Você está na página 1de 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang
dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian. sebanyak 20% wanita
hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami
abortus. Hal ini tentu akan menimbulkan ketidakberdayaan dari wanita sehingga
ditinjau dari suatu kesehatan akan sangat ditanggulangi untuk meningkatkan
keberdayaan seorang wanita. Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan perdarahan pada awal
kehamilan seperti imlantasi ovum, karsinoma servik, abortus, mola hidatidosa,
kehamilan ektopik, menstruasi, kehamilan normal, kelainan lokal pada vagina servik
sepertivarises, perlukaan, erosi dan polip.

Semua keadaan ini akan menurunkan keberdayaan seorang wanita. Maka


semua wanita dengan peradarahan pervagina selama kehamilan seharusnya perlu
penanganan dokter spesialis. Peranan USG vaginalsmear, pemeriksaan hemoglobin,
fibrinogen pada pada missed abortion, pemeriksaan incomptabiliti ABO dan lain-lain,
sangat diperlukan. Setiap perdarahan pada awal kehamilan dapat dianggap akan
mengancam kelangsungan kehamilan. Dalam hal ini perlu diketahui hari pertama haid
terakhir, tanda kehamilan, riwayat keluarga berencana, riwayat ginokologi jumlah
perdarahan. Demikian juga dalam hal ini perlu pemeriksaan penunjang seperti USG
dan Test kehamilan, menyatakan apakah janin hidup atau memang suatu kehamilan.

Perdarahan antepartum pada umumnya disebabkan oleh kelainan implantasi


plasenta (letak rendah dan previa), kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah
pada selaput amnion (vasa previa) dan separasi plasenta sebelum bayi lahir.
1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah pengertian dari abortus, kehamilan ektopik, dan molahidatidosa ?


b. Apakah yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, kehamilan ektopik dan mola
hidatidosa ?
c. Apa saja tanda dan gejala pada ibu hamil yang mengalami abortus, kehamilan
ektopik dan mola hidatidosa ?

1
d. Bagaimana cara melakukan penangan pada bumil yang mengalami abortus,
kehamilan ektopik dan mola hidatidosa ?
e. Komplikasi apakah yang dapat terjadi pada ibu hamil yang mengalami abortus,
kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa ?
f. Apa pengertian dari pendarahan antepartum ?

1.3 Tujuan

a. Untuk dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan abortus, kehamilan ektopik, dan
mola hidatidosa.
b. Untuk dapat mengetahui penyebab terjadinya abortus, kehamilan ektopik dan mola
hidatidosa
c. Untuk dapat mengetahui tanda dan gejala pada ibu hamil yang mengalami abrtus,
kehamilan ektopik dan mola hidatidosa
d. Untuk dapat mengetahui cara melakukan penangan pada bumil yang mengalami
abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa
e. Untuk dapat mengetahui komplikasi apakah yang dapat terjadi pada ibu hamil yang
mengalami abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa
f. Agar masyarakat dapat mengetahui tentang perdarahan pada kehamilan lanjut
sehingga dapat mendeteksi secara dini komplikasi yang ada.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Pada Kehamilan Muda


2.1.1 Abortus
A. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan yang dimana berat janin kurang dari 500 gram dengan umur kehamilan
kurang dari 20 minggu. (Marmi, 2012)
Abortus adalah ancaman atau pegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, batasanya ialah kurag dari 20 minggu dan berat janin
kurang dari 500 gram. (Prawirohrdjo, 2010)
B. Etiologi
1. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian
janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan.
Gangguan hasil pertumbuhan konsepsi dapat terjadi karena :
a. Faktor kromosom
1) Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk
pertemuan kromosom seks.
b. Faktor lingkungan endometrium
1) Endometrium yang belum siap menerima implantasi hasil konsepsi
2) Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan.
c. Pengaruh luar
1) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil
konsepsi.
2) Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan
pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.

3
2. Kelainan pada plasenta
a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat
berfungsi
b. Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya padadiabetes melitus.
c. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga
menimbulkan keguguran.
3 Kelainan pada plasenta
Penyakit ibu dapat langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam
kandungan melalui plasenta.
a. Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria dan sifilis.
b. Anemia ibu, melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi
retroplasenta.
c. Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati,
penyakit DM.
4. Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin, keadaan abnormal
seperti ioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks
inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi pada serviks),
robekan serviks postpartum dapat mengakibatkan abortus. (Manuaba, 1998)
C. Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan disekiarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya., sehingga merupkan benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isisnya. Pada
kehamilan yang kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua lebih dalam., sehingga
hasil konsepsi mudah dilepaskan.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desisua lebih
dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan secara sempurna yang dapat
menyebakan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umunya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Perdarahan
jumlahnya tidak akan banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
(Khumaira, 2012)

