Você está na página 1de 21

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN


BAYI BARU LAHIR

“KONSEP DASAR ASUHAN PERSALINAN”

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan


Persalinan dan Bayi Baru Lahir

Oleh :

1. Fepy Sisiliay (16.14.02.011)

AKADEMI KEBIDANAN PAMENANG

JL. SOEKARNO HATTA NO. 15 BENDO-PARE-KEDIRI

TELEPON (0354) 393102-FAX (0354) 395480

TAHUN 2017/2018
PEMBAHASAN

I. Konsep Dasar Asuhan Persalinan


A. Pengertian Persalinan
Persalinan normal menurut WHO (2010) adalah persalinan yang

dimulai secara spontan, berisiko rendah pada awal persalinan dan tetap

demikian selama proses persalinan, bayi lahir secara spontan dalam

presentasi belakang kepala pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkapp

dan setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.

Menurut Rohani tahun 2011 dalam bukunya Oktarina (2016 : 2),

persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi

uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks,

kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta, dan proses tersebut merupakan

proses alamiah.
Sedangkan menurut Wiknjosastro tahun 2012 dalam bukunya

Oktarina (2016 : 2), persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil

konsepsi yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar.

Persalinan normal atau persalinan persalinan spontan adalah bila bayo

lahir dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau

pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya

berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan

melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpda

bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini di mulai dengan adanya kontraksi

persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progesif


dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati fan Nugraheny,

2013 : 4).
Sedangkan menurut damayanti (2014 : 2), persalinan adalah

kejadian yang berakhir denan pengeluaran bayi cukup bukan, disusul

dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.

Berdasarkan proses berlangsungnya persalinan dibedakan sebagai berikut

:
a. Persalinan spontan
Bila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan

melalui jalan lahir (Damayanti, 2014 : 4).


b. Persalinan buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misaknya

ekstraksi dengan forceps/vakum, atau dilakukan operasi Sectio

Caesarea (Damayanti, 2014 : 4).


c. Persalinan anjuran
Pada umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar

untuk hidup di luar, tetapi tidak sedemikian esarnya sehingga

menimbulkan kesulitan dalam persalinan. Persalinan kadang-kadang

tidak mulai segera dengan sendirinya tetapi baru bisa dilakukannya

amniotomi/pemecahan ketuban atau dengan induksi persalinan yaitu

pemberian pitocin atau prostaglandin.


B. Sebab-Sebab Mulainya Persalinan
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahuo dengan pasti,

sehingga menimbulkan beberapa teori :


1. Teori penurunan kadar hormon progesteron
Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang

mengakibatkan peningkatan uterus karena sintesa prostaglandin di

chorioamnion (Oktarina, 2016 : 3).


2. Teori rangsangan estrogen
Estrogen menyebabkan iritability miometrium, estrogen

memungkinkan sintesa prostaglandin pada decidua dan selaput

ketuban sehingga menyebabkan kontraksi uteurs miometrium

(Oktarina, 2016 : 3)
3. Teori reseptor oksitoksi dan kontraksi Bratox Hiks
Kontraksi persalinan tidak terjadi secara mendadak, tetapi

berlangsyng lama dengan persiapan semakin meningkatnyareseptor

oksitoksin. Oksitoksin adalah hormon yang dokeluarkan oleh kelenhar

hipofisi parst posterior. Distribysi reseotor oksitoksin, dominan pada

fundus dan korpus uteri, ia makin berkurang jumlahnya di segmen

bawah rahim dan praktis tidak banyak dijumpai pada serviks uteri

(Oktarina, 2016 : 3).


4. Teori keregangan
Rahim yang menhadi besar dan meregang menyebabkan iskemia

otot-otot rahim, sehingga menganggu sirkulasi utero plasenter

(Oktarina, 2016 : 3).


5. Teori fetal membran
Mingkatnya hormon estrogen menyebabkan terjadinya esterified

yang menghasilkan acid, arachnoud acid bekerja untuk pembentukan

prostaglandin yang mengakibatkan kontraksi miometrium (Oktarina,

2016 : 3-4).
6. Teori placenta sudah tua
Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada

placenta mennurun segera terjadi gehenerasi trofoblast maka akan

terjadi penurunan produksi hormone (Oktarina, 2016 : 4).


