Você está na página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN

Rubela adalah penyakit yang di sebabkan oleh virus yang dapat menimbulkan demam
ringan dengan ruam pungtata dan ruam makulopapuler yang menyebar dan kadang-kadang
mirip dengan campak atau demam scarlet. Penyakit ini di tularkan melalui cairan yang keluar
dari hidung atau tenggorokan, penyakit ini juga dapat di tularkan melalui aliran darah oleh
seorang wanita yang sedang hamil kepada janin yang di kandungnya yang dapat
menyebabkan sindrom cacat bawaan pada janin tersebut. Infeksi rubella berbahaya bila
terjadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika
infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%
sedangkan infeksi terjadi trimester pertama maka resiko menjadi 25% (Menurut America
College of Obstatrician and Gynecologist, 1981).

Rubella menjadi penting karena penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan pada
janin. Sindroma rubella congenital (Congenital Rubella Syndrome, CRS) terjadi pada 90%
bayi yang di lahirkan oleh wanita yang terinfeksi rubella sela trimester pertama kehamilan,
resiko kecacatan congenital ini menurun hingga kira-kira 10-20% pada minggu ke 16 dan
lebih jarang terjadi bila ibu terkena infeksi pada usia kehamilan 20 minggu.

Infeksi janin pada usia lebih muda mempunyai resiko kehamilan di dalam rahim, abortus
spontan dan kecacatan congenital dari sistem organ tubuh utama. Cacat yang terjadi bisa satu
atau kombinasi dari jenis cacat berikut sperti tuli, katarak, mikroftalmia, glaucoma
congenital, mikrosefali, meningoensefalitis, keterbelakangan mental, patentductus arteriosus,
defek septum atrium atau ventrikel jantung, purpura.

Sebelum vaksin rubella tersedia pada tahun 1969 epidemi rubella terjadi 6-9 tahun,
anak-anak dengan usia 5-9 tahun menjadi korban utama dan muncul banyak kasus rubella
bawaan. Sekarang, dengan adanya program imunisasi pada anak-anak dan remaja usia dini
hanya muncul sedikit kasus rubella bawaan.
BAB II
PEMBAHASAN

Rubella atau di kenal juga dengan nama Campak Jerman adalah penyakit menular
yang di sebabkan oleh Virus Rubella. Virus biasanya menginfeksi tubuh melalui pernapasan
seperti hidung dan tenggorokan. Anak-anak biasanya sembuh lebih cepat di bandingkan
orang dewasa.
Rubella virus adalah virus RNA dari keluarga togavirus ukuran 60 nm, struktur
ikosahendral, memiliki amplop virus, sensitif terhadap eter pathogen kausatif rubella.
Transmisi: mungkin infeksi tetes. Kultur: pada kultur telur (korioallantois), di lakukan
pertama kali oleh Anderson ( Melbourne, 1955). Serologi: immunitas sepanjang hidup bebas
dari cacar air dan gondok. Pada eksperimen dengan binatang, biasa ditransmisikan ke kera.
Rubella adalah penyakit infeksi akut oleh virus yang di tandai dengan demam ringan
dan bintik dan berkas merah pada seluruh badan mirip dengan campak.
Congenital rubella syndrome terjadi pada kehamilan trimester ke tiga yang dapat
menyebabkan cataract, microphtalmia, microcephaly, mental retardation. hepatomegaly,
glaucoma, kelainan pada katup jantung dan tulang. Distribusi penyakit dan prevalensi
penyakit tersebar di seluruh dunia dan bersifat endemis.
Rubella berbeda dengan (campak rubeola), meskipun kedua penyakit ini cenderung
memiliki karakteristik yang sama seperti ruam merah yang khas. Rubella di sebabkan oleh
virus yang berbeda dari campak dan tidak separah campak. Rubella yang mengenai ibu hamil
terutama pada trimester pertama dapat mengakibatkan kompikasi serius pada janin seperti
kecacatan lahir bahkan kematian janin. Rubella pada saat hamil juga menjadi penyebab
paling umum dari tuli kongenital.
Virus rubella memiliki waktu inkubasi 3 sampai dengan 5 hari. 1-7 hari biasanya 1-3
hari dan ada juga yang memakan waktu 2-3 minggu, atau 14-17 hari kisaran antara 14-21
hari.
2.2 Penularan Rubella
Cara penularan rubella melalui sekret nasofaring dari orang terinfeksi. Infeksi terjadi
melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada lingkungan tertutup seperti
asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan
CRS mengandung virus pada sekret nasofarin dan urin mereka dalm jumlah besar, sehingga
menjadi sumber infeksi. Penularan juga terjadi melalui kontak dengan cairan yang berasal
dari nasopharynx penderita. Virus ini juga menular melalui partikel udara. Rubella biasanya
di tularkan oleh ibu kepada bayinya, makanya di sarankan untuk melakukan tes rubella
sebelum hamil.
Penularan virus rubella dapat terjadi ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin
atau menular melalui kontak langsung dengan sekret pernapasan (seperti lendir) orang yang
terinfeksi. Rubella juga dapat di tularkan dari wanita hamil ke janinya melalui aliran darah.
Orang yang terinfeksi rubella juga dapat menularkan penyakitnya bahkan sebelum gejalanya
muncul. Rubella di tularkan dari orang ke orang.

