Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Abdul Wahab Khallaf, kata adillah syar’iyyah (sumber hukum Islam),
bersinonim dengan istilah adillah al-ahkam, ushul al-ahkam, al-mashadir al-tasyri’iyyah
lil-al-ahkam.1
Para ulama’ membagi dalil hukum syara’ menjadi dua, 1) dalil yang disepakati
(muttafaq), dan 2) dalil yang tidak disepakati (mukhtalaf). Dalil yang disepakati dibagi
menjadi 4, Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Mareka juga menyepakati bahwa
keempatnya harus digunakan secara berurutan dan tidak melompat-lompat. Jika terjadi
suatu peristiwa, maka dilihat lebih dulu hukumnya dalam al-Qur’an, jika tidak
ditemukan dilihat hukumnya di dalam hadits, jika di dalam hadits belum juga ditemukan
atau kurang jelas, maka mencari hukumnya dalam ijma’, jika belum ditemukan juga di
dalam ijma’, maka berijtihad untuk mendapatkan hukumnya dengan menggunakan
qiyas2. Allah SWT berfirman:
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا ا وأطيعوا الرسول وأولي المر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلللى الل والرسللول إن
كنتم تؤمنون بال واليوم الخآر ذلك خآير وأحسن تأويل
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa/4:59)
1 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, tt., hlm. 20.
2 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, tt., hlm. 21.
3 Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, Damaskus: Daar al-Fikr, 1986, Cet. ke-1, Juz: 1, hlm. 417.
4 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, tt., hlm. 22.
ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafazh yang berbahasa Arab
dan makna-maknanya yang benar, untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya
sebagai Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya,
dan menjadi qurbah di mana mereka beribadah dengan membacanya.
Dan pada makalah ini, penulis akan memaparkan makna al-Qur’an, bagaimana
kehujjahannya, dalalah al-Qur’an, serta isi kandungan dan hukum-hukum yang dimuat
di dalamnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian al-Qur’an itu?
2. Apa bukti kehujjahan al-Qur’an?
3. Apa saja kandungan isi al-Qur’an?
4. Apa saja dalalah dari ayat-ayat al-Qur’an itu?
5. Apa saja hukum-hukum yang ada di dalam al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-QUR’AN
Lafadz al-Qur’an dalam bahasa Arab diambil dari kata Qara’a ( )قرأseperti lafadz
Al-ghufran yang diambil dari kata ghafara ()غفر. Dikatakan qira’a, yaqra’u, qira’atan
dan qur’anan ( قرأة- يقرؤ-قرأ-)5. Diantaranya adalah firman Allah SWT:
Dan dalam Kamus Ilmu Ushul Fikih, dikatakan bahwa lafadz al-Qur’an
merupakan bentuk mashdar dari qara’a ( )قرأyang sepadan dengan kata fu’lan. Ada dua
pengertian al-Qur’an dalam bahasa Arab, yairu qur’an ( )قرآنberarti bacaan, dan apa
yang tertulis padanya, maqru ()مقرؤ, isim fa’il (subjek)dari qara’a (al-Qiyamah (75) ayat
17-18).6
Secara terminologi, ada beberapa definisi dari pengertian al-Qur’an, antara lain:
5 Abdul wahhab Khallaf, terj., Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama Semarang, 1994, hlm. 18.
6 Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Penerbit
Amzah 2009, hlm. 6
7 Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Penerbit
Amzah 2009, hlm. 7
8 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, tt., hlm. 23
Dari beberapa pengertian al-Qur’an di atas, secara umum al-Qur’an adalah wahyu
atau firman Allah swt yang diturunkan kepada Rasulullah saw melalui perantaraan
malaikat Jibril dengan menggunakan bahasa Arab, untuk pedoman bagi umat manusia,
merupakan mukjizat Nabi Muhammad saw yang terbesar, dinukilkan kepada kita secara
mutawatir dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.
