Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Akbarzadeh M*1, Moradi F2, Dabbaghmanesh MH3, Zare N4 and Parsanezhed ME5
ABSTRAK
Meningkatnya prevalensi hypertensi dan abnormalitas status androgen pada wanita dengan
polycystic ovarian syndrome (PCOS) merupakan hal yang umum terjadi. Penelitian ini bertujuan
untuk meneliti derajat hypertensi dan hyperandrogenemia pada keluarga dari wanita dengan
polycystic ovarian syndrome (PCOS) pada klinik yang berafiliasi dengan Fakultas Kedokteran
Universitas Shiraz. Pada penelitian case-control ini kelompok eksperimental terdiri dari 107
keluarga dari wanita dengan polycystic ovarian syndrome (PCOS) dan 107 individual sebagai
kelompok control. Bagian pertama dari kuisioner meliputi pengisian informasi demografi
selanjunya dilakukan pengambilan sampel darah untuk mengevaluasi level serum androgen serta
pengukuran tekanan darah. Data dianalisis menggunakan chi-square. Semua tes statistic memiliki
tingkat kepercayaan 95% dan α-koefisien 0.05. Terdapat hubungan statistic yang signifikan antara
takanan darah rata-rata dari kelompok eksperimental dan kelompok control (p≤ 0.001) tapi tidak
didapatkan terdapat perbedaan signifikan diantara saudara laki-laki. Rata-rata serum testoteron
pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok control meskipun tidak ada perbedaan
signifikan antara keduanya (p≥0.05). Keluarga dari wanita dengan polycystic ovarian syndrome
(PCOS) beresiko untuk menderita tekanan darah tinggi dan hyperandrogenemia. Skrining terhadap
hipertensi dan factor resiko lain terkait meningkatnya kadar androgen (hyperlipidemia, toleransi
glukosa) dibutuhkan.
LATAR BELAKANG
Polycystic ovarian syndrome merupakan salah satu kelainan umum yang terjadi pada
glandula endokrin yang menyebabkan peningkatan androgen dan hirsutisme. Pembesaran kista
ovarium bilateral, amenore atau oligomenore dan ovulasi menetap merupakan hal yang khas dari
penyakit ini, dengan etiologi dan manifestasi klinik meliputi munculnya resistensi insulin,
hyperinsulinemia, dan hyperandrogenemia (Novak,2005). Lebih dari 50% dengan polycystic
ovarian syndrome mengalami obesitas (Novak,2005; Sperof and Fritz 2005).
Pada penyakit ini seiring bertambahnya usia terjadi abnormalitas status lipoprotein,
meningkatnya kejadian hipertensi dan mencapai angka maksimum 40% pada saat menopause,
komplikasi lain yang umumnya terjadi yaitu meningkatnya kejadian atherosclerosis, dan penyakit
kardiovaskular serta risiko untuk menderita myocardial infark 7 kali lebih tinggi. Komplikasi yang
lain meliputi apnea saat malam hari, dan infertilitas (Ballargeon,2005). Polycystic ovarian
syndrome merupakan penyakit genetic dimana diderita oleh 6-10% usia reproduktif (15-45 tahun)
(Ballargeon,2005 ; Kavardzhikova dan Pechilvanov 2010).
Tingginya angka kejadian penyakit ini di dalam keluarga menyatakan adanya sebab genetic
namun masih seikitnya informasi mengenai gen yang terlibat. Dalam beberapa penelitian
prevalensi dari kebotakan usia muda pada keluarga laki-laki dari wanita yang menderita PCOS
telah dilakukan tapi hasil dari penelitian tersebut tidak konsisten.
Familial aggregation dari ovulasi dan polikistik ovarium mengkonfirmasi adanya
predisposisi genetic dari penyakit ini. Dilaporkan kasus multipel polikistik ovarium dalam
keluarga mengindikasian kemungkinan transmisi dominan dari kromosom X. Kejadian hirsutisme
dan oligomenore dua kali lebih besar melalui tranmisi paternal, tapi kemungkinan terdapat insiden
persebaran fenotip dari penyakit ini. Apabila ibu menderita polikistik ovarium syndrome
kemungkinan terjadi pada individu adalah 35% dimana apabila saudara perempuan menderita
penyakit ini resiko meningkat 40%.
