Você está na página 1de 9

Pemeriksaan Infertilitas: Analisis Semen

Syandrez

5 years ago
Source: http://www.blesk.cz
Pemeriksaan analisis semen (air mani) merupakan salah satu pemeriksaan
yang dapat dilakukan pada pasangan infertilitas. Berdasarkan literatur, 25%
penyebab infertilitas adalah pada pihak laki-laki, yakni gangguan pada kualitas
spermatozoa. Pemeriksaan tersebut antara lain dapat dijelaskan sebagai
berikut.

Penampungan Sampel
1. Persiapan

 Penampungan air mani sebaiknya dilakukan di ruangan privat dekat


laboratorium, agar mengurangi paparan semen terhadap perubahan suhu
dan untuk mengontrol waktu antara penampungan dan analisis. Jika pasien
menampung di rumah, maka harus dikirim ke laboratorium segera dalam
waktu kurang dari 1 jam, dan dalam suhu 20-37 C.
 Sampel ditampung setelah abstinensia seksual (tidak mengeluarkan
sperma) minimal 2 hari dan maksimal 7 hari.
 Informasi biodata pasien harus lengkap: nama, tempat tanggal lahir, waktu
pengumpulan, dan sebagainya.

2. Penampungan semen

 Air mani ditampung dengan jalan masturbasi dan diejakulasikan langsung


ke dalam botol gelas bersih dan steril yang bermulut lebar, terbuat dari
kaca ataupun plastik yang telah dikonfirmasi tidak toksik terhadap
spermatozoa.
 Botol spesimen sebelumnya dijaga dalam suhu lingkungan antara 20 C dan
37 C untuk mencegah perubahan suhu yang besar yang dapat
mempengaruhi spermatozoa setelah diejakulasikan ke dalamnya. Kontainer
harus dilabel dengan biodata pasien.
 Botol spesimen diletakkan di tempatnya atau dalam inkubator (37 C)
selama semen berlikuefaksi.

3. Analisis mikrobiologi

 Kontaminasi dari sumber yang berasal dari luar semen (seperti organisme
komensal dari kulit) harus dihindari. Selain alat kontainer spesimen harus
steril, pasien harus: buang air kecil terlebih dahulu, mencuci tangan dan
penis dengan sabun, mencuci bersih sabun yang masih menempel,
mengeringkan tangan dan penis dengan handuk, lalu ejakulasikan air mani
ke kontainer steril.
Catatan: Waktu antara pengambilan sampel semen dengan mulai pemeriksaan
di laboratorium tidak lebih dari 3 jam.

Karakteristik air mani

Hal-hal yang diperiksa dari regimen air mani antara lain sebagai berikut:

1. Koagulasi dan likuefaksi

Koagulasi adalah proses perubahan air mani yang sebelumnya dalam bentuk
cair menjadi berbentuk “agar” atau koagulum dengan segera, sedangkan
likuefaksi adalah perubahan air mani menjadi cairan yang agak pekat/ tipis
dalam 5 – 20 menit agar memungkinkan spermatozoa bergerak dengan leluasa.
Proses koagulasi dan likuefaksi ini diatur oleh enzim. Suatu faktor likuefaksi
merupakan enzim proteolitik dengan berat molekul 33.000 yang terbukti dapat
melikuefaksikan air mani.

WHO 2010: Normal –> waktu likuefaksi: 15 – 60 menit. Jika > 60 menit
masih tidak berlikuefaksi, maka dikatakan memanjang (delayed liquefaction).

2. Viskositas

Viskositas sampel dapat diperkirakan dengan mengaspirasi sampel ke dalam


sebuah pipet pastik disposable (dengan diameter lebih kurang 1,5 mm),
kemudian membiarkan semen menetes oleh gravitasi dan kemudian
mengamati panjang benang yang terbentuk saat menetes. Normalnya sampel
menetes dalam tetesan yang kecil, jika viskositasnya abnormal, tetesannya
akan membentuk benang lebih dari 2 cm.

Viskositas yang tinggi dapat mengganggu motitlitas sperma, konsentrasi


sperma, pendeteksian antibodi-spermatozoa dan marker biokimia pada
pemeriksaan semen.

WHO 2010: Normal –> viskositas semen < 2 cm.

3. Rupa dan Bau

Air mani yang baru diejakulasikan rupanya putih-kelabu seperti agar-agar.