7. Teori tekanan cerviks
Fetus yang berprsentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf

sehingga mengakibatkan SAR (Segman Atas Rahim) dam SBR (Segmen

Bawah Rahim) bekerja berlawanan sehingga terjadi kontraksi dan retraksi

(Oktarina, 2016 : 4).


C. Tahapan Persalinan (Kala I, II, III, IV)
1. Kala I (Pembukaan)
Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I :
a. Jika sudah terjadi pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur

minimal 2 kali dalam 10 menit selam 40 detik (Damayanti, 2014 :

11).
b. Kala I adalah kala pembukaan yang berlansung antara pembukaan

0-10 cm (pembukaan lengkap) (Damayanti, 2014 : 12).


c. Proses pada kala I terbagi menjadi dua fase, yaitu :
1) Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3

cm (Damayanti, 2014 : 12).


2) Fase aktif (7 jam) dari pembukaan 3 cm sampai pembukaan

10 cm dibagi lagi menjadi 3 fase yaitu :


 Fase akselerasi, (2 jam) dari pembukan 3 cm sampai 4

cm (Damayanti, 2014 : 12).


 Fase dilatasi maksimal (2 jam) dari pembukaan 4 cm

sampai 9 cm (Damayanti, 2014 : 12).


 Fase deselerasi (2 jam) dari pembukaan 9 cm samapai 10

cm (Damayanti, 2014 : 12).


d. Lamanya untuk primigravida berlangsung 12-14 jam sedangkan

pada multigravida sekitar 6-8 jam (Damayanti, 2014 : 12).


e. Berdasarkan Kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan

primigravida 1 cm per jam dan pembukaan multigravida 2 cm per

jam (Damayanti, 2014 : 12).


2. Kala II (Pengeluaran Bayi)
a. Kala II adalah kala pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan

lengkap samapi bayi lahir (Damayanti, 2014 : 13).


b. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan meneran akan

mendorong bayi hingga lahir (Damayanti, 2014 : 13).


c. Lamanya proses ini berlangsung selama 1 ½ jam – 2 jam pada

primihravida dan ½ jam – 1 jam pada multigravida (Damayanti,

2014 : 13).
d. Diagnosis persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan

pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap

dan kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm

(Damayanti, 2014 : 13).


e. Tanda gejala kala II : dorongan meneran, tekanan anus, perinium

menonjol, dan vulva membuka (Damayanti, 2014 : 13).


3. Kala III
a. Kala II adalah waktu pelepasan dan pengeluaran plasenta

(Damayanti, 2014 : 13).


b. Berlangsungsetelah kala II yang tidak lebih dari 30 menit,

kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit (Damayanti, 2014 :

13).
c. Dengan lahirnya bayi dan proses retraksi uteru, maka plasenta

lepas dari lapisan Nitabush (Damayanti, 2014 : 13).


d. Tanda-tanda terlepasnya plasenta menurut Damayanti (2014 : 13)

adalah sebagai berikut :


 Uterus menjadi berbentuk bundar.
 Uterus terdorong ke atas, karena plasenta terlepas ke segmen

bawah rahim.
 Tali pusat semakin panjang.
 Terjadinya perdarahan.
e. Melakirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara

crede pada fundus uterus (Damayanti, 2014 : 13).


f. Sebab-sebab terlepasnya plasenta menurut Sulistyawati dan

Nugraheny (2013 : 8-9), yaitu :


 Saat bayi dilahirkan, rahim sangat mengecil dan setelah bayi

lahir uterus merupakan organ dengan dinding yang tebal dan

rongganya hampir tidak ada. Posisi fundus uterus turun

sedikit dibawah pusat, karena terjadi pengecilan uterus, maka

tempat perlekatan plasenta juga sangat kecil. Plasenta harus

mengikuti proses pengecilan ini hingga tebalnya menjadi dua

kali lipat dari permulaan persalinan, dan karena pengecilan

tempat perlekatannya maka plasenta menjadi berlipat-lipat

pada bagian yang terlepas dari dinding rahim karena tidak

dapat mengikuti pengecilan dari dasarnta. Jadi faktor yang

paling penting dalam pelepasan plasenta ialah retraksi dan

kontraksi uterus setelah anak lahir.


 Di tempat pelepasan plasenta yang antara plasenta dan

desidua besalis terjadi perdarahan, karena hematom ini

membesar maka seolah-olah plasenta terangkat dari dasarnya

oleh hematom tersebut sehingga daerah pelepasan meluas.