4
D. Klasifikasi Abortus Berdasarkan Jenis Tindakan
1. Abortus spontan (keguguran) yaitu abortus yang berlangsung tanpa tindakan .
2. Abortus provokatus yaitu pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat
suatu tindakan. Abortus provokatus dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a. Abortus provokatus terapeutik
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin
mampu hidup. Beberapa indikasi untuk abortus terapeutik diantaranya
adaslah penyakit jantung persisten dengan riwayat dekompensasi kordis,
penyakit vaskuler hipertansi tahap lanjut, karsinoma serviks invasif, dan
lian-lain.
b. Abotus provokatus kriminalis
Merupakan terminasi kehamilan sebelum janin mampu hidup, atas
permintaan wanita bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit janin
atau gangguan kesehatan ibu. (Khumaira, 2012)
E. Jenis dan Derajat Abortus , Diagnosis, Tanda Gejala, dan Penatalaksanaan
1. Abortus imminens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum usia 20 minggu,
dimana hasil konsepsi masih didalam uterus dan tanpa dilatasi serviks. Pada
kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
a. Tanda dan Gejala
1) Perdarahan sedikit atau bercak
2) Kadang disertai rasa mulas (kontraksi)
3) Periksa dalam belum ada pembukaan
4) Palpasi : tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan
5) Hasil tes kehamilan (+)/positif
b. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perdarahan sedikit dari jalan lahir
b) Nyeri perut tidak ada atau ringan.
2) Pemeriksaan dalam
a) Fluksus (ada sedikit)
b) Ostium uteri tertutup

5
3) Pemeriksaan penunjang
a) USG dapat menunjukan
Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin atau buah
kehamilan tidak baik, janin mati.
c. Penatalaksanaan
1) Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring total.
2) Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik secara berlebihan atau
melakukan hubungan seksual.
3) Bila perdarahan :
a) Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang
bila terjadi perdarahan lagi.
b) Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan/USG).
Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil
ektopik atau mola).
c) Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan hanya
dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan ginekologik.

2 . Abortus insipiens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uterus yang meningkat, tetapi hail konsepsi
masih dalam uterus. Kondisi ini menunjukan proses abortus sedang
berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus komplit atau inkomplit.
a. Tanda dan gejala
1) Perdarahan banyak disertai bekuan
2) Mules hebat (kontraksi makin lama makin kuat makin sering)
3) Ostium uteri eksternum mulai terbuka (serviks terbuka)
4) Pada palpasi : TFU sesuai usia kehamilan.
b. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perdarahan dari jalan lahir
b) Nyeri akibat kontraksi rahim

6
2) PD
a) Ostium terbuka
b) Buah kehamilan masih dalam rahim dan ketuban utuh (mungkin
menonjol)
c. Penatalaksanaan
1) Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
a) Bila usia gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan
Aspirasi Vakum Manual (AVM)
b) Nila usia gestasi ≥ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur
dilatasi dan kuratase (D&K).
2) Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi
lebih besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :
a) Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8
tetes/menit yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai
dengan kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil
konsepsi.
b) Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian
c) Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan, dapat
diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.
d) Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan
dengan AVM atau D&K (hati-hati resiko perforasi).

3. Abortus inkomplit
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam uterus.
a. Tanda dan gejala
1) Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah
2) Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
3) Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka
4) Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksernum atau
sebagian jaringan keluar.
5) Perdarahan banyak akan mengakibatkan syok dan perdarahan tidak akan
berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan.

7
b. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perdarahan dari jalan lahir
b) Disertai rasa nyeri (kontraksi rahim)
2) PD
a) Ostium terbuka
b) Buah kehamilan masih dalam rahim dan ketuban utuh (mungkin
menonjol)
c. Penatalaksanaan
1) Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap
komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis).
2) Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan
hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam
ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan :
a) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau
misoprostol 400 mg per oral.
b) Bila perdarahan terus berlangsung evakuasi sisa hasil konsepsi
dengan AVM atau D&K (pilihan tertgantung dari usia gestasi
pembukaan serviks dan keberadaan bagian janin)
3) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika prrofilaksis
(ampisillin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
4) Bila terjadi infeksi, beri ampisillin 1 g dan metronidazol 500 mg setiap
8 jam.
5) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu,
segera lakukan evakuasi dengan AVM.
6) Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg perhari
selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat)
4 Abortus komplit
Pengeluaran seluruh hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
a. Tanda dan Gejala
1) Perdarahan banyak
2) Mulas sedikit atau tidak ada
3) Ostium uteri telah menutup
4) Uterus sudah mengecil

8
5) Ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam uterus
6) Diagnosis komplit ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapanya.
b. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perdarahan banyak dan disertai pengeluaran jaringan.
b) Kadang disertai mulas
2) PD
a) Ostium uteri telah menutup
b) Uterus sudah mengecil.
3) Pemeriksaan penunjang
a) USG, dengan USG kita dapat mengetahui apakah masih ada bagian
jaringan yang tertinggal dalam uterus atau tidak.
c. Penatalaksanaan
1) Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet Ergometrinn 3x1
tablet/hari untuk 3 hari.
2) Bila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet Sulfas Ferosus
600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi
makanan bergizi (susu, sayuran segar, daging, ikan, susu). Untuk
anemia berat berikan transfusi darah.
3) Bila terdapat tanda-tanda infeksi, tidak perlu diberi antibiotika, atau
apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotika profilaksis.