2.3 Gejala
Gejala-gejala rubella sebagai berikut:
- Pembekakan pada kelenjar getah bening
- Demam di atas 38o C
- Mata terasa nyeri
- Muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh
- Kulit kering
- Sakit pada persendian
- Sakit kepala
- Hilang nafsu makan
- Wajah pucat dan lemas
- Terkadang di sertai dengan pilek
Gejala rubella terutama pada anak-anak tanda atau gejala rubella seringkali sangat
ringan sehingga sulit untuk di identifikasikan. Jika memang tanda dan gejala terjadi, umunya
baru akan muncul antara 2 atau 3 minggu setelah terpapar virus. Gejala-gejala umum dari
rubella antara lain:
 Ruam merah (di mulai dari wajah lalu menjalar ke leher dan ekstremitas kaki dan
tangan yang berlangsung sekitar 3 hari)
 Demam ringan 38,9o C atau lebih rendah
 Pembesaran kelenjar getah bening (di dasar tengkorak, bagian belakang leher dan
belakang telinga).
 Mata merah
 Hidung tersumbat atau meler
 Nyeri sendri terutama pada wanita muda
 Sakit kepala
Gejala rubella bisa berbeda-beda pada tiap orang dan gejalanya juga mirip dengan gejala
penyakit atau kondisi kesehatan lain.
Anak yang mengalami rubella pertama kali datang dengan ruam eritematosa,
makulopapular dan pruritik yang di mulai pada wajah dan menyebar ke ekstremitas. Ruam
biasanya berlangsung selama 3 hari, dengan bagian yang pertama kali bersih adalah wajah.
Orang dewasa dapat datang dengan gejala prodromal (demam, malaise, batuk, nyeri
tenggorokan dan limfadenopati). Beberapa hari sebelum timbul ruam, limfadenopati
berlangsung sekitar 1 minggu dan paling menonjol pada aurikular posterior, suboksipital dan
rantai servikal posterior. Artralgian dan asrtritis yang jarang terjadi pada anak, lebih sering
terjadi pada remaja dan orang dewasa terutama perempuan.

2.4 Pengendalian Rubella


Pengendalian rubella yaitu dengan menambahkan imunisasi rubella ke dalam
imunisasi rutin nasional dalam bentuk vaksin kombinasi dengan campak (Measles
Rubella/MR) yang dengan di dahului oleh imunisasi tambahan MR pada tahun 2017. Untuk
memastikan seluruh kegiatan tersebut berjalan dengan baik dan sesuai rencana di butuhkan
tim yang terdiri dari pemerintah, para ahli, stakeholder dan lintas sektor terkait yang berperan
aktif mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai pemantauan dan evaluasi seluruh
rangkaian kegiatan.

2.5 Pencegahan Rubella


Imunisasi MMR pda usia 12 bulan dan 4 tahun. Vaksin rubella merupakan bagian dari
imunisasi rutin pada masa kanak-kanak. Vaksin MMR di berikan pada usia 12-15 bulan,
dosis kedua di berikan pada usia 4-6 tahun.
Wanita usia subur bisa menjalani pemeriksaan serologi untuk rubella. Jika tidak memiliki
antibodi, di berikan imunisasi dan baru boleh hamil 3 bulan setelah penyuntikkan. Vaksin
sebaiknya tidak di berikan ketika ibu sedang hamil atau kepada orang yang mengalami
gangguan sistem kekebalan akibat kanker, terapi kortikosteroid maupun terapi penyinaran.
Vaksin campak, gondong dan rubella (MMR) merupakan kombinasi vaksin yang
berfungsi melindungi anak-anak dari serangan tiga virus ini. Vaksin MMR efektif
memberikan kekebalan pada kebanyakkan orang dan orang yang sudah terkena rubella
biasanya akan kebal seumur hidupnya.
Vaksin MMR yang pertama biasanya di berikan pada saat anak berusia 12 bulan, vaksin ke
dua di berikan saat usia 4-6 tahun. Walau sebenarnya vaksin ke dua sudah bisa di berikan
setelah 28 hari sejak pemberian vaksin pertama, meskipun belum berusia 4 tahun.
Perawatan pencegahan terdiri dari regimen vaksin dua dosis (bagian dari vaksin
MMR campak (measles) parotitis Imumps) rubella). Vaksin rubella adalah vaksin yang hidup
dan di lemahkan dan di kontraindikasikan pada kehamilan. Tata laksana infeksi rubella
biasanya terdiri dari perawatan suportif karena rubella biasanya bersifat ringan dan swasirna.
Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) efektif untuk pasien dengan artralgia.
Profilaksis pascapajanan untuk perempuan yang terpajan pada awal kehamilan yang tidak
menginginkan terminasi kehamilan terdiri dari imunoglobulin intramuskular (20Ml).
Konsultasi dengan spesialis penyakit obstetrik atau infeksi (atau keduanya) di anjurkan.
Pemberian imunoglobulin dalam waktu 72 jam setelah pajanan paling efektif dalam
mencegah infeksi. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk infeksi selama kehamilan atau
untuk bayi dengan CRS. Isolasi kontak harus di lakukan untuk setiap bayi untuk kecurigaan
CRS.
Usaha-usaha pencegahan :
 Imunisasi aktif
 Pemberian immune globulin (IG) pada wanita hamil setiap trimester kehamilan

