Você está na página 1de 9

Penerapan corporate governance di Indonesia dibagi menjadi tiga aktivitas.

Pertama,
menetapkan kebijakan nasional. Kedua, menyempurnakan kerangka regulasi. Ketiga,
membangun inisiatif sektor swasta. Perumusan kebijakan nasional ditandai dengan
pembentukan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Komite tersebut kemudian
berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance. Komite ini beranggotakan
kalangan profesional baik di sektor publik, swasta, maupun kalangan akademisi dan lembaga
swadaya masyarakat. KNKG telah menerbitkan beberapa pedoman yaitu pedoman GCG
tahun 2001, Pedoman Sektoral, Pedoman untuk Komite Audit, dan Pedoman untuk Komisaris
Independen pada 2004.
GCG tidak hanya diterapkan dalam sektor swasta, namun BUMN dengan aset lebih
dari satu trilliun rupiah juga harus mengimplementasikan GCG dalam perusahaannya. Selain
itu,pasar modal juga menerapkan GCG untuk perusahaan publik. Hali ini dimaksudkan untuk
meningkatkan perlindungan investor, terutama pemegang saham perusahaan terbuka.

2.1 Latar Belakang Good Corporate Governance


A Davies dalam bukunya yang berjudul "Strategic Approach to Corporate
Governance" yang diterbitkan tahun 1999 menyatakan istilah governance dipergunakan
pertama kali bukanlah oleh kalangan bisnis namun terdapat dalam berbagai peraturan gereja.
Lama kelamaan istilah ini digunakan juga dalam konsep revolusi industri sampai dengan
kapitalisme. Sejak abad pertengahan, perdagangan mulai dikenal dan berkembang. Namun
saat itu pengaruh ajaran gereja masih kuat sehingga berpengaruh pada perdagangan.
Pedagang yang banyak mengambil keuntungan dianggap melanggar ajaran agama dan hal ini
yang menghambat aktivitas bisnis.
Menurut Gunardi Endro dalam Shalahuddin (2006) setelah revolusi industri ada
pergeseran kekuatan ekonomi menuju pelaku bisnis di kota yang pada sebelumnya berpusat
pada tuan tanah. Revolusi berhasil menciptakan teknologi-teknologi praktis sehingga
mendorong penduduk untuk melakukan urbanisasi ke kota. Mulai saat itu kapitalisme
meningkat dan berkembang hingga saat ini, serta dianggap sebagai pelopor terbentuknya
pasar bebas. Menurut Andre Gorz dalam Shalahuddin (2006) berkembangnya kapitalisme
tidak diikuti dengan kesejahteraan buruh atau pekerja. Pola kapitalisme seperti ini hanya
memberikan penekanan berlebihan kepada pekerja demi meraih keuntungan bagi perusahaan
dan tanpa memperhatikan nasib kelas pekerja.
Seiring berjalannya waktu, para pekerja di abad ke-19 juga mulai memiliki kekuatan
untuk mengimbangi dominasi perusahaan. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai
organisasi ataupun serikat pekerja yang mampu membela eksistensi pekerja. Dan sebagai
akibat dari bertambahnya kekuatan serikat pekerja muncullah hubungan antara pemegang
saham dan Board of Directors. Keseluruhan hal ini menambah kompleksitas fenomena
governance pada masa itu.
Meningkatnya kekuatan serikat pekerja berakibat pada hubungan antara pekerja
dengan pemilik perusahaan mengalami perubahan, sehingga pada akhirnya pekerja dianggap
sebagai mitra kerja pemilik. Pada saat itu pekerja mulai memiliki kekuatan untuk negosiasi,
dengan demikian pemilik atau pemegang saham menyerahkan pengelolaan perusahaan secara
sepenuhnya kepada pekerja sebagai agen (agency). Dalam hal ini, maka terdapat kepentingan
yaitu kepentingan pemilik dan kepentingan agen.
Selain kepentingan pemegang saham serta kepentingan pekerja, pada waktu yang
bersamaan juga timbul adanya kepentingan konsumen. Tahapan ini memiliki akibat yang baik
pada perkembangan corporate governance. Konsep Good Corporate Governance hingga
1
abad ke-21 memiliki dua tahap perkembangan. Generasi pertama oleh Berle dan Means
(1932) menyatakan bahwa jika perusahaan berkembang semakin besar maka pengelolaan
perusahaan harus diserahkan pada profesional dan terdapat pemisahan tegas antara
kepemilikan dan pengelola usaha. Dalam tahapan perkembangan pertama ini muncul Teori
Agen yang dikemukakan oleh Jansen Meckling, dan teori inilah yang hingga saat ini menjadi
landasan penerapan GCG di dunia. Untuk perkembangan generasi kedua ditandai dengan
hasil karya La-Porta dan kolega tahun 1998. Menurut LLSV, penerapan GCG di suatu negara
dipengaruhi oleh perangkat hukum yang ada pada negara tersebut. Perangkat hukum disini
berkaitan dengan upaya perlindungan kepentingan hak-hak pemegang saham baik mayoritas
maupun minoritas.
Good Corporate Governance mencapai puncak perkembangannya saat ambruknya
beberapa perusahaan dunia seperti Enron, Worldcom di AS, HIH Insurance dan One-tel di
Australia pada awal dekade 2000-an mulailah perbincangan dan perdebatan mengenai
prinsip-prinsip GCG. Kejadian ambruknya beberapa perusahaan raksasa dunia menyadarkan
kalangan bisnis dan pemerintahan terutama negara-negara maju yang terkena dampaknya
mengenai betapa pentingnya penerapan prinsip GCG dalam kegiatan bisnis.
Tak hanya populer, istilah GCG tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat.
Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan
menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global.
Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena
kegagalan penerapan GCG (Daniri dalam Kihatu, 2006). Beberapa hal yang menyebabkan
kegagalan GCG pada saat itu yaitu diantaranya sistem hukum yang buruk, tidak
konsistensinya standar akuntansi dan audit, praktek-praktek perbankan yang lemah serta
kurangnya perhatian Board of Directors terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.
Survei dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di
bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG
korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaan-perusahaan
tersebut. Survei yang dilakukan oleh PricewaterhouseCoopers terhadap investor-investor
internasional di Asia juga menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sebagai salah satu negara
yang terburuk dalam bidang standar-standar akuntansi dan penataan, pertanggungjawaban
terhadap pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan transparansi serta proses-
proses kepengurusan perusahaan. Kajian lain menunjukkan bahwa tingkat perlindungan
investor di Indonesia merupakan yang terendah di Asia Tenggara.
Hal tersebut dikarenakan praktik GCG di Indonesia belum sepenuhnya belum
dilaksanakan oleh perusahaan publik. Sebagai akibatnya Indonesia mendapatkan peringkat
bawah dalam hal penerapan GCG. Faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah
penegakan budaya hukum dan budaya corporate governance yang masih berada di titik
paling rendah di antara negara-negara lain di Asia.
Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan
GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan
di dalam suatu organisasi yang mencakup:
a. Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya,
b. Peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
lainnya,
c. Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
2
d. Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan,
e. Tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan itu sendiri,
kepada para pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan.
Sehingga, perusahaan di Indonesia tidak dapat menolak lagi untuk menerapkan GCG.
Apalagi perekonomian saat ini sangat tergantung pada sumber dana eksternal dan hal ini
menyebabkan GCG merupakan hal yang wajib diterapkan agar kreditor yakin bahwa dana
mereka aman dan dapat memperoleh return yang sesuai.
Pinsip GCG saat ini telah menjadi kebutuhan di dunia bisnis terutama sebagai bahan
pertimbangan investasi bagi investor. Lemahnya implementasi prinsip GCG dapat
mengakibatkan terhentinya ekspansi perusahaan. Oleh sebab itu, sangat penting bagi
Indonesia untuk menerapkan GCG meskipun kenyataannya GCG hingga saat ini belum
diterapkan sepenuhnya. Aturan GCG tidak serta merta dapat diterapkan secara sendiri oleh
perusahaan, diperlukan dukungan dari pihak regulator dalam membuat payung hukum untuk
menaungi GCG. Dan pada akhirnya diharapkan GCG dapat menghindarkan Indonesia dari
terjadinya tindakan-tindakan kecurangan dan skandal dalam perusahaan, serta dapat
membantu perusahaan keluar dari krisis ekonomi dan bermanfaat bagi perusahaan-
perusahaan Indonesia yang harus menghadapi arus globalisasi, mengikuti perkembangan
ekonomi global dan pasar dunia yang kompetitif.
2.2 Pengertian Good Corporate Governance
Corporate Governance beberapa tahun lalu mungkin hanya sebatas jargon, namun saat
ini hampir setiap orang mengenal istilah ini. Definisi yang terkait dengan Corporate
Governance antara lain:
a. Corporate Governance menurut Organization for Economic Corporation AND
Development (EOCD, 1999) yang merupakan salah satu lembaga yang memegang
peranan penting dalam pengembangan Good Governance baik untuk pemerintahan
maupun dunia usaha mendefinisikan:
Corporate Governance involves a set of relationship between a companys
management, its board, its shareholders and other stakeholders. Corporate
Governance also provides the structure through which the objectives of the company
are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance are
determined.
Definisi diatas dapat diartikan bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan
diperlukan adanya struktur pengelolaan perusahaan yang baik yang mengacu pada
adanya hubungan antara pihak manajemen, direksi, pemegang saham dan juga pihak
lainnya yang berkepentingan. Corporate Governance juga menyiapkan suatu struktur
bagaimana tujuan itu ditetapkan dan bagaimana pencapaian tujuan tersebut serta
pengendalian apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
b. Definisi Cadbury Committee of United Kingdom Corporate Governance sebagai :
a set of rules that define the relationship between shareholders, manager,
creditors, the government, employee and other internal and external stakeholders in
respect to their rights and responsibilities.
Definisi diatas menunjukan bahwa Corporate Governance merupakan suatu
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar tercapai

