Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Edi Noersasongko
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2005
ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU,
KEWIRAUSAHAAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN
TERHADAP KEMAMPUAN USAHA SERTA
KEBERHASILAN USAHA PADA
USAHA KECIL BATIK DI JAWA TENGAH
DISERTASI
Oleh:
Edi Noersasongko
03.78.0001
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2005
ii
PEMBIMBING DISERTASI
iii
Telah diuji pada Ujian Akhir Tahap I
Tanggal, 16 Juni 2005
iv
Dipersembahkan buat:
Istri tercinta,
yang tak pernah kering akan do’a
Anak-anak tersayang,
Dimana kusimpan sejuta harapan
v
UCAPAN TERIMA KASIH
vi
8. Dr. Ritha F. Dalimunthe, Staf pengajar Universitas Sumatra Utara yang dengan
kearifan dan kebijaksanaannya, mengijinkan penulis untuk melakukan uji ulang
terhadap disertasi yang telah dilakukannya dengan ditambah beberapa arahan dan
harapan yang sangat bermanfaat.
9. Pimpinan pengusaha kecil batik dan sablon di Kota Pekalongan, Kabupaten
Pekalongan, Kota Solo dan Kabupaten Sragen, serta instansi terkait atas bantuan dan
kerjasamanya dalam memberikan data dan mengisi kuestioner penelitian.
10. Seluruh Staf Akademika Universitas Dian Nuswantoro Semarang, atas segala
bantuan dalam pemecahan masalah, sumbangan pemikiran, perhatian, harapan dan
do’a yang telah diberikan dalam penyusunan disertasi ini.
11. Para sahabatku kelas khusus angkatan ke-3 program S3 Ilmu Ekonomi kerja sama
UDINUS dan UNMER yang merupakan teman dalam susah dan senang semasa
menempuh kuliah yang telah memberikan sumbangan pemikiran, inovasi dan
motivasi tanpa pamrih. Semoga persahabatan ini terjalin selamanya.
12. Secara khusus, kepada almarhum & almarhumah Eyang R. Maktal Soeprapto kakung
dan putri. Semoga Allah SWT berkenan memberi rahmad dan tempat terbaik
dipangkuan-Nya yang telah memberikan kasih dan sayangnya kepada penulis hingga
akhir hayatnya serta menumbuh kembangkan nilai-nilai ke imanan, ketaqwaan dan
rasa syukur kepada Allah SWT.
13. Lebih khusus, kepada almarhumah Ibunda Hj. Koen Badariah dan almarhum
Ayahanda H. R. Pamoedji; Semoga Allah SWT berkenan memberi rahmad dan
tempat terbaik dipangkuan-Nya yang telah memberikan kasih dan sayang kepada
penulis hingga akhir hayatnya serta menanamkan nilai-nilai keagamaan, kejujuran,
kesederhanaan, keuletan, kerendahan hati dan ketegaran didalam mengarungi hidup.
14. Lebih khusus, kepada almarhum Bapak Djapar Roesanto, semoga Allah SWT
berkenan memberi rahmad dan tempat yang terbaik di pangkuan-Nya demikian pula
kepada Ibu Sunarti tercinta, yang dengan tulus iklas beliau berdua selalu mendoakan
dan mengarahkan penulis agar selalu berjalan dijalan yang lurus dan benar.
15. Tri Rustanti, SE Istri tercinta yang telah mendampingi penulis dengan penuh
kesabaran, kesetiaan, pengorbanan serta keikhlasan dan iringan doa yang tak pernah
kering, lebih-lebih selama penulis menjadi mahasiswa program S3. Anak-anakku
tersayang, Pulung Nurtantio Andono, Rindang Nurtantio Swasono, Retnowati
Nurtanti Astari dan Rinowati Nurtanti Astari yang selalu memberikan dorongan,
semangat dan do’a untuk keberhasilan penulis.
16. Kakak-kakaku dan adik-adikku bersama keluarganya masing-masing, yang telah
memberikan do’a dan semangat pada penulis selama menjadi mahasiswa S3 di
Universitas Merdeka Malang.
17. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu demi satu yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan moril maupun materiil serta mendo’akan untuk kebrehasilan
penulis
Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mendo’akan semoga Allah SWT
menerima semua amalan ini dan berkenan memberikan balasan dengan yang jauh lebih
baik, dan semoga disertasi ini memberikan manfaat khususnya bagi ilmu pengetahuan.
Amin ya Robbal Alamin.
Semarang, 9 April 2005
Edi Noersasongko
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………….…… vi
ABSTRACT ……………………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………... ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………... xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………... xii
ix
BAB 4. METODE PENELITIAN ……………………………………… 20
4.1. Rancangan Penelitian ……………………………………………….. 20
4.2. Populasi Penelitian ……………………….……..................... 20
4.3. Metode Sampling ..………………… …………………................... 20
4.4. Identifikasi Variabel ............................................................... 21
4.5. Cara Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ……........ 24
4.5.1. Cara Pengumpulan Data……………………………………... 24
4.5.2. Instrumen Penelitian …………………………………………. 24
4.5.2.1. Uji Validitas ……………………………………………….... 24
4.5.2.2. Uji Realibilitas ……………………………………………... 24
4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………........ 25
4.6.1. Lokasi Penelitian ……………………………………………. 25
4.6.2. Waktu Penelitian ………………………………………........... 25
4.7. Teknik Analisis Data ……………………………………….. 25
63
69
xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis yang terjadi secara mendadak dan di luar perkiraan pada akhir 1990-an
merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Dampak terparah
dan langsung dirasakan adalah: meningkatnya tingkat inflasi dan melemahnya nilai
rupiah yang menyebabkan tidak sedikit perusahaan yang menutup usahanya (BPS,
2002). Namun demikian, krisis ekonomi juga memberi dorongan positif bagi
pertumbuhan Usaha Kecil. Efek positif ini didapat melalui pasar tenaga kerja karena
pertumbuhan jumlah unit usaha, jumlah pekerja dan pengusaha baru khususnya di
Usaha Kecil, akibat banyaknya jumlah pekerja di sektor formal pada Usaha Besar
ataupun Usaha Menengah yang terkena pemutusan hubungan kerja. Akibat desakan
untuk mempertahankan hidup, maka banyak mantan karyawan yang kemudian
melakukan kegiatan ekonomi apa saja yang dapat dikerjakan dengan modal dan sumber
daya lainnya yang dimiliki saat itu, termasuk membuka Usaha Kecil ataupun bekerja di
Usaha Kecil milik orang lain yang masih beroperasi (Tambunan, 2002: 13).
Usaha Kecil merupakan bagian dari potensi setiap kabupaten dan kota di Jawa
Tengah dan batik merupakan salah satu produk unggulan yang dimilikinya
(jawatengah.go.id, 2004). Batik telah dikenal sejak abad XVII, kini sudah menjadi
pakaian nasional, bahkan baju lengan panjang batik menjadi pakaian resmi pria yang
disejajarkan dengan setelan jas di acara-acara formal (Kompas, 17 November 2003).
Usaha Batik di Jawa Tengah pada umumnya bermula dari skala rumahan, lama
kelamaan berubah menjadi industri kerajinan yang berorientasi bisnis, dan kemudian
berhasil menembus pasar Jepang, Amerika, Belanda dan pasar Eropa. (Kompas, 20 Mei
2003; Sinar Harapan, 16 Juni 2003).
4
5
keputusan dan bertindak yang sangat erat kaitannya dengan kinerja organisasi. Adapun
yang mempengaruhi individu tersebut antara lain: kapasitas belajar, kemampuan dan
ketrampilan latar belakang keluarga, umur, jenis kelamin, pengalaman (Gibson, 1996
dalam Dalimunthe, 2002: 43).
Karakteristik pimpinan perusahaan yang meliputi: pendidikan, kemampuan
(keahlian) sangat mempengaruhi pimpinan tersebut dalam membuat keputusan di samping
gaya kepemimpinannya. (Supriono, 1999; Utama,1996; Dester, 1997; Wahyudi, 1995
dalam Dalimunthe, 2002: 44) Dalam hal-hal di atas, dapat dikemukakan bahwa yang
sangat mempengaruhi kemampuan seorang individu yakni: pendidikan, jenis kelamin,
pelatihan, pengalaman (lamanya berusaha) dan umur pengusaha.
2.2.1. Pendidikan
Perkembangan Usaha Kecil Menengah ditentukan oleh sejumlah faktor, diantaranya
adalah tingkat pendidikan pengusaha. Hal tersebut karena pendidikan merupakan salah
satu unsur yang dapat merubah sikap dan perilaku, meningkatkan dan mengembangkan
pola pikir, wawasan serta memudahkan pengusaha menyerap informasi yang sifatnya
membawa pembaharuan dan kemajuan bagi usahanya. Pendidikan merupakan suatu
proses pengembangan pengertian yang meliputi pengembangan mental dan ketrampilan
yang digunakan oleh seseorang dalam memecahkan masalah secara efektif. Pendidikan
memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan proses belajar yang merupakan proses
perubahan struktur kognitif. Apabila seorang belajar maka akan bertambah
pengetahuannya. Menurut Tambunan (2002: 54), sebagian besar pengusaha Usaha Kecil
Menengah hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
2.2.3. Pelatihan
Perusahaan memberikan pelatihan karena banyak hal, misalkan untuk
mengorientasikan pegawai baru terhadap lingkungan perusahaan atau untuk mengajarkan
tata cara yang berlaku di perusahaan. Pelatihan juga untuk meningkatkan kinerja pegawai
yang dianggap masih kurang efektif atau untuk mempersiapkan mereka agar dapat
memenuhi tuntutan pekerjaan yang baru (Fisher et al., 1999 dalam Fernald et al., 1999:
312). Pelatihan dapat membantu keberhasilan perusahaan dalam banyak hal, yakni:
menunjang implementasi strategi dengan cara membekali pegawai dengan ketrampilan
dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengerjakan tugas-tugas mereka, membantu
pegawai untuk dapat mengatasi permasalahan usaha dengan segera, dan agar tetap
kompetitif dalam lingkungan yang terus berubah, program pelatihan akan menunjang
budaya pembelajaran secara kontinyu dan menstimulasi manajer memperbarui usaha
mereka (Martocchio & Baldwin, 1997 dalam Fernald et al., 1999: 312).