4. Kala IV
Hal penting yang harus diperhatikan pada kala IV persalinan

menurut Damayanti (2014 : 14) :


a. Kontaksi uterus harus baik
b. Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain
c. Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap
d. Kandung kencing harus kosong
e. Luka-luka perinium dirawat dan tidak hematoma
f. Rasume keadaan umum ibu dan bayi
D. Tujuan Asuhan Persalinan
Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai

selama persalinan, dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang


bersih dan aman dengan memperhatikkan aspek sayang ibu dan sayang

bayi (Damayanti, 2014 : 14).


Tujuan asuhan persalinan normal adalag menjada kelangsungan

hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan

bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan

intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas

pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal (Damayanti, 2014 :

14).
Setiap intervnesi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan

normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang

manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses

persalinan (Damayanti, 2014 : 14).


Tujuan asuhan persalianan menurut Damayanti (2014 : 14-15) adalah

sebagai berikut :
1. Melindungi keselamatan ibu dan bayi baru lahir
2. Memberikan dukungan pada persalinan normal, mendeteksi, dan

menatalaksanakan komplokasi tepat waktu.


3. Memberi dukungan serta cepat bereaksi terhadap kebutuhan ibu,

pasangan dan keluarganya selama pesalinan dan kelahiran bayi.


E. Tanda-Tanda Persalinan
Menurut Johariyah (2012), sebelum terjadi persalinan sebenarnya

beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki kala pedahuluan

(prepatoru stage of labor) dengan tanda-tanda :


1. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki

pintu atas panggul terutama paa primigravida. Pada multigravida

tidak begitu kelihatan.


2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3. Perasaan sering atau susah buang air kcil (polakisuraia) karena

kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.


4. Perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksi-

kontraksi lemah dari uterus, disebut “false labor pains”.


5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah

bisa bercampur darah (bloody show).


Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan

menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan

berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Belum inparu jika

kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Johariyah,

2012).
 Tanda dan gejala inpartu menurut Johariyah (2012) yaitu :
1) Kontraksi uterus yang semakin lama semakin sering dan teratur

dengan jarak kontraksi yang pendek, yang mengakibatkan

perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10

menit).
2) Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina.
3) Pada pemeriksaan dalam, dapat ditemukan :
a. Pelunakan serviks
b. Penipisan dan pembukaan serviks
4) Dapat disertai ketuban pecah
II. Memahami Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
A. Passage
o Ukuran panggul
Apakah persalinan dapat berlangsung dengan baik atau tidak antara

lain tergantung pada luasnya jalan lahir yang terutama ditentukan oleh

bentuk dan ukuran-ukuran panggul.


o Maka untuk meramalkan apakah persalinan dapat berlangsung biasa,

pengukuran panggul diperlukan.


o Ukuran-ukuran panggul dapat diperoleh secara
1. Klinis atau secara rontgenologis.
Karena bidang luas panggul biasanya tidak menimbulkan

rintangan karena ukuran-ukurannya besar, maka biasannya hanya

diukur :
 Pintu atas panggul.
 Bidang tengah panggul.
 Pintu bawah panggul.
2. Pengukuran secara klinis.
Pintu atas panggul :
Dari ukuran-ukuran pap. Conjugata vera adalah ukuran yang

terpenting dan satu-satunya ukuran yang dapat diukur secara

indirect ialah dengan mengurangi conjugat diagonalis dengan 1,5-2

cm, tergantung dari lebar dan inklinasi symphysis.


Cara mengukur :

. Cara mengukur conjugata diagonalis :

1. Dengan 2 jari ialah jari telunjuk dan jari tengah, melalui

konkavitas dari sacrum, jari tengah digerakkan ke atas sampai

dapat meraba promotorium.


2. Sisi radial dari jari telunjuk ditempelkan pada pinggir bawah

symphysis dan tempat ini ditandai dengan kuku jari telunjuk

tangan kiri.
o Promotorium hanya bisa tercapai oleh jari kita dengan pemeriksaan

dalam pada panggul yang sempit. Pada panggul dengan ukuran

normal, promotorium tak tercapai, tapi ini menandakan bahwa CV

cukup besar.
o Kalau CV lebih besar dari 10 cm, maka PAP dianggap cukup luas

(biasanya CV = 11 cm).
Sebetulnya ini tidak tepat, karena walaupun CV cukup besar, masih

ada kemungkinan bahwa ukuran lain, misalnya ukuran melintang

sempit.
o Selain dengan pengukuran CD kita juga dapat mengetahui secara

klinis bahwa PAP mencukupi kalau kepala anak dengan ukuran

terbesarnya sudah melewati PAP.