5 Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetius yang telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih dalam kandungan
a. Tanda dan gejala
1) Gejalanya seperti abortus imminens yang kemudian menghilang secara
spontan disertai kehamilan menghilang.
2) Denyut jantung janin tidak terdengar
3) Mules sedikit
4) Ada keluaran dari vagina
5) Uterus tidak membesar tapi mengecil

9
6) Mammae agak mengendor/payudara mengecil
7) Ammenorhea berlangsung terus
8) Tes kehamilan negatif
9) Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya
sesuai dengan usia kehamilan.
10) Biasanya terjadi pembekuan darah
b. Diagnosis
1) Anamnesa
a) Perdarahan bisa ada/tidak
b) Mulas sedikit
2) Pemeriksaan Obstetri
a) TFU lebih kecil dari usia kehamilan dan DJJ tidak ada
b) Mamae agak mengendor/payudara mengecil.
3) Pemeriksaan penunjang
USG, Laboratorium (Hb, Trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan,
waktu pembekuan, protombin)
c. Penatalaksanaan
1) Bila kada fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam
2) Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi
3) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks
dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi seviks
dengan dilatator Hegar.
Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam oum lalu dengan kuret
tajam.
4) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg
lalu infus oksitosin 10 IU dalam dextrose 5% sebanyak 500 ml mulai
20 tetes per menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus.
Oksitosin dapat diberikan sampai 100 IU sampai 8 jam. Bila tidak
berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
5) Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil
konsepsi dengan menyuntikan larutan garam 20% dalam kavum uteri
melalui dinding perut.

10
6. Abortus habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih.
a. Pemeriksaan
1) Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
2) BMR dam kadar iodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau
tidak gangguan glandula thyroid
3) Psiko analisis
b. Therapy
1) Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih
besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi dari pada
sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau
dihentikan. Pada serviks inkomperen therapinya adalah operatif :
SHIRODKAR atau MC DONALD (cervical cerclage).
7. Abortus infeksiosa, abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat yang disertai
penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran darah atau peritoneum.
(Khumaira, 2012)
a. Tanda dan gejala
1) Kanalis servikalis terbuka
2) Ada perdarahan
3) Demam
4) Takhikardia
5) Perdarahan berbau
6) Uterus membesar dan lembek
7) Nyeri tekan
8) Leukositosis
b. Diagnosa
1) Anamnesa : amenorhea, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di
luar rumah sakit.
2) Pemeriksaan dalam : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan
dan sebagainya.

11
3) Terdapat tanda-tanda infeksi genital : demam, nadi cepat, perdarahan,
berbau, uterus besar dan lembek, nyeri tekan, lekositosis.
4) Pada abortus septik terdapat tanda-tanda : kelihatan sakit berat, panas
tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.
Perlu diobservasi apakah ada tanda pervorasi atau akut abdomen.
c. Penatalaksanaan
1) Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
2) Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan
dan uji kepekaan obat).
a) Berikan suntikan penisillin 1 juta satuan tiap 6 jam
b) Berikan suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam
c) Atau antibiotika spektrum luas lainya.
3) 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat
bila terjadi perdarahan banyak; lakukan dilatasi dan kuratase untuk
mengeluarkan hasil konsepsi.
4) Infus dan pemberian antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan
kemajuan penderita.
5) Pada abortus septik terapi sama saja, hanya dosis dan jenis antibiotika
ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan
dan uji kepekaan kuman.
6) Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan,
dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas mereda.
F. Komplikasi abortus
1. Perdarahan
Pada abortus komplit, perdarahan akan terjadi banyak dan akan
mengakibatakan kematian. Sedangkan pada abortus inkomplit, perdarahan
akan terjadi secara terus menerus sehingga dapat menyebabkan gangguan
koagulasi yang akhirnya menyebabkan anemia dan kematian

2. Infeksi
Dampak pada perdarahan yang banyak mengakibatkan volume darah
berkurang, pasien (ibu) menjadi anemia dan daya tahan tubuh menurun
mengakibatkan kuman mudah masuk dan berkembang. Kuman yang biasa
menyebabkan infeksi pasca abortus adalah Eschericia coli yang berasal dari

12
rektum menjalar kevagina. Organ yang terserang antara lain endometrium
dan peritoneum.
3. Perforasi akibat kuretase
Dampak dari kuretase menyebabkan perforasi pada dinding uterusyang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehamilan berikutnya.
4. Syok
Terjadi akibat syok hemorhagik, syok hipovolemik, dan infeksi berat.
(Maryunani, 2009)

