Você está na página 1de 12

B.

Definisi Anemia
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel
darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah
merah berada di bawah normal. Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah
nilai normal eritrosit, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cell
(hematokrit) per 100 ml darah.
Anemia Gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang
disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan
Hb.Anemia terjadi karena kadar hemoglobin (Hb) dalam darah merah sangat
kurang. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat
besi (Fe) hingga disebut Anemia Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.
Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan. Beberapa anemia
memiliki penyakit dasarnya. Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan bentuk
atau morfologi sel darah merah, etiologi yang mendasari, dan penampakan klinis.
penyebab anemia yang paling sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya
sel darah merah secara berlebihan hemolisis atau kekurangan pembentukan sel
darah merah ( hematopoiesis yang tidak efektif).
Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya
kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan
konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada perempuan.

1. Anemia dalam Kehamilan


Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di
bawah 11 gr% pada trimeter 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr% pada trimeter 2.
Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena dalam kehamilan
keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi perubahan - perubahan
dalam darah dan sumsum tulang. Darah bertambah banyak dalam kehamilan
yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel
darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma
sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan itu adalah plasma 30%, sel
darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi
dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil. Pengenceran ini
meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil,
karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung juga
meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah.
Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.
Kebutuhan ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi, di mana 300 mg
untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan
demikian, ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari. Terdapat
beberapa kondisi yang menyebabkan anemia defisiensi besi, misalnya: infeksi
kronik, penyakit hati, dan thalasemia.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu dalam
kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit
yang dapat timbul akibat anemia adalah keguguran, kelahiran prematur,
persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi,
perdarahan pasca-melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim, syok,
infeksi baik saat bersalin maupun pasca-bersalon, serta anemia yang berat (<4
gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Di samping itu, hipoksia
akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian pada ibu pada
persalinan yang sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.
Anemia dalam kehamilan juga memberikan pengaruh kurang baik bagi
hasil pembuahan (konsepsi) seperti: kematian mudigah, kematian perintal,
bayi lahir prematur, dapat terjadi cacat bawaan, dan cadangan besi yang
kurang. Sehingga anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial
kematian dan kesakitan pada ibu dan anak.
Anema dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut: anemia defisiensi
besi, anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, dan anemia hemolitik.
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai dalam
kehamilan. Anemia akibat kekurangan zat besi ini disebabkan kurang
masuknya unsur bagi dalam makanan, gangguan penyerapan, gangguan
penggunaan, dan karena terlalu banyak zat besi keluar tubuh, misalnya pada
perdarahan.
Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan
yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama di negara berkembang
(Indonesia). WHO melaporkan bahwa prevalensi wanita hamil yang
mengalami defisiensi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara
berkambang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan disebabkan oleh
defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling
berinteraksi.
Keperluan terhadap zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam
trimester terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah dalam
kehamilan, maka akan sangat mudah untuk terjadinya anemia defisiensi besi,
terutama pada kehamilan kembar. Untuk daerah khatulistiwa seperti
Indonesia, zat besi lebih banyak keluar melalui air peluh dan melalui kulit.

2. Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan


Anemia pada ibu hamil dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam.
Klasifikasi anemia pada ibu hamil ini berdasarkan penyebab terjadinya
anemia tersebut.
Secara umum menurut Proverawati (2009) klasifikasi anemia pada ibu hamil
dibagi menjadi:
a. Anemia defisiensi Besi sebanyak 62,3%
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah. Pengobatannya adalah pemberian tablet besi yaitu
keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang
dianjurkan.
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dilakukan
dengan anamnese. Hasil anamnese didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil
muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan metode sahli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
yaitu trimester I dan III. Anemia Megaloblastik sebanyak 29%.
Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic acid) dan
defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang. Menurut Hudono
(2007) tablet asam folat diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram
sehari, baik per os maupun parenteral.
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb,
mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
Diagnosis:
1) Untuk Anemia defesiensi besi yang berat di tandai dengan ciri-ciri yang
khas yaitu mikrisitosis dan hipokromasia.
2) Untuk Anemia defesiensi besi yang ringan tidak selalu di tandai dengan
cirri-ciri khas , banyak yang bersifat normositer dan normokrom. Sifat lain
yang khas yaitu :
a) Kadar besi serum rendah.
b) Daya ikat besi serum tinggi.
c) Protoporfirin eritrisit tinggi.
d) Tidak di temukan hemosiderin dalam sum-sum tulang.

