Você está na página 1de 3

Teori Hak Kepemilikan

Definisi dan Tipe Hak Kepemilikan

Berawal dari kerangka kelembagaan dasar negara liberal klasik mengasumsikan bahwa hak
kepemilikan ditetapkan berdasarkan individu menurut prinsip kepemilikan pribadi dan adanya sanksi
atas hak kepemilikan yang dapat dipindahkan melalui izin menurut prinsip kebebasan kontrak.
Namun bukan berarti hak kepemilikan tanpa tanpa batas, melainkna berupa hak ekslusif yang
menitikberatkan pada private property. Sehingga, melalui konsep dasar tersebut, hak kepemilikan
atas suatu aset dapat dimengerti sebagai hak untuk menggunakan, untuk mengubah bentuk dan isi
hak kepemilikan, dan untuk memindahkan seluruh hak-hak atas aset, atau beberapa hak yang
diinginkan.
Menurut Bromley dan Carmea (1989) hak kepemilikan didefinisikan sebagai hak untuk
mendapatkan aliran laba yang hanya aman bila pihak-pihak yang lain respek dengan kondisi yang
melindungi aliran laba tersebut. Dalam perkembangannya hak kepemilikan memiliki 2 pendekatan
yaitu teori kepemilikan individu dan teori kepemilikan sosial. Teori kepemilikan individu merupakan
representasi dari doktrin hak-hak alamiah yang merupakan basis dari ekonomi klasik yang mengarah
pada pandangan individualistik. Sedangkan teori kepemilikan sosial beragumentasi bhwa masyarakat
menyediakan mekanisme perbaikan bagi keterbatasan-keterbatasan alamiah.
Dalam sudut pandang lainnya, menurut Caporaso dan Levine (1992:88-89) bahawa terdapat
2 teori mengenai hak kepemilikan. Pertama, aliran positivis beragumentasi bahwa hak-hak diciptakan
melalui sistem politik dengan sistem dan batasan yang dapat ditegakkan dalam pengadilan hukum.
Kedua, aliran hak alamiah berargumentasi bahwa seseorang sejak lahir telah memiliki hak yang
terkadang merujuk kepada hak-hak yang tidak bisa disingkirkan .
Namun, dari sekian banyak bentuk hak kepemilikan yang ada, bentuk hak kepemilikan yang
paling penting bagi teori ekonomi adalah tenaga kerja dan alat-alat produksi. Faktanya, kebijakan-
kebijakan hak kepemilikan terus diarahkan untuk menjamin kepastian faktor produksi, seperti lahan,
tenaga kerja, dan modal. Faktor produksi tersebut mendapatkan prioritas untuk mendapatkan
kepastian hak miliknya, sebab bila tidak dilindungi dipastikan kegiatan produksi akan macet.
Dalam konteks kerangka kerja neoklasik, struktur yang efisien dari hak kepemilikan dapat
memproduksi alokasi sumber daya yang efisien pula. Maka, hak kepemilikan itu sendiri dapat
diidentifikasikan ke dalam empat karakteristik yang penting, yaitu:
1. Universalitas: seluruh sumber daya dimiliki secara privat dan seluruh jatah dispesifikasi secara
lengkap.
2. Eksklusivitas: seluruh keuntungan dan biaya diperuas sebagai hasil dari kepemilikan dan
pemanfaatan sumber daya seharusnya jatuh ke pemilik, dan hanya kepada pemilik, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui penjualan atau yang lainnya.
3. Transferabilitas: seluruh hak kepemilikan seharusnya dapat dipindahkan dari satu pemilik kepada
pihak lain lewat pertukaran sukarela.
4. Enforsifibilitas: hak kepemilikan seharusnya dijamin dari praktik/pembeslahan keterpaksaan atau
pelanggaran dari pihak lain.

Tipe- Tipe Rezim Hak Kepemilikan berdasarkan Pemilik, Hak, dan Kewajiban.
TIPE PEMILIK HAK PEMILIK KEWAJIBAN PEMILIK
Kepemilikan Privat Individu Pemanfaatan yang Mencegah
bisa diterima secara penggunaan yang tidak
sosial; kontrol akses bisa diterima secara
sosial.
Kepemilikan Bersama Kolektif Pengecualian terhadap Merawat; mengatur
non-pemilik tingkat pemanfaatan
Kepemilikan negara Warga negara Menentukan aturan Menjaga tujuan-tujuan
sosial
Akses terbuka (tanpa Tidak ada Memanfaatkan Tidak ada
kepemilikan)
Sumber:Hanna, 1995; dalam Mappatoba, 2004:22

Hak Kepemilikan dan Rezim Sistem Ekonomi

Hak kepemilikan dalam literatur ekonomi kelembagaan baru (NIE) dapat dipisahkan dalam empat tipe
rezim, yaitu:
1. Rezim kepemilikan individu/pribadi, yakni hak kepemilikan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh
individu sebagai pemiliknya
2. Rezim kepemilikan bersama, yakni hak kepemilikan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh
komunitas.
3. Rezim kepemilikan negara, yakni hak kepemilikan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara
4. Rezim akses terbuka, yakni hak kepemilikan dan aturan-aturan yang tidak ditetapkan oleh
siapapun.

