Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Novie H. Rampengan
Abstract: Japanese encephalitis (JE) is an acute infective disease in the central nervous
system. Pigs and birds are the main reservoirs of JE viruses, albeit, there is no transmission
from human to human with mosquito bites. Clinical manifestations of JE in human vary from
mild symptoms like rhinitis until severe symptoms, and even death. Incubation period of JE
varies from 4 until 14 days. Development of JE symptoms are divided into 4 stadiums, as
follows: prodormal, acute, sub -acute, and convalescent. Diagnosis is based on anamnesis
about fever and the presence of pig farm around the house, and physical examination
consisted of increased intra-cranial pressure and decreased consciousness, meanwhile, the
definite diagnosis is confirmed with virus isolation either IgM capture ELISA test from serum
or cerebrospinal fluid; both have sensitivity almost 100%. Treatment of JE is only
symptomatic and supportive. Prevention and erradication of JE virus are aimed to human,
mosquito Culex as vector and its larvae, and pig as the reservoir. Japanese encephalitis can be
prevented with immunization. In severe cases, sequelae are found around 40%-75%.
Keywords: Japanese encephalitis, culex mosquito, pig farm, vaccination
Abstrak: Japanese encephalitis (JE) merupakan penyakit infeksi akut pada SSP. Babi dan
unggas merupakan reservoir virus ini, namun tidak terjadi penularan dari manusia ke manusia
lain melalui gigitan nyamuk. Manifestasi klinis penyakit JE pada manusia bervariasi, mulai
dari gejala ringan seperti demam flu biasa sampai berat bahkan kematian. Masa inkubasi JE
bervariasi antara 4 sampai 14 hari. Perkembangan gejala JE terbagi atas 4 stadium yaitu
stadium prodormal, akut, sub-akut, dan konvalesen. Diagnosis pasti dengan anamnesis adanya
perternakan babi disekitar rumah dan demam, pemeriksaan fisik terdapat peningkatan tekanan
intra kranial serta penurunan kesadaran, dan diagnosis pasti dengan isolasi virus maupun
pemeriksaan IgM capture ELISA dari serum atau CSS dengan sensitivitas hampir 100%.
Terapi JE hanya bersifat simtomatis dan suportif. Pencegahan dan pemberantasan JE virus
ditujukan pada manusia, vektor nyamuk Culex beserta larvanya, dan reservoir babi. Penyakit
JE dapat dicegah dengan imunisasi. Pada kasus berat, ditemukan gejala sisa sekitar 40%-75%.
Kata kunci: Japanese encephalitis, nyamuk Culex, peternakan babi, imunisasi
S10
Rampengan: Japanese encephalitis S11
nyamuk yang paling sering ditemukan meluas dari Pakistan hingga Siberia dan
5
sebagai vektor ialah Culex Jepang.
tritaeniorhynchus yang dapat menularkan Virus JE termasuk salah satu dari 66
virus JE baik ke manusia maupun ke hewan jenis flavivirus. Virus ini termasuk dalam
3,4
peliharaan lainnya. Penyebaran penyakit serokompleks JE, yang terdiri dari
ini tergantung musim, terutama pada musim beberapa flavivirus termasuk Alfuy,
hujan saat populasi nyamuk Culex Koutango, Kokobera, Kunjin, Murray
meningkat, kecuali di Malaysia, Singapura, Valley encephalitis, JE, Stratford, Usutu,
dan Indonesia (sporadik terutama di daerah 9
West Nile dan St. Louis encephalitis.