Setelah berlikuefaksi menjadi cairan, kelihatannya jernih atau keruh,
tergantung dari spermatozoa yang dikandungnya. Baunya khas, langu, seperti
bau bunga akasia. Tampilannya dapat kurang opak jika konsentrasi sperma
sangat rendah, warna juga bisa berbeda, misalnya merah-kecoklatan jika ada
sel darah merah (hemospermia), atau kekuningan pada laki-laki yang
menderita jaundice atau mengonsumsi beberapa vitamin atau obat-obatan.
WHO 2010: Normal –> warna semen putih-keabu-abuan (grey-opalescent)
homogen, bau khas.

4. Volume

Setelah abstinensia selama 3 hari, volume air mani berkisar antara 2,0 – 5,0
ml. Volume kurang dari 1 ml atau lebih dari 5 ml biasanya disertai kadar
spermatozoa yang rendah. Jika volume air mani rendah, ia tidak akan cukup
menggenangi lendir yang menjulur dari serviks, sehingga dapat menimbulkan
masalah infertilitas. Volume semen yang rendah memungkinkan adanya
obstruksi pada duktus ejakulatorius atau adanya congenital bilateral absence of
the vas deferens (CBAVD), ejakulasi retrograde parsial atau defisiensi
androgen.

WHO 2010: Normal –> volume semen > 1,5 ml.

5. pH

Air mani yang baru diejakulasikan pH-nya berkisar antara 7,3 – 7,7, yang bila
dibiarkan lebih lama akan meningkat karena penguapan CO2-nya. Jika pH
lebih dari 8, hal itu mungkin disebabkan oleh peradangan akut kelenjar atau
saluran genital, sedangkan pH yang kurang dari 7,2 mungkin disebabkan oleh
peradangan kronis kelenjar tersebut.

Menurut WHO, pemeriksaan pH semen dilakukan setelah terjadinya proses


likuefaksi, sekitar 30 menit setelah lukefaksi.

WHO 2010: Normal –> pH semen > 7,2

NB: pH semen akan meningkan seiring waktu karena buffer alamiahnya


berkurang, namun pH yang tinggi hanya memberikan informasi yang bernilai
kecil secara klinis.

6. Fruktosa

Fruktosa air mani adalah hasil vesikula seminalis yang menunjukkan adanya
rangsangan androgen. Fruktosa terdapat pada semua air mani, kecuali pada:

 azoospermia, karena tidak terbentuknya kedua vas deferens. Air maninya


tidak berkoagulasi segera setelah ejakulasi, karena vesikula seminalisnya
pun tidak terbentuk.
 kedua duktus ejakulatoriusnya menutup.
 keadaan luar biasa dari ejakulasi retrograd, dimana sebagian kecil ejakulat
yang tidak mengandung spermatozoa sempat keluar.
WHO 2010: Normal –> fruktosa > 13 mikromol/ejakulasi

Pemeriksaan Mikroskopis

1. Pemeriksaan awal mikroskopik

Pemeriksaan awal secara mikroskopis memakai mikroskop dengan


pembesaran total 100x. Yang dinilai dari pemeriksaan awal antara lain:

 Aglutinasi, yakni terikatnya spermatozoa motil satu sama lain, baik kepala
dengan kepala, ekor dengan ekor atau lain sebagainya. Hal ini akan
menyebabkan gerakan spermatozoa yang kacau, tapi kadang-kadang
spermatozoa terlalu teraglutinasi sehingga gerakannya terbatas.
 keberadaan sel-sel selain spermatozoa: seperti sel-sel epitel, leukosit,
immature germ cell, dan potongan-potongan kepala atau ekor sperma yang
terpisah.

WHO 2010: Normal –> aglutinasi (-), leukosit < 1 juta/ml, immature germ cell
(-)

2. Konsentrasi spermatozoa

Menghitung spermatozoa dalam air mani sama caranya dengan menghitung


konsentrasi sel darah. Cairan pengencernya ialah laturan George yang
mengandung formalin 40%, sehingga spermatozoa menjadi tidak bergerak
karenanya. Untuk menghitung kadar spermatozoa yang bergerak, dipakai
larutan 0,9 NaCl, yang tidak membunuh spermatozoa yang bergerak. Dengan
demikian, yang dihitung hanyalah spermatozoa yang tidak bergerak saja.
Selisih antara perhitungan larutan pengencer George dan 0,9 NaCl
menghasilkan konsentrasi spermatozoa yang bergerak. Normalnya lebih dari
15 juta sperma/ ml. Semakin rendah konsentrasi spermatozoa, semakin kurang
kemungkinan mengamilkannya.

WHO 2010: Normal –> Konsentrasi sperma > 15 juta/ml; Jumlah sperma
total > 39 juta/ejakulasi.

