Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Dari seluruh sahabat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat
yang pertama kali memeluk Islam dan berjuang menegakkannya bersama Rasulullah ﷺ.
Ia memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Kedudukan ini sangat istimewa yang
diberikan oleh Rasulullah ﷺ. Menurut baginda, tingkat kesolehan dan kualiti amal para
sahabat tersebut tidak dapat disetarakan dengan sesiapa pun juga, meskipun yang generasi
yang akan datang berikutnya nampak lebih besar. Inilah yang menyebabkan Rasulullah
Ali bin Abi Thalib adalah salah satu orang yang pertama kali beriman dengan
Rasulullah ﷺmeskipun dia saat itu Ali masih kecil. Dia adalah putera Ali bin Abi Thalib
bapa saudara kepada Rasulullah ﷺdan dikahwinkan dengan puterinya yang bernama
Fatimah yang dari pihak inilah Rasulullah memperoleh keturunannya.
Semenjak kecil Ali sudah dididik dengan adab dan budi pekerti Islam, dia
termasuk orang yang sangat fasih berkata-kata dan pengetahuannya juga tentang Islam
sangat luas sehingga tidak hairan dia adalah salah satu periwayat yang terbanyak
Ali menggantikan kekhalifahan Usman bin Affan yang telah meninggal sebelum
jabatannya berakhir selama kurang lebih sekitar lima tahun, setelah sebelumnya
dilakukan bai’at, dia banyak melakukan perubahan hukum ketatanegaraan seperti
kebijakan tentang hak pertanahan, pembagian harta warisan perang. Juga timbul
bermacam-macam masalah yang dapat mempengaruhi kemajuan dan kemunduran negara
Islam.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai sejarah kemajuan dan kebijakan
politik pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib serta kemunduran akibat
pemberontakanpemberontakan yang ditandai perang terbuka antar umat Islam dan juga
banyak peperangan yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib dan yang
terpenting adalah perang Jamal (Unta) dan perang Siffin.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Rasulullah
ﷺkerana beliau tidak mempunyai anak laki-laki. Kefakiran keluarga Abu Thalib
memberi kesempatan bagi Rasulullah ﷺbersama istri beliau iaitu Siti Khadijah untuk
mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas
jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh baginda sejak beliau kecil hingga
dewasa, sehingga sejak kecil, Ali sudah bersama dengan baginda Muhammad ﷺ.
Ketika Rasulullah ﷺmenerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq
menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang
1 http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib
2 Ibid
ke-2 yang mempercayai selepas Siti Khadijah iaitu istri Nabi sendiri. Pada waktu itu
Ali masih berusia 10 tahun.2
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar melalaui
Rasulullah ﷺkerana sebagai anak asuh, itulah peluang dan kesempatan bersama
dengan Rasulullah dan baginda mengkahwinkannya dengan putri baginda yang
bernama Fatimah. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahawa ada
pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani atau yang kemudian dikenal dengan
istilah Tasauf yang diajarkan oelh Rasulullah khusus kepada Ali akan tapi tidak
kepada murid-murid atau sahabat-sahabat baginda yang lain.2
Dalam ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam sama ada ibadah
mahupun kemasyarakatan yang diterima Rasulullah harus disampaikan dan diajarkan
kepada umatnya, sementara masalah rohani hanya boleh diberikan kepada orang-
orang tertentu dengan kebolehan masing-masing. Didikan Rasulullah ﷺkepada Ali
dalam semua aspek ilmu Islam sama ada dari sudut zahir atau syariah dan batin atau
tasauf menjadikan Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak,
fasih dalam berbicara, dan salah satu orang yang paling banyak meriwayatkan hadits
Rasulullah ﷺ.3
Selain itu Ali adalah orang yang sangat berani dan perkasa dan selalu hadir
pada setiap peperangan kerana itulah dia selalu berada di barisan paling depan pada
setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah.
DICAPAI
2 Ibid
3 Syalabi, A, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1982, h.281
5 Ibid, h.284
adalah perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahli Al-Syura bersama para
pejuang Perang Badr”.5
Sebenarnya Ali bin Abi Thalib pernah masuk masuk nominasi pada saat
pemilihan khalifah Usman bin Affan, tetapi saat itu dia masih dianggap sangat muda.
Dengan terbaiatnya Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah menggantikan Usman bin
Affan, sebagian orang yang masih terpaut keluarga Usman mulai beranggapan
bahawa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib akan mengurangi kesenangan mereka
apalagi untuk memperoleh kekayaan yang dapat mereka lakukan sebelumnya.