Kontrol/terapi:
 Medikamentosa
 Simtomatis

Pencegahan rubella juga dapat di lakukan dengan:


 Melakukan penyuluhan kepada masyarakat umum mengenai cara penularan
dan pentingnya imunisasi rubella.
 Berikan dosis tunggal vaksin hidup, yaitu vaksin virus rubella yang di
lemahkan Irubella Virus Vaccine, Live), dosis tunggal ini memberikan respon
antibodi yang signifikan yaitu kira-kira 98-99% dari orang yang rentan.
 Vaksin ini di kemas dalam bentuk kering dan sesudah di larutkan harus di
simpan dalam suhu 2-80C (35,60-46,40F) atau pada suhu yang lebih dingin
dan di lindungi dari sinar mata hari agar tetap poten.
 jika di ketahui adanya infeksi alamia pada awal keahimaln, tindakan aborsi
sebaiknya di pertimbangkan karena riko terjadinya cacat pada janin sangat
tinggi.
 IG yang di berikan sesudah pajanan pada awal masa kehamilan mungkin tidak
melindungi terhadap terjadinya infeksi atau viremia, tetapi mungkin bisa
mengurangi gejala klinis yang timbul.

2.6 Pemberantasan Rubella


1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
 Laporan kepada putugas kesehatan setempat
 Isolasi, Di anjurkan selama di isolasi sekurang-kurangnya 4 hari
setelah gejala bintik-bintik merah muncul.
 Disinfeksi serentak: tidak di lakukan
 Karantina, Tidak di lakukan
 Imunisasi kontak, Pemberian imunisasi selama tidak ada
kontraindikasi (kecuali selama kehamilan) tidak mencegah infeksi
atau kesakitan.
 Infestigasi kontak dari sumber infeksi, lakukan infestigasi dan
identifikasi wanita hamil yang kontak dengan penderita, terutama
wanita hamil pada trimester pertama.
 Pengobatan spesifik: tidak ada
2. Penanggulangan wabah
 Untuk menanggulangi KLB rubella, laporkan segera seluruh
penderita dan tersangka rubella dan seluruh kontak dan meraka yang
masih rentan di beri imunisasi.
 Petugas dan praktisi kesehatan serta masyarakat umum sebaiknya di
beri informasi tentang adanya KLB rubella agar dapat
mengidentifikasikan dan melindungi wanita hamil yang rentan.

2.7 Patofisiologi
Manusia adalah satu-satunya pejamu untuk togavirus RNA yang menyebabkan
rubella. Transmisi terutama melalui penyebaran nasofaring, udara atau droplet. Pasien
bersifat infeksius selama 5-7 hari sebelum dan sampai 2 minggu setelah gejala. Bayi yang
terinfeksi secara kongenital dapat tetap infeksius selama beberapa bulan setelah lahir. Rubella
biasanya merupakan infeksi yang ringan pada anak dan seringkali bersifat subklinis pada
orang dewasa. masa inkubasi berkisar dari 1-21 hari.

2.8 Mendiagnosa Rubella


Ruam rubella bisa mirip dengan ruam penyakit akibat virus lainnya. Jadi selain
dengan mempelajari riwayat medis dan pemeriksaan fisik lengkap, penegakkan diagnosa
rubella akan di tunjang dengan kultur tenggorokan dan tes darah. Yang mana hal ini dapat
mendeteksi keberadaan berbagai jenis antibodi rubella dalam darah. Antibodi ini akan
menjukkan apakah seseorang sedang atau pernah menggalami rubella atau pernah di
vaksinasi rubella.
Kadar imonoglobulin M (IgM) serum dan IgG serum akut serta konvalesen biasanya
mengkonfirmasi diagnosis virus rubella dapat di kultur dari apusan nasofaring atau faring,
urin, darah dan cairan serebrospinal. Pemberitahuan pada petugas laboratorium tentang
kemungkinan infeksi rubella dapat meningkatkan sensitivitas kultur.