Prognosis:
a. Prognosis Anemia defesiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan
anak . Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau
komplikasi lain . Anemia berat dalam kehamilan muda yang tidak di obati dapat
menyebabkan abortus dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama ,
perdarahan post partum dan infeksi. Walaupun bayi yang di lahirkan dari ibu yang
menderita anemia defesiensi besi tidak menunjukkan Hb yang rendah, namun
cadangan besinya kurang yang barubeberapa bulan kemudian tampak sebagai
anemia infatum.
b. Pencegahan dan Pengobatan:
1) Di daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita
hamil diberi sulfat ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari.
Selain itu, ibu di beri nasehat untuk makan lebih banyak protein dan sayur
yang banyak mengandung mineral dan vitamin.
2. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan karena defesiensi
asam folat. Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada
sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah
pembesaran prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis
yang tidak efektif, dan pansitopenia.
Diagnosis:
Diagnosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megeloblas atau
promegaloblas dalam darah atau sum-sum tulang belakang
Prognosis:
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik
Pengobatan dengan asam folat hampir selalu berhasil.
Pencegahan dan Pengobatan:
1. Asam folat 15-30 mg per hari.
2. Vitamin B12 3x1 tablet per hari.
3. Sulfas ferosus 3x1 tablet per hari.
4. Pada kasus berat diberikan penambah darah.
3. Anemia Hipoplastik 8%
Anemia hipoplastik yaitu Anemia yang disebabkan oleh penurunan fungsi
kerja sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah baru akibat
hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi,
reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta gen.
4. Anemia Mieloptisik 0,7%
Anemia hemolitik adalah Anemia yang disebabkan penghancuran atau
pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatanya. Anemia yang
terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan
granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal. Gejala
utamamya adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan.
Pengobatanya: Tergantung pada jenis anemia ini serta penyebabnya. Bila
disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat
penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obtan, hal ini tidak
memberikan hasil sehingga penambah darah berulang dapat membantu penderita.
Pemeriksaan hemoglobin secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan
yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Klasifikasi menurut Depkes
RI (2000):
a. Tidak anemia : ≥ 11 gr%
b. Anemia : < 11 gr% 2)
Klasifikasi anemia menurut WHO:
a. Normal : ≤ 11 gr %
b. Anemia ringan : 9-10 gr % c)
c. Anemia sedang : 7-8 gr% d) Anemia berat : < 7 gr% 3)
Klasifikasi menurut Manuaba (2010):
a. Tidak anemia : Hb 11 gr % b)
b. Anemia ringan : Hb 9-10 gr %
c. Anemia sedang : Hb 7-8 gr %
d. Anemia berat : Hb < 7 gr %
Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel:
1. Anemia mikrositik : jhonpenyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia
(gangguan Hb).
2. Anemia normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti
gangguan ginjal.
3. Anemia makrositik : penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat
konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.
2.4 Gejala dan Tanda Anemia dalam Kehamilan
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan
darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Secara klinis
dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi).
Gejala lain yang dapat ditemui diantaranbya palpitasi, berkunang-kunang,
perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular, disphagia, dan
pembesaran kelenjar limpa. Niali ambang batas yang digunakan untuk
menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada kriteria WHO tahun 1972
ditetapkan 3 kategori yaitu: normal >11 gr/dl, ringan 8-11 gr/dl, berat <8 gr/dl.
Sedangkan menurut pemeriksaan Sachli, tidak anemia Hb 11 gr%, anemia ringan
9-10 gr%, anemia sedang 7-8 gr%, anemia berat <7 gr%.
Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan
pemeriksaan kadar hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan
hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. Hanya saja alat ini
tersedia di kota. Mengingat di Indonesia penyakit kronik seperti malaria dan TBC
masih sering dijumpai, maka pemeriksaan khusus seperti darah tepi dan dahak
perlu dilakukan.
Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan dengan
tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita hamil
haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari
selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih
banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta
vitamin.
2.5 Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi Pada Kehamilan
Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel
tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan
postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering
berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan
darah.
Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi
dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan
kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia,
atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi
rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan
gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri-
natal, dan lain-lain) (Amiruddin dkk, 2004).
2.6 Penyebab Anemia dalam Kehamilan
Penyebab anemia pada ibu hamil adalah menurunnya hemoglobin dalam
darah. Hemoglobin memiliki peranan penting dalam transportasi oksigen ke
dalam jaringan tubuh. Selama masa kehamilan akan terjadi sebuah peningkatan
volume darah, hal inilah yang bisa membuat hemoglobin dalam darah menurun.
Sedangkan tuntutan dari perkembangan janin akan membuat kebutuhan zat besi
dalam tubuh menjadi meningkat.
Zat besi adalah mineral yang memiliki peranan penting dalam produksi sel
darah merah. Sebelum menjalani masa kehamilan, seorang wanita membutuhkan
sekitar 15 miligram (mg) zat besi setiap harinya. Berbeda dengan ibu hamil yang
membutuhkan dua kali jumlah zat besi tersebut yaitu 30 mg.
Selama trimester pertama masa kehamilan, volume plasma akan meningkat
menjadi lebih cepat dibandingkan dengan volume sel darah merah. Akibatnya,
konsentrasi darah merah menjadi menurun sampai pada akhirnya mereka
memiliki kesempatan untuk mengejar ketinggalan yaitu dengan peningkatan
plasma darah. Penyebab anemia pada ibu hamil juga bisa timbul karena ibu hamil
kekurangan zat besi dan tidak dapat mencukupi kebutuhan untuk meningkatkan
produksi sel darah merah. Hal ini juga yang akan membuat jumlah hemoglobin
dalam darah mengalami penurunan.
Selain kurangnya zat besi dalam tubuh, penyebab anemia pada ibu hamil
selama masa kehamilan yang lainnya mungkin karena penurunan jumlah darah
yang berlebihan seperti akibat pendarahan dari cedera atau suatu pembedahan,
beberapa penyakit kronis seperti sakit ginjal dan infeksi serius atau karena
kurangnya asupan vitamin asam folat yaitu vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh
untuk memproduksi sel darah merah. Namun, pada ibu hamil kekurangan zat besi
merupakan penyebab anemia yang paling umum.
Umumnya, banyak kaum wanita di usia subur tidak mendapatkan zat besi
yang cukup, bahkan pada saat mereka sedang tidak hamil. Wanita kehilangan zat
besi bersamaan dengan darah dan jaringan yang keluar sewaktu masa menstruasi,
alasan itulah yang menjadikan seorang wanita rentan terhadap anemia.
Seorang ibu hamil yang mendapatkan perawatan prenatal dan juga rutin
mengkonsumsi suplemen zat besi selama masa kehamilan, biasanya akan
terhindar dari masalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam
tubuh.
Anemia yang terjadi pada ibu hamil selama masa kehamilan akan membuat
ibu hamil merasa lelah yang berlebihan dan juga stress sehingga bisa membuat ibu
hamil rentan terhadap berbagai macam penyakit. Namun, biasanya hal tersebut
tidak sampai membahayakan janin yang masih ada dalam kandungan.
Hampir semua anemia dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi/
kekurangan zat besi. Adapun etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan
menurut Amiruddin,dkk tahun 2004 diantaranya sebagai berikut:
1. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah
2. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma
3. Kurangnya zat besi dalam makanan
4. Kebutuhan zat besi meningkat
5. Gangguan pencernaan dan absorbs
2.7 Faktor Predisposisi Anemia pada Ibu Hamil
1. Umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.Wanita yang berumur kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil.
Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun
janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami
anemia.Wintrobe (1987) menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi
timbulnya anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah
kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi
anemia semakin besar. Pada penelitian ini belum menunjukkan adanya
kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka kejadian anemia semakin besar.
Karena 80% ibu hamil berusia tidak berisiko yaitu antara 20 tahun hingga 35
tahun.
2. Paritas
Semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka
kejadian anemia Artinya ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko lebih
besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah.
3. Jarak Kehamilan Yang terlalu Dekat
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita
adalah jarak kelahiran pendek. Menurut Kramer (1987) hal ini disebabkan
kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan pemulihan factor
hormonal dan adanya kecendrungan bahwa semakin dekat jarak kehamilan, maka
akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
4. Pengetahuan
Pengetahuan kesehatan reproduksi menyangkut pemahaman tentang pentingnya
pemeriksaan kehamilan, penyuluhan, tanda dan cara mengatasi anemia pada ibu
hamil diharapkan dapat mencegah ibu hamil dari anemia. Semakin rendah
pengetahuan kesehatan reproduksi, maka akan semakin tinggi angka kejadian
anemia.