3
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk
menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders.
Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang
saham, dan sebagainya.
c. Definisi menurut Forum of Corporate Governance Indonesia (FCGI) tentang
Corporate Governance yaitu :
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan-kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan.
d. Definisi Corporate Governance menurut The Indonesian Institute of Corporate
Governance (IICG), mendefinisikan :
Corporate Governance sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh
organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberi nilai tambah perusahaan secara
berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholders lainnya berdasarkan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
e. Definisi Corporate Governance menurut Kementerian BUMN berdasarkan pasal 1
ayat 1 Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus
2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN, disebutkan
bahwa tata kelola perusahaan yang baik yang selanjutnya disebut Good Corporate
Governance (GCG) adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan
mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturam perundang-undangan dan
etika berusaha.
f. Definisi Corporate Governance menurut Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG), adalah :
Salah satu pilar dari system ekonomi pasar, Corporate Governance berkaitan erat
degan kepercayaam baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun
terhadap iklim usaha disuatu Negara. Penerapan Good Corporate Governance
mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif.
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu Corporate Governance
adalah sistem yang menjadi dasar suatu proses, mekanisme dalam mengelola perusahaan
yang baik berdasarkan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha agar timbul
kepercayaan terhadap perusahaan dengan menciptakan iklim perusahaan yang sehat yang
dapat meningkatkan nilai tambah perusahaan dalam jangka panjang serta
pertanggungjawaban kepada para pemangku kepentingan (stakeholder).
2.4 Teori -Teori Yang Mendasari Corporate Governance
Perusahaan terdiri dari serangkaian kontrak (the nexus of contract) antara berbagai
pihak seperti konsumen, pekerja, manajer, pemasok, pemerintah, regulator, investor, pemilik,
analis, akuntan, auditor, dewan komisaris. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang
sangat kompleks dalam perusahaan.
Penerapan Corporate Governance membantu menyelaraskan dan menyatukan
berbagai pihak yang memiliki kepentingan berbeda terhadap perusahaan, agar bersama-sama
berkolaborasi untuk mencapai tujuan perusahaan. Berikut adalah teori yang mendasari Good
Corporate Governance:
1. Entity Theory
Teori entitas ini memandang saham (baik pemegang saham biasa dan istimewa)
sebagai pemilik (proprietor) dan menjadi pusat perhatian akuntansi. Teori entitas