2.9 Komplikasi Rubella


Seperti yang di ungkapkan di atas rubella adalah infeksi ringan. Sekali saja orang
terkena rubella, maka ia akan kebal seumur hidup. Sebagian wanita yang terkena rubella
mengalami arthritis pada jari-jari, pergelangan tangan dan lutut yang umunya berlangsung
selama 1 bulan. Dalam kasus yang cukup jarang terjadi, rubella dapat menyebabkan infeksi
telinga (otitis media) atau radang otak (ensefalitis).
Yang berbahaya adalah ketika seorang wanita hamil dan terkena rubella, Konsekuensi
berat pada bayi yang di kandungnya. Sekitar 90% bayi yang di lahirkan dari ubu yang
mengidap rubella sela trimester pertama kehamilan mengembangkan sindrom rubella
bawaan. Hal ini akan mengakibatkan satu stau beberapa gangguan, antara lain:
 Retardasi pertumbuhan
 Katarak
 Ketulian
 cacat jantung bawaan
 cacat pada organ lain
 keterbelakangan mental
Resiko tinggi janin akan berada dalam trimester pertama kehamilan, namun trimester
selanjutnya juga berbahaya.
sebagian besar infeksi bersifat swasirna dan komplikasi klinis jarang terjadi, namun
infeksi kongenital di sertai dengan morbiditas dan mortalitas yang segnifikan. Infeksi
martenal pada trimester pertama menyebabkan infeksi fetal pada sebagian besar kasus dan
menyebabkan defek kongenital pada 100% bayi yang terinfeksi. Sebaliknya, hampir tidak
terdapat resiko infeksi fetal atau defek kongenital setelah trimester kedua.
Infeksi kongenital dapat menyebabkan abortos spontan, retardasi pertumbuhan intrauterin
atau lahir mati. Sindrom rubella kongenital (CRS, congenital rubella syndrome) dapat berupa
retardasi mental atau fisik, tuli, anomali jantung, anomali okular, hepatomegali dan ikterus,
purpura dan trombositopenia.

2.10 Pengobatan Rubella


Beberapa pertimbangan dokter sebelum melaksanakan pengobatan rubella adalah:
 Kesehatan umum dan riwayat medis
 Tingkat keparahan
 Toleransi kepada obat, prosedur atau terapi tertentu
 Ekspetasi perjalanan penyakit
 Pendapat atau preferensi pasien.
Tidak ada pengobatan khusus untuk mempercepat masa infeksi rubella dan karena
gejalanya sangat ringan maka pengobatan biasanya kurang di perlukan. Biasanya hanya
terbatas pada penggunaan obat-obat simptomatik, seperti paracetamol untuk menurunkan
demam. Namun sering kali juga dkter akan mengisolasi pennderita (terutama wanita hamil)
selama periode infeksi.

2.10 Kontroversi Vaksin MMR

Kontroversi mulai menyeruak pada tahun 2001 dan 2002 setelah Wakefield
menerbitkan beberapa artikel yang menunjukkan bahwa program imunisasi tidak aman.
Artikel-artikel ini terdiri atas satu artikel tinjauan tanpa bukti baru di jurnal kecil dan dua
artikel tentang penelitian laboratorium yang menunjukkan bahwa virus campak ditemukan di
sampel jaringan anak yang mengalami autisme dan radang usus.

Penerbitan ini mendapat sorotan luar dari media yang juga mengangkat bukti anekdot
dari orang tua serta liputan politik yang mengkritik layanan kesehatan dan pemerintah.
Puncaknya, masyarakat menuntut Perdana Menteri Tony Blair supaya putranya yang masih
kecil, Leo, divaksin. Artikel Wakefield menjadi berita sains terbesar tahun 2002 yang
ditanggapi dengan 1.257 kolom berita oleh komentator non-ahli. Pada bulan Januari sampai
September 2002, 32% kolom berita tentang MMR mencantumkan nama Leo Blair dan 25%
lainnya mencantumkan Wakefield. Kurang dari sepertiga kolom berita mencantumkan bukti
kuat bahwa vaksin MMR aman. Artikel penelitian, konferensi pers, dan videonya memicu
kepanikan kesehatan besar di Britania Raya. Akibat kepanikan ini, kepercayaan masyarakat
terhadap MMR jatuh dari 59% menjadi 41% usai penerbitan artikel Wakefield. Pada tahun
2001, 26% dokter keluarga merasa pemerintah gagal membuktikan tidak adanya hubungan
antara MMR dan autisme dan radang usus. Dalam buku Bad Science, Ben Goldacre
mengelompokkan kepanikan vaksin MMR sebagai satu dari "tiga berita sains palsu paling
berkesan sepanjang masa" yang pernah diterbitkan oleh harian Britania Raya.