4 Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press,
Banjarmasin, 2008, h. 13
5 Syalabi, Loc. Cit. h. 283
6 Ibid, 284-285 juga di dapat penjelasan lebih lanjut oleh Marshall GS Hudgson, The Venture of
Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Islam, Terj. Mulyadi Kartanegara, Paramadina, Jakarta, 1999,
h. 312
Meskipun dalam pemerintahan Ali perluasan Islam yang dilakukan sedikit
mengalami kendala yaitu hanya memperkuat wilayah Islam di daerah pesisir Arab dan
masih tetap peranan penting negara Islam di daerah yang telah ditaklukkan
Abu Bakar di daerah Yaman, Oman, Bahrain, Iran Bagian Selatan. Umar bin Khattab
di Persia, Syiria, Pantai Timur Laut Tengah dan Mesir. Serta pada masa Usman di
Ali bin Abi Thalib juga dikenal juga seorang penyair ternama. Seperti syair
berikut:
“Janganlah kamu berlaku aniaya jika kamu mampu berlaku adil, kerana
Masa pemerintahan Ali yang kurang lebih selama lima tahun (35-40 H/656-
661 M) tidak pernah sunyi dari pergolakan politik, tidak ada waktu sedikitpun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Akhirnya praktis selama memerintah,
Ali lebih banyak mengurus masalah pemberontkan di berbagai wilayah
kekuasaannya. Ia lebih banyak duduk di atas kuda perang dan di depan pasukan yang
masih setia dan mempercayainya dari pada memikirkan administrasi negara yang
teratur dan mengadakan ekspansi perluasan wilayah (futuhat). Namun demikian, Ali
berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa dan egaliter. Ia ingin
mengembalikan citra pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Abu Bakar dan
Umar sebelumnya.
Sebenarnya pembaiatan Ali sebagai khalifah adalah hal yang sangat wajar
dan pertentangan itu adalah hal yang wajar pula sebagai akibat pertentangan dan
peristiwa-peristiwa sebelumnya kerana untuk memperebutkan kekuasaan yang
diselingi kasus penuntutan atas terbunuhnya Usman dan juga pemecatanpemecatan
pejabat serta pengembalian harta milik yang tidak jelas.
7As’ari, Hasan, Menguak Syarah Mencari Ibrah, Citapustaka Media, Bandung, 2006, h. 253.
8Mursi, Syeikh Muhammad Sa’id, Tokoh-Tokoh Islam Sepanjang Sejarah, Terj. Khoiril Amru
Harahap, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007, h. 22
C. PEMBERONTAKAN TERHADAP ALI BIN ABI THALIB
Kaum pemberontak tidak punya pilihan lain kecuali mengangkat Ali kerana
ia adalah orang yang paling bijaksana di kalangan semua suku. Ali memang tidak
diragukan lagi yang mempunyai integritas tinggi dan kapasitas intelektual yang
memadai, namun demikian politik bukanlah keahliannya, sehingga sebagai
lawanannya Muawiyah sebagai seorang politisi murni yang juga sebagai gubenur
Syiria memang sangat berambisi menjadi khalifah dan sebagai politisi ia dapat
mencari cara apa saja untuk menduduki khalifah.
Ali tahu bahawa Mu’awiyah sangat ambisius dan terlebih lagi pernah
diangkat oleh pendahulunya (Usman) yang mana kebijakan-kebijakan yang
ditempuhnya sering berbeza dengan Ali. Sebagai khalifah Ali bin Abi Thalib
mempunyai wewenang yang penuh untuk menentukan bawahannya dan mencari yang
loyal dengan kepemimpinannya. Oleh kerana itu dia memecat Muawiyah yang pada
saat itu telah berhasil membangun syiria menjadi kota menjadi kota yang sangat
strategis dan memiliki tentara yang cukup loyal kepada Muawiyah . hal ini membuat
tidak tinggal diam dan ingin melakukan pemberontakan. 910
Meskipun Muawiyah tahu bahawa Ali bin Abi Thalib bukanlah orang yang
patut disalahkan dalam hal kematian khalifah Usman bin Affan dan tidaklah mencari