4
mengasumsikan terjadinya pemisahan antara kepentingan pribadi pemilik ekuitas (pemegang
saham) dengan entitas bisnisnya (perusahaan). Kreditor dianggap sebagai pihak luar.
Pemegang saham tetap menjadi mitra manajemen.
Aset menjadi milik pribadi pemegang saham dan pemegang saham menanggung
segala risiko yang berkaitan dengan utang. Dengan sudut pandang ini, aset bersih menjadi
perhatian utama bagi pemegang saham. Sesuai dengan sifat tersebut, persamaan akuntansi
dari teori entitas akan berbentuk :
Aset - Kewajiban = Ekuitas
Entity theory melahirkan agency dan stewardship theory , dimana kedua teori ini
sangat berperan dan paling banyak dirujuk untuk pembentukan struktur corporate
governance.
2. Agency Theory
Teori keagenan (Agency theory) menekankan pentingya pemilik perusahaan
(pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga professional
yang lebih memahami menjalankan bisnis sehari-hari. Semakin besar perusahaan maka akan
terjadi pemisahaan Antara pemilik dan pengendali perusahaan. Pemegang saham bertindak
sebagai pemilik dan manajer merupakan pengendali perusahaan. Pemisahaan peran ini terjadi
karena pemegang saham tidak dapat lagi mengikuti kegiatan perusahaan setiap hari. Banyak
pemegang saham yang bertindak pasif artinya tidak ikut serta dalam kegiatan operasional
perusahaan, oleh karena itu manajer juga memiliki keinginan sendiri dan bertindak untuk
memenuhi keinginan pribadinya. Perbedaan kepentingan ini dikenal dengan nama konflik
keagenan.
Implikasi teori keagenan terhadap konsep corporate governance adanya pemberian
insentif dan melakukan monitoring (pengawasan). Mekanisme insentif mendorong para
manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham berupa insentif seperti gaji,
dan insentif berbasis kinerja, seperti pemberian saham perusahaan dan kebijakan kompensasi
lainnya.
Monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya pengawasan
(monitoring cost) berupa biaya audit, yang merupakan salah satu dari agency cost (Jensen dan
mecklinhg, 1976). Biaya pengawasan (monitoring cost) adalah biaya untuk mengawasi
perilaku agen apakah agen telah bertindak sesuai kepentingan principal dengan melaporkan
secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada manajer. Uraian tersebut
memberi makna bahwa auditor merupakan pihak yang dianggap dapat menjembatani
kepentingan pihak pemegang saham (principal) dengan pihak manajer (agent) dalam
mengelola keuangan perusahaan.
3. Stewardship Theory
Stewardship theory mengasumsikan bahwa manajer adalah pelayanan yang baik bagi
perusahaan. Teori ini dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni manusia
pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggungjawab, memiliki
integritas dan kejujuran terhadap pihak lain.

4. Residual Equity Theory

Tujuan dari pendekatan ekuitas residual adalah memberikan informasi yang lebih baik
kepada pemegang saham biasa untuk pengambilan keputusan investasi. Konsep entitas ini
memandang pemegang saham biasa sebagai pusat perhatian akuntansi. Pendekatan ini
sebenarnya tidak berbeda dengan su2dut pandang pemilik dalam teori entitas yang telah
dijelaskan diatas. Hanya dalam pendekatan ini, yang dimaksud pemilik adalah pemegang
saham biasa. Pemegang saham istimewa dianggap sebagai pihak luar sehingga dividen yang
dibagikan untuk mereka dipandang sebagai biaya. Persamaan akuntansi untuk mencerminkan

5
konsep ini adalah sebagai berikut:

Aset - Ekuitas spesifik = Ekuitas Residual

Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifikasi adalah keuntungan, kewajiban-


kewajiban kepada para kreditur dan ekuitas pemegang saham istimewa. Istilah residual dalam
residual equity berarti sisa, dimana hal ini mengindikasikan bahwa pemgang saham biasa
memiliki hak atas pendapatan maupun aktiva setelah pemegang saham yang lain dipenuhi
haknya. Teori ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pemegang saham biasa adalah pihak yang
akhirnya menganggung risiko ketidakpastiaan masa datang tetapi juga menikmati segala
kembalian setelah pihak lain terpenuhi haknya.

5. Fund Theory

Teori dana berkaitan dengan badan-badan pemerintah dan organisasi nirlaba, teori ini
memandang bahwa kegiatan, program, projek, atau unit kegiatan lainnya sebagai kesatuan
atau entitas yang berdiri sendiri. dana dapat diartikan sebagai kesatuan akuntansi (accounting
entity). Sumber keuangan untuk pelaksaan kegiatan yang dilaporkan sebagai dana yang
berdiri sendiri terpisah dengan dana yang lain. Untuk itu, diperlukan seperangkat sistem
akuntansi yang dapat menghasilkan data akuntansi dan laporan keuangan untuk pelaporan
kesatuan dana tersebut. Teori Dana dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi berikut:

Aset = Pembatasan Penggunaan Aset

6. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)

Teori pemangku kepentingan mengartikan suatu organisasi sebagai kesepakatan


multilateral antara perusahaan dan berbagai stakeholdernya baik pihak internal (pegawai,
manajer, pemilik) maupun pihak eksternal perusahaan (pelanggan, pemasok, pesaing,
masyarakat). Teori ini menjelaskan bahwa direktur dan manajer perusahaan harus dapat
memenuhi harapan semua stakeholder bukan hanya pemilik perusahaan saja untuk dapat
menciptakan keberlanjutan (sustainablity) kesejahteraan ekonomi.