Menurut Fernald et al. (1999: 317), pada intinya mereka yakin bahwa agar dapat
bersaing lebih efektif, pegawai perlu mendapatkan pelatihan tentang bagaimana cara
meningkatkan penjualan (64%). Pegawai juga perlu dilatih bagaimana cara memajukan
usaha kecil dengan efektif (59%), riset pasar (49%), menjalankan analisis dan kontrol
keuangan (39%), mendapatkan modal (36%) dan kontrak pemerintah (25%). Bidang-
bidang lain yang juga dirasa perlu mendapatkan pelatihan tambahan adalah sistem
komputer (29%), akuntansi dan pembukuan (41%), perdagangan internasional (11%),
pengelolan inventori (21%), personalia (18%) dan penerapan litbang (5%).
2.2.5. Umur
Umur pengusaha memang merupakan faktor yang harus dipertimbangkan ketika
menganalisis pertumbuhan Usaha Kecil Menengah dan perilaku kewirausahaan. Usia
yang paling tepat untuk memulai usaha baru antara pertengahan 20-an dan 30-an. Pada
usia tersebut ada keseimbangan antara persiapan pengalaman dan kewajiban terhadap
keluarga (Longenecker, 2001: 21). Umur pemilik ketika mendirikan bisnis sangat
bervariasi, tetapi hasil penelitian Zimmerer & Scarborough (2004: 11) menyatakan
terbanyak pada usia antara 25-39 tahun. Setelah Pemilik Usaha Kecil mencapai usia 40
tahun, ternyata niat mereka untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil akan menurun
seiring dengan pertambahan usia. Di samping itu, keinginan untuk menjual/
menggabungkan perusahaannya ataupun mempertahankan posisi statis juga meningkat,
2.3. Kewirausahaan
Meskipun sampai sekarang belum ada terminologi yang persis sama tentang
kewirausahaan (entrepreneurship), akan tetapi pada umumnya memiliki hakikat yang
hampir sama, yaitu merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada seseorang
yang mempunyai kemauan keras untuk mewujutkan gagasan inovatif kedalam dunia
usaha yang nyata dan dapat mengembangkan usahanya dengan tangguh (Drucker, 1994
dalam Suryana 2003: 10). Menurut Drucker, kewirausahaan adalah suatu kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different
thing). Para wirausaha adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan
menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan
guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna
memastikan sukses (Meredith et al., 2002: 5). Longenecker (2001: 6) menyebut,
wirausaha adalah kemampuan untuk melihat adanya suatu peluang dan keberanian untuk
merubah peluang tersebut menjadi sesuatu yang bernilai dengan cara pengerahan ide
kreatif dan inovatif serta menanggung risiko untung ataupun rugi. Wirausaha itu lebih
dari sekedar berusaha, wirausaha berusaha dengan cerdas, kreatif dan penuh dengan
inovasi (mengadakan pembaharuan dalam berbagai hal: marketing, produksi, administrasi
dan lain-lain) ditambah keberanian mengambil risiko.
Penelitian ini akhirnya menetapkan sembilan indikator yang harus dimiliki oleh
seorang wirausaha, yaitu: (1) visi, (2) perencanaan, (3) motivasi, (4) inovasi, (5) peluang,
(6) percaya diri, (7) risiko, (8) etika, (9) adaptasi.
2.3.1. Visi
Visi adalah sebuah ideal dan pencitraan unik dari masa depan. Visi juga merupakan
sebuah perjalanan mental dari yang diketahui menuju yang tidak diketahui, menciptakan
masa depan dari gabungan berbagai fakta sekarang, harapan, impian, bahaya dan peluang
(Kauzes & Posner, 1987; Hickman and Silvia, 1984 dalam Locke & Assosiates, 1997:
70). Untuk memilih arah, seorang pemimpin pertama-tama harus mengembangkan suatu
pencitraan mental mengenai bentuk organisasi yang mungkin dan diinginkan untuk masa
depan. Pencitraan ini yang disebut visi, mungkin sama kaburnya dengan impian, atau
sama mendetailnya dengan sebuah sasaran atau misi. Poin terpenting disini adalah, sebuah
8
visi mengartikulasikan sebuah pandangan mengenai masa depan organisasi yang realistis,
bisa dipercaya, dan atraktif, suatu kondisi yang lebih baik untuk beberapa hal penting
dibandingkan dengan yang sekarang ada. Sebuah visi merupakan target yang memberikan
berbegai petunjuk (Benis & Nanus, 1984 dalam Locke & Assosiates, 1997: 70)
Wirausaha memiliki naluri kuat untuk mencari serta menemukan peluang-peluang.
Mereka melihat jauh ke depan, dan mereka kurang begitu memperhatikan apa saja yang
telah dilakukan kemarin, dibandingkan dengan apa yang akan dilakukan besok.
Wirausaha melihat adanya potensi-potensi, dimana orang lain hanya melihat adanya
masalah-masalah atau tidak melihat apa-apa (Winardi, 2003: 19). Wirausaha yang sukses,
pertama-tama harus memiliki ide serta visi bisnis yang jelas, kemudian ada kemauan dan
keberanian untuk menghadapi risiko baik waktu maupun uang. Apabila ada kesiapan
dalam menghadapi risiko, langkah berikutnya membuat perencanaan usaha,
mengorganisasikan dan menjalankannya. Agar usahanya berhasil, selain harus kerja keras
sesuai dengan urgensinya, wirausaha harus mampu mengembangkan hubungan, baik
dengan mitra usahanya maupun dengan pihak yang terkait dengan kepentingan
perusahaan. (Suryana, 2003: 62).
2.3.2. Perencanaan
Menurut Mintzberg (1994) dalam Hannon & Atherton (1998: 104) perencanaan
berasal dari kata rencana, yang sebagai kata kerja berarti memperhitungkan masa depan,
baik secara formal ataupun informal. Mintzberg yakin perencanaan dapat membantu
wirausaha bersiap-siap menghadapi hal-hal yang akan terjadi; mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan; dan mengendalikan hal-hal yang dapat dikendalikan.
Suryana (2003: 61) menyatakan, wirausaha berfungsi sebagai perencana (planner)
sekaligus sebagai pelaksana usaha. Sebagai perencana (planner) wirausaha ber berperan:
(1) merancang perusahaan (corporate plan) , (2) mengatur strategi perusahaan (corporate
strategy), (3) memprakarsai ide-ide perusahaan (corporate image), dan (4) memegang visi
untuk memimpin (visioner leader). Sebagai pelaksana wirausaha berperan sebagai: (1)
menemukan, menciptakan, dan menerapkan ide-ide baru yang berbeda (create the new
and different), (2) meniru dan menduplikasi (imitating and duplicating), (3) meniru dan
memodifikasi (imitating and modification), dan (4) mengembangkan (develop) produk
baru, teknologi baru, citra baru dan organisasi baru.
2.3.3. Motivasi
Setiap individu yang sukses berwirausaha tidak terjadi secara kebetulan, tetapi
terdapat ciri-ciri dan sifat-sifat tertentu yang mereka miliki, yaitu: (a) Kebutuhan akan
prestasi yang tinggi, (b) kebutuhan akan kekuasaan, dan (c) Kebutuhan untuk berafiliasi
(McCelland, 1960 dalam Suryana, 2003: 33).
Motivasi akan membuat seseorang bekerja keras untuk melakukan pembentukan ide
atau gagasan baru, kemudian diimplementasikan menjadi usaha baru dan produk baru
melalui aktifitas sekelompok orang. Motivasi merupakan semangat dan wawasan dalam
menciptakan keaneka ragaman dalam berbisnis dan menghasilkan keuntungan (Rumelt,
1974: 1982; Christensen dan Montgomery, 1981; Montgomery, 1982; Palepu, 1985 dalam
Gray, 2002: 65). Menurut Wirasasmita (1994) dalam Suryana (2003: 35) terdapat
beberapa alasan mengapa seorang menjadi wirausaha:
1. Alasan keuangan, yaitu untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya, mencari
pendapatan tambahan, sebagai jaminan stabilitas keluarga.
9
2. Alasan sosial, yaitu untuk memperoleh gengsi/status, untuk dapat dikenal dan
dihormati, untuk menjadi contoh bagi orang tua di desa, agar dapat bertemu dengan
orang banyak
3. Alasan pelayanan, yaitu untuk memberikan pekerjaan pada masyarakat, untuk
menatar masyarakat, untuk membantu ekonomi masyarakat, demi masa depan anak-
anak dan keluarga, untuk mendapat kesetiaan suami/istri, untuk membahagiakan ayah
dan ibu.
4. Alasan pemenuhan diri, yaitu untuk menjadi atasan/mandiri, untuk mencapai sesuatu
yang diinginkan, untuk menghindari ketergantungan pada orang lain, untuk menjadi
lebih produktif, dan untuk menggunakan kemampuan pribadi.
2.3.4. Inovasi
Inovasi adalah suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau
memperbaiki suatu produk, proses atau jasa. Jadi semua inovasi menyangkut perubahan,
tetapi tidak semua perubahan harus mencakup gagasan baru atau mendorong kesuatu
perbaikan yang menyolok (Robbins, 2002: 11). Inovasi adalah kemampuan menerapkan
kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang (doing new thing).
Jadi kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru dan berbeda,
sedang inovasi merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baru dan
berbeda. Sesuatu yang baru dan berbeda tersebut dalam bentuk hasil seperti barang dan
jasa, dan bisa dalam bentuk proses seperti ide, metode, dan cara . Sesuatu yang baru dan
berbeda yang diciptakan melalui proses berpikir kreatif dan bertindak inovatif
merupakan nilai tambah (value added) dan merupakan keuanggulan yang berharga. Nilai
tambah yang berharga adalah sumber peluang bagi wirausaha . Ide kreatif akan muncul
apabila wirausaha “look at old and think something new or different” (Suryana, 2003: 2)
Antonic and Hisrich (2003: 13) mengemukakan, inovasi dalam kewirausahaan
berkaitan dengan konsep organisasi. Inovasi organisasi adalah sebuah konsep dari
literatur manajemen yang dapat dianggap paling dekat ke konsep kewirausahaan.