para pelakunya dan menghukum mereka. Padahal Muawiyah sebenarnya tidak
sebenarnya berminat menuntuk kematian Usman bin Affan kecuali sebagai pemicu
untuk memberontak terhadap Ali.11
Kejadian pembunuhan Usman hanyalah permulaan salah satu fitnah yang
besar pengaruhnya pada skisme dalam Islam. Menurut ahli sejarah Islam pembunuh
itu atau simpatisan menjadi sponsor pengangkatan Ali sebagai khalifah.12
9 Engineer, Asghar Ali, Asal Usul dan Perkembangan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, h.
10
11 Ibid, h. 260
12 Rachman, Budhi Munawwar, Ensiklopedi Nur Cholish Majid, Mizan, 2006, h.146-147
14 Syalabi, Ibid, h 285
misalnya, Mughirah ibn Syu’bah, Ibnu Abbas, dan Ziyad ibnu Handzalah menasehati
Ali, bahawa mereka tidak usah dipecat selama menunjukan kesetiaan padanya.
Pemecatan ini akan membawa implikasi yang besar bagi resistensi mereka terhadap
Ali.14
Marshall GS. Hudgson memaparkan: ”Setelah itu dua lusin tahun setelah
wafatnya Muhammad, mulailah suatu periode fitnah (yang berlangsung selama lima
tahun). Yang makna harfiahnya ”godaan” atau ”cobaan-cobaan”, suatu masa perang
saudara untuk menguasai komunitas muslim dan teritori-teritori taklukannya yang
luas”.13
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, masa pemerintahan Ali tidak terlepas
dari berbagai macam pemberontakan. Ali berusaha memadamkan bentuk perlawanan
dan pemberontakan sesama muslim tersebut yang di dalamnya terlibat para sahabat
senior. Perang saudara yang terjadi pada masa Ali yang tercatat dalam lembaran hitam
sejarah Islam dan menjadi suatu kemunduran pergerakan Islam
D. PERANG JAMAL/UNTA
13Hudgson, Marshall GS, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Islam, Terj.
Mulyadi Kartanegara, Paramadina, Jakarta, 1999, h. 309
mereka pergi ke Basrah untuk menghimpun kekuatan dan di sana mereka mendapat
dukungan masyarakat setempat.14
Ali beserta pasukannya yang sudah berada di Kufah telah mendengar kabar
bahawa di Syria (Syam) Muawiyah telah bersiap-siap dengan pasukannya untuk
menghadapi Ali. Ali segera memimpin dan menyiapkan pasukannya untuk
memerangi Mu’awiyah. Namun sebelum rencana tersebut terlaksana, tiga orang tokoh
terkenal yaitu Aisyah tokoh terkenal Aisyah, Thalhah, dan Zubair beserta para
pengikutnya di Basrah telah siap untuk memberontak kepada Ali. Ali pun
mengalihkan pasukannya ke Basrah untuk memadamkan pemberontakan tersebut.
Aisyah ikut berperang melawan Ali alasannya bukan semata menuntut balas
atas kematian Uthman, akan tetapi ada semacam dendam pribadi antara dirinya
dengan Ali. Dia masih teringat terhadap peristiwa tuduhan selingkuh terhadap dirinya
(hadits al-ifk), dimana pada waktu itu Ali memberatkan dirinya. Faktor lain adalah
persaingan dalam pemilihan jabatan khalifah dengan ayahnya, Abu Bakar, yang
kemudian disusul dengan sikap Ali yang tidak segera membai’at Abu Bakar, dan yang
terakhir ada faktor Abdullah bin Zubair, kemenakannya, yang berambisi untuk
menjadi khalifah, yang terus mendesak dan memprovokasi Aisyah agar memberontak
terhadap Ali.15
14 Sou’yb Jousouf, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin Jakarta, Bulan Bintang, 1979, h. 471
15 Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1982, h.288-289
16 Ibid, h.292-293
Menurut Thabari peperangan jamal disebabkan oleh kerana kenigninan dan
nafsu perseorangan yang timbul pada diri Abdullah bin Zubair dan Thalhah, dan oleh