Kepercayaan terhadap vaksin MMR naik seiring terkuaknya bukti-bukti bahwa klaim
Wakefield tidak didukung oleh bukti ilmiah. Survei tahun 2003 yang melibatkan 366 dokter
keluarga di Britania Raya melaporkan bahwa 77% responden akan menyarankan vaksin
MMR kepada anak yang keluarga dekatnya memiliki riwayat autisme dan 3% responden
mengira bahwa autisme kadang disebabkan oleh vaksin MMR. Survei serupa tahun 2004
menemukan bahwa masing-masing persentasenya berubah menjadi 82% dan 2% dan
kepercayaan terhadap MMR meningkat selama dua tahun terakhir.
Salah satu faktor dalam kontroversi ini adalah hanya vaksin gabungan yang tersedia
lewat program National Health Service. Per 2010, tidak satupun vaksin campak, beguk, dan
rubela terpisah yang diizinkan penggunaannya di Britania Raya. Perdana Menteri Tony Blair
mendukung program ini dan berpendapat bahwa vaksin cukup aman untuk putranya sendiri,
Leo, tetapi atas dasar privasi menolak menyatakan apakah Leo menerima vaksin; sebaliknya,
Perdana Menteri pengganti Blair, Gordon Brown, secara eksplisit membenarkan bahwa
putranya telah diimunisasi. Saat mempromosikan otobiografinya,Cherie Blair membenarkan
bahwa Leo menerima vaksinasi MMR.

Sepanjang 1980-an dan 1990-an, beberapa gugatan hukum melawan produsen vaksin
menuduh bahwa vaksin menyebabkan gangguan jiwa dan fisik pada anak-anak. Meski gagal,
gugatan-gugatan ini memicu kenaikan harga vaksin MMR dan perusahaan farmasi pun
mencari perlindungan undang-undang. Pada tahun 1993, Merck menjadi satu-satunya
perusahaan yang bersedia menjual vaksin MMR di Amerika Serikat dan Britania Raya.

Italia

Pada Juni 2012, pengadilan setempat di Rimini, Italia, memutuskan bahwa vaksinasi MMR
menyebabkan autisme pada seorang anak laki-laki berusia 15 bulan. Pengadilan sangat
bergantung pada artikel Lancet yang sudah dicabut dan mengabaikan bukti ilmiah yang
dipaparkan. Putusan ini diangkat ke pengadilan banding. Pada tanggal 13 Februari 2015,
putusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi di Bologna.]

Jepang

Kepanikan MMR menurunkan persentase vaksinasi beguk (kurang dari 30%) sehingga
memicu wabah di Jepang. Ada 2.002 korban jiwa yang berkaitan dengan campak di Jepang
dan tidak ada korban di Britania Raya, tetapi kematian tambahan ini disebabkan oleh
vaksinasi usia tua di Jepang. Juru bicara Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa
penghentian vaksinasi tidak berpengaruh pada campak, tetapi juga menyebutkan bahwa
]
banyak korban jiwa akibat campak ketika program vaksinasi MMR masih berjalan. Pada
tahun 1994, pemerintah menghapus kewajiban vaksinasi campak dan rubela karena
kepanikan MMR 1993. Jepang kini merupakan satu-satunya negara maju dengan wabah
campak massal. Jepang dicap sebagai "eksportir campak" oleh Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit Amerika Serikat. Akibat lain dari kepanikan ini adalah pada tahun
2003, 7 juta anak sekolah tidak menerima vaksin rubela.

Jumlah autisme terus meningkat di Jepang setelah vaksin MMR dihentikan. Fakta ini
membantah efek samping vaksinasi dan berarti bahwa penarikan vaksin MMR di negara lain
tidak mungkin mengurangi kasus autisme. Pemerintah Jepang tidak mengakui adanya
hubungan apapun antara MMR dan autisme. Pada tahun 2003, Jepang masih mencoba
menemukan vaksin gabungan untuk mengganti MMR. Pemerintah kemudian menemukan
bahwa sejumlah vaksin disuntikkan melewati tanggal kedaluwarsa dan vaksinasi wajib MMR
baru dihentikan setelah tiga anak meninggal dunia dan lebih dari 2.000 kasus efek samping
bermunculan. Per 1993, pemerintah Jepang telah membayar $160.000 sebagai kompensasi
kepada keluarga ketiga anak yang meninggal tersebut. Orang tua lainnya tidak menerima
kompensasi karena pemerintah mengatakan bahwa tidak ada buktinya vaksin MMR
menyebabkan autisme; mereka memutuskan menggugat produsen vaksin alih-alih
pemerintah. Pengadilan distrik Osaka memutuskan pada 13 Maret 2003 bahwa kematian dua
anak disebabkan oleh MMR bergalur Urabe di Jepang. Tahun 2006, Pengadilan Tinggi Osaka
menyatakan dalam putusan lain bahwa negara bertanggung jawab atas kegagalannya
mengawasi produsen vaksin campak-beguk-rubela yang mengakibatkan efek samping parah
pada anak-anak.