5
pertanian). Penyakit ini endemik di daerah Japanese encephalitis merupakan penyakit
Asia, mulai dari Jepang, Filipina, Taiwan, musiman; kebanyakan kasus terjadi pada
Korea, China, Indo China, Thailand, bulan Juni hingga September. Pada daerah
Malaysia, Indonesia, dan India. Diper- subtropis, transmisi virus JE terjadi pada
kirakan terdapat 35.000 kasus JE di Asia bulan Maret hingga Oktober. Transmisi
setiap tahun. Penyakit ini paling sering dapat terjadi sepanjang tahun pada daerah
menginfeksi anak berusia 1 tahun hingga tropis seperti Indonesia. Negara yang
5,6
15 tahun. termasuk daerah endemis penyakit JE ialah
Di Indonesia, terdapat sekitar 19 jenis Malaysia, Burma, Filipina, Indonesia,
nyamuk yang dapat menularkan penyakit China, Taiwan, Rusia (Siberia maritim),
ini; paling sering ialah Culex Bangladesh, Laos, Kamboja, Thailand,
tritaeniorhynchus, yang banyak dijumpai di Vietnam, India, Nepal (terutama daerah
daerah persawahan, rawa-rawa dan
7 Terai), Srilanka, Korea, Jepang, Australia
genangan air. Babi dan unggas yang hidup (pulau-pulau di Semenanjung Torres),
di air seperti bangau, merupakan hewan Brunei, Pakistan, Papua Nugini dan
2,7
utama reservoir virus ini. Selain itu sapi, 5
Kepulauan Pasifik. Sebagaimana patogen
kuda, kerbau, kambing, tikus, kera, ayam penyakit zoonotic lainnya, beberapa faktor
dan kucing juga dapat berperan sebagai
2 seperti ekologi, iklim, lingkungan dan
reservoir virus JE. Di Indonesia, penelitian perilaku manusia berperan dalam
penyakit JE sudah dilakukan sejak tahun penyebaran distribusi virus JE. Bahkan
1975 dengan seroprevalensi bervariasi beberapa nyamuk yang terbawa arus angin
5,6
antara 10%-75%. telah dipertimbangkan berkontribusi
Manifestasi neurologik penyakit JE terhadap penyebaran virus, contohnya dari
yang disebabkan oleh flavivirus bervariasi, Papua Nugini ke pulau-pulau Semenanjung
mulai dari adanya sedikit perubahan dalam 5
Torres dan Australia.
tingkah laku hingga masalah yang serius
Secara global, lebih dari 45.000 kasus
termasuk kebutaan, ataksia, kelemahan, dan
3,4 dilaporkan setiap tahun, walaupun
gangguan gerakan tubuh. Angka kemungkinan telah terjadi penurunan
kematian berkisar antara 20% hingga 30%. perkiraan insiden penyakit yang
Penyakit ini dapat dicegah dengan sesungguhnya.
6,7
Laju insidens lokal
vaksinasi; beberapa negara seperti bervariasi mulai dari 1 -10 kasus per
Thailand, China, Nepal, India dan Jepang 100.000 orang, tetapi bisa mencapai lebih
sudah memasukkan imunisasi JE ke dalam dari 100 kasus per 100.000 orang pada saat
program imunisasi rutin sehingga kasus 5
outbreak. Nyamuk Culex bersifat zoofilik
ensefalitis turun bermakna dari 14,7 per
yaitu lebih menyukai binatang, hanya
100.000 penduduk menjadi 1 per 100.000 secara kebetulan saja dapat menyerang
8
penduduk. manusia terutama bila dalam keadaan
2
Epidemiologi densitas Culex yang sangat padat.
Keparahan infeksi yang terjadi secara
Dewasa ini terdapat 3 milyar orang alamiah dan kemungkinan komplikasi yang
tinggal di daerah endemis JE, daerah ini berat dapat terjadi menjadi faktor penting
S12 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 8, Nomor 2 Suplemen, Juli 2016, hlm. S10-S22
pelindung inti virion terdapat kapsid yang menempel dengan sel inang, terjadi
terdiri dari polipeptida tersusun simetri kerusakan membran lokal sehingga
ikosahedral yaitu bentuk tata ruang yang menyebabkan masuknya virus JE ke dalam
dibatasi oleh 20 segi sama sisi, mempunyai sel, kemudian terjadi viremia pertama yang
aksis rotasi berganda. Di luar kapsid umumnya berlangsung sebentar dan sangat
tersebut terdapat selubung. Virus relatif ringan. Bila viremia pertama tetap
labil terhadap demam, rentan terhadap berlangsung maka akan terjadi penyebaran
berbagai pengaruh desinfektan, deterjen, melalui aliran darah dan menimbulkan
pelarut lemak dan enzim proteolitik. perubahan inflamatorik pada jantung, paru,
Infektivitasnya paling stabil pada pH 7-9, hati, sistem retikuloendotelial dan SSP
namun dapat diinaktifkan oleh radiasi yang dapat menimbulkan penyakit
elektromagnetik, eter, dan natrium subklinis. Di dalam organ -organ tersebut
2 virus JE akan berkembang biak kemudian
deoksikolat.