2.1.2 Kehamilan Ektopik


A. Definisi
Kehamilan ektopik ialah kehamilan yang tejadi bila sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri (Rukiyah, 2014).
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempal pada dinding endometrium kavum uteri (Prawirohardjo,
2010).
B. Etiologi
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan
meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
2. Faktor penggunaan spiral dan pil yang mengandung Progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan
kontrasepsi spiral. Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut sillia disaluran tuba yang membawa sel telur yang
sudah dibuahi untuk berimplantasi dalam rahim.
3. Faktor tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut
sehingga menyebabkan telur melekat di dalam saluran tuba. Faktor yang
menyebabkan gangguan saluran tuba :
a. Merokok
b. Penyakit radang panggul
c. Endometriosis tuba
d. Tindakan medis

13
e. Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing
f. Tuba sempit, panjang, dan berlakuk-lekuk.
g. Gangguan fungsi rambut getar tuba
h. Struktur tuba
i. Tumor lain yang dapat menekan tuba, dll. (Khumaira, 2012)
4. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat dalam
perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran
tuba. (Prawirohardjo, 2010)
5. Faktor ovum
a. Migrasi eksterna dari ovum
b. Perlengkatan membrane granulosa
c. Rapid cell devision
d. Migrasi internal ovum
6. Faktor uterus
a. Tumor raahim
b. Uterus hipoplastis (Mochtar dan Lustan, 1998)
C. Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi
dikavum uteri. Telur dituba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Nidasi
secara kolumnar artinya telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi
antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadan sulit dilihat villi khorealis
menembus andosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan
dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor
yaitu, tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas. (Rukiyah dan Yulianti, 2014)
D. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup terganggu cenderungturun dengan

14
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu pada
umumnya bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami
keadaan tersebut, namun dapat juga mengalami kehmilan ektopik terganggu lagi pada
tuba yang lain. angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0% sampai
14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada opersasi
dilakukan salpingektomia bilateralis. (Rukiyan dan Yulianti, 2012)

E. Klasifikasi Kehamilan Ektopik Berdasarkan Lokasinya


a. Kehamilan tuba
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya dikavum uteri. Karena tuba bukan tempat yang normal bagi
kehamilan maka sebagian besar kehan=milan akan terganggu pada umur 6-10
minggu.
b. Kehamilan heterotipik
Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu dekade yang lalu
insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalm 30.000 kehamilan, namun
dikatakan bahwa sekarang insidenya telah meningkat menjadi 1 dalam 7000
bahkan 1 dalam 900 kehamilan.
c. Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial sangta jarang terjadi. Diagnosis kehamilan harus
ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari spigelberg, yakni : a. Tuba pada sisi
kehamilan harus normal, b. kantong janin harus berlokasi pada ovarium, c.
ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium, d.
Histopatologis ditemukan jaringan ovarium didalam kantung janin
d. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda.
e. Kehamilan abdominal
Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal sangat jarang tejadi kira-kira
1 daintara 1500 kehamilan. Kehamilan abdominal terdiri dari 2 macam : a.
kehamilan abdominal primer terjadi bila telur dari awal mengadakan implantasi
dalam rongga perut, b. Kahamilan abdominal sekunder terjadi bila berasal dari

15
kehamilan tuba dan setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal. (Rukiyah
dan Yulianti, 2014)
f. Tanda dan Gejala
a. Amenorhea
b. Gejala kehamilan muda
c. Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba dan hebat,
menyebabkan penderita pingsan sampai syok. Pada abortus tuba nyeri mula-
mula pada sattu sisi, menjalar ketempat lain. bila darah sampai ke diafragma
dapat myebabkan nyeri bahu. Dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat
nyeri defakasi.
d. Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua.
e. pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digerakkan,
nyeri pada perabaan, dan Kavum Douglasi menonjol karena ada bekuan
darah. (Mansjoer dkk, 2000)
G. Diagnosis
a. Anamnesis : amenore, kadang terdapat tanda hamil muda, nyeri perut bagian
bawah, nyeri bahu, tenesmus, dan perdarahan pervaginam.
b. Pemeriksaan umum : pasien tampak kesakitan dan pucta, pada perarahan
dalam rongga perut dapat ditemukan tanda-tanda syok.\pemeriksaan
ginekologi : ditemukan tanda-tanda kehamilan muda, rasa nyeri pada
pergerakkan serviks, uterus dapat teraba agak membesar dan kadang teraba
tumor di samping uterus dwngan batas yang sukar ditentukan; kavum
Douglasi menonjol, berisi darah dan nyeri bila diraba.
c. Pemeriksaan Lab : Hb menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah
dapat meningkat (Mansjoer dkk, 2000)
H. Penatalaksanaan
a. Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di RS untuk penanggulanganya.
b. Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
cairan yang cukup (dextrosa 5%, glukosa 5%, garam fisiologis dan transfusi
darah .
c. Setelah diagnosa jelas atau sangat disangka KET dan keadaan umum baik dan
lumayan, segera lakukan laparotomi untuk menghilangkan sumber perdarahan :
dicari diklem, dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat
sebaik-baiknya.