Schumpeter menempatkan wirausaha sebagai agen perubahan, yang perilaku kreatifnya
dalam hal aspek-aspek inovasi yang berbeda dianggap sebagai sebuah gangguan (sebagai
penghancuran kreatif) dalam keseimbangan ekonomi dari sebuah industri. Drucker
(1985) dikutip Antonic and Hisrich (2003: 13) juga menganggap inovasi sebagai fungsi
spesifik dari kewirausahaan. Dalam pandangan ini, inovasi membedakan apa itu
kewirausahaan dari apa itu manajerial. Bahkan inovasi ala Schumpeter yang
membedakan perilaku para wirausahawan dari para manajer non-wirausaha (Carland, et
al., 1984) dalam Antonic and Hisrich (2003: 13), yang menjadikan entrepreneurship dan
inovasi hampir tak terpisahkan.
2.3.5. Peluang
Salah satu ciri wirausaha adalah bisa memanfaatkan peluang yang ada, dan untuk
memanfaatkan peluang, wirausaha harus memiliki berbagai ide, kemampuan dan
pengetahuan, seperti kemampuan untuk menghasilkan produk atau jasa baru,
menghasilkan nilai tambah baru, merintis usaha baru, melakukan proses atau teknik baru,
dan mengembangkan organisasi baru. Ide dan peluang merupakan dua unsur penting
dalam wirausaha. Menurut Zimmerer (1966) dalam Suryana (2003: 57), ide-ide yang
berasal dari wirausaha dapat menciptakan peluang untuk memenuhi kebutuhan riil di
pasar. Ide-ide itu menciptakan nilai potensial di pasar sekaligus menjadi peluang usaha.
10
Menurut Kotler (2002: 99), dalam melihat peluang diperlukan naluri tajam dan
memperkirakan pertumbuhan laba sebelum memilih pasar dan sasaran. Seorang wirausaha
lebih memikirkan dimana terdapat peluang, bagaimana mengkapitalisasikan peluang
tersebut sehingga sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan kemampuan
sebagai inti. Dapat dinyatakan, bahwa wirausahawan selalu mencari perubahan,
menanggapinya dan mengeksplotasinya sebagai suatu peluang.
Peluang atau kesempatan biasanya tidak datang berulang-ulang tapi mungkin hanya
satu kali saja dalam waktu yang sangat singkat. Karena itu, tindakan mengidentifikasi
serta mengevaluasi sebuah peluang, merupakan pekerjaan yang sangat sulit dan lebih
merupakan dampak dari sikap kehati-hatian serta kewaspadaan seorang wirausaha
terhadap kemungkinan-kemungkian yang ada, atau pada kasus-kasus tertentu, melalui
upaya membentuk mekanisme guna mengidentifikasi peluang-peluang yang potensial.
2.3.7. Risiko
Kebanyakan orang takut mengambil risiko, karena mereka ingin hidup aman dan
menghindari kegagalan, dalam hal ini pengambilan risiko justru merupakan suatu unsur
kewirausahaan yang sangat penting. Sejak Cantillon (1734) seperti dikutip Antonic and
Hisrich (2003: 17), yang pertama kali mengembangkan istilah kewirausahaan dan
mendefinisikan hal ini sebagai seseorang yang menanggung risiko keuntungan atau
kerugian, pengambilan risiko dianggap sebagai elemen fundamental dari wirausaha dan
kewirausahaan (Knight, 1921; Schumpeter, 1934; McClelland, 1961; Hisrich, 1986;
Hisrich and Peters, 1998 dalam Antonic and Hisrich, 2003: 17).
11
Risiko yang diambil wirausaha dalam memulai dan/ atau menjalankan bisnisnya
berbeda-beda. Dengan menginvestasikan uang miliknya, mereka mendapat risiko
keuangan. Jika mereka meninggalkan pekerjaannya dan kemudian memulai berwirausaha,
mereka mempertaruhkan kariernya. Saat memulai usaha barunya, dibutuhkan adanya
kerja keras dan kekuatan emosi serta adanya tekanan pribadi yang tidak menyenangkan,
yaitu kebutuhan lebih banyak untuk menginvestasikan waktu dan tenaga yang semuanya
ini mendatangkan risiko bagi keluarganya. Kemungkinan gagal dalam bisnis adalah
ancaman yang selalu ada bagi wirausaha, dan tidak pernah ada jaminan kesuksesan. Tak
seorangpun yang ingin gagal dalam bisnis, tetapi selalu ada kemungkinan bagi orang yang
memulai suatu bisnis. (Longenecker, 2001: 10).
Walaupun begitu, patut diingatkan bahwa wirausaha bisa diibaratkan sebagai pilot
pesawat udara, yang senantiasa menghadapi risiko yang telah diperhitungkan. Mereka
akan berupaya sekuat tenaga untuk mengurangi risiko yang tengah dihadapi;
mempersiapkan diri sebaik mungkin, memperhitungkan dan mengatasi problem-problem
yang mungkin timbul. Mereka mengkonfirmasi peluang yang ada dan apa yang
diperlukan untuk meraih keberhasilan; mereka menciptakan cara-cara untuk berbagi risiko
dengan rekanan, para pelanggan, para investor, para kreditor dan bahkan para partner
dagang mereka. Mereka dengan hati-hati mengendalikan peran pokok dalam hal
melaksanakan operasi-operasi perusahaan mereka (Winardi, 2003: 40)
2.3.8. Etika
Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik dan
menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Etika adalah tatanan nilai moral dan
standar perilaku yang membentuk dasar bagi orang-orang dalam suatu organisasi sewaktu
mereka membuat keputusan dan berinteraksi dengan pihak yang berkepentingan dalam
organisasi. (Zimmerer & Scarborough, 2004: 492).
Menurut Hitt (1997: 69), perusahaan yang memajukan dan mememelihara praktek
etis lebih memungkinkan mencapai daya saing strategis dan memperoleh keuntungan di
atas rata-rata. Alasan kunci ialah bahwa reputasi mereka dalam praktik etis akan menarik
pelanggan-pelanggan loyal. Bertindak dengan penuh kejujuran dan menghindari
perilaku-perilaku yang tidak baik, mutlak diperlukan bagi seorang wirausaha bila ingin
usahanya maju. Kejujuran adalah harga diri, kehormatan, dan kemuliaan bagi siapapun
dan sebaliknya, tipu daya, licik, bohong justru akan menghancurkan kredibilitas
perusahaan kita (Gymnastiar, 2004: 8).
2.3.9. Adaptasi
Wirausaha adalah individu yang fleksibel atau mempunyai kemampuan secara cepat
untuk beradaptasi guna menghadapi semua tantangan dari perubahan-perubahan pesat
yang menerpa usahanya dan dunia perekonomian pada umumnya (Bass, 1990; Boyatzis,
1982 dalam dalam Locke & Associates,1997: 43). Perubahan yang cepat dan pesat
merupakan kata kunci pada era 1980-an dan juga tahun 1990-an. Untuk menangani dan
memacu perubahan, para wirausaha harus fleksibel, luwes dan pandai beradaptasi.
Fleksibilitas menunjukkan kemampuan untuk mengadaptasi keadaan yang berubah; kata
ini tidak ada hubungannya dengan sikap yang tidak tegas.
12
2.4. Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara
kepatuhan, kepercayaan, hormat, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai
tujuan bersama (Timpe, 2002: 181). Pemimpin seharusnya dapat membujuk, memerintah,
mempengaruhi dan memberi semangat bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi. Bila bawahan tidak temotivasi untuk bekerja, tingginya absensi, rendah moral,
serta ketidakpuasan menandakan pemimpin tidak dapat memotivasi bawahan karena
penerapan gayanya yang tidak sesuai dengan lingkungan. Dalam rangka melaksanakan
tugasnya pemimpin harus dapat menunjukkan cara / gaya supaya bawahan dapat bekerja
dengan baik.
Keberhasilan atau efektifitas kepemimpinan tidak saja diukur bagaimana
memberdayakan bawahannya tapi juga kemampuannya menjalankan/ melaksanakan
kebijakan perusahaan melalui cara/ gaya kepemimpnannya. Pola atau gaya kepemimpinan
sangat tergantung pada karakteristik individu pimpinan, bagaimana memandang
bawahannya. Gaya kepemimpinan adalah perilaku pimpinan menghadapi bawahan
berdasarkan fungsinya sebagai atasan.
Tidak ada gaya kepemimpinan yang paling baik, karena gaya kepemimpinan
haruslah fleksibel dan harus disesuaikan dengan perilaku, sistem nilai yang dianut
bawahan, situasi lingkungan, kematangan dan situasi bawahan. Seorang pemimpin yang
berhasil dan efektif bila dapat melakukan gaya kepemimpinan yang tepat pada situasi
yang tepat. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini
kriteria perilaku kepemimpinan yang dapat menentukan gaya kepemimpinan pengusaha
kecil yang akan diteliti ada empat yaitu: (1) gaya kepemimpinan diktaktor, (2) gaya
kepemimpinan partisipasi, (3) gaya kepemimpinan delegasi, (4) gaya kepemimpinan
konsiderasi.