Terdapat 4 varian genotipe utama virus akan dilepaskan, masuk kedalam peredaran
JE yaitu isolat virus JE tipe I (diidentifikasi darah, dan menimbulkan gejala penyakit
2,11
di China, India, Jepang, Nepal, Srilanka, sistemik.
Taiwan dan Vietnam); isolat virus JE tipe II Bentuk subklinis atau ringan dari
(diidentifikasi di Kamboja dan Thailand penyakit JE menghilang dalam beberapa
utara); isolat virus JE tipe III (diidentifikasi hari, jika tidak melibatkan SSP. Pada kasus
di Indonesia, Malaysia dan Thailand tersebut, infeksi bisa tidak menimbulkan
selatan, penyebaran genotipe ini yang gejala dan tetap tidak terdeteksi. Pada kasus
paling luas dibanding genotipe lain); dan lainnya, dimana terjadi invasi virus JE ke
SSP yang disebabkan oleh pertumbuhan
isolat virus JE tipe IV (diidentifikasi di
10
virus sepanjang sel endotelial vaskular,
Indonesia dan Malaysia). menyebabkan keterlibatan sejumlah besar
area di otak termasuk talamus, ganglia
Patogenesis
basal, batang otak, serebelum khususnya
Virus JE awalnya memperbanyak diri destruksi sel Purkinje serebelum,
di daerah gigitan dan nodus limf regional. hipokampus, dan korteks serebri. Infeksi
Dua karakteristik seluler yang penting persisten dan transmisi kongenital dapat
dalam patogenesis yaitu protein M yang terjadi. Semakin tinggi level sitokin
mengandung domain hidrofobik yang tertentu seperti interferon (IFN) alfa,
membantu untuk penempelan virus ke interleukin (IL) 6 dan IL 8, maka semakin
dalam sel inang dan protein E yang 10,11
tinggi tingkat mortalitasnya.
memiliki fitur imunogenik utama dan Virus JE dapat meningkatkan
diekspresikan ke dalam membran sel yang terjadinya patologi sistem saraf pusat
terinfeksi. Protein E memediasi fusi karena efek neurotoksik langsung ke sel-sel
membran antara envelope virus dengan otak dan kemampuannya untuk mencegah
membran sel sehingga virus dapat masuk ke perkembangan sel-sel baru dari sel neuron
11
dalam sel inang. (neural stem/progenitor cells) sehingga
Siklus replikasi virus JE dimulai dari 11
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
interaksi virus JE dengan reseptor sel inang, Bagaimana cara virus dapat menembus
kemudian endositosis yang diperantarai sawar darah otak tidak diketahui dengan
oleh reseptor, fusi dari membran virus dan pasti, namun diduga setelah terjadinya
sel inang, pelepasan genom virus viremia, maka virus akan menembus sawar
sitoplasmik dan dilanjutkan oleh proses darah otak dan berkembang biak pada sel
transkripsi dan pre-translasi. Maturasi endotel dengan cara endositosis Setelah
partikel virus terjadi di dalam kompleks mencapai jaringan SSP, virus berkembang
11 biak di dalam sel dengan cepat pada
Golgi, diikuti oleh pelepasan virus JE.
retikulum endoplasma yang kasar serta
Pada tingkat sel, setelah virus JE badan Golgi dan setelah itu meng-
S14 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 8, Nomor 2 Suplemen, Juli 2016, hlm. S10-S22
bila kedua bahan (serum dan CSS) di sampel serum dan CSS diperiksa. Hasil
periksa. Beberapa reaksi silang dapat negatif palsu dapat terjadi kalau
timbul dari flavivirus lain seperti virus sampel-sampel yang diperiksa diambil
dengue, West Nile virus serta sesudah terlalu dini yaitu dalam minggu
3,4
vaksinasi JE dan demam kuning. pertama onset penyakit.