16
d. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat.
e. Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi (Mochtar dan Lutan,
1998)
I. Komplikasi
a. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6
minggu), terjadi perdarahan ulang. Ini merupakan indikasi operasi.
b. Infeksi
c. Sub illeus karena massa pelvis
d. Sterilitas

2.1.3 Mola Hidatidosa


A. Definisi
Mola hidatidosa adalah kelainan didalam kehamilan dimana jaringan
plasenta berkembang dan membelah terus menerus dalam jumlah yang
berlebihan. (Khumaira, 2012)
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil
konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi
koriales disertai dengan degenerasi hidropik. (Saifuddin dkk, 2009)
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. (Saifuddin dkk, 2010)
Secara makroskopik mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasi.
B. Etiologi
Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa
faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan
kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian molla.
Wanita dengan usia dibawah 20 th atau diatas 40 th juga berada dalam resiko
tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga
meningkatkan resiko terjadinya molla. (Khumaira, 2012)

17
C. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, payah
jantung atau tirotoksikosis. Dinegara maju kematian molla hampir tidak ada
lagi. Akan tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi yitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien molla akan segera sehat kembali
setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang
kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi kariokarsinoma.
Presentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-
beda, berkisar antar 5,6%. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara
khusus pada divisi Onkologi Ginekologi. (Saifuddin dkk, 2010)
D. Patogenesis
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi
cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola partialiskdang-
kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar
buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Dibawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot,
tidak adanya pembuluh darah dan prioliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan
kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan
sex cromatin adalah wanita.
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-
kadang hanya pada satu ovarium kadang-kadang pada keduanya.
Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan dan
dapat mencapai ukuran sebesar kepala bayi. Kista lutein terjadi karena
perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang inggi. Kista ini
akan hilang sendiri setelah mola dilahirkan. (UNPAD)
E. Tanda dan Gejala
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% paien masuk RS
b. Pembesaran rahim tidak sesuai dengan usia kehamilan.
c. Gejala-gejala hipertiroidisme seperti gugup, penurunan BB yang tidak dapat
dijelaskan, tangan gemetar, kulit berkeringat, dan lembab.
d. Gejala-gejala preeklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan TD, proteinuria. (Khumaira, 2012)
e. Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang banyak.

18
f. Tidak ada tnda-tanda adnya janin : tidak ada ballotment, tiak ada DJJ, tidak
nampak rangka janin
g. Kadar gonadotropin chorionik tinggi dalam darah dan air kencing. (UNPAD)
F. Diagnosis
1. Anamnesa :
a. Terdapat tanda gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
hamil biasa,
b. kadangkala ada tanda tokseinia gravidarum
c. terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna kecoklatan
seperti bumbu rujak.
d. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tua usia kehamilan
e. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan.
2. Inspeksi
a Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan (muka
mola)
b Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas
3. Palpasi
a. Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
b. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotement, juga gerakan janin.
c. Adanya fenomena harmonika ; darah dan gelembung mola keluar dan fundus
uteri turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
4. Auskultasi
a. Tidak terdengar bunyi DJJ
b. Terdengar bising dan bunyi khas
5. Pemeriksaan Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bgian-nagian
janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina
serta evaluasi keadaan serviks.
6. Uji Sonde
Sonde dimasukan pelan-pelan ke dalam kanalis servikalis dan kavum
uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap
tidak ada tahanan kemungkinan mola.
7. Foto Rontgen Abdomen : Tidak terlihat rangka janin (kehamilan 3-4 bulan)

19
8. Ultrasonografi : Pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin. (Mochtar dan Lutan 1998)
G. Komplikasi
a. Perdarahan yang hebat sampai syok
b. Perdarahan berulang yang mengakibatkan anemia
c. Infeksi sekunder
d. Perforasi karena keganasan atau tindakan
e. Menjadi ganas (PTG) pad kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi koriokarsinoma.
H. Penatalaksanaan
a. Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara vproses evakuasi
berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NS atau RL dengan
kecepatan 40-60 TPM.
b. Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila
sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar
dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai.
c. Kenali dan tangani komplikasi penyerta seperti tirotoksikosis atau krisis tiroid
baik sebelum, selama, dan setelah prosedur evakuasi.
d. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat
lakukan transfusi.
e. Kadar hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk
perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate 3-5
mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal.
f. Lakukan pemantauan kadar hCG hingga minimal 1 ahun pascaevakuasi. Kadar
yang menetap atau meninggi setelah 8 minggu pascaevakuasi menunjukan masih
terdapat trofoblast aktif, berikan kemoterapi MTX dan pantau β-hCG serta besar
uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
g. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsihormonal
(apabila masih ingin punya anak) atau tubektomi apabila ingin menghentikan
fertilitas. (Saifuddin dkk, 2009)

20
2.2 pendarahan kehamilan lanjut
2.2 1 Pengertian

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28


minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan
sebelum 28 minggu.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan


plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta
umpamanya kelainan servik biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap
perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber
pada kelainan plasenta.