2.4.1. Diktaktor
Pada kepemimpinan diktaktor atau otokratis, pemimpin membuat keputusan sendiri
karena kekuasaan terpusatkan dalam diri satu orang. Ia memikul tanggung jawab dan
wewenang penuh. Pengawasan bersifat ketat, langsung dan tepat. Keputusan dipaksakan
dengan menggunakan imbalan dan kekhawatiran akan dihukum. Jika ada, maka
komunikasi bersifat turun kebawah. Bila wewenang dari pemimpin diktaktor menjadi
menekan, bawahan menjadi takut dan tidak pasti. Pemimpin diktaktor atau otokratis bisa
menjadi otokrat kebapak-bapakan. Bawahan ditangani dengan efektif dan dapat
memperoleh jaminan dan kepuasan. Otokrat yang kebapakan, dapat saja hanya
memberikan perintah, memberikan pujian, dan menuntut loyalitas bahkan dapat membuat
bawahan merasa mereka sebenarnya ikut serta dalam membuat keputusan walaupun
mereka mengerjakan apa yang dikehendaki atasan (Timpe, 2002: 122)
2.4.2. Partisipasi
Pola kepemimpinan partisipasi adalah pola kepemimpinan dimana atasan
memotivasi bawahan untuk berperan serta dalam organisasi terutama dalam pengambilan
keputusan sehingga akan mendatangkan gairah bagi para bawahan. Pada kepemimpinan
ini pendelegasian wewenang sangat diutamakan, sedangkan komunikiasi berjalan baik
untuk mencari solusi dalam setiap permaslahan yang ada. Pada kepemimpinan
partisipasi, pemimpin cenderung memberikan perhatian kepada bawahan dan pekerjaan
sehingga komunikasi berjalan berbagai arah (situasional dan diagonal). Kepemimpinan
13
partisipasi ini tidak efektif bila bawahan tidak menunjang keberhasilan perusahaan karena
bawahan tidak matang. Davis (1997) dalam Dalimunthe (2002: 80) menyatakan
partisipasi adalah keterlibatan dan emosional dari orang-orang dalam situasi kelompok
yang mendorong mereka untuk memberikan sumbangan pada tujuan kelompok dan ikut
serta bertanggungjawab.
2.4.3. Delegasi
Mendelegsaikan adalah memberi tanggung jawab sepenuhnya kepada bawahan
untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan meminta pertanggungan jawab dari pelaksanaan
pekerjaan. Seorang pemimpin berhak mendelegasikan wewenang kepada bawahannya
untuk mengambil keputusan, pemimpin menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas dan penyelesaian pekerjaan. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan
tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya melakukan sedikit kontak dengan
bawahan.
2.4.4. Konsiderasi
Konsiderasi yang diberikan oleh pimpinan merupakan faktor yang penting dalam
mencapai tujuan organisasi. Sangat penting dimiliki oleh seorang pemimpin adalah
kemampuan memberikan perhatian pada bawahan, agar menghasilkan kerja yang
optimal. Konsiderasi yang diberikan merupakan motivasi kepada para bawahan untuk
lebih giat bekerja sehingga prestasi kerjanya akan lebih baik. Para bawahan yang satu
dengan yang lainnya memiliki perbedaan, perbedaan ini seringkali didasarkan oleh tujuan
dan kebutuhan masing-masing yang berbeda dari bawahan.
Kemampuan Kemampuan
Produksi Pemasaran
Kemampuan
Keuangan
16
17
Kemampuan Usaha terdiri atas: Kemampuan Produksi, Kemampuan Pasar, dan
Kemampuan Keuangan. Dalam penelitian ini, Kemampuan Pemasaran dianggap memberi
kontribusi dominan karena usaha batik merupakan usaha turun temurun yang tentunya
produksi telah mereka kuasai namun yang terpenting adalah Kemampuan Pemasaran guna
pengembangan usaha.
Keberhasilan Usaha terdiri atas: Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan Investasi,
dan Pertumbuhan serta Pembelajaran Personalia. Dalam penelitian ini pertumbuhan dan
Pembelajaran Personalia dianggap memiliki kontribusi dominan karena faktor personalia
merupakan motor penggerak utama dalam organisasi sehingga Pertumbuhan dan
Pembelajaran Personalia sangat mempengaruhi Keberhasilan Usaha.
Dalam penelitian ini karakteristik individu, kewirausahaan, dan gaya
kepemimpinan sebagai variabel laten eksogen akan diuji pengaruhnya terhadap
keberhasilan usaha secara langsung maupun secara tidak langsung melalui kemampuan
usaha dan kewirausahaan dianggap memiliki pengaruh yang dominan. Alasannya sesuai
dengan penelitian Kao (2001: 28) yang menyatakan perusahaan kecil yang ingin
berkembang harus memiliki semangat kewirausahaan; disamping Gray (2002: 70)
mempetegas bahwa dengan semangat kewirausahaan yang dimiliki para pemilik usaha
kecil bisa mengungguli pesaing-pesaingnya. Georgellis et al. (2000: 7) menyatakan,
kapasitas mereka untuk berinovasi dan keberanian mengambil risiko, menjadikan usaha
dapat berkembang dengan sukses.
Berdasarkan uraian teoritis pada bab sebelumnya berikut ini dikemukakan suatu
kerangka konseptual berupa desain penelitian yang berfungsi sebagai penuntun untuk
memudahkan memahami alur pikir dalam penelitian. Selain sebagai gambaran penelitian,
kerangka konseptual dapat sebagai gambaran umum dari mekanisme penelitian. Kerangka
konseptual penelitian merupakan bagian terpenting yang mengarahkan analisis dan
pengolahan data. Kerangka konsep penelitian yang diajukan dapat dilihat pada Gambar
3.1.
11
d1 x1
1 1
d2 x2
1
d3
1
x3 Kar.In
d4 x4
1
d5 x5 1
1
d6 x6 z2
1 1
d7 x7 1 y4 e4
1 1
d8 x8 1
1 y5 e5
d9 x9 Keb.Us 1
1 1
d10 x10
1 Kew.Us y6 e6
d11 x11
1
d12 x12
1
d13 x13 1
1
d14 x14 Kemp.Us z1
1 1
d15 x15
1
1
d16 x16
y1 y2 y3
d17
1
x17 Ga.Pim 1 1 1
1
d18 x18 e1 e2 e3
20
21
Penelitian ini kemudian menggunakan sampel sebesar 160 pengusaha kecil batik,
dengan pertimbangan agar lebih mewakili populasi. Di Kabupaten Pekalongan dan
Sragen hanya memiliki anggota yang kecil, sehingga dengan jumlah 160 pengusaha
kecil maka sampelnya akan meningkat dan diharapkan lebih mewakili unit populasi.
Unit populasi hanya dibedakan antar Kota / Kabupaten, sehingga diperoleh sampel
minimum pengusaha batik sebagaimana dikemukakan pada Tabel berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Sampel Proporsional
Populasi Sampel:
Unit Populasi Ni n i =
N 1
= (n)
N
Kota Pekalongan 645 112
Kab. Pekalongan 20 4
Kota Surakarta 226 39
Kab. Sragen 28 5
Total 919 160
Sumber: Hasil Pra-survey (2004)
Gambar 5.1.: Proses Gambar Dengan Pensil dan Canting Pada Batik Tulis
Sumber : Hasil Penelitian (2004)
Proses pemberian gambar dan pelilinan pada batik cap, dilakukan dengan
menggunakan lempengan tembaga yang sebelumnya telah dibentuk sesuai dengan
gambar/motif batik tertentu. Lempengan tembaga ini pada awalnya diletakkan diatas
wajan datar yang berisi lilin cair, dan kemudian diteruskan pada kain yang akan dibatik
(Gambar 5.2.)
31
27
Gambar 5.2. : Lempengan Tembaga & Proses Pelilinan Pada Batik Cap
Sumber : Hasil Penelitian (2004)
Tahap berikutnya adalah merendam seluruh kain kedalam cairan berwarna. Kain
yang terkena lilin tetap terlindung dari proses pewarnaan ini. Hal ini bisa terlihat ketika
kain kemudian dimasukkan dalam air panas guna menghilangkan lilin yang menempel
(Gambar 5.3.)
Proses pembuatan sablon sangat berbeda, bahkan tidak ada proses batik sama
sekali (proses penggunaan lilin ataupun canting). Sablon menggunakan proses printing
ataupun cetak yang bermotf batik, jadi istilah yang tepat adalah printing batik atau tekstil
yang bermotif batik, hal ini bisa diihat pada Gambar 5.4. (Riyanto, 1993, 40)
Tabel: 5.2
Validitas Convergen Indikator Karakteristik Individu
Regression Weights S.E. C.R. Reliable
X1 <-- Kar.In Valid
X2 <-- Kar.In 1.650 1.565 Tidak valid
X4 <-- Kar.In 0.339 1.314 Valid
X3 <-- Kar.In 0.265 0.331 Tidak valid
X5 <-- Kar.In 0.264 3.081 Valid
Sumber: Data Primer, 2004, diolah pada Lampiran 6
Tabel 5.3 mengemukakan hasil analisis SEM dengan koefisien CR (critical ratio)
dan SE (standard error) untuk karakteristik individu pengusaha; jika CR ≥ 2 SE maka
indikator bersangkutan valid dalam menjelaskan faktor/ konstruknya. Berdasarkan Tabel
5.55 indikator X2 (jenis kelamin pengusaha) dan X3 (pelatihan) tidak valid karena
koefisien CR tidak mencapai minimal dua kali lipat dari SE, sedangkan indikator lainnya
yakni X1 (pendidikan), X4 (lama berusaha) dan X4 (umur) valid. Tabel 5.3
mengemukakan koefisien CR dan SE untuk indikator kewirausahaan. Tampak bahwa
semua indikator valid dalam mengukur kewirausahaan, yakni: X6 (visi), X7
(perencanaan), X8 (motivasi), X9 (inovasi), X10 (peluang), X11 (percaya diri), X12 (berani
risiko), X13 (etika bisnis), X14 (kemampuan adaptasi) karena koefisien CR mencapai
minimal dua kali lipat dari SE.