Ini dapat diketahui dengan :
1. Pemeriksaan luar :
Kalau kepala dengan ukuran terbesarnya sudh melewati PAP, maka

hanya bagian kecil saja dari kepala yang dapat diraba dari luar di atas

symphysis.
Kedua tangan yang diletakkan pada pinggir bagian kepala ini

divergent.
2. Pemeriksaan dalam :
Bagian terendah kepala sampai spina isciadica atau lebih rendah.
Caput succedaneum yang besar dapat memberi kesan yang salah,

dimana seolah-olah bagian terendah sudah sampai setinggi setinggi

spina ischiadica, padahal kepala masih tinggi, maka hasil pemeriksaan

dalam harus selalu di sesuaikan dengan hasil pemeriksaan luar.


 Bidang tengah panggul
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tak dapat diukur secara

klinis dan memerlukan pengukuran secara rontgenologis.


 Pintu bawah panggul
Diameter transversa dan diameter sagitalis posterior dan

anterior dapat diukur dengan pelvimeter dari thoms.


Tapi pengukuran dan diameter transversa ini adalah

pengukuran yang kasar, karena tubera ischii tertutup oleh

lapisan otot dan lemak yang berbeda tebalnya dari orang ke

orang.
Ukuran yang lebih besar dari 8 cm, dianggap mencukupi.

Karena pengukuran diameter transversa kurang tepat, maka

dianjurkan untuk memperhatikan bentuk arcus pubis yang

hendaknya merupakan sudut yang tumpul.


o Ukuran-ukuran luar.
Ukuran-ukuran luar tak dapat dipergunakan untuk penilaian,

apakah persalinan dapat berlangsung secara biasa atau tidak.

Walaupun begitu ukuran-ukuran luar dapat memberi petunjuk pada

kita akan kemungkinan panggul sempit.


Ukuran luar yang terpenting :
1. Distantia spinarum :
Jarak antara spina iliaca anterior superior kiri dan kanan

(Ind.23, Er.26)
2. Distansia cristarum :
Jarak yang terjauh antara crista iliaca kanan dan kiri

(Ind.26, Er.29).
3. Conjugata externa (Baundeloque) :
Jarak antara pinggir atas symphysis dan ujung procrssus

ruas tulang lumbal ke – V (Ind.18, Er.20).


4. Ukuran lingkaran panggul :
Dari pinggir atas symphysis ke pertengahan antara spina

iliaca anterior superior dan trochanter major sepihak dan kembali

melalui tempat-tempat yang sama di pihak yang lain (Ind.80,

Er.90).

Ukuran-ukuran luar ditentukan dengan jangka panggul kecuali ukuran

lingkaran panggul yang diambil dengan pita pengukur.

o Pemeriksaan dalam, untuk menentukan ukuran dan bentuk panggul :


Dengan pemeriksaan dalam dapat kita ukur C.D., tetapi kita juga

dapat kesan mengenai bentuk panggul. Yang harus diperiksa :


1. Apakah promotoriumteraba atau tidak.
2. Apakah tidak ada tumor(exostose) pada permukaan belakang

symphysis.
3. Apakah linea innominata teraba selurughnya atau sebagian.
4. Apakah sidewalls (dinding samping) lurus, convergen atau

divergent oleh karena ukuran yang luas pada inlet tidak perlu

diikuti oleh bidang sempit panggul dan pintu bawah panggul.


5. Apakah kedua spina ischiadica menonjol atau tidak.
6. Apakah os sacrum mempunyai inklinasi ke depan atau blakang.
Perhatikan pula konkavitas dari sacrum. Dalam keadaan pathologik

sacrum mempunyai bentuk hampir lurus.