Seorang pemangku kepentingan adalah seseorang yang mempunyai sesuatu yang


dapat diperoleh atau akan kehilangan akibat dari sebuah proses perencanaan atau proyek.
Dalam banyak siklus, mereka disebut sebagai kelompok kepentingan, dan mereka bisa
mempunyai posisi yang kuat dalam menentukan hasil suatu proses politik. Seringkali akan
sangat bermanfaat bagi proyek penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan
dan kepedulian berbagai pemangku kepentingan, terutama jika proyek dirancang bertujuan
mempengaruhi kebijakan.

7. Teori Kontrak (Contracting Theory)

Teori kontrak menjelaskan hubungan kontraktual yang terjadi di masyarakat yang


berpotensi memicu konflik kepentingan sehingga kontrak harus dirancang secara tepat dan
sesuai untuk memastikan semua pihak memperoleh manfaat dari kontrak tersebut. Semua
pihak yang terlibat dalam kontrak harus memiliki kontrak tertulis atau lisan yang memberikan
manfaat saling menuntungankan satu sama lain.

Ekonomi modern disatukan oleh kontrak yang tidak terhitung banyaknya , dan teori
kontrak yang diciptakan oleh Hart dan Holmstrom pemenang hadiah nobel di bidang
ekonomi tahun 2016, membuat kita memahami manfaat kontrak kehidupan nyata dan juga

6
mengerti apa potensi kerugian saat kontrak disusun.

Setiap pelaku ekonomi secara lahiriah memiliki sifat homo economicus (kerakusan
ekonomi) yang memiliki prinsip ekonomi yaitu, memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
dengan biaya (pengorbanan) sekecil-kecilnya. Akan tetapi, hasrat para pelaku ini harus diatur
agar tidak untung sendiri dan merugikan yang lain. Kesepakatan tertuang dalam kontrak itu
diasumsikan memiliki ikatan hukum atau kewajiban moral untuk dipenuhi, karena dibalik
kesepakatan itu, ada manfaat yang akan diraih alias ada insentif untuk mendorong orang
bersepakat agar saling menguntungkan.

Menurut Hart dan Holmstrom dalam Simon (2016), seorang karyawan bisa memiliki
komitmen tinggi dengan adanya kepastian karier dan promosi jabatan. Jika hal ini tidak jelas,
maka akan ada kinerja yang buruk. Oleh karena itu, Hart dan Holmstrom menyatakan, sistem
kerja lewat kontrak kerja ini, juga harus diperhatikan bahwa uang bukan segalanya. Kontrak
yang harus diperhatikan adalah aspirasi karyawan amat menentukan sukses tidaknya sebuah
perusahaan. Implikasi teori ini bagi CG yakni adanya kebijakan remunerasi bagi eksekutif
(OJK, 2014).

8. Teori Biaya Transaksi (Cost Transaction Theory)

Teori Biaya Transaksi adalah adanya perpaduan antara ilmu hukum, ekonomi, dan
organisasi yang disertai dengan faktor internal seperti kesalahan eksekusi atau semua bentuk
pengorbanan (mikro) dan faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol (makro) untuk
mengeksekusi strategi atau perencanaan sehingga mengakibatkan munculnya konsekuensi
tertentu. Teori ini berusaha memandang perusahaan bukan sebagai suatu unit ekonomik
impersonal dalam suatu dunia pasar sempurna dan keseimbangan, melainkan perusahaan
sebagai suatu organisasi yang terdiri dari orang-orang dengan pandangan dan tujuan yang
berbeda-beda.