Tabel: 5.3
Validitas Convergen Indikator Kewirausahaan
Regression Weights S.E. C.R. Reliable
X8 <-- Kew.Us 0.148 4.348 Valid
X7 <-- Kew.Us 0.136 6.625 Valid
X6 <-- Kew.Us Valid
X9 <-- Kew.Us 0.156 7.325 Valid
X10 <-- Kew.Us 0.158 6.198 Valid
X11 <-- Kew.Us 0.179 7.680 Valid
X12 <-- Kew.Us 0.138 5.865 Valid
X13 <-- Kew.Us 0.157 6.909 Valid
X14 <-- Kew.Us 0.160 6.767 Valid
Sumber: Data Primer, 2004, diolah pada lampiran 6
Tabel: 5.6
Validitas Convergen Indikator Keberhasilan Usaha
Regression Weights S.E. C.R. Reliable
Y5 <-- Keb.Us 0.032 5.339 Valid
Y6 <-- Keb.Us Valid
Y4 <-- Keb.Us 0.031 3.874 Valid
Tabel 5.8
Standardized Direct Effects- Estimates
Kew.Us Ga.Pim Kar.In Kemp.Us
Keb.Us -0.294 0.218 -0.085 0.450
Signifikansi 0,066 0,079 0,251 0,008
Tabel 5.9
Standardized Indirect Effects- Estimates
6.1.3. Pelatihan
Pengusaha batik di Jawa Tengah ternyata mendukung ketika diberi
pertanyaan mengenai “Pengusaha batik yang banyak mengikuti pelatihan lebih berhasil
daripada yang kurang/ tidak mengikuti pelatihan”. Temuan ini mendukung temuan
Martocchio & Baldwin (1997) dalam Fernald et al., (1999: 312) yang menyatakan,
pelatihan dapat membantu keberhasilan perusahaan dalam banyak hal.
78.75% responden yang memberi jawaban, ternyata belum pernah ikut
pelatihan. Menurut mereka, Pemda setempat jarang sekali memberikan pelatihan
38
39
ataupun penyuluhan, kalaupun ada, materi pelatihan yang diberikan sering kali tidak
menarik dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Menurut Sivi (1997) dalam Fernald et al.,
(1999: 321), banyak usaha kecil yang tidak proaktif terhadap program pelatihan dan
pengembangan karena mereka tidak percaya terhadap potensi keuntungannya.
Pelatihan dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencegah timbulnya permasalahan dan
meningkatkan kinerja pegawai. Tetapi manajemen usaha kecil malah lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk mengkoreksi kesalahan yang ditimbulkan oleh
pegawai-pegawainya yang kurang terampil. Padahal banyak penelitian yang sudah
membuktikan kalau program-program pelatihan memang berfungsi sebagaimana
mestinya (Hassett 1992). Penyebab kekecewaan terhadap aktivitas pelatihan adalah
banyak program-program pendidikan dan pelatihan untuk sektor usaha kecil yang tidak
mengenali target audiens yang benar. Akibatnya materi yang diajarkan juga tidak
sesuai dengan audiens yang dituju, atau mungkin metode pengajarannya yang tidak
sesuai dengan tuntutan masa kini (Moore & Dutton 1978; Middlebrook & Rachel
1983).
6.1.5. Umur
Umur pengusaha merupakan faktor yang harus dipertimbangkan ketika
menganalisis pertumbuhan Usaha Kecil Menengah dan perilaku kewirausahaan. Umur
pengusaha kecil batik yang ada di Jawa Tengah terbanyak antara 31 sampai 40 tahun
(33%). Berdasar observasi di lapangan, pada usia tersebut mereka terlihat lebih aktif
dan lebih kreatif jika dibanding dengan para pengusaha batik yang berusia dibawah
ataupun diatas mereka. Dengan demikian, ketika diberi pertanyaan: “Apakah pengusaha
Batik yang tua lebih berhasil daripada pengusaha muda”, mereka lebih banyak
menjawab tidak setuju (58,8%) dan sangat tidak setuju (13,2%).
Temuan ini mendukung temuan Gray (2002: 67) yang mengatakan, setelah
mencapai usia 40 tahun, niat mereka untuk menumbuhkembangkan usaha kecil akan
menurun seiring dengan pertambahan usia. Setelah itu, keinginan untuk menjual,
menggabungkan ataupun mempertahankan posisi statis juga meningkat. Usia adalah
sebuah faktor penentu dalam orientasi pertumbuhan.
Hasil pembahasan dan analisis mengenai Karakteristik Individu menunjukkan,
bahwa hipotesis penelitian ke 1 yakni: Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin, Pelatihan,
Lama Berusaha dan Umur memberi kontribusi signifikan terhadap Karakteristik
Individu pengusaha, ditolak. Lama Berusaha memberi kontribusi dominan, ditolak.
Dalam penelitian ini, hanya Pendidikan dan Umur yang memberikan kontribusi
40
signifikan terhadap Karakteristik Individu pengusaha. Yang memberi kontribusi
dominan terhadap Karakteristik Individu pengusaha batik di Jawa Tengah adalah Umur.
Secara regresi implikasinya bisa diterangkan, bahwa semakin banyak umur yang
dimiliki oleh seorang pengusaha akan semakin berpengaruh terhadap karakteristik
individu. Tetapi menurut penelitian Gray (2002: 67), setelah mencapai 40 tahun niat
mereka untuk menumbuhkembangkan usaha kecil akan menurun seiring dengan
pertambahan usia. Data hasil observasi lapangan, juga mendukung teuan Gray. Dengan
demikian, umur terbaik untuk berwirausaha adalah antara 31-40 tahun.
6.2. Kewirausahaan
6.2.1. Visi
Dari tabel frekwensi tanggapan responden terhadap item visi nampak, bahwa
pengusaha kecil batik di Jawa Tengah sudah memiliki Visi yang jelas terhadap
usahanya. Mereka pada umumnya telah mempertimbangkan risiko yang bakal terjadi
serta telah menyiapkan langkah antisipasi kegagalan. Temuan ini mendukung
pernyataan Suryana (2003: 62) yang mengatakan, Wirausaha yang sukses, pertama-tama
harus memiliki ide serta Visi bisnis yang jelas, kemudian ada kemauan dan keberanian
untuk menghadapi risiko baik waktu maupun uang. Apabila ada kesiapan dalam
menghadapi risiko, langkah berikutnya membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan
dan menjalankannya.
6.2.2. Perencanaan
Para pengusaha batik di Jawa tengah pada umumnya sudah memiliki Perencanaan
yang baik. Perencanaan yang dilakukan pada umumnya berhubungan dengan masalah
produksi yang dikaitkan dengan penjualan. Temuan ini mendukung temuan Mintzberg
(1994) dalam Hannon & Atherton (1998: 104), Perencanaan berasal dari kata rencana,
yang sebagai kata kerja berarti memperhitungkan masa depan, baik secara formal
ataupun informal. Mintzberg yakin perencanaan dapat membantu wirausaha bersiap-siap
menghadapi hal-hal yang akan terjadi; mencegah hal-hal yang tidak diinginkan; dan
mengendalikan hal-hal yang dapat dikendalikan.
6.2.3. Motivasi
Para pengusaha batik di Jawa Tengah mempunyai keyakinan bahwa keberhasilan
hanya bisa dicapai dengan kerja keras, uang itu sangat penting dan mereka juga siap
bersaing dalam berusaha. Temuan ini mendukung temuan Rumelt, 1974: 1982;
Christensen dan Montgomery, 1981; Montgomery, 1982; Palepu, 1985 dalam Gray,
2002: 65, Motivasi akan membuat seseorang bekerja keras untuk melakukan
pembentukan ide atau gagasan baru, kemudian diimplementasikan menjadi usaha baru
dan produk baru melalui aktifitas sekelompok orang. Motivasi merupakan semangat dan
wawasan dalam menciptakan keaneka ragaman dalam berbisnis dan menghasilkan
keuntungan.
6.2.4. Inovasi
Penelitian mengenai usaha kecil batik di Jawa Tengah ini menemukan, para para
pengusaha lebih senang mempertahankan pelanggan setia dan kemudian mencari
pelanggan baru, selain hal tersebut mereka juga selalu mencari cara untuk menghasilkan
produk baru. Berdasar observasi di lapangan, terlihat bahwa peralatan yang mereka
41
gunakan lebih banyak mengikuti perkembangan teknologi baru dan mereka juga banyak
menggunakan cara-cara / metode baru dalam mendisain ataupun merancang produk.
Mereka tidak hanya menyelupkan kain didalam zat pewarna, tetapi mereka juga
menggunakan kuas seperti yang biasa digunakan untuk melukis, ataupun mengecat.
Mereka terkadang juga menggunakan tali rafia ataupun tali lainnya ataupun karet yang
biasa digunakan untuk mengikat suatu barang. Dengan cara dan metoda baru ini, kain
batik yang mereka hasilkan akan lebih berwarna-warni dibanding kain batik pada
umumnya. Dari tangan mereka pulalah, akhirnya dikenal adanya batik colet, batik ikat
ataupun batik kerut. Temuan ini mendukung temuan Robbins, (2002: 11), yang
mengatakan Inovasi adalah suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai
atau memperbaiki suatu produk, proses atau jasa. Jadi semua Inovasi menyangkut
perubahan, tetapi tidak semua perubahan harus mencakup gagasan baru atau mendorong
kesuatu perbaikan yang menyolok.
6.2.5. Peluang
Secara umum, para pengusaha kecil batik di Jawa Tengah cukup berinisiatif
memanfaatkan peluang. Temuan ini mendukung dengan temuan Zimmerer (1966) dalam
Suryana (2003: 57) yang menyatakan, salah satu ciri wirausaha adalah bisa
memanfaatkan Peluang yang ada. Walaupun begitu ada beberapa item yang kurang
menunjang, yaitu memanfaatkan peluang lingkungan industri dan inisiatif
memanfaatkan saluran distribusi ekspor. Temuan ini bisa dijadikan masukan untuk
penelitian berikutnya, kenapa para pengusaha batik di Jawa Tengah ini kurang
memanfaatkan kedua peluang tersebut.
6.2.8. Etika
Bersedia menjelaskan perbedaan kualitas produk secara jujur dan pantang menipu
pelanggan merupakan salah satu modal dari para pengusaha kecil batik di Jawa Tengah.
Temuan ini mendukung temuan Hitt (1997: 69), perusahaan yang memajukan dan
mememelihara praktek etis lebih memungkinkan mencapai daya saing strategis dan
memperoleh keuntungan di atas rata-rata, serta temuan (Gymnastiar, 2004: 8) yang
mengatakan, bertindak dengan penuh kejujuran dan menghindari perilaku-perilaku yang
tidak baik, mutlak diperlukan bagi seorang wirausaha bila ingin usahanya maju.