Bukti dari kemukjizatan al-Qur’an tidak dilihat dari segi lafadznya saja, tetapi
juga makna dan isinya. Di dalamnya berisi rahasia-rahasia alam yang hingga kini masih
banyak yang belum terungkap. Ayat-ayat di dalamnya merupakan kalam Allah yang
indah yang tak dapat ditandingi oleh siapapun (lihat QS (2):23, (28):49-50 ).
I’jaz, maksudnya menetapkan ketidakmampuan orang lain, tidak akan terealisir kecuali
apabila tiga hal terpenuhi:
Al-Qur’an telah lengkap dalam melakukan tantangan, dan terdapat pula motivasi
bagi orang yang menantangnya untuk melawan, dan tidak suatu penghalang bagi
mereka. Kendati demikian, mereka tidak sanggup melawannya dan juga mendatangkan
yang semisal al-Qur’an.11
9 Drs. Muin Umar, Dkk., Ushul Fiqh I, Jakarta: Departemen Agama RI, 1986, hlm. 70
10 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama Semarang, 1994, hlm. 21
11 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama Semarang, 1994, hlm. 21
Sebagian besar jumhur ulama berpendapat tentang kehujjahan Al-Qur’an dan Al-
Qur’an sebagai sumber hukum islam, demikian juga ulama-ulama Madzhab. Berikut
pendapat ulama imam madzhab tentang kehujjahan Al-Qur’an:12
Di antara dalil yang menunjukkan pendapat Imam Abu Hanifah bahwa Al-
Qur’an hanya maknanya saja adalah ia membolehkan shalat dengan menggunakan
bahasa selain Arab, misalnya bahasa Parsi sekalipun seseorang itu bodoh tidak
dibolehkan membaca Al_qur’an dengan menggunakan bahasa selain Arab.
Menurut Imam Malik, hakikat Al-Qur’an adalah kalam Allah yang lafazh
dari maknanya dari Allah SWT. Ia bukan makhluk karena kalam Allah termasuk
sifat Allah. Sesuatu yang termasuk sifat Allah tidak dikatakan makhluk, bahkan
dia memberi predikat kafir zindiq terhadap orang yang menyatakan bahwa Al-
Qur’an itu makhluk. Imam Malik juga keberatan untuk menafsirkan Al-Qur’an
secara murni tanpa memakai atsar, sehingga beliau berkata, “Seandainya aku
mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang yang menafsirkan Al-Qur’an
(dengan daya nalar murni), maka akan ku penggal leher orang itu”.
ك اكرنكزرلكناققررايناكعكربل ييا
كوككذلل ك
Aspek kemukjizatan al-Qur’an yang dapat dicapai oleh akal, antara lain:13
Berdasarkan terjemahan Departemen Agama RI, al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat,
6.326 ayat, dan 324.345 huruf.
14 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama Semarang, 1994, hlm. 26-33
Berdasarkan turunnya, ayat al-Qur’an terbagi menjadi dua, yaitu;
1. Makiyyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan pada masa sebelum Rasul hijrah ke
Madinah. Ayat makiyyah ini mempunyai cirri-ciri yang menonjol, yaitu; 1)
kandungannya berbicara tentang masalah keimanan (akidah), dalam rangka
meluruskan keyakinan umat pada masa Jahiliyah dan menanamkan ajaran tauhid.
Karena tanpa mengajarkan tauhid terlebih dahulu syariat Islam akan sulit untuk
diterima. Misalnya dalam Q.S al-Anbiya’ ayat 25;
وما أرسلنا من قبلك من رسول إل نوحي إليه أنه ل إله إل أنا فاعبدون
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul sebelum kamu, melainkan
Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan
Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” 2) Berbicara tentang kisah-
kisah umat terdahulu sebagai pelajaran bagi umat Nabi Muhammad SAW.
2. Madaniyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan pada masa setelah hijrahnya Nabi
Muhammad SAW ke Madinah. Ayat-ayat Madaniyah mempunyai ciri yaitu
berupa masalah hukum dengan berbagai aspeknya. Contohnya sebagai berikut:
a. Perintah membayar zakat (Q.S. al-Baqarah : 43)
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
ول تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها إللى الحكلام لتلأكلوا فريقلا ملن أملوال النللاس بللالثإم وأنتلم
تعلمون
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui. ”
يا أيها النبي إذا طلقتم النسلاء فطلقلوهن لعللدتهن وأحصلوا العللدة واتقلوا ال ربكللم ل تخرجللوهن ملن
بيوتهن ول يخرجن إل أن يأتين بفاحشة مبينة وتلك حدود ا ومن يتعللد حللدود الل فقللد ظلللم نفسلله ل
تدري لعل ا يحدث بعد ذلك أمرا
يسألونك عن النفال قل النفال ل والرسول فاتقوا ا وأصلحوا ذات بينكم وأطيعللوا الل ورسللوله إن
كنتم مؤمنين
Dalil dalam bahasa Arab ad-dalil ( )الدليلjamaknya al-adillah ()الدلة, dan secara
terminologi berarti petunjuk kepada sesuatu baik yang bersifat material maupun non
material (maknawi).
Adapun pengertian dalil secara terminologi menurut ushul fiqh ialah sesuatu yang
dapat (mungkin) kita sampai dengan mempergunakan yang benar kepada sesuatu hasil
yang bersifat khabar (hukum).
Wahbah az-Zuhaili, dalam Ushul al-Fiqh al-Islami, memberikan batasan dengan
suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum
syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qath’I (pasti) maupun zhanni (relatif).15
Nash yang qath’i dalalahnya ialah nash yang menunjukkan kepada makna yang
pemahaman makna itu dari nash tersebut telah tertentu dan tidak mengandung takwil
serta tidak ada peluang untuk memahami makna lainnya dari nash itu.
Artinya: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-
istri kamu jika mereka tidak mempunyai anak.” (Q.S an-Nisaa: 12)
Ayat ini menjelaskan bahwa bagian suami dalam kondisi seperti ini adalah seperdua
(qath’i).
Sedangkan nash yang zhanni dalalahnya adalah nash yang menunjukkan atas suatu
makna, akan tetapi masih memungkinkan untuk ditakwilkan atau dipalingkan dari
makna ini dan makna lainnya dimaksudkan darinya. Seperti firman Allah swt.:
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) selama tiga
kali quru’…” (QS. al-Baqarah: 228)
Kata quru’ dalam bahasa Arab disebut lafadz musytaraq yaitu satu kata yang memiliki
dua makna atau lebih. Maka kata quru’ bermakna suci dan haid.
15 Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Penerbit
Amzah 2009, hlm. 54-55
E. MACAM-MACAM HUKUM AL-QUR’AN
Hukum yang dikandung oleh al-Qur’an itu ada tiga macam, yaitu;16
1. Hukum-hukum ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah, dan
ibadah-ibadah lainnya yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya (habluminallah).
2. Hukum muamalat, seperti akad, pembelanjaan, hukuman, pidana, dan lainnya
yang bukan ibadah dan dimaksudkan untuk mengatur hubungan antar sesama
mukallaf, baik sebagai individu, bangsa, atau kelompok (habluminannas).
Menurut istilah modern, hukum muamalat telah dibagi menurut sesuatu yang
berkaitan dengannya dan maksud yang dikehendakinya menjadi beberapa macam;
1. Hukum keluarga, yaitu hukum yang berhubungan dengan keluarga, mulai dari
pembentukannya, dan ia dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara suami
istri dan kerabat satu sama lain.
2. Hukum perdata, yaitu hukum yang bertalian dengan perhubungan hukum
antara individu-individu dan pertukaran mereka, baik berupa jual-beli,
penggadaian, jaminan, persekutuan, utang piutang, dan memenuhi janji dengan
disiplin. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan harta kekayaan
individu dan memelihara hak masing-masing yang berhak.
