai peserta guna mengikuti
berbagai kegiatan seminar/lokakarya, utamanya yang berhubungan dengan Perguruan
Tinggi, Komputer ataupun Kewirausahaan.

7. Karya Ilmiah, Modul Pelajaran


Tahun 1985 : Bimbingan Sebelum Membeli Komputer
Tahun 1986 : Mengenal Dunia Komputer
Belajar Bahasa BASIC Secara Mudah
Komputer Akuntansi
System Analyst & Design
Tahun 1993 : Sistem Informasi Penggajian – Studi Kasus di LPK IMKA
Tahun 1994 : Pelaksanaan PPh 21 Dengan Bantuan Komputer – Studi Kasus
di LPK-IMKA
Tahun 1995: Perencanaan Strategis Sistem Informasi Pendidikan – Studi
Kasus di LPK-IMKA, Thesis Magister Komputer, STTI Benarif
Jakarta
Tahun 2003: Kewirausahaan

Você também pode gostar