Kejujuran adalah harga diri, kehormatan, dan kemuliaan bagi siapapun dan sebaliknya,
tipu daya, licik, bohong justru akan menghancurkan kredibilitas perusahaan kita.
6.2.9. Adaptasi
Dalam beradaptasi, para pengusaha lebih senang melakukannya dengan
menyesuaikan selera pasar, serta berusaha untuk selalu kreatif dan efektif. Temuan ini
mendukung temuan Bass (1990) dan Boyatzis (1982) dalam dalam Locke & Associates
(1997: 43), Wirausaha adalah individu yang fleksibel atau mempunyai kemampuan
secara cepat untuk beradaptasi guna menghadapi semua tantangan dari perubahan-
perubahan pesat yang menerpa usahanya dan dunia perekonomian pada umumnya.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, menunjukkan bahwa hipotesis
penelitian ke 2 yakni: Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri,
Risiko, Etika, Adaptasi memberi kontribusi signifikan terhadap kewirausahaan,
diterima. Risiko memberi kontribusi dominan, ditolak. Dalam penelitian ini yang
memberi kontribusi dominan adalah: Percaya Diri dan berikutnya Inovasi.
Implikasinya adalah, semakin percaya diri maka kemampuan wirausahanya akan
semakin baik. Demikian juga, semakin besar inovasinya dalam berusaha, maka semakin
meningkat pula kemampuan wirausaha-nya.
6.3.2. Partisipasi
Secara umum gaya kepemimpinan partisipasi diterima oleh para pengusaha kecil
batik di Jawa Tengah. Temuan ini mendukung temuan Davis (1997) dalam Dalimunthe
(2002: 80) yang menyatakan, partisipasi adalah keterlibatan dan emosional dari orang-
orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan sumbangan
pada tujuan kelompok dan ikut serta bertanggungjawab. Partisipasi pimpinan akan
mendorong keikutsertaan bawahan secara mental maupun emosional terhadap suatu
pekerjaan dan ikut bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugas.
6.3.3. Delegatif
Secara umum gaya kepemimpinan delegatif cukup diterima oleh para pengusaha
kecil batik di Jawa Tengah. Temuan ini mendukung temuan Davis (1997) dalam
Dalimunthe (2002: 80) yang menyatakan Seorang pemimpin berhak mendelegasikan
wewenang kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, pemimpin menyerahkan
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan penyelesaian pekerjaan. Pimpinan tidak
akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya
melakukan sedikit kontak dengan bawahan.
6.3.4. Konsiderasi
Gaya Kepemimpinan konsiderasi juga diterima oleh para pengusaha batik di Jawa
Tengah. Temuan ini mendukung temuan Davis (1997) dalam Dalimunthe (2002: 80)
yang menyatakan, Konsiderasi yang diberikan oleh pimpinan merupakan faktor yang
penting dalam mencapai tujuan organisasi. Sangat penting dimiliki oleh seorang
pemimpin adalah kemampuan memberikan perhatian pada bawahan, agar menghasilkan
kerja yang optimal.
Pembahasan mengenai ke-empat Gaya Kepemimpinan di Jawa Tengah diatas,
akhirnya menemukan bahwa tidak ada satupun Gaya Kepemimpinan tunggal yang
efektif bagi usaha kecil batik di Jawa Tengah. Temuan ini mendukung temuan Fred
Fiedler (1967) dalam Dalimunthe (2002: 202), Gaya Kepemimpinan bisa efektif atau
tidak sangat tergantung dari situasi itu sendiri, dan tidak ada satupun Gaya
Kepemimpinan tunggal yang efektif. Berdasar pengalaman nyata para manajer, ternyata
mereka dituntut untuk mengubah Gaya Kepemimpinan yang berbeda dari menit ke
menit dalam menghadapi berbagai kepribadian dan keadaan jiwa karyawan, ditambah
dengan variasi proses rutin dan tantangan atau jadwal yang mendesak. Kepemimpinan
yang efektif adalah memiliki banyak Gaya Kepemimpinan dan tahu memanfaatkan gaya
yang paling sesuai untuk situasi tertentu (Timpe, 2002: 267).
Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa hipotesis penelitian ke-3 yakni: Gaya
Kepemimpinan Diktator, Gaya Kepemimpinan Partisipasi, Gaya Kepemimpinan
Delegasi, dan Gaya Kepemimpinan Konsiderasi, semuanya memberi kontribusi
signifikan terhadap kepemimpinan pengusaha, diterima. Gaya Kepemimpinan
Konsiderasi memberi kontribusi dominan, ditolak. Dalam penelitian ini yang memberi
kontribusi dominan pada Gaya Kepemimpinan Delegasi.
44
Implikasinya dapat diterangkan sebagai berikut: Struktur Organisasi pada
usaha kecil, pada umumnya merupakan struktur organisasi yang sangat sederhana, dan
karena itu, semua pekerjaan cenderung dikerjakan oleh sang pemimpin, sehingga
dikenal adanya istilah “one man show”. Dikarenakan hal tersebut, temuan penelitian ini
mengatakan, akan lebih baik kalau sang pemimpin bersedia untuk lebih mendelegasikan
pekerjaan ataupun wewenangnya kepada para bawahannya. Temuan ini mendukung
temuan Bjerke (2000: 111) yang mengatakan, demi kemajuan Usaha kecil dan
menengah, tidaklah bijaksana untuk mengabaikan keahlian, opini dan pengetahuan
karyawannya; namun kebanyakan pemilik usaha kecil dan menengah enggan untuk
mendelegasikannya.
Untuk membuat pola ataupun disain batik, akan lebih baik kalau diserahkan
kepada yang memang ahli dalam bidang tersebut. Demikian pula halnya dengan masalah
pewarnaan, promosi penjualan ataupun masalah keuangan. Dengan adanya
pendelegasian wewenang ini, para pemimpin bisa lebih fokus kepada satu bidang yang
lebih dikuasainya.
7.1. Kesimpulan
1. Pendidikan dan umur memberi kontribusi signifikan terhadap Karakteristik Individu
pengusaha batik di Jawa Tengah, sedangkan indikator Jenis Kelamin dan
Pengalaman datanya tidak valid, serta Pelatihan tidak memberi kontribusi signifikan.
Umur memberi kontribusi dominan dimana umumnya pengusaha berumur produktif
antara 30 sampai 40 tahun dengan tingkat pendidikan SLTA.
2. Semua indikator yakni: Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri,
Risiko, Etika, dan Adaptasi memberikan kontribusi signifikan terhadap
Kewirausahaan. Rasa Percaya Diri merupakan indikator yang dominan memberi
kontribusi terhadap Kewirausahaan batik di Jawa Tengah. Indikator Kewirausahaan
yang tergolong tinggi pada pengusaha kecil batik di Jawa Tengah adalah: Inovasi,
Adaptasi, Motivasi, dan rasa Percaya Diri, namun masih terdapat responden yang
menyatakan kurang terhadap berani Risiko, inisiatif cari Peluang dan eksistensi Visi
perusahaan. Pengusaha kecil batik di Jawa Tengah kurang berani Risiko terutama
karena tidak mudah mendapatkan pinjaman, dan kurang berani spekulasi, walaupun
dukungan keluarga cukup besar.
3. Semua variabel indikator memberi kontribusi signifikan terhadap Gaya
Kepemimpinan, dan Gaya Kepemimpinan Delegasi merupakan indikator yang
memberi kontribusi terhadap dominan Gaya Kepemimpinan pengusaha kecil batik
di Jawa Tengah. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa Gaya Kepemimpinan yang
dipergunakan oleh para pengusaha batik di Jawa Tengah adalah Gaya
Kepemimpinan Situasional, artinya Gaya Kepemimpinan ini bisa efektif atau tidak
sangat tergantung dari situasi itu sendiri dan tidak ada satupun Gaya Kepemimpinan
tunggal yang efektif bagi usaha kecil batik di Jawa Tengah.
4. Kemampuan usaha yang banyak mendapat tanggapan setuju dari responden adalah
Kemampuan Produksi dan Kemampuan Pemasaran, namun masih cukup banyak
responden menyatakan kurang terhadap Kemampuan Keuangan. Semua indikator:
Kemampuan Produksi, Kemampuan Pemasaran, dan Kemampuan Keuangan
memberi kontribusi signifikan, dan Kemampuan Pemasaran merupakan indikator
yang memberi kontribusi dominan terhadap Kemampuan Usaha kecil batik di Jawa
Tengah.
5. Semua indikator Keberhasilan Usaha yakni: Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan
Investasi serta Pertumbuhan dan Pembelajaran Personalia memperoleh tanggapan
cukup, semua indikator tersebut memberikan kontribusi signifikan. Pertumbuhan dan
Pembelajaran Personalia merupakan indikator yang dominan memberi kontribusi
terhadap Keberhasilan Usaha kecil batik di Jawa Tengah.
6. Karakteristik Individu dan Kewirausahaan memiliki pengaruh langsung yang
signifikan terhadap Kemampuan Usaha, sedangkan Gaya Kepemimpinan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Kemampuan Usaha. Kewirausahaan berpengaruh
dominan dibandingkan Karakteristik Individu pengusaha, semua indikator
Kewirausahaan yakni: Visi, Perencanaan, Motivasi, Inovasi, Peluang, Percaya Diri,
Risiko, Etika, dan kemampuan Adaptasi memberikan kontribusi signifikan terhadap
50
51
Kewirausahaan. Rasa Percaya Diri dan kemampuan Inovasi merupakan indikator
yang memberi kontribusi dominan terhadap Kewirausahaan batik di Jawa Tengah.
7. Karakteristik Individu pengusaha, Kewirausahaan, dan Gaya Kepemimpinan tidak
memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap Keberhasilan Usaha kecil
batik di Jawa Tengah. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa keberhasilan usaha batik
di Jawa Tengah, tidak hanya ditentukan oleh Karakteristik Individu, Kewirausahaan
dan Gaya Kepemimpinan.
8. Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Usaha baik
secara langsung, maupun secara tidak langsung melalui Kemampuan Usaha.