Penelitian dari Yildiz Bulent et al di Turkey terhadap 52 keluara pasien penderita PCOS
menunjukan kadar testoteron pada pre dan post menopaus meningkat dibandingkan populasi
normal. Saudara perempuan dari wanita dengan PCOS memiliki level LH,testoteron,
androstenedion,dan dehydro-eplandosterone sulfat yang lebih tingg dibandingkan dengan saudara
perempuan dari wanita yang tidak menderita PCOS. Oleh karena itu skrining pada keluarga dari
wanita yang menderita PCOS dibutuhkan karena tingginya prevalensi PCOS, serta untuk menguji
hipotesis bahwa keluarga dari wanita yang menderita PCOS memiliki tekanan darah yang lebih
tinggi dan hiperandrogenemia serta tidak pernah dilakukan penelitian sperti ini sebelumnya di Iran.
Rata-rata usia orang tua berpartisipasi dalam dua kelompok penelitian ini tidak berbeda
secara signifikan (p> 0,05). Tekanan darah yang optimal pada kelompok eksperimen (≤120 / 80)
sebesar 34,6 % dari peserta sementara 58,78% dari kelompok kontrol berada di kisaran ini tekanan
darah ini. Risiko tekanan darah tingg pada kelompok eksperimen (tekanan darah ≥ 140/90) adalah
12.15% dan 7,3 % pada kelompok kontrol. 53,27% dari kelompok eksperimen dan 37,38% dari
kelompok kontrol berada dalam status pra-hipertensi (121 / 81-139 / 89). Sebuah hubungan yang
signifikan secara statistik diamati antara risiko tekanan darah lebih tinggi dari normal pada kedua
kelompok kontrol dan eksperimen (p = 0,07), (Tabel 1) tingkat kejadian hipertensi pada ibu,
saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam kelompok eksperimen (12,15%) menunjukkan
tidak ada korelasi yang signifikan dengan kelompok kontrol (3,7%) (p > 0,05). Namun pada ayah
dari kelompok eksperimental (14,7%) dan kelompok kontrol (5,8) korelasi ini bermakna secara
statistik (p <0,04). Tekanan darah rata-rata dari ayah, ibu, dan saudara perempuan dari kelompok
eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol, menjadi signifikan secara statistik (P = 0,001),
tetapi perbedaan itu tidak signifikan dalam saudara laki-laki (Tabel 2). Kadar testosterone darah
rata-rata kelompok eksperimen secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol (p =
0,001) (Tabel 3). Tingkat kejadian tingginya kadar testosteron lebih tinggi pada ibu dan ayah dari
kontrol tapi itu tidak signifikan secara statistik (p> 0,05). (Tabel 4)
DISKUSI
Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan dalam tingkat kejadian hipertensi
antara ibu, saudara laki-laki serta saudara perempuan dari kelompok eksperimen dan kontrol, tetapi
hubungan ini signifikan dalam ayah dari kedua kelompok. Selain itu, rata-rata kadar testosteron
dari kelompok eksperimen secara signifikan lebih tinggi dari kontrol. Epidemiologi telah
menunjukkan bahwa meningkat kejadian penyakit kardiovaskular pada pasien diabetes dikaitkan
dengan terganggunya metabolisme lipoprotein dan hipertensi (Gaillard et al., 1997). Dalam
beberapa penelitian, faktor penyebab penyakit kardiovaskular termasuk diabetes tipe 2,
hiperglikemia, hipertensi dan testosteron tinggi lebih tinggi pada kerabat tingkat pertama dari
wanita dengan PCOS dibandingkan dengan kelompok kontrol (Yildiz et al., 2003).