Britania Raya

Penggugatan MMR dimulai sebelum Peraturan Prosedur Sipil (Civil Procedure Rules)
dirumuskan. Status gugatan kelompok ditetapkan berdasarkan arahan praktik Ketua
Pengadilan (Lord Chief Justice) tanggal 8 Juli 1999. Pada tanggal 8 Juni 2007, hakim
Pengadilan Tinggi, Justice Keith, mengakhiri gugatan kelompok ini karena pencabutan
bantuan hukum oleh komisi pelayanan hukum membuat penyelidikan terhadap para
pengklaim tidak mungkin dilakukan. Ia memutuskan bahwa semua kecuali dua klaim
terhadap perusahaan farmasi harus dihentikan. Hakim menekankan bahwa putusannya bukan
berarti menolak klaim bahwa MMR telah membuat anak-anak sakit

Kelompok penekan bernama JABS (Justice, Awareness, Basic Support) dibentuk untuk
mewakili keluarga yang anaknya "sakit akibat vaksin" menurut orang tuanya. Dana bantuan
hukum publik sebesar £15 juta dikeluarkan untuk gugatan hukum. £9,7 juta di antaranya
dibayarkan kepada pengacara dan £4,3 juta sisanya dibayarkan ke saksi ahli.
Beberapa kasus di Britania Raya yang orang tuanya mengklaim bahwa anaknya meninggal
akibat MMR Urabe telah diselesaikan dengan kompensasi di bawah skema "pembayaran
dampak vaksin".

Amerika Serikat

Sidang autisme omnibus (OAP) adalah sidang terkoordinasi di hadapan Office of Special
Masters of the U.S. Court of Federal Claims—biasa disebut pengadilan vaksin. Sidang ini
dirancang untuk memfasilitasi penanganan hampir 5.000 petisi vaksin yang melibatkan klaim
bahwa anak yang menerima vaksin tertentu mengalami perkembangan autisme. Petitioners'
Steering Committee mengklaim bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan autisme dan
mungkin bila dipadukan dengan vaksin yang mengandung thiomersal. Pada tahun 2007, tiga
kasus uji dipaparkan untuk menguji klaim tentang perpaduan vaksin tersebut; semuanya
kalah. Pengadilan vaksin memutuskan menolak gugatan dalam tiga kasus tersebut karena
bukti yang dipaparkan tidak membuktikan klaim mereka bahwa vaksinasi menyebabkan
autisme pada pasien-pasien tertentu atau secara umum.

Dalam sejumlah kasus, pengacara penggugat tidak menggunakan Omnibus Autism


Proceedings yang khusus menangani autisme dan permasalahan radang usus; mereka
membawa kasusnya ke pengadilan vaksin biasa.

Pada tanggal 30 Juli 2007, keluarga Bailey Banks, anak yang mengalami penundaan
perkembangan pervasif, memenangi kasusnya melawan Departemen Kesehatan dan
Pelayanan Masyarakat Amerika Serikat. Dalam kasus yang berkaitan dengan 'penundaan
perkembangan non-autistik', Special Master Richard B. Abell memutuskan bahwa Banks
berhasil menunjukkan bahwa "vaksin MMR yang dipermasalahkan benar-benar
menyebabkan kondisi yang diderita dan terus diderita Bailey". Dalam kesimpulannya, ia
memutuskan bahwa ia puas MMR terbukti menyebabkan nyeri otak bernama acute
disseminated encephalomyelitis (ADEM). Ia mengeluarkan putusan ini atas dasar dua kasus
vaksin tahun 1994 dan 2001 yang menyimpulkan, "ADEM dapat disebabkan oleh infeksi
campak, beguk, dan rubela alami serta vaksin campak, beguk, dan rubela.

Dalam kasus-kasus lain, pengacara tidak mengklaim bahwa vaksin menyebabkan autisme;
mereka menuntut kompensasi atas ensefalopati, ensefalitis, atau kejang-kejang.
Indonesia

Kontroversi di indonesia terjadi ketika program imunisasi untuk mencegah campak


dan rubella (MR) digelar pada agustus 2017, polemik tentang perlu atau tidaknya vaksinasi
juga dibicarakan. Begitu pula halal atau tidaknya vaksin, serta kejadian ikutan pasca
imunisasi.