3. Hukum pidana, yaitu hukum yang berkenaan dengan tindak criminal yang
timbul dari seorang mukallaf dan hukuman yang dijatuhkan atas pelakunya.
Hukum ini dimaksudkan untuk memelihara kehidupan manusia, harta mereka,
kehormatan mereka, dan hak-hak mereka, serta menentukan hubungan antara
pelakunya, korban tindak kriminal, dan umat.
16 Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Penerbit
Amzah 2009, hlm. 60-66
4. Hukum acara, yaitu hukum yang berkaitan dengan pengadilan, kesaksian, dan
sumpah. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur usaha-usaha untuk
mewujudkan keadilan di antara manusia.
5. Hukum perundang-undangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan
pengaturan pemerintahan dan pokok-pokoknya. Hukum ini dimaksudkan untuk
menentukan hubungan penguasa dan rakyat, dan menetapkan hak-hak individu
dan masyarakat.
6. Hukum tata Negara, yaitu hukum yang bersangkutan dengan hubungan antara
Negara Islam dengan negara lainnya, hubungan dengan orang-orang non-Islam
yang berada di Negara Islam. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan
hubungan Negara Islam dengan Negara non-Islam, baik dalam keadaan damai
maupun dalam suasana peperangan, serta menentukan hubungan antara umat
Islam dengan non-Islam di berbagai Negara Islam.
7. Hukum ekonomi dan keuangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan orang
miskin, baik yang meminta-minta maupun yang tidak, berkenaan dengan harta
orang kaya, dan pengaturan berbagai sumber dan perbankan. Hukum ini
dimaksudkan untuk mengatur hubungan kekayaan antara orang-orang dan orang-
orang kafir, dan antar Negara dan rakyat.
Menurut Muhammad Khuderi Bek dalam bukunya “Tarikh Tasyri’ al-Islami”, ada
tiga prinsip yang melandasi hukum dalam al-Qur’an;17
Contoh prinsip yang pertama ini antara lain hukum kebolehan berbuka
puasa bagi orang yang sedang dalam perjalanan, dan hukum boleh
melaksanakan shalat sesuai kemampuan.
2. Menyedikitkan beban
Prinsip ini mengandung arti bahwa dalam melakukan perintah Allah swt. itu
harus memperhatikan objek yang diperintahkan dengan tidak melakukan
17 Drs. Sapiudin Shidiq, M.A, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Predana Media Group, cet. ke-1 2011, hlm. 49-52
penambahan dan pengurangan, seperti dalam firman Allah dalam surat al-Maidah
ayat 102:
Contoh dari prinsip kedua ini adalah kewajiban haji hanya satu kali seumur
hidup bagi yang mampu.
3. Berangsur-angsur
Salah satu keutamaan hukum Islam adalah cara penetapannya yang tidak
sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dan bertahap, sehingga tidak
memberatkan dan lebih memberikan kelonggaran. Karena al-Qur’an sangat
memperhatikan proses perubahan sosial budaya yang berkembang di masyarakat.
Contohnya dalam tahapan pengharaman khamr.18
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Al-Qur’an secara terminologi adalah mashdar yang bermakna qiro’ah (bacaan
dan apa yang ditulis di dalamnya). Sedangkan makna al-Qur’an secara etimologi
berarti kalam Allah swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dalam
bahasa Arab yang dinukilkan kepada kita dengan jalan yang mutawattir, jika
membacanya dihukumi ibadah, dan diawali dengan Surat Al-Fatihah dan diakhiri
Surat an-Naas.
2. Bukti kehujjahan Al-Qur’an adalah, al-Qur’an diturunkan dari Allah swt.,
disampaikan kepada manusia dengan jalan yang pasti dan tidak terdapat keraguan
tentang kebenarannya tanpa ada campur tangan manusia dalam penyusunannya.
Hal ini mengandung arti bahwa al-Qur’an merupakan mukjizat yang membuat
manusia tidak mampu untuk mendatangkan yang semisalnya.
3. Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6.326 ayat, dan 324.345 huruf.