Pemeriksaan serologis lain yang dapat Beberapa reaksi silang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan IAHA, timbul akibat infeksi flavivirus lainnya
Hemagglutination Inhibition (HI), seperti dengue dan virus West Nile dan
immunofluorecent antibody (IFA) dan juga pada orang yang telah divaksinasi
complement fixation (CF), namun JE dan yellow fever. Fenomena ini
semuanya membutuhkan sampel serum dapat berkontribusi terhadap kejadian
pada fase akut dan konvalesen supaya misdiagnosis sehingga tes paralel untuk
dapat melihat kenaikan titer antibodi virus JE dan flavivirus lainnya seperti
sebesar 4 kali atau lebih terhadap virus 1,3
dengue dibutuhkan.
JE. Uji HI dikatakan positif bila titer Pemeriksaan IgM dot enzyme
antibodi serum akut 1/20 atau lebih, immunoassays dari sampel CSS dan
sedangkan pada spesimen konvalesens serum merupakan tes yang sederhana
meningkat 4 kali atau lebih. dan portable serta dapat dibandingkan
Keunggulan uji HI yaitu hanya dengan IgM capture ELISA untuk
memerlukan laboratorium sederhana, diagnosis pasti (sensitivitas 98,3% dan
reagen mudah didapat serta biayanya
spesifisitas 99,2% ketika dibandingkan
relatif murah. Kelemahan uji HI yaitu
dengan IgM capture ELISA sebagai
tidak dapat membedakan JE dari 14
flavivirus lain seperti infeksi dengue standar).
2-4
dan virus West Nile.
Pemeriksaan konfirmasi
Untuk membuat diagnosis JE di
daerah endemis infeksi dengue, Isolasi virus
spesimen serum dan CSS baik yang Isolasi virus JE dari spesimen klinis
akut maupun konvalesens diperiksa
atau identifikasi sequence virus genetik
IgM anti dengue, IgG anti dengue, IgM
positif sering dari jaringan otak dan jarang
anti JE dan IgG anti JE. Hasil
didapat dari darah dan CSS. Dari darah JE
dinyatakan positif bila lebih besar dari
virus dapat diisolasi selama stadium akut,
40 unit. Hanya spesimen dengan anti JE
sedangkan dari CSS virus dapat diisolasi
IgM yang lebih besar atau sama dengan
pada permulaan ensefalitis. Dari jaringan
40 unit dapat diklasifikasikan berasal
otak segar pasien yang meninggal pada
dari pasien JE. Hasil dari semua 4 uji
minggu pertama sakit dapat terdeteksi
serologik dibandingkan, hasil rata-rata 2
anti dengue IgM dengan anti JE IgM≥ 1 cukup banyak JE virus. Isolasi virus
ialah khas infeksi dengue, sedangkan merupakan pemeriksaan baku emas untuk
bila hasilnya <1 ialah khas untuk mendeteksi JE, namun sangat sulit pada
infeksi JE.
2 manusia karena masa viremia yang pendek
sekali, sehingga saat pasien mengalami
• Immunoassays
gejala klinis, masa viremianya telah
Diagnosis penyakit JE dapat didukung 1,3
dengan pemeriksaan immunoassay yang berlalu.
menunjukkan adanya antibodi IgM di Pemeriksaan RT-PCR
dalam CSS. Level antibodi serum dapat
meningkat hingga 4 kali lipat. Pemeriksaan reserve transcription PCR
Pemeriksaan IgM ELISA dari sampel amplification (RT-PCR) dapat mendeteksi
serum atau CSS ialah tes diagnostik RNA virus JE. Pada metode ini terlebih
standar untuk penyakit JE. Sensitivitas- dahulu dilakukan transkripsi terbalik RNA
nya mendekati 100% ketika baik sasaran menjadi DNA, kemudian
S18 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 8, Nomor 2 Suplemen, Juli 2016, hlm. S10-S22
Bila demam dapat diberikan antipiretik terhadap ko-infeksi dengan penyakit tropis
seperti parasetamol dan asetosal. Selain itu lainnya seperti penyakit tuberkulosis dan
dapat diberikan tindakan suportif yaitu malaria. Selain itu, perlu dilakukan
istirahat dan kompres. Istirahat diperlukan pencegahan terjadinya dekubitus,
karena bila beraktivitas maka aktivitas otot pencegahan kerusakan kornea, mengurangi
akan meningkatkan metabolisme yang rangsangan eksternal, pemberian cairan dan
selanjutnya akan menambah tinggi suhu suplemen berupa vitamin dan mikronutrien,
tubuh. Kompres hangat juga akan pemberian antibiotik untuk infeksi
membantu pengeluaran panas terutama sekunder, fisioterapi, dan rehabilitasi untuk
melalui paru dan kulit melalui cara pasien yang dirawat dalam jangka panjang
konduksi, konveksi, dan penguapan air
maupun pada pasien yang sembuh dengan
melalui kelenjar keringat. Tidak dibenarkan 3,4
melakukan kompres dengan alkohol karena defisit neurologis.
bisa menyebabkan depresi SSP diakibatkan
anak menghirup uap alkohol.