3. Motilitas sperma

Setetes air mani ditempatkan pada gelas objek, kemudian ditutup dengan gelas
penutup. Presentase spermatozoa motil ditaksir setelah memeriksa 25 lapangan
pandang besar. Jenis motilitas spermatozoa dibagi ke dalam skala 0 – 4, yakni
sebgai berikut:

0 = gerakan ekor (-), kemajuan (-), arah (-), keccepatan (-)

1 = (+), (-), (-), (-)


1+ = (+), (+), (-), (-)

2 = (+), (+), lika-liku, lambat

2+ = (+), (+), lurus, lambat

3 = (+), (+), lurus, cepat

3+ = (+), (+), lurus, lebih cepat

4 = (+), (+), lurus, sangat cepat

Menurut WHO, Motilitas spermatozoa dikelompokkan menjadi sebagai


berikut:

 Progressive motility (PR): Spermatozoa bergerak bebas, baik lurus maupun


lingkaran besar, dalam kecepatan apapun.
 Non-progressive motility (NP): semua jenis spermatozoa yang tidak
memiliki kriteria progresif, seperti berenang dalam lingakran kecil, ekor/
flagel yang sulit menggerakkan kepala, atau hanya ekor saja yang bergerak.
 Immotility (IM): tidak bergerak sama sekali

WHO 2010: Normal:

– Progressive motility (PR) > 32%

– Total motility > 40%

4. Morfologi Sperma

Pemeriksaan morfologi sperma menggunakan metode sediaan apus semen.


kemudian menggunakan pewarnaan papanicolaou, shorr atau diff-quik. Bentuk
morfologi sperma normal antara lain sebagai berikut:

 kepala harus mulus, garis konturnya teratur dan berbentuk oval. Terdapat
bagian dinding akrosom menyelimuti 40-70% baigan kepala, tidak
mengandung vakuol besar, atau lebih dari 2 vakuol kecil. Bagian di
belakang akrosom tidak mengandung vakuol.
 Leher berbentuk ramping, teratur dan panjangnya sama dengan panjang
kepala.
 Ekor berbentuk seragam sepanjang panjangnya, makin keujung makin
menipis dibandingkan bagian leher, dan panjangnya kira-kira 45 mikron
(lebih kurang 10 x panjang kepala), dan tidak bengkok.

WHO 2010: Normal–> morfologi sperma normal > 4%.


5. Vitalitas/ viabilitas Sperma

Vitalitas sperma menggambarkan integritas membran sel spermatozoa agar


mampu bertahan hidup. Vitalitas sperma diperiksa segera setalah likuefaksi,
sekitar 30-1 jam paska ejakulasi untuk mencegah adanya efek penghancuran
akibat dehidrasi atau akibat perubahan suhu pada vitalitas. Pemeriksaan
menggunakan pewarnaan eosin-nigrosin. Spermatozoa hidup akan terlihat
memiliki kepala berwarna putih atau pink terang, sedangkan yang mati
berwarna merah atau pink gelap.

WHO 2010: Normal –> vitalitas spermatozoa > 58%.

Kesimpulan Analisis

Rangkuman:

 Volume semen > 1,5 ml


 jumlah total sperma > 39 juta/ml ejakulat
 konsentrasi sperma > 15 juta/ml ejakulat
 motilitas total > 40%
 progressive motility > 32%
 vitalitas (spermatozoa hidup) > 58%
 morfologi sperma normal >4%
 pH > 7,2
 leukosit < 1 juta/ml
 fruktosa semen > 13 mikromol/ejakulat

Istilah:

1. aspermia = tidak ada semen (termasuk ejakulasi retrograde)


2. asthenozoospermia = motilitas spermatozoa dibawah normal
3. asthenoteratozoosperima = motilitas dan morfologi spermatozoa dibawah
normal
4. azoospermia = tidak ada spermatozoa dalam ejakulat/ semen
5. cryptozoospermia = spermatozoa sangat sedikit (terlihat hanya pada semen
yang telah disentrifugasi)
6. haemospermia (hematospermia) = adanya eritrosit dalam ejakulat
7. leukospermia (leukositospermia, pyospermia) = adanya leukosit di semen
yang lebih dari normal
8. necrozoospermia = vitalitas spermatozoa dibawah normal, angka imotil
tinggi
9. normozoosperimia = semuanya normal
10. oligoasthenozoospermia = jumlah dan motilitas spermatozoa dibawah
normal
11. oligoteratozoospermia = jumlah dan morfologi spermatozoa dibawah
normal
12. oligozoospermia = jumlah spermatozoa dibawah normal
13. teratozoospermia = morfologi spermatozoa dibawah normal

Wallahu’alam bissawab.

Referensi:

WHO laboratory manual for the Examination and processing of human semen
fifth edition, 2010.

William’s Gynecology 2008.

Sarwono, Ilmu kandungan, 2009.

Você também pode gostar