Dokter spesialis anak dan penulis buku Pro Kontra Imunisasi, dr. Arifianto
menyebutkan asupan makanan bergizi, suplement, serta ASI bagi anak penting, tetapi harus
di barengi dengan vaksinasi yang memberikan kekebalan spesifik pada anak – anak. Laman
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan vaksin yang beredar di indonesia tidak
mengandung babi. Akan tetapi dalam pembuatan vaksin seperti polio, enzym tripsin babi
memang digunakan walau sudah dibersihkan dan dihilangkan sehingga tidak menggangu
tahap selanjutnya dalam produksi vaksin
Ada dua cara penggunaannya, pertama sebagai katalisator ketika dilihat produk akhir
tidak sudah terdeteksi sama sekali, secara umum sangat terlarut jadi tidak ada produk babi
dalam produk akhir. Kedua sebagai stabilisator, tetapi dalam penelitian DNA sudah bukan
DNA babi, sudah berubah bentuknya.
Mentri kesehatan RI Nila F Moelok mengaku kalau vaksin MR yang masuk ke
indonesia di produksi oleh Serum Institute of India (SII) dan didistribusikan oleh Biofarma
tidak diketahui komposisinya, menurut Menkes, Kemenkes sudah mengirim surat kepada SII
yang berisi permintaan agar mereka menyiapkan dokumen yang berkaitan dengan sertifikat
halal.
Komisi fatwa MUI terlah mengeluarkan tiga sertifikat halal untuk tiga vaksin besar
yang beredar diindonesia, yaitu polio, rotavirus, dan meningitis. Ketua fatwa MUI Prof.
Hasanuddin AF, mengatakan fatwa itu dikeluarkan karena banyak masyarakat yang menolak
vaksinasi, bahkan kalau tidak di vaksinasi menimbulkan penyakit berat, kecatatan, bahkan
menimbulkan kematian maka imunisasi hukumnya wajib, tetapi vaksinasi itu harus
menggunakan vaksin yang bersertifikat halal. Namun , menurut Hasanuddin, dlam keadaan
darurat misalnya menimbulkan wabah atau kematian imunisasi dapat dilakukan meskipun
belum ada vaksin halal.
Untuk vaksin MR MUI sendiri belum mengeluarkan sertifikat Halal, sekarang ini
MUI dalam kapasitas tidak menghalalkan dan tidak mengharamkan karena belum diproses,
tetapi jika orang tua memandang perlu vaksinasi dan bermanfaat untuk kesehatan anak maka
MUI memperbolehkan.
Dan pada akhirnya pada tanggal 20 agustus 2018 MUI mengeluarkan fatwa nomor 33
tahun 2018 tentang penggunaan vaksin MR produk dari SII (Serum Institue Of Indi) untuk
imunisasi. Komisi fatwa MUI telah menetapkan vaksin MR mengandung babi dalam proses
produksinya. Setelah fatwa ini dikeluarkab vaksin MR kembali menjadi kontroversial karena
kehalalannya . beberapa daerah bahkan memutuskan untuk menunda pemberian vaksinasi
MR sampai ada keputusan halal dari MUI

Penelitian

Jumlah kasus autisme yang dilaporkan naik pesat pada tahun 1990-an dan awal 2000-
an. Sebagian besar kenaikan kasus ini justru dipicu oleh perubahan praktik diagnosis; belum
diketahui seberapa besar kenaikan yang dipicu oleh perubahan prevalensi autisme, dan tidak
ada hubungan sebab-akibat dengan vaksin MMR.

Pada tahun 2004, meta-analisis yang didanai Uni Eropa mengamati bukti dalam 120
penelitian dan mempertimbangkan efek vaksin MMR yang tidak diharapkan. Meta-analisis
ini menyimpulkan bahwa meski vaksin memiliki efek samping positif dan negatif, hubungan
antara MMR dan autisme "tidak mungkin ada". Pada tahun yang sama, sebuah artikel
tinjauan menyimpulkan, "Saat ini banyak bukti meyakinkan bahwa vaksin campak–beguk–
rubela tidak menyebabkan autisme atau subtipe gangguan spektrum autistik apapun."
Tinjauan literatur tahun 2006 tentang vaksin dan autisme menemukan bahwa "semua bukti
menunjukkan tidak ada hubungan sebab-akibat antara vaksin MMR dan autisme." Studi
kasus tahun 2007 menggunakan angka dalam surat Wakefield tahun 1999 ke The Lancet yang
menduga adanya hubungan sementara antara vaksinasi MMR dan autisme sebagai contoh
grafik yang tidak mewakili data. Studi tersebut menyarankan penulis dan penerbit agar
menghindari kesalahan yang sama pada penelitian-penelitian selanjutnya. Tinjauan studi
independen tahun 2007 yang dilakukan setelah penerbitan laporan pertama Wakefield et al.
menemukan bahwa studi-studi independen tersebut memberi bukti kuat melawan hipotesis
bahwa MMR berkaitan dengan autisme. Tinjauan penelitian tahun 2004 untuk sidang
pengadilan Britania Raya yang baru dirilis tahun 2007 menemukan bahwa analisis reaksi
berantai polimerase yang penting dalam penelitian Wakefield et al. rusak parah akibat
kontaminasi sehingga campak mustahil terdeteksi. Tinjauan penelitian tahun 2009 mengenai
hubungan antara vaksin dan autisme membahas kontroversi vaksin MMR sebagai satu dari
tiga hipotesis utama yang tidak didukung kajian epidemiologi dan biologi.