7. Apakah sudut arcus pubis cukup luas atau tidak.
B. Power
1. His
Otot rahim terdiri dari 3 lapis, dengan susunan berupa anyaman

yang sempurna. Terdiri atas lapisan otot longitudinal di bagian luar,

lapisan otot sirkuler di bagian dalam, dan lapisan otot menyilang

diantara keduanya. Dengan susunan demikian, ketika otot rahim

berkontraksi maka pembuluh darah maka pembuluh darah yang

terbuka setelah plasenta lahir akan terjepit oleh otot dan perdarahan

akan berhenti. Sifat-sifat his yaitu :


1) His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan.
2) His yang efektif
a. Kontraksi otot rahimdimulai dari daerah tuba dan ligamentum

rotundum kemudian menjalar ke seluruh bagian uterus.


b. Gelombang kontraksi simetris dan terkoordinasi.
c. Didominasi oleh fundus kemudian menjalar keseluruh otot

rahim.
d. Kekuatannya seperti mekanisme memeras isi rahim.
e. Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang

semula sehingga terjadi retraksi dan terjadi pembentukan

sekmen bawah rahim.


3) Amplitudo
a. Kekuatan his diukur dengan mmHg dan menimbulkan

naiknya tekanan intra uterus sampai 35 mmHg.


b. Cepat mencapai puncak kekuatan dan diikuti relaksasi yang

tidak lengkap, sehingga kekuatannya tidak mencapai 0

mmHg.
4) Setelah kontraksi otot rahim mengalami retraksi, artinya panjang

otot rahim yang telah berkontraksi tidak akan kembali lagi ke

panjang semula.
5) Frekuensi, yaitu jumlah terjadinya his selama 10 menit.
6) Durasi his yaitu lamanya his yang terjadi setiap saat di ukur

dengan detik.
7) Interval his yaitu tenggan waktu antara dua his. Pada permulaan

persalinan his timbul sekali dalam 10 menit, pada kala II

pengeluaran (kala II) muncul sekali dalam 2 menit.


8) Kekuatan his, yaitu perkalian antara amplitudo dengan frekuensi

yang ditetapkan dengan satuan unit Mentovido.


2. Tenaga meneran
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah, tenaga

yang mendorong janin keluar selain his terutama di sebabkan oleh

kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peningkatan

tekanan intraabdominal.
Tenaga ini serupa dengan tenaga meneran saat buang air besar,

tetapi jauh lebih kuat lagi. Waktu kepala sampai pada dasar panggul,

timbul suatu refleks yang mengakibatkan pasien menekan

diafragmanya ke bawah, mengkontraksikan otot-otot perutnya, dan

menutup glottisnya. Tenaga meneran ini hanya dapat berhasil kalau

pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim.


Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat

kontraksi berubah yakni bersifat mendorong keluar. Ibu ingin

meneran, usaha mendorong ke bawah dibantu dengan usaha volunter

yang sama dengan yang di lakukan saat buang air besar (meneran).

Otot-otot diafgrama dan abdomen ibu berkontraksi dan mendorong

janin keluar melalui jalan lahir. Hal ini menyebabkan meningkatnya

tekanan intraabdominal. Tekanan ini menekan uterus pada semua sisi

dan menambah kekuatan untuk mendorong janin keluar.


Kekuatan sekunder tidak memengaruhi dilatasi serviks, tetapi

setelah dilatasi serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk

mendorong janin keluar dari uterus dan vagina. Apabila dalam


persalinan ibu melakukan valsava manuver (meneran) terlalu dini,

dilatasi serviks akan terhambat. Meneran akan menyebabkan ibu lelah

dan menimbulkan trauma serviks.


Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir, misalnya pada

penderita yang lumpuh otot-otot perutnya. Tenaga mngejan ini juga

melahirkan placenta setelah placenta lepas dari dinding rahim.


C. Passanger
1. Janin
Janin adalah passage utama lewat jalan lahir. Bagian janin yang

paling penting (karena ukurannya paling besar) adalah kepala. Posisi

dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan. Ukuran kepala

lebih lebar dari bahu dan kurang lebih seperempat dari panjang bayi.

96% bayi dilahirkan dengan bagian kepala lahir pertama. Kepala

paling banyak mengalami cedera pada persalinan, sehingga dapat

membahayakan hidup dan kehidupan janin kelak: hidup

sempurna,cacat atau akhirnya meninggal. Biasanya apabila kepala

janin sudah lahir, maka bagian-bagian lahir dengan mudah menyusul

kemudian.
Pembahasan mengenai janin sebagai passenger sebagian besar

adala mengetahui ukuran kepala janin, Karena kepala adalah bagian

terbesar dari janin dan paling sulit untuk dilahirkan. Penolong

persalinan berkeyakinan jika kepala janin sudah dapat lahir, maka

bagian tubuh yang lain akan mudah menyusul.


