Você está na página 1de 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn. P DENGAN EDEMA PARU


DI RUANG ICU RUMAH SAKIT PANTI WALUYO

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan
ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru
disebabkan karena akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan
oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar
edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab
sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan
tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting
sekali untuk menetapkan factor mana yang dominan dari kedua
mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.(Sjaharudin Harun &
Sally Aman Nasution,2006)

2. Etiologi
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru dibagi menjadi 3
kelompok yaitu :
a. Peningkatan Afterload (Pressure overload) :
Terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik.
Contohnya ialah Hipertensi dan Stenosis Aorta.
b. Peningkatan preload (Volume overload) :
Terjadi beban yang berlebihan saat diastolik.Contohnya ialah
Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, dan penyakit jantung
dengan left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect).
c. Gangguan Kontraksi Miokardium Primer :
Pada Infark Miokard Akut jaringan otot yang sehat berkurang,
sedangkan pada Kardiomiopati Kongestif terdapat gangguan kontraksi
miokardium secara umum.( Muttaqin, 2008)

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.
a. Stadium 1
Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya
berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak
jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat
inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan
septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan
cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran
napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi
ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak
sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi
pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan
dengan hati-hati.
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya
akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang
dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi edema paru walaupun
tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian
indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclicnucleotide phosphodiesterase akan
mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan
edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin
disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain
pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-
kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah
seperti pada cardiogenic shock lung (Hall, 2007).

4. Pathofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas
terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam
jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi
karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup
protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian
dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di
paru. Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh
kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah
tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya,
dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk
dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan
integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan
yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah
yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru”
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar
pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan
cairan yang dibuat oleh Starling.
Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡
Qf = aliran cairan transvaskuler;
Kf = koefisien filtrasi;
Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;
Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;
σ = koefisien refleksi osmosis;
πmv = tekanan osmotic protein plasma;
πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral); Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder
oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Penurunan tekanan
onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit
ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu
cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang
sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan
peningkatan volume akhir ekspirasi (asma)( Smeltzer dan Brenda, 2006).

5. Penatalasanakan
a. Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume
dan kapasitas vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan
menurunkan aliran darah vena balik ke jantung.
b. Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan dengan
pemasangan jalur IV dan monitor EKG (O, I, M). Nonrebreather mask
with reservoir O2 dapat menyalurkan 90-100% O2.
c. Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi
walaupun saturasi O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi
perifer. Oleh karena itu, dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis
gas darah untuk mengetahui ventilasi dan asam basa.
d. Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure) dapat
diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran
gas.
e. Kantung nafas-sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi
hipoventilasi.
f. Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas
spontan dengan sungkup muka atau pipa endotrakea.
g. Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60
mmHg walau telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi
serebral, meningkatnya PCO2 dan asidosis secara progresif.
h. Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan
Dopamin 2-20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan
Dopamin dosis >20 mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine
0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan Dopamine diturunkan sampai 10
mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan Dobutamine 2-20
mcg/kgBB/menit IV.
i. Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema
paru karena mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing 0,4
mg sublingual atau semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD tetap
>90-100 mmHg. Isosorbide semprot oral bisa diberikan tetapi
nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbid oral kurang dianjurkan
karena vasokonstriksi perifer tidak memungkinkan penyerapan yang
optimal.
j. Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0
mg/kg. Efek bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi
sehingga aliran (preload). Efek kedua adalah diuresis yang mencapai
puncaknya setelah 30-60 menit. Efektifitas furosemide tidak harus
dicapai dengan diuresis berlebihan. Bila furosemide sudah rutin
diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20
menit belum didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis
awal dan dosis bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan bila
fungsi ginjal terganggu.
k. Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV
bila TD >100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada
edema paru namun dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek
venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah
balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian ventrikel
kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator ringan sehingga
afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan
aktifitas tulang-otot dan tenaga pernafasan.(Santoso Karo et al, 2008)

6. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema
mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan
penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat
menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah
oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara
potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-
organ tubuh yang berbeda, seperti otak (Swearingen, 2008).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Identitas pasien dan identitas penanggung jawab
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien saat pegkajian
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.
Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-
tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan
masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien.
3) Riwayat penyakit dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti
sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
c. Pengkajian primer
Meliputi airway, breathing, circulation, disability dan exposure.
d. Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae
nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa
supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative intrapleural yang
besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan
terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering
disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan
protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan
tekanan darah dapat meningkat.
Foto thoraks.Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan
X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari
area putih terpusat yang menyinggung jantung
dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang
dari vertebral column,dengan bidang-bidang paru yang
menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi,
yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.X-
ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin
menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-
bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasusyang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan)
yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang
minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini
mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat
dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyabab yang mungkin
mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan:
1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)
2) Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3) Kranialisasi vaskuler
4) Hilus suram (batas tidak jelas)
5) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil
atau nodul milier)
Gambar 1: Edema Intesrtitial Gambaran underlying disease
(kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru


1) Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2) Edema “butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3: Bat’s Wing


Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru
yang mempunyai kelainan sebelumnya, contoh: emfisema).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan pembentukan
edema, peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi paru.
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman / perubahan status kesehatan.
d. Gangguan pola tidur brhubungan dengan faktor internal : sesak nafas.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas inefektifan berhubungan dengan pembentukan
edema, peningkatan produksi sputum.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan salama 3 x
24 jam diharapkan jalan nafas pasien dapat kembali normal
Kriteria Hasil : Dapat mengidentifikasi / menunjukan perilaku
mencapai bersihan jalan nafas, dapat menunjukan
jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak
ada dispnea.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan pergerakan dada.
Rasional :
Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan dada tidak simetris
sering terjadi karena ketidak kenyamanan gerakan dinding dada
dan atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara
dan bunyi nafas, mis : krekels, mengi.
Rasional :
Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi nafas bronkial ( normal pada bronkus ) dapat juga
terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar
pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respons terhadap
pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan nafas /
obstruksi.
3) Bantu pasien latihan nafas dalam sering. Tunjukan / bantu pasien
mempelajari melakukan batuk, mis : menekan dada dan batuk
efektif sementara posisi duduk tinggi.
Rasional :
Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru – paru /
jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan
jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan
napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan
posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih
kuat.
4) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional :
Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik
pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak
efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml / hari ( kecuali kontraindikasi
), tawarkan air hangat, dari pada dingin.
Rasional :
Cairan ( khususnya yang hangat ) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
6) Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesik.
Rasional :
Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-
hati,karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernapasan.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi paru.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan salama 3 x
24 jam diharapkan nyeri pada klien dapan berkurang/ hilang.
Kriteria Hasil : Menyatakan nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan
rileks, istirahat/tidur dan peningkatan aktivitas
dengan tepat.
Intervensi :
1) Tentukan karakteristik nyeri , mis, tajam, konstan, ditusuk.
Selidiki perubahan karakter/ lokasi /intensitas nyeri.
Rasional :
Nyeri dada,biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia
,juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan
endokarditis.
2) Pantau tanda vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri,khususnya bila alasan lain untuk perubahan
tanda vital telah terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman, mis , pijatan punggung, perubahan
posisi, musik tenang/ perbincangan,relaksasi / latihan napas.
Rasional :
Tindakan non- analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik.
4) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
batuk.
Rasional :
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara
meningkatkan keefektifan upaya batuk.
5) Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional :
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-produktif /
paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/ istirahat umum.
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman / perubahan status kesehatan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan salama 3 x
24 jam diharapkan pasien kembali tenang.
Kriteria Hasil : Melaporkan takut/ansietas hilang atau menurun
sampai tingkat yang dapat ditangani, penampilan
rileks dan istirahat /tidur dengan tepat.
Intervensi :
1) Catat derajat ansietas dan takut. Informasikan pasien/orang
terdekat bahwa perasaanya normal dan dorong mengekspresikan
perasaan.
Rasional :
Pemahaman bahwa perasaan (dimana berdasarkan ditambah
ketidakseimbangan oksigen yang mengancam) normal dapat
membantu pasien meningkatkan beberapa perasaan kontrol
emosi.
2) Jelaskan proses penyakit dan prosedur dalam tingkat kemampuan
pasien untuk memahami dan menangani informasi . Kaji situasi
saat ini dan tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah.
Rasional :
Menghilangkan ansietas karena ketidaktahanan dan menurunkan
takut tentang keamanan pribadi. Pada fase dini penjelasan perlu
diulang dengan sering dan singkat karena pasien mengalami
penurunan lingkup perhatian.
3) Berikan tindakan kenyamanan, mis pijtan punggung, perubahan
posisi.
Rasional :
Alat untuk menurunkan stres dan perhatian tak langsung untuk
meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku membantu, mis :
posisi yang nyaman, fokus bernafas, teknik relaksasi.
Rasional :
Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan
ansietas dan tegangan otot.
5) Dukung pasien / orang terdekat dalam menerima realita situasi,
khususnya rencana untuk periode penyembuhan yang lama.
Libatkan pasien dalam perencanaan dan partisipasi dalam
perawatan.
Rasional :
Mekanisme koping dan partisipasi dalam program pengobatan
mungkin meningkatkan belajar pasien untuk menerima hasil yang
diharapkan dari penyakit dan meningkatkan beberapa rasa
kontrol.
6) Waspadai untuk perilaku diluar kontrol atau peningkatan
disfungsi kardiopulmonal, mis memburuknya dispnea dan
takikardia.
Rasional:
Pengembangan dalam kapasitas ansietas memerlukan evaluasi
lanjut dan kemungkinan intervensi dengan obat antiansietas.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal : sesak nafas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan salama 3 x
24 jam diharapkan pola tidur pasien dapat kembali normal.
Kriteria Hasil : Melaporkan perbaikan dalam pola tidur/istirahat,
mengungkapkan peningkatan rasa sejahtera dan
segar.
Intervensi :
1) Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi.
Rasional :
Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
2) Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan
lingkungan baru.
Rasional :
Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama,
stres dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang.
3) Dorong beberapa aktivitas fisik ringan selama siang hari. Jamin
pasien berhenti beraktivitas beberapa jam sebelum tidur.
Rasional :
Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi
dan siap untuk tidur malam hari. Namun kelanjutan aktivitas yang
dekat dengan waktu tidur dapat bertindak sebagai stimulasi yang
memperlambat tidur.
4) Kurangi kebisingan dan lampu.
Rasional :
Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
5) Dorong posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi.
Rasional :
Pengubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan
istirahat.
6) Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendahkan tempat
tidur bila mungkin.
Rasional :
Dapat merasa takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi
tempat tidur. Pagar tempat tidur memberi keamanan dan dapat
digunakan untuk membantu mengubah posisi.
7) Berikan sedatif sesuai indikasi.
Rasional :
Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur / istirahat
selama periode transisi dari rumah ke lingkungan baru. Catatan :
hindari penggunaan kebiasaan karena obat ini menurunkan waktu
tidur REM.

Você também pode gostar