Pada penelitian ini usia kelompok eksperimen adalah sama untuk menegaskan
homogenitas data. Dalam penelitian serupa yang dilakukan oleh Benitez (Sir-Petermann et al.,
2002) dan Sir-Peterman (Legro et al., 2002), itu individu juga dicocokan secara usia karena usia
sangat terkait dengan penyakit kronis seperti obesitas, diabetes, hipertensi dan hiperlipidemia
(Stalenhoef, 1999).
Tekanan darah rata-rata dari ayah, ibu dan saudara perempuan dari kelompok eksperimen
lebih tinggi daripada kelompok kontrol dan perbedaan ini secara statistik signifikan. Juga, temuan
ini menegaskan hasil penelitian sebelumnya. Dalam sebuah penelitian serupa di Turki pada tahun
2005, tekanan darah rata-rata ayah dari wanita dengan PCOS (polycystic ovarian syndrome) secara
bermakna dikaitkan dengan kelompok kontrol (Benítez, 2001). Dalam studi lain pada tahun 2007,
tekanan darah saudara laki-laki pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik secara signifikan
lebih tinggi dari kontrol (Baillargeon, 2007). Dalam sebuah studi oleh Sam, tingkat rata-rata
tekanan darah pada saudara laki-laki dari wanita dengan PCOS memiliki hubungan yang signifikan
secara statistik dengan kelompok kontrol (Sam dan Sung,2008).
Dalam penelitian serupa yang dilakukan oleh Baillargeon (Baillargeon 2007), pada
penderita tekanan darah tinggi, tidak ada korelasi yang signifikan diamati antara kelompok
eksperimen dan kontrol. Tampaknya perbedaan temuan dari berbagai penelitian adalah karena
ukuran sampel yang rendah dan gaya hidup dan genetik dari setiap sampel penelitian berbeda-
beda.
Dalam penelitian serupa di masa lalu, tekanan darah pada saudara perempuan dari wanita
dengan sindrom ovarium polikistik tidak diukur dan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Namun karena pentingnya tekanan darah pada penyakit kardiovaskular dalam penelitian ini
tekanan darah dari saudara perempuan dengan PCOS termasuk dan dipertimbangkan.
Juga Dalam sebuah studi oleh Sam et al, tekanan darah sistolik dari saudara laki-laki
wanita dengan PCOS adalah serupa, tetapi tekanan darah diastolik mereka secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan dengan saudara laki-laki dari kelompok kontrol (Sam dan Coviello, 2008).
Hasil penelitian Anderson et al juga mendukung hipotesis bahwa keluarga dari wanita dengan
PCOS memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular [Yilmaz dkk, (2005)].
Temuan kami mendukung hipotesis bahwa hipertensi pada penderita PCOS diwariskan
secara genetic dan tingginya prevalensi hipertensi pada saudara laki-laki dan saudara perempuan
dari wanita dengan PCOS mungkin merupakan faktor risiko baru yang penting untuk penyakit
kardiovaskular pada pria dan wanita.
Kadar testosteron rata-rata pada ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan dari
kelompok eksperimen secara signifikan lebih tinggi dari kontrol (p = 0.001). Hasil ini menegaskan
temuan serupa pada tahun 2007. Dalam penelitian tersebut, tingkat anderstandiol, Total testosteron
dan DHEAS dalam keluarga kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol (Yildiz
et al., 2003).
Dalam sebuah studi pada tahun 2007 saudara perempuan dari wanita dengan sindrom
ovarium polikistik, kadar testosteron total darah maternal dari kelompok eksperimen lebih tinggi
daripada kelompok kontrol (Unlühizarci et al., 2007).
Dalam studi Richard et al, androgen dalam saudara dari wanita dengan PCOS, secara
signifikan lebih tinggi kadar testosteron bebasnya dibandingkan dengan kelompok kontrol (Legro
et al, 2002).