Ada dua asumsi utama dalam teori biaya transaksi, yaitu rasionalitas individu bersifat
terbatas (bounded rationality), dan individu memiliki sifat oportunisme (Williamson, 1979).
Rasionalitas individu dikatakan terbatas oleh Herbert A. Simon karena pada dasarnya seorang
individu tidak akan pernah mampu memiliki informasi yang lengkap tentang kejadian masa
yang akan datang untuk memprediksi dengan sempurna kejadian masa depan. Akibat
keterbatasan rasionalitas ini, menyebabkan individu tidak akan pernah bisa melaksanakan
negosiasi dan kontrak secara sempurna terhadap kejadian-kejadian masa depan. Dengan
demikian seluruh kontrak yang dilakukan individu dalam kegiatannya sehari-hari selalu
bersifat tidak sempurna (incomplete contract). Agar kontrak dapat dilaksanakan dengan baik
maka diperlukan biaya dan pengawasan.

Sedangkan sifat oportunisme individu juga mempengaruhi kontrak terutama sebelum


terjadi kontrak dan sesudah terjadi kontrak. Sifat oportunisme yang muncul sebelum kontrak
disebut perilaku menghindar risiko (adverse selection) dan sifat oportunisme yang muncul
setelah kontrak disebut perilaku menyimpang secara etis (moral hazard). Keduanya muncul
karena adanya asimetri informasi. Implikasi teori ini untuk mengatasi keterbatasan
rasionalitas dan simetri informasi yang dapat menimbulkan perilaku adverse selection dan
moral hazard adalah dengan mengadakan biaya transaksi.

2.5 Alasan Diperlukan Good Corporate Governance (GCG)


7
Pada dasarnya, GCG merupakan hal yang sangat diperlukan dalam sebuah perusahaan.
Dengan GCG perusahaan akan mendapatkan berbagai manfaat yang dapat membawa
perusahaan tersebut ke arah yang lebih baik. Salah satu bentuk perusahaan di Indonesia,
yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) turut merasakan betapa pentingnya penerapan
GCG dalam operasional perusahaan mereka. Berikut merupakan beberapa alasan
diperlukannya Good Corporate Governance (GCG) bagi BUMN berlandaskan Keputusan
Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 pasal 4 adalah :
1. Memaksimalkan BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan-
undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial
BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan disekitar BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional
5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
6. Menyukseskan program privatisasi BUMN
Alasan lain dari perlunya Good Corporate Governance di dalam perusahaan adalah
GCG dapat menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Secara teoritis, praktik corporate governance dapat meningkatkan nilai (valuation)
perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko yang
mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri
sendiri, dan umumnya corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor
(Emrinaldi, 2007).
Dari berbagai alasan mengenai pentingnya penerapan GCG di perusahaan, pada
dasarnya GCG diperlukan karena perusahaan akan dapat menciptakan nilai yang
berkelanjutan bagi pemegang saham maupun pemangku kepentingan lainnya, termasuk
meningkatkan kepercayaan investor dan mendorong terciptanya pasar modal yang kuat dan
efisien. Good Corporate Governance adalah salah satu kunci untuk pasar keuangan yang
sehat dalam perekonomian global saat ini. Tata kelola perusahaan yang baik merupakan
kunci untuk integritas perusahaan, lembaga keuangan dan pasar, pusat kesehatan dan
stabilitas ekonomi.