perasaan benci Aisyah terhadap Ali. Abdullah bin Zubair bernafsu besar untuk
menduduki kursi khalifah dan kemudian menghasut Aisyah sebagai Ummul
Mukminin untuk segera memberontak terhadap Ali bin Abi Thalib.17
17 Ibid, h. 296-297
18 Engineer, Asghar Ali, Asal-Usul dan Perkembangan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, h.
19 -262
20 http://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Siffin
Dengan alasan khalifah Ali tidak sanggup menegakkan hukum sesuai
syari’at, juga menuduh Ali dibalik pembunuhan Uthman, hal ini tidandai dengan tidak
diambil tindakan oleh Ali terhadap para pemberontak bahkan pemimpinnya
Muhammad bin Abu Bakar yang merupakan anak angkat Ali, diangkat menjadi
gubernur Mesir, akhirnya Mu’awiyah mengadakan kampanye besar-besaran di
wilayahnya menentang Ali, sehingga mendapat dukungan dan simpati dari mayoritas
pengikut dan rakyat di wilayah kekuasaannya. Kemudian Mu’awiyah menyiapkan
pasukan yang besar untuk melawan khalifah Ali. Walaupun menurut ahli sejarah,
motivasi perlawanan Mu’awiyah itu sebenarnya tidak murni menuntut balas atas
kematian Uthman, tetapi ada ambisi untuk menjadi khalifah.
Perang antara Khalifah Ali dan Mu’awiyah pasukan Ali sudah hampir
memperoleh kemenangan, dan pihak tentara Mu’awiyah bersiap-siap melarikan diri.
Tetapi pada waktu itu ‘Amr bin Ash yang menjadi tangan kanan Mu’awiyah dan
terkenal sebagai seorang ahli siasat perang minta berdamai dengan mengangkat Al-
Qur’an.21
Setelah itu sebagian pasukan Ali tersebut memisahkan diri dan membentuk
gerakan sempalan yang kemudian dikenal dengan sebutan kaum ‘Khawarij’. Pendapat
dan pemikiran mereka dikenal sangat ekstrim, pelaku-pelaku arbitrase dianggap telah
kafir dalam erti telah keluar dari Islam kerana tidak berhukum pada hukum Allah.
22 Ibid, h. 16
23 Nasution, Harun, Telogi Islam Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986 h. 5
Khawarij memandang Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari dan lain-
lain yang menerima arbitrase adalah kafir.24
PENUTUP
Setelah Usman wafat, masyarakat membai’at Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dan
memerintah selama hanya 5 tahun. Banyak yang dicapai Ali sebagai khalifah diantaranya
adalah mengembalikan sistem pemerintahan yaitu Administrasi Keuangan dan Harta,
Pengembalian harta dan tanah negara yang dikuasai sepihak, mengisi kembali fungsi
baitul mal. Selama masa pemerintahannya ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada
masa sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil, setelah ia memecat
para gubernur (kepala daerah) yang diangkat Usman bin Affan. Dia juga mengambil
kembali tanah-tanah negara yang dibagikan Usman dengan alasan yang tidak jelas.
Terjadinya perang Jamal adalah Konflik pemerintahan Ali bin Abi Thalib
dengan tiga tokoh Islam yaitu Aisyah, Thalhah dan Abdullah bin Zubair. Hal ini
diakibatkan oleh kepentingan politik yaitu menjadi khalifah khususnya Abdullah bin
Zubair.
Perang Siffin adalah perang khalifah melawan Mu’awiyah yang juga banyak
korban sesama orang Islam yang diakhiri dengan arbitrase (tahkim) yang sangat
merugikan pihak khalifah Ali bin Abi Thalib. Hal ini menimbulkan perpecahan tentara
Ali yang mendukung tahkim dan menolak. Pihak yang menolak dikenal dengan khawarij.
Ahli Sejarawan Islam Syihritini pernah berkata: ”Tidak ada masalah yang lebih
banyak menimbulkan pertumpahan darah dalam Islam selain masalah kekhalifahan”.
26 http://www.cybermq.com
Ibnu Khaldun menulis, “sebagai akibat dari kekuasaan dan kekayaan ketegaran
kehidupan padang pasir menjadi hilang”.
BIBLIOGRAFI/RUJUKAN:
1. Syalabi, Sejarah dan Kebudayan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1982.
2. Asghar Ali Engineer, Asal Usul dan Perkembangan Islam, Pustaka Pelajar,
3. Yogyakarta, 1999
4. Budhi Munawwar Rachman, Ensiklopedi Nur Cholish Majid, Mizan, Jakarta, 2006
5. Hadariansyah, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam,
Antasari Press, Banjarmasin, 2008.
6. Hasan, As’ari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah, Citapustaka Media, Bandung,
7. 2006
8. http://id.wikipedia.org/wiki/ http://www.cybermq.com
9. Marshall GS Hudgson, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban
10. Islam, Terj. Mulyadi Kartanegara, Paramadina, Jakarta, 1999,
11. Sou’yb Jousouf, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta, Bulan Bintang, 1979
12. Syeikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Islam Sepanjang Sejarah, Terj.
13. Khoiril Amru Harahap, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007