5. Pemeriksaan Antenatal Care


Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga
professional yaitu Dr Ginekolog dan Bidan serta memenuhi syarat 5 T (TB, BB,
Tekanan darah, Tinggi Fundus, TT, Tablet Fe). Jika pemeriksaan Antenatal Care
kurang atau tidak ada sama sekali maka akan semakin tinggi angka kejadian
anemia.
6. Pola makan dan Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe
Gizi seimbang adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan
kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Agar sasaran
keseimbangan gizi dapat dicapai, maka setiap orang harus menkonsumsi minimal
1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu KH, protein
hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu. (Kodyat, 1995).
Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang
dikonsumsi, ketepatan cara menkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari.
Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting
dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi.
Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang
dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan
asam folat.ibu hamil yang kurang patuh konsumsi tablet Fe mempunyai risiko
untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe.
2.8 Cara Pencegahan Anemia dalam Kehamilan
Anemia bisa diatasi dengan cepat dan tepat apabila ibu hamil lebih tanggap
dalam mendeteksi gejala anemia lebih dini sebelum menginjak trimester pertama
kehamilan. Ibu hamil perlu menyadari bahaya anemia dengan cara mengetahui
potensi anemia yang dimiliki oleh ibu hamil. Hal ini bisa dilakukan dengan
pemeriksaan darah di laboratorium dan mendiskusikan hasilnya dengan dokter.
Pencegahan tentu jauh lebih baik daripada pengobatan. Akan jauh lebih baik
bagi ibu hamil untuk mencegah anemia dengan cara menjaga asupan zat besi.
Misalnya meningkatkan konsumsi makanan yang tinggi zat besi seperti beras
merah, sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, oatmeal maupun daging.
Suplemen tambahan zat besi bisa dilakukan dengan saran dan persetujuan
dokter. Konsumsi suplemen zat besi ini akan membawa perubahan pada kondisi
ibu hamil kurang lebih setelah satu minggu dan kondisi anemia ibu hamil
biasanya sudah bisa teratasi setelah satu bulan. Ibu hamil perlu menghindari diet
berlebihan agar produksi sel darah merah tidak terganggu.
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang
dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi
dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah)
seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap
seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-
kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih
mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan
seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.
2.9 Penatalaksanaan Anemia dalam Kehamilan
Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat
adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual
hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60
mg) dan asam folat 500 ug, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi
sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu
penyarapannya. Anemia defisiensi besi yang tidak tertangani dengan tepat, dapat
mengakibatkan abortus pada kehamilan muda, dan dalam kehamilan tua dapat
menyebabkan persalinan lama, perdarahan pasca melahirkan, dan infeksi.
Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian
besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida.
Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum
makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet.
Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian
zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan
menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu
menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang
normal dan tidak berbahaya Medicastore, 2007).

Você também pode gostar