Perdarahan pada masa kehamilan lanjut adalah perdarahan yang terjadi pada
kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum persalinan. Perdarahan pervaginam
dikatakan tidak normal bila terdapat tanda-tanda :

 Keluar darah merah segar atau kehitaman dengan bekuan


 Perdarahan kadang-kadang banyak/tidak terus-terusan
 Perdarahan disertai rasa nyeri
Perdarahan semacam ini bias berarti plasenta previa, solusio plasenta, rupture
uteri, atau dicurigai adanya gangguan pembekuan darah.

2.2.2 Masalah

1. Perdarahan pada kehamilan 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan.


2. Perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.
2.2.3 Klasifikasi

1. Plasenta Previa

Adalah kelainan di masa implantasi plasenta terletak pada atau didekat serviks.
Gejala dan tanda umum adalah:
a. Perdarahan tanpa nyeri.
b. Usia gestasi > 22 minggu.
c. Darah segar atau kehitaman dengan bekuan.

21
d. Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas fisik, krontraksi
braxton hicks atau koitus.

Faktor predisposisi :
a. Grande multipara.
b. Penyulit lain syok.
c. Perdarahan setelah koitus, tidak ada kontraksi uterus, bagian terendah janin
tidak masuk ke PAP.
d. Kondisi janin normal atau terjadi kegawat daruratan.
Klasifikasi plasenta previa :
a. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh
jaringan plasenta
b. plasenta previa lateralis : bila sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh
jaringan plasenta
c. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada pada pinggir
pembukaan jalan lahir
d. plasenta letak rendah : bila plasenta letaknya abnormal pada segmen bawah
rahim, tetapi belum sampai pada pinggir pembukaan jalan lahir

prognosis pada plasenta previa :

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan


morbiditas pada ibu dan bayi tinggi, mortalis ibu mencapai 8-10% dan mortalitas
janin 50-80%.

Sekarang penangan relatif bersifat operatif dini sehingga angka kematian dan
kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5%
terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena
tindakan.kematian perinatal juga turun menjadi 7-25% terutama disebabkan oleh
prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan atau tindakan.

Penatalaksanaan pada plasenta previa :

1. Penanganan pasif

22
a. Tiap-tiap perdarahan triwulan ke3 yang lebih dari show (perdarahan
inisial), harus dikirim ke RS tanpa dilakukan manipulasi apapun baik
rektal maupun vaginal.
b. Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum
inpartu, kehamilan <37 minggu, bb<2500gr, maka kehamilan dapat
dipertahankan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti
spasmolitika, progestin. Observasi dengan teliti.
c. Sambil mengawasi periksalah golongan darah dan siapkan donor transfusi
darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin
supaya janin terhindar dari prematuritas.
d. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil dengan tersangka plasenta
previa di rujuk segera ke RS dimana terdapat fasilitas operasi dan donor
transfusi darah.
e. Bila kekurangan darah berikan transfusi darah dan obat-obatan penambah
darah

2. Cara persalinan

Faktor-faktor yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan


dipilih adalah :

a. Jenis plasenta previa


b. Perdarahan banyak/sedikit tetapi berulang-ulang
c. Keadaan umum ibu hamil
d. Keadaan janin hidup, gawat atau meninggal
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas atau jumlah anak hidup

Fasilitas penolong dan RS Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas ada 2


pilihan persalinan yaitu :

1) Persalinan pervaginam

a. Amniotomi

23
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih
untuk melancarkan persalinan pervaginam.

Indikasi :

o Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah bila ada
pembukaan
o Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis
dengan pembukaan 4 cm atau lebih
o Plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin telah meninggal.

b. Memasang Cunam Willet Gausz

cara :

o kulit kepala janin diklem dengan cunam willet gauss


o cunam diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira-kira 50-
100 gr atau satu batu bata seperti katrol.
o Dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi
dengan teliti

c. Versi Braxton-Hicks

Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki, supaya
dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau kaki menarik kaki keluar
akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol dan diberi beban
50-100 gram (1 batu bata)

d. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet Gausz

Hal ini sekarang tidak dilakukan lagi karena menyebabkan perdarahan


yang banyak.Menembus plasenta dapat dilakukan pada plasenta previa
totalis

24
e. Metreurynter

Yaitu memasukkan kantong karet yang diisi udara atau air sebagai
tampon, cara ini tidak dipakai lagi.

f. Persalinan perabdominal dengan SC

Indikasi :

o Semua plasenta previa totalis janin hidup atau meninggal


o Semua plasenta previa lateralis posterior karena perdarahan yang sulit
dikontrol dengan cara-cara yang ada.
o Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak
berhenti dengan tindakan yang ada.
o plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang

komplikasi :

1. Prolaps tali pusat


2. Prolaps plasenta
3. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kuretase
4. Robeka-robekan jalan lahir karena tindakan
5. Perdarahan post partum
6. Infeksi karena perdarahan yang banyak
7. Bayi prematur atau lahir mati