Tulang-tulang penyusun kepala janin terdiri dari :
a. Dua buah os parietalis.
b. Satu buah os oksipitalis.
c. Dua buah os frontalis.
Antara tulang satu dengan lainnya berhubungan melalui membran

yang kelak setelah hidup diluar uterus akan berkembang menjadi


tulang. Batas antara dua tulang disebut sutura dan diantara sudut-sudut

tulang terdapat ruang yang ditutupi oleh membran yang disebut

fontanel.
Pada tulang tengkorak janin dikenal beberapa sutura antara lain:
a. Sutura sagitalis superior : menghubungkan kedua os parietalis

kanan dan kiri.


b. Sutura koronaria : menghubungkan os parietalis dengan os

frontalis.
c. Sutura lamboidea : menghubungkan os parietalis dengan os

oksipitalis.
d. Sutura frontalis : menghubungkan kedua os frontalis kanan dan

kiri.

Terdapat dua fontanel atau ubun-ubun :

1) Fontanel minor (ubun-ubun kecil)


a. Berbentuk segitiga.
b. Terdapat di sutura sagitalis superior bersilang dengan sutura

lamboidea.
c. Sebagai penyebut (petunjuk presentasi kepala) dalam

persalinan, yang diketahui melalui pemeriksaan dalam

(vaginal touche). Pada saat tangan pemeriksa meraba kepala

janin, ketika terasa adanya cekungan yang berbentuk segitiga.


2) Fontanel mayor (ubun-ubun besar)
a. Berbentuk segi empat panjang .
b. Terdapat disutura sagitalis superior dan sutura frontalis

bersilang dengan sutura koronaria.


3) Kepala janin (molase)
Adanya celah antara bagian-bagian tulang kepala janin

memungkinkan adanya penyisipan antar bagian tulang sehingga

kepala janin dapat mengalami perubahan bentuk dan ukuran.

Proses ini disebut molase. Ukuran-ukuran penting kepala janin :


a. Diameter suboccipitobbregmatika (10 cm)
Jika kepala janin dilahirkan dalam presentasi belakang

kepala, maka kepala janin akan melintasi vulva dalam ukuran

diatas. Presentasi blakang kepala merupakan presentasi yang

paling menguntungkan sedangkan presentasi dahi adalah yang

paling meregangkan dan merusak vulva sehingga

membutuhkan episiotomi paling besar.


b. Diameter suboccipito frontalis (11 cm)
Jika kepala janin dilahirkan dalam presentasi puncak

kepala, maka dalam ukuran inilah kepala janin melintasi vulva.


c. Diameter occipito mento vertikalis (13 cm)
Ukuran ini terjadi pada persalinan dengan presentasi

puncak dahi.
2. Plasenta
Placenta normal beratnya kira-kira 500 gram atau seperenam dari

berat badan janin, diameternya rata-rata 15-20 cm dengan tebal 2,5

cm. Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter

15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata

500 gram.
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang

16 minggu. Letak plasenta umumnya di depan atau dibelakang

dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah

fisiologis karena permukaan bagian korpus uteri lebih luas.


Plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,

yaitu villi koriales yang berasal dari korion dan sebagian kecil dari

bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.


a. Jenis-jenis insersio tali pusat:
 Insersio sentralis : tengah
 Insersio lateralis : agak ke pinggir
 Insersio marginalis : pinggir
 Insersio velamentosa : tali pusat berada diluar plasenta dan

hubungan dengan plasenta melalui selaput janin


b. Fungsi plasenta
 Sebagai alat yang memberi makanan pada janin (nutritif)
 Sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolisme

(ekskresi)
 Sebagai alat yang memberi zat asam dan mengeluarkan CO2

(respirasi)
 Sebagai alat yang membentuk hormon
 Sebagai alat menyalurkan berbagai anti body ke janin
c. Pelepasan plasenta
Normalnya pada saat bayi selesai dilahirkan rongga uterus

hampir terobliterasi dan organ ini berupa suatu massa otot yang

hampir padat, dengan tebal beberapa cm diatas segmen bawah

yang lebih tipis. Fundus uteri sekarang terletak dibawah batas

ketinggian umbilikus. Penyusutan ukuran uterus yang mendadak

ini selalu disertai dengan pengurangan bidang tempat implantasi

plasenta. Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap

permukaan yang mengecil ini, organ ini memperbesar

ketebalannya, tetapi elastisitas plasenta terbatas, plasenta terpaksa

menkuk. Tegangan yang dihasilkannya menyebabkan lapisan

decidua yang paling lemah lapisan spongiosa, atau decidua

spongiosa mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat ini. Oleh

karena itu, terjadi pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran

tempat implantasi dibawahnya.