Kandungan isi dalam al-Qur’an yang utama yaitu;
a. Tauhid, adalah tentang kepercayaan yang benar, yaitu pentauhidan
terhadap keesaan Allah swt.
b. Ibadat, berisi amalan-amalan yang memperkokoh keimanan seseorang.
c. Janji dan ancaman, yaitu janji dengan pahala/balasan terhadap amalan
yang baik yang dilakukan oleh seorang mukallaf, dan ancaman yang berupa
peringatan bagi seseorang yang berbuat maksiat, berupa balasan dengan
siksa/adzab.
d. Riwayat, yaitu kisah-kisah umat terdahulu yang berisi hikmah.
e. Akhlaq, adalah perilaku yang harus dijadikan perhiasan oleh seorang
mukallaf.
f. Muamalah, hukum-hukum yang termasuk di dalamnya hukum perdata,
pidana, dan sebagainya.
4. Berdasarkan turunnya, kandungan isi al-Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu;
a. Makiyyah, yaitu ayat-ayat atau surat-surat dalam al-Qur’an yang turun
selama periode sebelum hijrahnya Nabi ke Madinnah. Berisi tentang
ketauhidan kepada pengesaan Allah swt.
b. Madaniyyah, yaitu ayat-ayat atau surat-surat dalam al-Qur’an yang
turun selama periode setelah hijrahnya Nabi ke Madinnah. Berisi tentang
hukum-hukum yang berlaku sampai saat ini.
5. Nash-nash al-Qur’an seluruhnya bersifat qath’i dari segi kehadirannya dan
ketetapannya, dan periwayatannya dari Rasulullah saw. kepada kita[21]. Nash-
nash al-Qur’an dari segi dalalahnya dibagi menjadi dua;
a. Nash-nash yang qath’I dalalahnya, yaitu jika suatu ayat dalam al-
Qur’an yang maknanya qath’I (pasti) dan tidak memerlukan penjelasan dari
sumber lain (missal: as-Sunnah).
b. Nash-nash yang zhanni dalalahnya, adalah jika suatu ayat dalam al-
Qur’an itu lafadznya pasti, tapi masih memerlukan penjelasan, karena
merupakan kalimat yang masih memungkinkan untuk ditakwil.
6. Hukum-hukum dalam al-Qur’an di antaranya;
a. Hukum-hukm I’tiqadiyyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan
dengan keimanan seseorang.
b. Akhlaq dan moral, yaitu sesuatu yang harus dijadikan perhiasan
mukallaf dan menghindari hal-hal yang hina.
c. Hukum-hukum amaliyyah, yaitu hukum-hukum yang bersangkutan
dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf (fiqh al-Qur’an)
7. Tiga prinsip yang melandasi hukum al-Qur’an;
a. Tidak memberatkan: hukum-hukum dalam al-Qur’an bersifat
memudahkan, pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan seseorang.
b. Menyedikitkan beban: dalam al-Qur’an, hukum-hukumnya
memperhatikan objek dan tidak melakukan penambahan dan pengurangan.
c. Berangsur-angsur: cara penetapan hukum-hukum dalam Islam tidak
sekaligus, tapi berangsur-angsur dan bertahap.
B. SARAN
Demikian makalah ini kami susun, penulis menyadari dalam makalah ini masih
banyak kesan kekurangan dan jauh dari kesan sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran yang kontruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalh kami
selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membaca dan
membahasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Wahhab Khallaf Abdul (terj. Drs. H. Moh. Zuhri, Dipl. TAFL, dkk), Ilmu Ushul Fiqh,
Dina Utama, Semarang 1994
Drs. Shidiq Sapiudin, M.A., Ushul Fiqh, Kencana Predana Media Group, Jakarta 2011
Drs. Jumantoro Totok, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih,
Penerbit Amzah, Jakarta 2009
Drs. Umar Muin, Dkk., Ushul Fiqh I, Departemen Agama RI, Jakarta 1986