Pada tahun 2012, Cochrane Library menerbitkan tinjauan terhadap puluhan penelitian ilmiah
yang melibatkan kurang lebih 14.700.00 anak. Mereka tidak menemukan bukti kredibel
adanya kaitan MMR dengan autisme atau penyakit Crohn. Para penulisnya menyatakan,
"susunan dan pelaporan hasil keamanan dalam penelitian vaksin MMR, baik pra- dan pasca-
pemasaran, sangat tidak memadai". Meta-analisis bulan Juni 2014 yang melibatkan lebih dari
1,25 juta anak menemukan bahwa "vaksinasi tidak berkaitan dengan perkembangan autisme
atau gangguan spektrum autisme. Selain itu, komponen vaksin (thimerosal atau merkuri) atau
vaksin gabungan (MMR) tidak berkaitan dengan perkembangan autisme atau gangguan
spektrum autisme. Pada Juli 2014, sebuah tinjauan sistematis menemukan "bukti kuat bahwa
vaksin MMR tidak berkaitan dengan autisme".

Dampak terhadap masyarakat

New England Journal of Medicine menyebutkan bahwa aktivitas antivaksinasionis


membuat masyarakat rugi besar, "termasuk rusaknya kesejahteraan individu dan masyarakat
akibat wabah penyakit yang sebelumnya bisa dikendalikan, penarikan produsen vaksin dari
pasaran, ancaman terhadap keamanan nasional (dalam kasus vaksin antraks dan cacar), dan
hilangnya produktivitas masyarakat. Kerugian masyarakat akibat turunnya tingkat vaksinasi
(dalam dolar AS) diperkirakan oleh AOL Daily Finance pada tahun 2011.

 Wabah campak di Italia tahun 2002–2003 "yang membuat lebih dari 5.000 orang
dilarikan ke rumah sakit secara keseluruhan memakan biaya antara 17,6 juta euro dan
22,0 juta euro.
 Wabah campak tahun 2004 akibat "seorang pelajar yang tidak divaksin sepulang dari
India tahun 2004 di Iowa memakan biaya $142.452".
 Wabah beguk di Chicago tahun 2006 "yang diakibatkan oleh karyawan-karyawan
yang jarang diimunisasi memakan biaya $262.788, atau $29.199 per kasus".
 Wabah beguk Nova Scotia tahun 2007 memakan biaya $3.511 per kasus.
 Wabah campak di San Diego, California, tahun 2008 memakan biaya $177.000, atau
$10.376 per kasus.
Di Amerika Serikat, Jenny McCarthy menyalahkan vaksinasi atas gangguan yang dialami
putranya, Evan, dan memanfaatkan status selebritinya untuk mengingatkan para orang tua
tentang hubungan antara vaksin dan autisme. Gangguan yang dialami Evan dimulai dengan
kejang-kejang dan ia pulih setelah kejangnya ditangani. Pakar gejala penyakit mengatakan
bahwa gejala Evan cocok dengan sindrom Landau–Kleffner yang sering sekali disalahartikan
sebagai autisme. After the Lancet article was discredited, McCarthy continued to defend
Wakefield. Sebuah artikel di Salon.com mencap McCarthy sebagai "ancaman" karena

bertahan dengan sikapnya bahwa vaksin itu berbahaya.

Bill Gates mengkritik keras Wakefield dan perilaku para aktivis anti-vaksinasi:

Dr. Andrew Wakefield terbukti memakai data yang benar-benar dipalsukan. Ia


memiliki kepentingan finansial di sejumlah gugatan hukum, ia membuat artikel palsu,
diizinkan terbit oleh jurnalnya. Berbagai penelitian berkali-kali membuktikan tidak ada
hubungan apapun. Artikel ini adalah kebohongan besar yang telah menewaskan ribuan anak.
Gara-gara mendengar kebohongan tersebut, banyak orang tua tidak menyuntik anaknya
dengan vaksin pertusis atau campak, lalu anak mereka meninggal. Jadi, orang-orang yang
aktif dalam kampanye anti-vaksin mendeklarasikan bahwa vaksin itu penting.
DAFTAR PUSTAKA

Você também pode gostar