2 Prognosis
Bila pasien kejang, dilakukan Hanya 1 per 250 infeksi virus JE
penanganan kejang pada umumnya berupa menyebabkan penyakit simtomatis.
diazepam intravena, dosis 0,3-0,5 Prognosis infeksi virus JE simtomatis
mg/kgbb/kali dengan dosis maksimal pada bervariasi. Terdapat dua faktor yang
anak berusia <5 tahun 5 mg; anak usia 5-10 menandakan prognosis baik yaitu
tahun 7,5 mg; dan >10 tahun 10 mg dengan konsentrasi antibodi penetralisir yang
kecepatan pemberian 1 mg/menit. Bila anak tinggi di dalam CSS dan level IgG virus JE
3,4
tetap kejang dosis di atas dapat diulangi yang tinggi di dalam CSS. Faktor risiko
2 kematian yang terbukti di antaranya ialah
sekali lagi setelah 15 menit. Bila diazepam
intravena tidak tersedia dapat diberikan ditemukan virus di dalam CSS, kadar
diazepam rektal 5 mg pada anak dengan protein yang tinggi pada CSS
berat badan <10 kg dan diazepam rektal 10 menyebabkan prognosis kurang baik, level
mg pada anak dengan berat badan ≥10 kg. IgG dan/atau IgM rendah di dalam CSS
3,4
Bila kejang sudah berhenti dapat atau serum dan penurunan sensorium.
dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital Beberapa prognosis buruk infeksi
oral 5 mg/kgbb/kali di bagi dalam 2 dosis. virus JE di antaranya ialah pasien berusia
Bila sebelumnya pasien menunjukkan kurang dari 10 tahun karena gejala sisa
kejang lama atau status konvulsi, setelah biasanya lebih sering, Glasgow Coma
kejang berhenti diberikan bolus Scale (GCS) rendah, hiponatremia, syok,
fenobarbital intramuskular dosis awal 50 ditemukannya kompleks imun di dalam
mg untuk anak berusia 1 bulan-1 tahun dan cairan serebrospinal, peningkatan jumlah
75 mg untuk anak berusia >1 tahun. Setelah antibodi antineurofilamen, peningkatan
lebih dari 4 jam disusul pemberian level tumor necrosis factor (TNF) dan
3,4
fenobarbital oral dengan dosis rumatan 8 adanya neurosistiserkosis. Selain itu
mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 demam tinggi yang berlangsung lama,
2 kejang hebat dan sering disertai depresi
hari dan selanjutnya 4-5 mg/kgbb/hari.
Faktor yang paling penting untuk pernapasan yang timbul dini akan
2
penanganan peningkatan tekanan intra- mengakibatkan prognosis buruk. Riwayat
kranial ialah mengidentifikasi dan infeksi dengue sebelumnya berhubungan
menginisiasi intervensi terapeutik yang dengan penurunan laju morbiditas dan
sesuai. Pasien dengan penyakit JE harus mortalitas, yang mungkin disebabkan oleh
dimonitor secara ketat terhadap komplikasi proteksi parsial reaksi silang antibodi
4
yang dapat menyertai, termasuk infeksi antiflaviviral.
bakterial seperti pneumonia, infeksi Infeksi virus JE pada kehamilan
salluran kencing (ISK), atau ulkus trimester pertama atau kedua dapat
dekubitus. Klinisi juga harus berhati-hati menyebabkan kematian fetus. Infeksi pada
S20 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 8, Nomor 2 Suplemen, Juli 2016, hlm. S10-S22
setelah dosis terakhir. Pasien-pasien dengan penduduk dan kandang babi tersebut sering
riwayat alergi atau urtikaria memiliki risiko dibersihkan dan diusahakan bebas dari
17 2
efek samping vaksinasi yang lebih tinggi. nyamuk Culex.