Dalam studi lain pada tahun 2007, hasil yang sama diperoleh. Kadar rata-rata serum
testosteron bebas dalam kelompok eksperimen secara bermakna dikaitkan dengan kelompok
kontrol (Unlühizarci et al., 2007). kadar testosteron belum diteliti dalam penelitian lain.
Testosteron berperan penting pada pasien dengan obesitas sentral, resistensi insulin, penyakit
kardiovaskular maupun kanker payudara (Freedman et al, 1990). Pada wanita dengan sindrom
ovarium polikistik, kadar testosteron meningkat. Studi ini menunjukkan bahwa kadar serum
testosteron bebas dalam keluarga tingkat pertama perempuan PCOS, kadar serum total testosteron
dan DHEAS dalam kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. kadar
testosteron dalam ayah dan ibu dari kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol
tetapi tidak signifikan secara statistik (p> 0,05). Juga, dalam penelitian Yildes Bulent ini, tingkat
kejadian kadar testosteron di atas normal pada orang tua dari wanita dengan sindrom ovarium
polikistik lebih tinggi daripada kelompok kontrol tetapi tidak signifikan secara statistik (Yildiz et
al., 2003). Dalam studi Sam juga tidak ada perbedaan yang nyata antara kontrol dan kelompok
eksperimen dalam kadar testosteron (p> 0,05). Namun dalam penelitian lain perbedaan ini belum
diteliti (Sam et al., 2008).
Risiko tingkat testosteron lebih tinggi dari biasanya berada pada saudara perempuan dari
kelompok eksperimen, tetapi kasus gangguan ini tidak diamati pada kelompok kontrol. Tapi
perbedaannya tidak signifikan antara kedua kelompok (p = 0,07). Namun dalam sebuah studi oleh
Lergo et al pada tahun 2005 untuk menyelidiki bukti genetik hyperandrogenemia di keluarga
pasien dengan sindrom ovarium polikistik, diperiksa 115 saudara perempuan dari 80 probandus
dengan PCOS dari keluarga yang tidak terkait, yang saudarinya tidak melaporkan adanya riwayat
gangguan menstruasi dan 70 wanita sehat yang tidak memiliki riwayat gangguan menstruasi
berpartisipasi. Kadar testosteron bebas di kelompok lebih tinggi daripada kelompok kontrol (Legro
et al., 1998). Kurangnya hubungan yang signifikan antara risiko testosteron lebih tinggi dari
normal dalam penelitian ini sebagian mungkin karena ukuran sampel yang kecil dan keragaman
genetik dari komunitas riset. Penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar
direkomendasikan dalam bidang ini.
Penelitian terakhir telah menekankan peran sekresi berlebihan luteinizing hormon (LH),
(Abbott et al., 2005) yang mengarah ke peningkatan produksi androgen oleh sel teka ovarium
(Tasoula Tsilchorozidou et al., 2004). Perubahan morfologi dalam ovarium, disfungsi, mungkin
merupakan indikasi dari dasar genetik untuk PCOS, menyebabkan ovarium untuk kelebihan
androgen (Tasoula Tsilchorozidou et al, 2004;. Jakubowski, 2008; Bremer dan Miller, 2008).
KESIMPULAN
Menurut studi terbaru, kurang dari sepertiga dari penderita hipertensi telah berada di bawah
perawatan di Amerika Serikat. Salah satu alasan adalah kurangnya kesadaran individu tentang
bahaya tekanan darah tinggi. Juga, kurangnya pengawasan dan pengobatan yang efektif
menyebabkan gejala menjadi asimtomatik. Pentingnya masalah ini saat ini ditandai dengan
menyadari bahwa meningkatnya tekanan darah merupakan risiko morbiditas dan mortalitas
penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah membuat keluarga
pasien dengan sindrom ovarium polikistik sensitif jika komplikasi belum serius dan dalam hal
terjadinya komplikasi penelitian ini mungkin bisa membantu dalam mengurangi efek. Jika
penyakit ini dalam tahap awal perkembangan (fase inkubasi) dapat segerea didiagnosis dan diobati
segera.