Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Nim : 8111416331
Makul : HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Rombel : 06
LEGAL OPINION
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30-74/PUU-XII/2014
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia,
hal ini dikarenakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) saling berkaitan satu
dengan yang lain. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal mengenai
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Negara Indonesia sedang giat dalam
membenahi permasalahan yang sangat penting tentang HAM pada segala aspek
kehidupan khususnya pada perlindungan terhadap anak di Indonesia. Di semua
negara termasuk Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu bangsa.
Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan sejak dini, anak perlu
mendapat kesempatan yang seluas- luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial 2. Pengertian anak menurut
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) tentang perlindungan anak
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan ”. Berkenaan dengan kewenangan dari
Mahkamah Konstitusi diatas, terdapat satu perselisihan dimana dengan disetujuinya
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan oleh
Mahkamah Konstitusi yang berbunyi “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 (enam belas) tahun”. Hal tersebut menimbulkan pro dan kontra pada
beberapa pihak dengan alas an mempertimbangkan hak anak karena dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak “Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih
dalam kandungan”. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyetujui Pasal 7 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan juga mendapat pro
dan kontra yang berkaitan dengan hak anak yang terdapat dalam “Konvensi Hak-
Hak Anak”. Indonesiamerupakan salah satu dari 192 negara yang telah meratifikasi
Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Children) yang disahkan
melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990 dimana Pasal 1 konvensi ini menyatakan
bahwa anak adalah setiap manusia yang berada dibawah 18 tahun kecuali,
berdasarkan Undang- Undang yang berlaku untunk anak-anak, kedewasaan telah
dicapai lebih cepat. Pada dasarnya instrumen hak asasi manusia, yang bersifat
internasional (Internasional Human Rights Law) ataupun yang sudah diratifikasi
oleh Pemerintah Republik Indonesia, tidak menyebutkan secaraeksplisit tentang
batas usia perkawinan. Konvensi Hak Anak (Convention 6 on the Rights of the
Child 1989 yang telah diratifikasi melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990) tidak
menyebutkan usia minimal perkawinan selain menyebutkan bahwa yang disebut
anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Namun hal tersebut secara
jelas memiliki kaitan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat
(1) tentang Perlindungan Anak.
Legal Opinion
Menurut Saya, usia perkawinan perlu dibatasi dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya pernikahan anak yang masih asyik dengan dunia bermain. Jadi, supaya
dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, maka calon mempelai laki-laki
dan perempuan harus benar-benar telah siap jiwa dan raganya, serta mampu berfikir
dan bersikap dewasa. Selain itu, batasan usia nikah ini juga untuk menghindari
terjadinya perceraian dini, supaya melahirkan keturunan yang baik dan sehat, dan
tidak mempercepat pertambahan penduduk. Pada putusan Mahakamah Konstitusi
yang menyetujui Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan menimbulkan pro dan kontra dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pasal 1 UndangUndang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Mahaesa”. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Pasal 1 ditetapkan bahwa “tujuan perkawinan adalah membentuk
keluarga bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan
melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya
membantu dan mencapai kesejahterah spiritual dan materill”. Selain itu, Dalam
undang-undang tersebut ditetapkan “ undang-undang ini menganut prinsip, bahwa
calon suami isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk melangsungkan
perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa
berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu
harus dicegah adanya perkawinan antar calon suami isteri “yang masih di bawah
umur”. Berdasarkan perkembangan peraturan perundang-undangan di Indonesia
saat ini, khususnya yang mengatur tentang perlindungan anak saat ini sudah
mengalami perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, tetapi dalam item perkaranya masih menggunakan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
UJI SYARAT
DAFTAR RUJUKAN
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, Pasal
3 ayat (1) Tentang Perlindungan Anak. Lembaga Negara RI Tahun
2002. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1994. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 24
ayat (2). Lembaga Negara RI Tahun 1945. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1974. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Pasal
47 Tentang Perkawinan. Lembaga Negara RI Tahun 1974. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2014. Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 30-74/PUU-XII/2014. Lembaga Negara RI Tahun
2014. Sekretariat Negara. Jakarta.