Vaksin JE direkomendasikan untuk Standard surveilans WHO untuk uji
wisatawan yang berencana akan tinggal di berbasis lapangan (field-based testing)
daerah endemik dan epidemik penyakit JE untuk virus JE telah dipublikasikan.
dan untuk wisatawan yang berencana untuk Sampel-sampel CSS yang didapatkan pada
berwisata dalam jangka panjang yaitu saat infeksi akut telah terbukti lebih
sekitar 30 hari di area pedesaan. Wisatawan bermanfaat dibandingkan dengan sampel
yang mengunjungi daerah epidemik aktif serum yang didapatkan pada saat infeksi
untuk penyakit JE harus dipertimbangkan non akut (>70% pasien dengan penyakit JE
untuk mendapatkan vaksinasi walaupun 20
didiagnosis dengan pemeriksaan CSS).
lama tinggal di daerah tersebut kurang dari
30 hari. Vaksinasi untuk orang-orang yang
tinggal dalam jangka waktu kurang dari 30 Simpulan
hari perlu dipertimbangkan jika diperkira- Japanese encephalitis (JE) merupakan
kan mereka sering berada di luar ruangan penyakit infeksi akut pada SSP yang
dan saat malam hari tanpa perlindungan. ditularkan melalui nyamuk Culex
Kelompok berisiko lainnya yang perlu tritaeniorhynchus yang terinfeksi virus JE
mendapatkan vaksinasi ialah pekerja dan sering menginfeksi anak berusia 1
laboratorium yang memiliki paparan tahun hingga 15 tahun. Endemisitas JE
4,17
potensial terhadap virus JE. CDC baru- ditemukan di 14 provinsi di Indonesia,
baru ini merekomendasikan bagi para termasuk Sulawesi Utara. Babi dan unggas
wisatawan muda berusia 2 bulan hingga 16 merupakan reservoir virus ini. Tidak terjadi
tahun untuk divaksin melawan JE jika penularan dari manusia ke manusia melalui
hendak berkunjung ke daerah endemis gigitan nyamuk. Manifestasi klinis
penyakit tersebut. Rekomendasi ini diikuti penyakit JE pada manusia bervariasi, mulai
persetujuan oleh FDA pada Mei 2013 dari gejala ringan seperti demam flu biasa
untuk memperluas pemakaian vaksin JE sampai berat bahkan kematian. Pada kasus
strain SA14-14-2 (Ixiaro) sebagai satu- yang berat, ditemukan gejala sisa pada
satunya vaksin JE yang tersedia di Amerika sekitar 40%-75%. Diagnosis pasti dengan
Serikat (AS) untuk anak berusia 2 bulan isolasi virus, sedangkan pemeriksaan IgM
18
hingga 16 tahun. capture dengan cara ELISA dari serum atau
Pencegahan paling penting pada CSS mempunyai sensitivitas hampir 100%.
wisatawan yang akan mengunjungi daerah Terapi JE hanya bersifat simtomatis dan
endemis ialah menghindari paparan suportif. Pencegahan dan pemberan-tasan
nyamuk, khususnya pada malam hari. virus JE ditujukan pada manusia, vektor
Sangat dianjurkan penggunaan kelambu nyamuk Culex beserta larvanya dan
nyamuk ketika tidur dan mosquito repellent reservoir babi. Penyakit JE dapat dicegah
dengan diethyltoluamide (DEET) pada saat dengan imunisasi.
tertentu, dimana risiko kontak dengan
19
nyamuk-nyamuk terinfeksi berada. Selain DAFTAR PUSTAKA
itu perlu dilakukan pemberantasan larva
nyamuk Culex dengan cara melakukan 1. Bromm AK, Smith DW. Arbovirus
pengaturan pengaliran air sehingga larva infections. In: Cook GC, Zumla AI,
terbunuh. Juga penggunaan larvasida editors.. Manson’s Tropical Diseases
(21st ed). Philadelphia: Saunders, 2003;
seperti fenitrotion 1% dengan dosis 30
p. 725-95.
kg/ha dan fention 0,01-0,04 kg/ha masih
2. Soedarma SP, Garna H, Hadinegoro SR,
sangat efektif untuk membunuh larva.