3. Air ketuban
Setelah kantong amnion pecah dan mengeluarkan cairan amnion

pada waktu persalinan, servik yang berdilatsi menekan kuat kulit

kepala janin sehingga mengurangi aliran balik limfatik dan vena dari

kulit kepala janin. Hal ini menyebabkan pembengkakan jaringan di


bawah kulit dan disebut kaput suksedanium. Kaput ini lunak dan

berfluktuasi pada penekanan dan hilang dalam waktu beberapa hari.


Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari

lapisan amnion dan korion terdapat air ketuban. Volume air ketuban

pada umur kehamilan cukup bulan adalah 1000-1500 ml. Ciri-

cirinya :
 Berwarna putih agak keruh
 Bau yang khas (agak amis dan manis)
 Kadang-kadang cairan amnion berwarna kehijauan pada saat partus

karena bercampur dengan mekonium.


D. Psikologis
Keadaan psikologis adalah keadaan emosi, jiwa, pengalaman, adat

istiadat, dan dukungan dari orang-orang tertentu yang dapat memengaruhi

proses persalinan. Banyak wanita normal dapat merasakan kegairahan dan

kegembiraan saat merasa kesakitan awal menjelang kelahiran bayinya.

Perasaan positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah

benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati”, yaitu munculnya perasaan

bangga mampu melahirkan atau memproduksi anaknya. Khususnya

perasaan lega itu berlangsung bila kehamilannya mengalami perpanjangan

waktu. Mereka seolah-olah mendapat kepastian bahwa kehamilan yang

semula dianggap sebagai suatu “keadaan yang belum pasti“ sekarang

menjadi hal yang nyata (Lailiyana et al, 2011 : 19).


Kondisi psikologis ibu melibatkan emosi dan persiapan intelektual,

pengalaman tentang bayi sebelumnya, kebiasaan adat, dan dukungan dari

orang terdekat pada kehidupan ibu. Psikologis ibu dapat mempengaruhi

persalinan apabila ibu mengalami kecemasan, stress bahkan depresi. Hal

ini akan memengaruhi kontraksi yang dapat memperlambat proses

persalinan. Disamping itu, ibu yang tidak siap secara mental juga akan
sulit diajak kerja sama dalam proses persalinannya. Untuk itu, sangat

penting bagi bidan dalam mempersiapkan mental ibu menghadapi proses

persalinan (Lailiyana et al, 2011 : 19).


E. Penolong
Peran dari penolong persalinan adala mengantisipasi dan menangani

komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini,

proses persalinan tergantung dari kemampuan atau keterampilan dan

kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan (Lailiyana et al,

2011 : 19-20).
Yang perlu diingat oleh bidan adalah persalinan merupakan proses

alamiah. Oleh sebab itu, bidan tidak boleh melakukan intervensi yang

tidak perlu bahkan merugikan. Setiap tindakan yang akan diambil harus

lebih mementingkan manfaatnya daripada kerugiannya (Lailiyana et al,

2011 : 19-20).
Bidan harus bekerja sesuai standar. Standar yang ditetapkan untuk

pertolongan persalinan normal adalah standar asuhan persalinan normal

(APN) yang terdiri dari 60 langkah dengan selalu memperhatikan aspek

lima benang merah asuhan persalinan normal (Lailiyana et al, 2011 : 19-

20).
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif

pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta : Deepublish.

Johariyah, dkk. 2012. Buku Ajar Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.

Jakarta : Trans Info Media (TIM).

Lailayana et al. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta : EGC.

Oktarina, Mika. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru

Lahir. Yogyakarta : Deepublish.

Sulistyawati, Ari dan Nugrahany, Esti. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Ibu

Bersalin. Jakarta : Salemba Medika.

Você também pode gostar