Karakteristik Individu pengusaha dan Kewirausahaan juga tidak memiliki pengaruh
langsung yang signifikan terhadap Keberhasilan Usaha namun memiliki pengaruh
langsung yang signifikan terhadap Kemampuan Usaha, sehingga secara tidak
langsung Karakteristik Individu pengusaha dan Kewirausahaan menentukan
Keberhasilan Usaha kecil batik di Jawa Tengah.
7.2. Saran
1. Untuk Praktisi
a. Hasil temuan menunjukkan, bahwa usaha kecil membutuhkan pelatihan di
banyak bidang agar dapat bersaing dalam dunia saat kini. Bidang-bidang yang
dirasa sangat penting untuk mendapat pelatihan adalah bagaimana cara
meningkatkan penjualan, bagaimana memajukan usaha kecil dengan efektif, dan
riset pasar. Selain itu bidang lain yang juga perlu mendapat pelatihan tambahan
adalah manajemen waktu serta keterampilan dasar bisnis dan keuangan agar
perusahaan menjadi lebih kompetitif.
b. Para pengusaha kecil batik disatu kelurahan ataupun disatu kecamatan, sebaiknya
saling bekerja sama dalam menyediakan lahan dan peralatan yang bisa digunakan
untuk membuat tempat guna menampung dan mengolah limbah batik. Dengan
cara demikian, biaya pengolahan limbah menjadi lebih terjangkau dan sungai
yang dialiri limbah juga tetap terjaga kebersihannya. Disamping itu, para
pengusaha kecil batik sebaiknya juga menyediakan sarana dan prasarana kerja &
kesehatan yang cukup memadai, seperti halnya: obat-obatan khususnya obat-
obatan untuk penguat fungsi paru-paru ataupun obat-obatan penghilang rasa gatal,
bubur kacang hijau ataupun susu yang berfungsi untuk meningkatkan stamina
tubuh serta sarung tangan karet yang selalu tersedia setiap saat.
53
54
Day, S, George, 1994, The Capabilities Of Marketing Driver, Organizational Journal of
Marketing, Vol 58 (Oktober)
Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, 2002, Rencana Induk Pengembangan
Industri Kecil Menengah 2002 – 2004, Jakarta
Dinata, Arda, 2002, Kewirausahaan Sebagai Pembaruan Ekonomi, Penerbit
MQMedia.com. Bandung
Djumiati. 1997, Analisis Kesempatan Kerja dan Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja
Sebagai Dasar Dalam Penyusunan Perencanaan Tenaga Kerja Subsektor
Industri Kecil Di Jawa Timur, Ringkasan Disertasi, Universitas Airlangga
Surabaya, (Tidak Dipublikasikan)
Erwidodo, 1999, Modernisasi dan Penguatan Ekonomi Masyarakat Pedesan, Penerbit
PT. Bina Rena Pariwara
Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen
– Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister &
Disertasi Doktor, BP Undip, Semarang
Fernald, Lloyd, Jr, et. al, 1999, Small Business Training And Development In The
United States, Journal of Small Business and Enterprise Development,
Volume 6, Number 4.
Fitrianto, Dahono, 2003, Batik Trusmi, Busana Lebaran Alternatif, Kompas,www.
Kompas.co.id/ gayahidup/news/0311/17/181038.htm
Georgellis, et. al, 2000, Entrepreneurial Action, Innovation and Business Performance:
The Small Independent Business, Journal of Small Business and Enterprise
Development, Volume 7, Number 1, 7-17
Ghozali, Imam, 2004, Model Persamaan Struktural – Konsep Dan Aplikasi Dengan
Program AMOS Ver 5.0, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Gray, Colin, 2002, Entrepreneurship Resistance to Change and Growth in Small Firms,
Emerald Journal of Small Business and Enterprise Development, V9. Number
1-2002
Gulo, W, 2002, Metodologi Penelitian, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta
Gumede, Vusi and Rasmussen, Kamilla, 2002, Small Manufacturing Enterprises And
Exporting In South Africa: A Preliminary Assessment Of Key Export Success
Factors, Journal Of Small Business and Enterprise Development , Vol. 9 Nbr.
2
Gymnastiar, Abdullah, 2004, Bisnis Yang Berkah, Penerbit Republika, Jakarta
Haming, Murdifin & Basalamah, Salim, 2003, Studi Kelayakan Investasi Proyek &
Bisnis, Penerbit PPM, Jakarta
Hannon, Paul, D, & Atherton, Andrew, 1998, Small Firm Success And The Art Of
Orienteering: The Value Of Plans, Planning, And Strategic Awareness In The
Competitive Small Firm, Journal of Small Business and Enterprise
Development ,Volume 5, Number 2, 102-119
Henderson, Steven, 1997, Black Swans Don’t Fly Double Loops: The Limits Of The
Learning Organization?, The Learning Organization Volume 4, Number 3
Hermawan, 2004, Kiat Praktis Menulis Skripsi, Tesis, Desertasi – Untuk Konsentrasi
Pemasaran, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta
55
Hewitt, Nola et. al , 2001, Strategic Complexity And Success — Small Firms’ Strategies
In A Mature Market, Journal of Small Business and Enterprise Development,
Volume 8, Number 3, 275-285
Hitt, Michael, et al., 1997, Manajemen Strategis – Menyongsong Era Persaingan Dan
Globalisasi, Penerbit Erlangga, Jakarta
Idrus, M, Syaffie, 1999, Strategi Pengembangan Kewirausahaan (Entrepreneurship) dan
Peranan Perguruan Tinggi Dalam rangka Membangun Keunggulan Bersaing
(Competitive Advantage) bangsa Indonesia Pada Milenium Ketiga, (Tidak
Dipublikasikan).
Indonesia Small Business Research Center, 2003, Usaha Kecil Indoensia: Tinjauan
Tahun 2002 dan Prospek Tahun 2003, ISBRC – PUPUK
Irawan, Gatot & Mardana, D, Bayu, 2002, Batik Dari Titik Menjadi Abadi, Sinar
Harapan, http://www.sinarharapan. co.id/feature/hobi/2002/ 104/hob1.html
Irwin, David, 2000, Seven Ages of Entrepreneurship, Journal of Small Business and
Entreprise Development, vol 7, number 3, 254-260
Jarvis, Robbin, et. al, 2000, The Use of Quantitative And Qualitative Criteria In The
Measurement of Performance In Small Firms, Journal of Small Business and
Enterprise Development, Volume 7, Number 2.
Johannessen, Jon-Arild, et. al, 2001, Innovation as Newness: What is New, How New,
and New to Whom?, European Journal of Innovation Management, Volume 4
. Number 1
Kalleberg, Arne & Leicht, Kevin 1991, Gender And Organizational Performance:
Determinants Of Small Business Survival And Success, Academy of
Management Journal, Vol. 34 No. 1
Kao, John, 2001, Entrepreneurship, Creativity and Organization, Prentice Hall, New
Jersey.
Keraf, Sonny, 1991, Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Kitching, John and Blackburn, Robert, 1998, Intellectual Property Management In The
Small And Medium Enterprise (SME), Journal of Small Business and
Enterprise Development , Volume 5, Number 4, 327-335
Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran buku 1 dan 2, Prenhallindo, Jakarta.
Kreitner, Robert & Kinicki, Angelo, 2003, Perilaku Organisasi, Penerbit Salemba
Empat.
Kuncoro, Mudrajad, 2003, Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi - Bagaimana
meneliti & menulis tesis?, Penerbit Erlangga, Jakarta
Locke, Edwin, A, & Associates, 1997, Esensi Kepemimpinan – Empat Kunci Untuk
Memimpin Dengan Penuh Keberhasilan, Penerbit Spektrum, Jakarta
Longenecker, Justin, G, 2001, Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil - Buku 1 dan 2,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Luk, 2003, Batik Yang Terus Beradaptasi, Kompas, www.kompas.co.id/ gayahidup
/news /0311/23/133818.htm
Mankiw, N, Gregory, 2000, Teori Makro Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta
McEachern, William, A, 2000, Ekonomi Makro, Pendekatan Kontemporer, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta
McLeod, Raymond, Jr, 2001, Sistem Informasi Manajemen, PT Prenhallindo, Jakarta.
56
Meredith, Geoffrey, et, al, 2002, Kewirausahaan, Teori dan Praktek, Penerbit PPM,
Jakarta
Mole, Kevin, 2000, Gambling For Growth Or Settling For Survival: The Dilemma Of
The Small Business Adviser, Journal of Small Business and Enterprise
Development, Volume 7, Number 4, 305-314
Moran, Paul, And Sear, Leigh, 1999, Young People’s Views Of Business Support: The
Case Of PSYBT, Journal Of Small Business And Enterprise Development,
Volume 6, Number 2
Mulyanto, 2004, Pengaruh Motivasi dan Kemampuan Manajerial Terhadap Kinerja
Usaha Pedagang Kaki Lima Menetap (Suatu Survei Pada Pusat Perdagangan
dan Pusat Wisata di Kota Surakarta), Disertasi Program Pasca Sarjana,
Universitas Merdeka Malang, Tidak Dipublikasikan
Nts, 2003, Perajin Batik Sokaraja Bentuk Paguyuban, Kompas, www.kompas.com
/kompas -cetak/0305/02/jateng/290114.htm
Nusantara, Guruh, 2003, Cetak Sablon Untuk Pemula, Penerbit Puspa Swara, Jakarta
Pardede, F.R, 2000, Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Kecil di Indonesia,
Tesis Magister Program Studi Teknik dan Manajemen Industri, Institut
Teknologi Bandung.
Perren, Lew, et al., 1999, The Evolution Of Management Information, Control And
Decision-Making Processes In Small Growth-Oriented Service Sector
Businesses: Exploratory Lessons From Four Cases Of Success , Journal of
Small Business and Enterprise Development, Volume 5, Number 4, 351-361.
Prananingtyas, Paramita , 2001, Pembaharuan Peraturan Perundang-Undangan
Mengenai Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia, Proyek Partnership for
Economic Growth (PEG), Jakarta.