Hak Kepemilikan mengenai rezim sistem ekonomi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
besar. Yang pertama Kapitalis yaitu dimana seluruh kepemilikan oleh sektor privat. Sistem ini percaya
bahwa hak kepemilikan privat yang dimediasi oleh mekanisme pasar akan menghasilkan pencapaian
ekonomi yang efisien. Yang kedua yaitu Sosialis dimana hak kepemilikan berada di tangan negara.
Sistem ini yakin bahwa pemerataan ekonomi akan lebih mudah diwujudkan ketimbang hak
kepemilikan di pegang oleh swasta. Yang Ketiga yaitu Campuran dimana sistem ini menggabungkan
kepemilikan ditangan swasta dan negara. Umumnya negara diberi ruang untuk mengelola hak
kepemilikan yang strategis, seperti sumber daya air, hutan, dan lain-lain. Dengan begitu diharapkan
pertumbuhan ekonomi bisa dicapai tanpa harus mengorbankan tujuan pemerataan pembangunan.
Selain itu harus diakui bahwa terdapat kecenderungan pandangan sistem ekonomi kapitalis
mengenai hak kepemilikan kian mendominasi dan diadopsi oleh sebagian besar negara di dunia.
Sehingga terdapat anggapan bahwa pandangan tersebut didorong karena adanya setiap pelaku
ekonomi yang menginginkan efisiensi melalui ‘internalisasi yang lebih besar terhadap eksternalitas’.
Sehingga jika suatu sumber daya diletakkan pada wilayah publik, maka orang-orang akan memiliki
intensif untuk mengeksploitasi secara kompetitif agar memeroleh keuntungan yang bersifat merusak.
Sehingga dengan adanya teori hak kepemilikan dapat memfasilitasi kalkulasi rasionalbagi pemiliknya
untuk mendapatkan keuntungan serta menanggung biaya atas pemanfaatan sumber daya tersebut.

Hak Kepemilikan dan Ekonomi Kelembagaan

Ekonomi neoklasik di satu sisi mengabaikan adanya eksternalitas sehingga tidak


memformulasikan secara khusus bagaimana menyelesaikannya. Pada titik ini diperlukan instrumen
'aturan main' untuk bisa menangani masalah eksternalitas. Meskipun mazhab neoklasik tetap percaya
bahwa mekanisme pasar merupakan instrumen yang paling efisien mengalokasikan kegiatan
ekonomi, tetapi dalam aspek-aspek tertentu seperti penanganan eksternalitas, barang publik, dan hak
kepemilikan pemerintah diharapkan hadir untuk memperkuat mekanisme pasar. Dengan adanya
pandangan ini, Coase memberikan postulat bahwa eksternalitas dapat diinternalisasikan dalam
kegiatan ekonomi jika hak kepemilikan telah dikelola dengan baik,

Argumen Coase sekaligus menolak pemikiran Pigou yang mengajukan instrumen pajak untuk
mengatasi eksternalitas. Pasalnya, Coase memilih untuk menginternalisasikan eksternalitas dari
biaya-biaya transaksi melaui proses tawar-menawar (bargaining) dan negosiasi (negotiations). Inilah
yang mejadi esensi dari 'Coase Theorem'. Coase tidak menempatkan negara sebagai pihak yang
harus hadir untuk menyelesaikan kasus eksternalitas, melainkan menyarankan aspenk hak
kepemilikan diperjelas dan dimapankan agar persoalan eksternalitas bisa dituntaskan melalui
mekanisme pasar itu sendiri. Pada titik ini, ekonomi kelembagaan juga peduli terhadap urusan-urusan
yang lebih besar seperti menguliti hubungan antara kepemilikan/pengelolaan hak kepemilikan
terhadap kesejahteraan, efisiensi, dan pertumbuhan ekonomi.

Hak kepemilikan tidaklah statis, melainkan selalu berubah sesuai dengan kebutuhan dan
situasi masyarakat. Dalam bahasa lain, hak kepemilikan atas aset-aset yang pasti berubah seiring
dengan perubahan waktu dan teknologi. Jika manusia yang hidup di bumi masih sedikit, maka tidak
ada persoalan kelangkaan sumber daya. Namun, bila jumlah manusia yang tinggal di bumi semakin
bertambah, maka sumber daya semakin terbatas dan kelembagaan/aturan main haruslah dibuat
untuk mengatur keadilan dan kesejahteraan orang banyak.

Hak Kepemilikan dan Efisiensi Ekonomi

Dalam pendekatan ekonomi kelembagaan, efisiensi tersebut bisa dicapai melalui dua cara
yaitu pendekatan statis dan pendekatan dinamis. Pendekatan statis, efisiensi ekonomi dicapai melalui
spesialisasi tenaga kerja. Sedangkan dalam pendekatan dinamis, efisiensi ekonomi diperoleh dengan
jalan meningkatkan kapasitas dan inovasi teknologi sehingga produktivitas menjadi meningkat. Jika
persoalan efisiensi ekonomi tersebut dikaitkan dengan hak kepemilikan, maka cukup banyak
perspektif yang bisa digunakan. Melihat hubungan antara hak kepemilikan dengan kepastian hukum
untuk melindungi penemuan-penemuan baru. Selain itu juga, melihat hubungan antara hak
kepemilikan dengan degradasi lingkungan.

Dari kacamata relasi antara hak kepemilikan dan kerusakan lingkungan tanpa hak milik atas
sumber daya alam yang ditegakkan, kepentingan yang berasal dari luar akan mengambil keuntungan
dari akses yang terbuka dan tanpa rasa tanggung jawab sama sekali atas perbuatan mereka, dengan
mengeksploitasi modal secara berlebihan. Aliran hak kepemilikan menganggap bahwa hak
kepemilikan swasta sebagai jalan terbaik untuk memberikan insentif yang baik bagi individu demi
mau melakukan tindakan yang secara sosial maupun individu efisien. Sebaliknya, daripada harus
memindahkan hak kepemilikan bersama berargumentasi bahwa hak kepemilikan atas SDA
seharusnya dikelola dan diatur oleh masyarakat, yang memberikan keuntungan bagi masyarakat
maupun pihak luar.

Você também pode gostar