2. Abruption plasenta (plasenta lepas sebelum waktunya ).


Abrupsio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian plasenta dari
dinding uterus sebelum bayi dilahirkan. Ini dapat terjadi pada trimester kedua dan
ketiga. Selain perdarahan pervaginam, ibu biasanya mengalami nyeri abdomen
“seperti papan”, iritabilitas uterus, kontraksi tetanik, nyeri punggung (jika plasenta
tertanam di bagian posterior), dan hipotensi serta syok. Brakikardia dan kematian
janin dapat terjadi. Lepasnya plasenta ini dapat terjadi tiba-tiba atau setelah periode
beberapa minggu. Setiap indikasi abrupsio perlu hospitalisasi segera agar
kesejahteraan ibu dan bayi dapat dipertahankan. (Linda Wheeler : 2004 : 125)

25
Ini tergantug pada lokasi darah dan jumla darah yang hilang. Hal ini terakhir
bisa sediit atau lebih banyak untuk menimbulkan kematian iu. Tanda klinisnya
mencakup nyeri abdomen, nyeri tekan uterus dengan tonus tinggi, dan perdarahan
peravaginam. Uterus dapat menunjukkan regreditas seperti payudara membesar
akibat pengumpulan darah.
Penyebab abruption plasenta tidak diketahui , kedaan ini diketahui :
1. Hipertensi pada kehamilan
2. Overdistensi uterus ang mencakup kehamilan ebar dan polihydramnion
3. Trauma
4. Tali puat yang pendek
Klasifikasi :
1. Totalis : kematian bayi tidak bisa dihindar
2. Partialis : janin masih mempunyai keinginan hidup

Penanganan :

1. Terapi konservatif (ekspektatif)

Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan


kemudian partus berlangsung spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan
berhenti sendiri jika tekanan intrauterin bertambah lama bertambah tinggi
sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil
menunggu/mengawasi kita berikan:

 Suntikan morfin subkutan


 Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.
 Tranfusi darah.

Dahulu ada yang berpendapat hanya diberikan darah kalau sangat


mendesak sebab bisa meninggikan tekanan darah, dan ini akan menambah
hebat perdarahan. Sekarang harus diberikan darah secepatnya yang gunanya
untuk mengatasi syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis korteks
renalis yang dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar
fibrinogen, agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu.

26
Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio
plasenta, karena kekejangan uterus.

Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma


retroplasenter, atau karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang
dihasilkan plasenta berkurang (terutama progesteron), atau karena adanya
koagulum-koagulum yang meninggikan histamin dalam sirkulasi ibu.

2. Terapi aktif

Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak


segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif dan
obstetrik.

Langkah-langkah:

a. Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi


serta pimpin partus spontan.

Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:

 Aliran setuju (pro), dengan alasan bahwa dengan pemecahan ketuban


diharapkan persalinan akan berlangsung lebih cepat serta mengurangi
tekanan intrauterin yang tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi
nekrosis korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.
 Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi akan terjadi
perdarahan yang banyak dan terus menerus. Sedangkan kalau dibiarkan
(tidak dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin dan tekanan intrauterin
dapat menekan luka-luka dan menghentikan perdarahan.

b. Accouchement force,

yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan


cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks.

27
c. Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap, dan kepala sudah
turun sampai Hodge III-IV, maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi vakum
atau forsep; tetapi bila janin meninggal, lakukanlah embriotomi.
d. Seksio sesaria biasanya dilakukan pada keadaan:

 Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil.


 Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi
pembukaan masih kecil.
 Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang.

e. Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau


hipofibrinogenemia dan kalau persediaan darah tau fibrinogen tidak ada
atau tidak cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan kontraksi
uterus yang tidak baik.
f. Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi
reproduksi ingin dipertahankan.
g. Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa kantung; plasma
darah; dan fibrinogen 4-6 gram.

Komplikasi :

a. Langsung (immediate)

o Perdarahan
o Infeksi
o Emboli dan syok obstetric

b. Komplikasi tidak langsung (delayed)

o Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan


postpartum.
o hipofibrinogenemia dengan perdarahan post partum
o Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia
o kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis dan lain-lain

28
3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin disebabkan : ruptura
sinus marginalis, atau vasa previa.

