Você está na página 1de 6

ANATOMI FISIOLOGI

BERKAITAN DENGAN LOCHEA ATAU DARAH NIFAS

Lochea atau darah nifas merupakan rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir atau disebut juga
periode post partum. Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen M.D. (2005) menyatakan bahwa periode
post partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai dengan organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan sebelum hamil, dan periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester
ke empat kehamilan. Masa post partum sering juga disebut sebagai masa nifas (puerperium) yang
didefinisikan sebagai masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat reproduksi kembali
seperti keadaan sebelum hamil dan berlangsung selama kurang lebih enam minggu (Pillitteri, Adele,
2007).
Post partum dibagi menjadi tiga fase yaitu :
a. Fase immediate post partum (24 jam pertama setelah kelahiran)
b. Fase eartly post partum (minggu pertama setelah kelahiran)
c. Fase late post partum (2-6 minggu setelah kelahiran)

Pada post partum normal terjadi adaptasi fisiologi pada semua sistem tubuh untuk mencapai
keadaan sebelum hamil. Adapun perubahan-perubahan fisiologi yang terjadi tidak hanya pada sistem
reproduksi, tetapi juga pada sistem lainnya. Di bawah ini akan di uraikan perubahan pada sistem
reproduksi yang terjadi pada ibu post partum (Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen M.D., 2005) :

A. Sistem Reproduksi
1. Uterus
a. Involusi
Involusi yaitu proses kembalinya uterus ke keadan sebelum hamil setelah melahirkan,
sedangkan subinvolusi adalah kegagan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil
(Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen M.D., 2005). Proses ini dimulai setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada periode post partum terjadi penurunan
kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan terjadinya autolisis atau perusakan
secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan, dan sel-sel tambahan menetap selama
masa hamil. Inilah yang merupakan penyebab dari ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil.
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut
(Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen M.D., 2005) :
Involusi uteri Tinggi fundus uteri Berat uterus Diameter uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (minggu Pertengahan pusat dan 500 gram 7,5 cm
pertama) simpisis
14 hari (minggu Tidak teraba 350 gram 5 cm
kedua)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

Sumber : Durham R.F. & Chapman L. (2010). Maternal Newborn Nursing: The Critical
Component of Nursing care.
b. Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar.
Hemostasis postpartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan faktor bekuan. Hormon estrogen yang
dilepas oleh kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah dan membantu homeostasis. Selama 1-2 jam pertama intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur (Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen
M.D., 2005).

c. After pain
Pada primigravida dan paragravida, tonus uterus akan meningkat sehingga fundus
pada umumnya akan tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami
multigravida dan paragravida dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang awal
masa nifas (Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen M.D., 2005).
d. Involusi plasenta
Proses involusi plasenta dimulai pada saat uterus pada bekas implantasi plasenta
memiliki luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir,
dengan cepat luka akan mengecil, pada akhir minggu ke dua luka akan sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 12 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan post
partum, bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
trombus. Luka bekas plasenta ini tidak akan meninggalkan jaringan parut. Hal ini disebabkan
karena luka akan diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu.
Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan
kelenjar ini akan mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta
hingga terkelupas dan tidak dapat dipakai lagi pada saat pembuangan lochea (Bobak, I.M.,
Lowdermilk D.L., & Jensen M.D., 2005).
e. Perubahan ligamen
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan saat melahirkan akan kembali seperti semula. Perubahan ligamen yang dapat
terjadi pasca melahirkan antara lain ligamentum rotundum yang menjadi kendor sehingga
letak uterus menjadi retrofleksi dan ligamen, fasia, serta jaringan penunjang alat genetalia
menjadi agak kendor (Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen M.D., 2005).
f. Lokia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran
antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah ekresi cairan rahim
selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme
berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir), meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses
involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa, dan alba.
Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut (Pillitteri, Adele, 2007):
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1-3 hari Merah Darah, fragmen dari


decidua, dan lendir

Serosa 3-10 Pink Darah, lendir, dan invasi


leukosit

Alba 10-14 Putih Lebih banyak lendir, dan


(bisa lebih dari jumlah leukosit yang
6 minggu) banyak

Wanita yang melahirkan secara operasi SC cenderung mengeluarkan lokia dengan perlahan
karena serpihan uterus akan keluar secara manual selama proses pengeluaran plasenta.
Lokia akan ada selama tiga minggu setelah melahirkan, tetapi kebanyakan yang terjadi pada
umumnya selama enam minggu setealh melahirkan. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia
sekitar 240 hingga 270 ml (Nash, 2007 dalam Ricci, Susan S., 2009).

2. Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks akan menjadi lembek, kendor, terkulai, dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan oleh korpus uteri yang terus berkontraksi
sedangkan serviks tidak berkontraksi. Sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri
akan berbentuk seperti cincin. Warna serviks menjadi merah kehitaman, karena daerah ini
penuh dengan pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa msih dapat
dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk.
Oleh karena hiperplasi dan retraksi serviks, maka robekan serviks dapat sembuh.
Selesai masa involusi, ostium eksternum akan tampak lebih besar, tetapi akan tampak
retakan dan robekan pada pinggirnya (Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen M.D., 2005).

3. Vagina dan perineum


Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan
hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat regang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita
yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa
vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan
penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami
robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi
dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan
tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat
dilakukan pada akhir masa nifas dengan berlatih terus menerus (Bobak,Lowdermilk,Jensen,
2005)
4. Payudara
Perkembangan kelenjar mammae secara fungsional lengkap pada pertengahan masa
kehamilan, tetapi laktasi terhambat sampai kadar estrogen menurun, yakni setelah janin dan
plasenta lahir. Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama
hamil menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone kembali ke
kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
Pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Pada hari
ketiga dan keempat postpartum bisa terjadi pembengkakan, payudara teregang, keras, nyeri
bila ditekan dan hangat jika diraba. Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti
sementara vena dan pembuluh limfatik bukan akibat penimbunan air susu. Pembengkakan
dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 24 jam
sampai 36 jam. Pada ibu yang menyusui, sebelum laktasi dimulai teraba lunak dan suatu
cairan kekuningan yakni kolostrum dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai,
payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh.

Referensi

Bobak, I.M., Lowdermilk D.L., & Jensen M.D. (2005). Maternity and gynecologic care: the nurse and the
family. 5th. ed. Saint Louis: CV Mosby Co.

Durham R.F. & Chapman L. (2010). Maternal Newborn Nursing: The Critical Component of Nursing
care. 2nd ed. Philadelphia: F.A. Davis Company

Pillitteri, Adele. (2007). Maternal and Child Health Nursing: Care of The Childrearing Family. 6th ed.
China: Lippincott Williams & Wilkins.
Ricci, Susan S. (2009). Essentials of Maternity, Newborn, and Women’s Health Nursing. 2nd ed. China:
Lippincott Williams & Wilkins.

Você também pode gostar