Quinn, Robert, E, &. Spreitcher, Gretchen, M, 1997, The Road To Empowerment:
Seven Questions Every Leader Should Consider, American Management
Association, Organizational Dynamics, Volume 26, Number 2
Rae, David & Carswell, Mary 2001, Towards a Conceptual Understanding Of
Entrepreneurial Learning, Journal of Small Business and Enterprise
Development, Volume 8, Number 2
Reid, Renee, et. al, 1999, Family orientation in family firms: A model and some
empirical evidence, Emerald Journal of Small Business and Enterprise
Development, Volume 6, Number 1.
Riyanto, Didik, 1993, Proses Batik: Batik Tulis – Batik Cap – Batik Printing; Dari
Awal Persiapan Bahan Dan Alat , Mendesign Corak Sampai Finishing;
Penerbit CV Aneka Ilmu, Surakarta
Robbins, Stephen, 2002, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Sashittal, Hemant, C, & Tankersley, Clint, 1997, The Strategic Market
Planning-Implementation Interface In Small And Midsized Industrial Firms:
An Exploratory Study, Journal Of Marketing Theory And Practice,
Summer’97, 77-93
Shrader, Charles, B, et al, 1989, Strategic And Operational Planning, Uncertainty, And
Performance in Small Firms, Journal of Small Business Management, October
1989, 45-60
57
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian 2000, Metode Penelitian Survey, LP3ES,
Jakarta.
Siswanto, Pujo, 2003, Kupas Tuntas Teknik Sablon Masa Kini, Penerbit Absolut,
Yogyakarta.
Sitterly, Connie, 2002, Cara Sukses Manajer Wanita, Penerbit Progres, Jakarta
Sudrajat, 2000, Kiat Mengentaskan Pengangguran Melalui Wirausaha, Penerbit PT
Bumi Aksara,.Jakarta 13220.
Sugiyono, 2002, Motodologi Penelitian Bisnis, Penerbit PT Alfabeta. Bandung.
Sumarsono, Tanto, Gatot, 2001, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan Makanan, Minuman dan Tembakau di
Jawa Timur, Ringkasan Disertasi, Universitas Airlangga Surabaya, (Tidak
Dipubliksaikan).
Sumayang, Lalu, 2003, Dasar-Dasar Manajemen Produksi & Operasi, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta
Suryana, 2003, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses,
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Tambunan, T, 2002, Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia: Beberapa Isu Penting,
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Timpe, Dale, 2002, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia – Kepemimpinan, PT Elex
Media Komputindo, Jakarta
Tunggal, Amin, Widjaja, 2002, Manajemen Kewirausahaan (Entrepreneurial
Management), Penerbit Harvarindo. Jakarta
Williams, Chuck, 2001, Manajemen, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Winardi, 2003, Entrpreneur & Entreprenurship, Penerbit Kencana, Jakarta
Wolff, John U., Dede Oetomo, & Daniel Fietkiewicz, 1992, Batik,
http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Budaya_Bangsa/ batik/indo_version
/leftindobatik.htm
Yamit, Zulian, 2003, Manajemen Produksi Dan Operasi, Penerbit Ekonisia, Yogyakarta
Zimmerer, Thomas & Scarborough, Norman, 2004, Kewirausahaan dan Manajemen
Bisnis Kecil, Penerbit PT Indeks, Jakarta
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Data Pribadi
Nama :
Edi Noersasongko
Tempat/Tgl. Lahir :
Semarang / 16 Juni 1955
Agama :
Islam
Status Perkawinan :
Kawin
Jenis Kelamin :
Laki-Laki
Pekerjaan /Jabatan :
Rektor Universitas Dian Nuswantoro, Semarang
Komisaris Utama, PT Televisi Kampus Universitas Dian
Nuswantoro, Semarang
Alamat Rumah / Tlp : Jl. Puri Anjasmoro Blok K1/7, Semarang
Telp. 024-7603534
Nama Istri : Tri Rustanti, SE
Anak : Pulung Nurtantio Andono
Rindang Nurtantio Swasono
Retnowati Nurtanti Astari
Rinowati Nurtanti Astari
2. Riwayat Pendidikan
a. Pendidikan Dasar dan Menengah
Tahun 1967: Lulus Sekolah Dasar Negeri Pendrikan Tengah I, Semarang.
Tahun 1970: Lulus Sekolah Menengah Pertama Negri I, Semarang.
Tahun 1974: Lulus Sekolah Menengah Atas Negri I-II, Semarang
b. Pendidikan Tinggi
Tahun 1981: Lulus Sarjana Muda (Lokal), Informatika Manajemen, Sekolah
Tinggi Informatika & Komputer, Jakarta
Tahun 1983: Lulus Sarjana Lengkap (S1-Lokal), Informatika Manajemen,
Sekolah Tinggi Informatika & Komputer, Jakarta
Tahun 1993: Lulus Sarjana Strata Satu (S1-Negara), Manajemen Informatika,
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Komputer, Jakarta
Tahun 1995: Lulus Program Pascasarjana (S2), Teknik Informatika, Sekolah
Tinggi Teknologi Informasi Benarif Indonesia, Jakarta
c. Pendidikan Tambahan
Tahun 1975: Flying School, Lembaga Pendidikan Perhubungan Udara –
Curug, Tangerang, Jawa Barat
Tahun 1976: Flying School, Deraya Air Taxi And Helicopter Charter
Tahun 1977: Practical Computer Training, Course & Study Group (14 Oktober
– 27 November, 1977)
Tahun 1982: Documentation Standards Workshop, Institute of Advanced
Computer Technology ( 8 – 12 Maret 1982)
Tahun`1983: RPG II Batch Workshop, IBM Education Center (31 Jan – 4 Feb
1983)
Tahun 1983: Application Design & Analysis, IBM Education Center ( 7 – 11
Maret 1983)
58
59
Tahun 1984: EDP Introduction For Executives, Institute of Advanced
Computer Technology ( 12 – 16 Maret 1984)
3. Pengalaman Kerja:
09 Apr 77 - 01 Mei 81 : Karyawan, CV Batik Indonesia Busana, Jakarta
04 Mei 81 - 15 Jan 82 : System Sales Representative (Olivetti Computer
Division), PT Abadi Kurnia Murni, Jakarta
17 Jan 82 - 26 Apr 83 : EDP Assisstance, PT Essex Indonesia, Jakarta
27 Apr 83 - 28 Nov 83 : System Analyst & Programmer, PT Suara Mas
Permai, Jakarta
01 Des 83 - 19 Apr 86 : Direktur, Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia
Amerika (LPKIA), Jakarta
10 Jan 86 – 18 Agt 86 : Wakil Direktur, Pendidikan Komputer EIMAC, Jkt
22 Apr 86 – 18 Agt 86 : Wakil Direktur, Pendidikan Komputer Santa Lusia,
Jakarta
4. Pengalaman Wirausaha
Tahun 1986, Mendirikan Kursus Komputer LPK- IMKA,
Jln. Sigosari Raya 27-31 Semarang
Tahun 1987, Mendirikan Kursus Komputer LPK- IMKA,
Purwosari Plasa B5-7, Brigjen S. Riyadi 333 Surakarta
Tahun 1988, Mendirikan Kursus Komputer LPK-IMKA,
Jln. P. Senopati No. 19 Yogyakarta
Jln. Bangka No. 22, Surabaya
Tahun 1989, Mendirikan Kursus Komputer LPK- IMKA,
Cempaka Putih Permai A22, Jakarta
Jln. Gatot Subroto 107, Bandung
Tahun 1990, Mendirikan AMIK Dian Nuswantoro (Akademi Manajemen
Informatika & Komputer, Jln. Veteran 45 Semarang)
Tahun 1993, Mendirikan AMIK Sinar Nusantara (Akademi Manajemen
Informatika & Komputer, Jln. KH. Samanhudi 84 Surakarta)
Tahun 1994, Mengubah bentuk menjadi STMIK Dian Nuswantoro (Sekolah
Tinggi Manajemen Informatika & Komputer, Jln. Nakula I/11 Smg)
Tahun 1997, Mendirikan APIKES Lintang Nuswantoro (Akademi Perekam
Informatika dan Kesehatan, Jln. Nakula I/7-11 Semarang)
Tahun 1997, Mendirikan Poliklinik Umum & Gigi Dian Nuswantoro Semarang
Tahun 1999, Mendirikan STIE - Dian Nuswantoro (Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi, Jln. Nakula I/5-11 Semarang )
Tahun 2000, Mendirikan STBA Dian Nuswantoro (Sekolah Tinggi Bahasa
Asing, Jln. Nakula 1/5-11 Semarang)
Tahun 2000, Mendirikan STIKES Lintang Nuswantoro (Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan, Jln. Nakula 1/5-11 Semarang)
Tahun 2001, Mengubah bentuk sekolah tinggi yang ada di-Semarang menjadi
Universitas Dian Nuswantoro
Tahun 2001, Mengubah bentuk akademi yang ada di-Surakarta menjadi STMIK
Sinar Nusantara.
Tahun 2004, Mendirikan PT Televisi Kampus Universitas Dian Nuswantoro,
Semarang
60
5. Penghargaan Yang Diterima:
Tahun 1994, The Best Business Executives In Developing Indonesia, Yayasan
Natakarsa – SNS Group
Tahun 1995, Penghargaan Tertinggi Tokoh Figur Jawa Tengah & D.I Yogyakarta,
Yayasan Lintas Wisata jawa Tengah
Tahun 1995, UPAKRIYA BHAKTI UPAPRADANA – Berprestasi Dalam
Mengembangkan Sistem Pendidikan Komputer, Gubernur Jawa
Tengah
Tahun 1996, PENGHARGAAN PENDIDIKAN, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Kotamadia Semarang.
Tahun 2002, Mengembangkan Program Belajar Mandiri Bagi Anak Terlantar dan
Putus Sekolah, Direktur Jendral PLSP Depdiknas RI
6. Seminar / Lokakarya
Aktif sebagai pembicara seminar/lokakarya ataupun sebagai peserta guna mengikuti
berbagai kegiatan seminar/lokakarya, utamanya yang berhubungan dengan Perguruan
Tinggi, Komputer ataupun Kewirausahaan.