2.6 Manfaat Good Corporate Governance (GCG)


Penerapan good corporate governance tidak hanya melindungi kepentingan para
investor saja tetapi juga akan dapat mendatangkan banyak manfaat dan keuntungan
bagi perusahaan terkait dan juga pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan langsung
maupun tidak langsung dengan perusahaan.
Berbagai manfaat dan keuntungan yang diperoleh dengan penerapan good corporate
governance dapat disebut antara lain:
1. Dengan penerapan good corporate governance perusahaan dapat
meminimalkan agency cost, yaitu biaya yang timbul sebagai akibat dari
pendelegasian kewenangan kepada manajemen, termasuk biaya
penggunaan sumber daya perusahaan oleh manajemen untuk
kepentingan pribadi maupun dalam rangka pengawasan terhadap
perilaku manajemen itu sendiri.
2. Perusahaan dapat meminimalkan cost of capital, yaitu biaya modal yang
8
harus ditanggung bila perusahaan mengajukan pinjaman kepada kreditur.
Hal ini sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan secara baik dan
sehat yang pada gilirannya menciptakan suatu referensi positif bagi para
kreditur.
3. Dengan good corporate governance proses pengambilan keputusan akan
berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan
yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya
kerja yang lebih sehat.
4. Good corporate governance akan memungkinkan dihindarinya atau
sekurang- kurangnya dapat diminimalkannya tindakan penyalahgunaan
wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan.
5. Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari
meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelolaan perusahaan
tempat mereka berinvestasi.
6. Bagi para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja sebagaimana
disebut pada poin 1, dengan sendirinya juga akan menaikkan nilai
saham mereka dan juga nilai dividen yang akan mereka terima. Bagi
negara, hal ini juga akan menaikkan jumlah pajak yang akan
dibayarkan oleh perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan
penerimaan negara dari sektor pajak.
7. Karena dalam praktik good corporate governance karyawan ditempatkan
sebagai salah satu stakeholder yang seharusnya dikelola dengan baik
oleh perusahaan, maka motivasi dan kepuasan kerja karyawan juga
diperkirakan akan meningkat. Peningkatan ini dalam tahapan selanjutnya
tentu akan dapat pula meningkatkan produktivitas dan rasa memiliki
(sense of belonging) terhadap perusahaan.
8. Dengan baiknya pelaksanaan corporate governance, maka tingkat
kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan akan meningkat
sehingga citra positif perusahaan akan naik.
9. Penerapan corporate governance yang konsisten juga akan meningkatkan
kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen akan cenderung
untuk tidak melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan,

Você também pode gostar

  • Manfaat Arus Kas
    Manfaat Arus Kas
    Documento1 página
    Manfaat Arus Kas
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Jawaban Etika
    Jawaban Etika
    Documento3 páginas
    Jawaban Etika
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Jawaban D
    Jawaban D
    Documento1 página
    Jawaban D
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Soal Akl Sap 7 2
    Soal Akl Sap 7 2
    Documento4 páginas
    Soal Akl Sap 7 2
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Jawaban D
    Jawaban D
    Documento1 página
    Jawaban D
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Promosi
    Promosi
    Documento2 páginas
    Promosi
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Lockdown
    Lockdown
    Documento2 páginas
    Lockdown
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 7
    Contoh Soal AKL SAP 7
    Documento5 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 7
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 4
    Contoh Soal AKL SAP 4
    Documento6 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 4
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 2
    Contoh Soal AKL SAP 2
    Documento2 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 2
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 6
    Contoh Soal AKL SAP 6
    Documento7 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 6
    Wika Noya
    0% (1)
  • Contoh Soal AKL SAP 3
    Contoh Soal AKL SAP 3
    Documento2 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 3
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 5
    Contoh Soal AKL SAP 5
    Documento2 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 5
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Soal Likuidasi
    Soal Likuidasi
    Documento6 páginas
    Soal Likuidasi
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Scan Paten
    Scan Paten
    Documento1 página
    Scan Paten
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Contoh Soal AKL SAP 1
    Contoh Soal AKL SAP 1
    Documento2 páginas
    Contoh Soal AKL SAP 1
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Metod
    Metod
    Documento1 página
    Metod
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Rasio Perbankan
    Rasio Perbankan
    Documento13 páginas
    Rasio Perbankan
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • 3.10 Teknik Analisis Data
    3.10 Teknik Analisis Data
    Documento1 página
    3.10 Teknik Analisis Data
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Uu - No - 13 - 2016 Paten
    Uu - No - 13 - 2016 Paten
    Documento86 páginas
    Uu - No - 13 - 2016 Paten
    Anonymous VCN2Nj
    Ainda não há avaliações
  • Hki Paten
    Hki Paten
    Documento5 páginas
    Hki Paten
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Paten
    Paten
    Documento1 página
    Paten
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Scan Paten 2
    Scan Paten 2
    Documento2 páginas
    Scan Paten 2
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • 3.10.1 Instrumen Penelitian: Pengujian
    3.10.1 Instrumen Penelitian: Pengujian
    Documento1 página
    3.10.1 Instrumen Penelitian: Pengujian
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • CG 1 SC
    CG 1 SC
    Documento8 páginas
    CG 1 SC
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • OECD
    OECD
    Documento2 páginas
    OECD
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Siklus Pengeluaran
    Siklus Pengeluaran
    Documento3 páginas
    Siklus Pengeluaran
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • Ta 6
    Ta 6
    Documento3 páginas
    Ta 6
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações
  • GCG SC
    GCG SC
    Documento8 páginas
    GCG SC
    Wika Noya
    Ainda não há avaliações