2.2.4 Diagnosis perdarahan antepartum

Gejala dan tanda Factor


Penyulit lain Diagnosis
utama predisposisi
 perdarahan  Grande  Syok  Plasenta Previa
tanpa nyeri, multipara  Perdarahan
usia gestasi > setelah koitus.
22 minggu.  tidak ada
 Darah segar kontraksi uterus,
atau bagian terendah
kehitaman janin tidak
dengan masuk ke PAP.
bekuan.  Kondisi janin
 Perdarahan normal atau
dapat terjadi terjadi kegawat
setelah miksi daruratan.
atau defekasi,
aktifitas fisik,
krontraksi
braxton hicks
atau koitus.
 perdarahan  hipertensi,  syok yang tidak  Solusio Plasenta
dengan nyeri  Versi luar, sesuai dengan
intermitan trauma jumlah darah
atau menetap.  abdomen, yang keluar (tipe
 Warna darah  polihidramnion, tersembunyi).
hitam dan cair  gemelli,  Anemia berat.
tetapi  defisiasi gizi.  Melemah atau
mungkin ada hilangnya gerak
bekuan jika janin.
solusio felatif  Gawat janin atau

29
baru. hilangnya denyut
 Jika ostium jantung janin.
terbaru, terjadi  Uterus tegang dan
perdarahan nyeri.
berwarna
merah segar.
 perdarahan  riwayat SC.  syok atau  Ruptura Uteri
intaabdominal  Partus lama takhikardi,
dan vaginal. atau kasep.  adanya cairan
 Nyeri hebat  Disproporsi bebas intra
sebelum kepala/ abdominal,
perdarah dan fetopelvik.  hilangnya gerak
syok, yang Kelaian letak/ dan denyut jatun
kemudian presentasi janin,
hilang setelah  Persalinan  bentuk uterus
terjadi traumatik abdominal atau
regangan konturnya tidak
hebat pada jelas,
perut  nyeri raba tekan
bawah(kondisi diding perut dan
ini tidak khas) bagian-bagian
janin mudah
dipalpasi.
 perdahan  solusio plasenta,  perdarhan gusi,  Gangguan
berwarna  janin mati dalam  gambaran pembekuan darah
merah segar, rahim, memar bawah
 uji  eklampsia, kulit,
pembentukan  emboli air  perdarahan dari
darah tidak ketuban tempat suntikan
menunjukkan dan jarum infus.
adanya bekuan
darah setelah
7 menit,

30
 rendahnya
faktor
pembekuan
darah,
fibrinogen,
trombosit,
fragmentasi
sel darah
merah

2.2. 5 Penatalaksanaan

Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak
dari perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan persalinan biasa, harus
dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun penyebabnya penderita harus
segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah atau
operasi. Jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan dalam dirumah penderita atau
ditempat yang tidak memungkinkan tindakan operatif segera karena pemeriksaan itu
dapat menambah banyaknya perdarahan. Pemasaan tampon dalam vagina tidak
berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malah akan menambah
perdarahan karena sentuhan pada servik waktu pemasangannya. Selagi penderita
belum jatuh kedalam shock, infus cairan intravena harus segera dipasang, dan
dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus kedalam
pembuluh darah sebelum terjadi shock akan jauh lebih memudahkan transfusi darah,
bila sewaktu-waktu diperlukan.

Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera
diberikan walaupun perdarahanya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah
untuk pemeriksaan golongan darah, dan pemeriksaan kecocokan dengan donornya
harus segera dilakukan.

Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya


kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum
mulainya persalinan, dan diagnosis yang ditegakkan.

31
Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi
kasus-kasus dengan perdarahan antepartum memegang peranan yang terbatas.
Walaupun demikian, beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada
pengawasan antenatal dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan
dan perhatian yang dimaksud ialah penentuan golongan darah ibu dan calon
donornya, pengobatan anemia pada kehamilan, seleksi ibu untuk bersalin di rumah
sakit, memperhatikan kemungkinan adanya plasentaprevia, dan mencegah serta
mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeeklampsia.

Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum
ialah para ibu yang umurnya lebih dari 35 tahun, paritas 5 atau lebih, bagian bawah
janin selalu terapung di atas PAP, atau menderita preeklampsia.

32
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perdarahan pada kehamilan
muda terdiri dari abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa. Masing-masing
memiliki tanda dan gejala yang harus dikenali oleh ibu dan tenaga medis khususnya.
Karena jika tanda dan gejala tersebut dibiarkan maka dapat membahayakan kondisi
ibu dan janin.
Pada kehamilan lanjut perdarahan yang tidak normal adalah merah,banyak,dan
kadang-kadang tetapi tidak selalu di sertai dengan rasa nyeri dan Perdarahan
pervagina pada kehamilan lanjut terjadi karena terjadinya plasenta previa,solutio
plasenta ,dan pembekuan darah

3.2 SARAN
Dalam hal ini diharapkan kepada bidan untuk lebih mampu mengenali tanda
dan gejala serta mampu melakukan penanganan pada perdarahan kehamilan muda
secara tepat. Dan juga diharapkan kepada bidan agar lebih mampu mendeteksi dini
adanya tanda gejala bahaya pada kehamilan muda.
Sebaiknya ibu hamil harus lebih mengetahui keluhan-keluhan yang
dihadapinya selama proses kehamilan berlangsung, trutama keluhan seperti nyeri pada
perut bagian bawah, karena nyeri tersebut bisa menyebabkan terjadinya pendarahan,
oleh sebab itu kami sangat mengharapkan bagi setiap ibu hamil untuk sering
berkonsultasi menanyakan tentang kehamilannya kepada dokter atau bidan

33

Você também pode gostar