Satara IH. Japanese Encephalitis. In:
Diperlukan juga pengaturan pembangunan Soedarma SP, Garna H, Hadinegoro SR,
kandang babi yang jauh dari perumahan Satara IH, editors. Buku Ajar
S22 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 8, Nomor 2 Suplemen, Juli 2016, hlm. S10-S22
Infeksi dan Pediatri Tropis (2nd ed). permissive infection of microglial cells
Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2008; p. by Japanese encephalitis virus: a
259-75. possible role as a viral reser-voir.
3. Halstead SB, Jacobson J. Japanese Microbes Infect. 2010;12(1):37-45.
Encephalitis. Adv Virus Res
2003;61:103-38. 13. Kumar R, Tripathi P, Singh S, Bannerji
4. Halstead SB. Arbovirus of the Pacific and G. Clinical features in children
Southeast Asia. In: Feigin RD, Cherry hospitalized during the 2005 epidemic
JD, editors. Textbook of Pediatric of Japanese encephalitis in Uttar
Infectious Diseases (2nd ed). Pradesh, India. Clin Infect Dis. 2006;
Philadelphia: WB Saunders, 1987; p. 43(2):123-31.
1502-8. 14. Solomon T, Thao LT, Dung NM, Kneen
5. Endy TP, Nisalak A. Japanese encephalitis R, Hung NT, Nisalak A, et al. Rapid
virus: ecology and epidemiology. Curr diagnosis of Japanese encephalitis by
Top Microbiol Immunol. 2002;267:11- using an immunoglobulin M dot
47. enzyme immunoassay. J Clin
6. Indonesia. Direktorat Jendral P2MPL Subdit Microbiol. 1998;36(7):2030-4.
Zoonosis. Laporan serosurvey Japanese 15. Morita K, Nabeshima T, Buerano CC.
Encephalitis. Jakarta: Departemen Japanese encephalitis. Rev Sci Tech
Kesehatan; 1993/1994-2003. 2015;34(2):441-52.
7. Yoshida M, Igarashi A, Suwendra P, Inada 16. Yang SE, Pan MJ, Tseng HF, Liau MY.
K, Maha MS, Kari K, et al. The first The efficacy of mouse-brain inactivated
report on human cases serologically Nakayama strain Japanese encephalitis
diagnosed as Japanese encephalitis in vaccine-results from 30 years
Indonesia. The Southeast Asian J Trop experience in Taiwan. Vaccine.
Med Publ Health 1999;30(4):698-706. 2006;24(14):2669-73.
8. WHO [Internet]. Immunization, Vaccines 17. Schiøler KL, Samuel M, Wai KL.
and Biologicals: Japanese Encephalitis, Vaccines for preventing Japanese
2004 [cited 2016 7 Jan]. Available encephalitis. Cochrane Database Syst
from: http://www.who.int/vaccines- Rev. 2007;3:CD004263.
diseases/diseases/je.shtml. 18. Lowry F. Traveling children should get
9. Vazquez A, Jimenez-Clavero M, Franco L, Japanese Encephalitis vaccine.
Danoso-Mantke O, Sambri V, Niedrig Medscape Medical News. Jun 19 2013.
M, et al. Usutu virus: potential risk of [cited 2016 Jan 5]. Available from:
human disease in Europe. Euro Surveill. http://www.medscape.
2011:1-5. com/viewarticle/806601.
10. Richman DD, Whitley RJ, Hayden FG. 19. Saxena SK, Mathur A, Srivastava RC.
Clinical Virology. New York, NY: Inhibition of Japanese encephalitis virus
Churchill Livingstone, 1997. infection by diethyldithio-carbamate is
11. Unni SK, Ružek D, Chhatbar C, Mishra independent of its antioxidant potential.
R, Johri MK, Singh SK. Japanese Antivir Chem Chemother.
encephalitis virus: from genome to 2003;14(2):91-8.
infectome. Microbes Infect. 2011;13(4): 20. Solomon T, Thao TT, Lewthwaite P, Ooi
312-21. MH, Kneen R, Dung NM, et al. A
12. Thongtan T, Cheepsunthorn P, cohort study to assess the new WHO
Chaiworakul V, Rattanarungsan C, Japanese encephalitis surveillance
Wikan N, Smith DR. Highly standards. Bull World Health Organ.
2008;86(3):178-86.