Você está na página 1de 9

Analisis Berita: 3 Terdakwa Narkoba Dituntut Hukuman Mati di

Jakarta Barat Menggunakan Aliran Utilitarianisme


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Sosiologi Hukum

Dosen Pengampu :
Frandi Argadinata, M.H

Alisa Andriani (12103173074)


HTN IIIA

HUKUM TATA NEGARA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2018

1
3 Terdakwa Narkoba Dituntut Hukuman Mati di Jakarta Barat

Penulis : Rima Wahyuningrum


Editor : Egidius Patnistik
Artikel ini telah tayang di Kompas.com 13/03/2018, 20:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menuntut hukuman


mati terhadap tiga terdakwa dalam dua kasus narkoba yang berbeda. "Kenapa
tuntutan hukuman mati? Karena kejahatan mereka sangat membahayakan
keselamatan masyarakat dan generasi muda. Kami juga sudah koordinasi dengan
Kejati (Kejaksaan Tinggi) dan Kejaksaan Agung," kata Kepala Kejaksaan Negeri
Jakarta Barat Patris Yusrian Jaya, Selasa (13/3/2018) di kantornya.

Kasus pertama, terdakwa yang dituntut hukuman mati adalah Liu Youngxue (32),
warga negara China. Ia didakwa telah membawa 41,5 kilogram sabu dan
ditangkap pada 18 Juli 2018 di Taman Surya, Kalideres, Jakarta Barat.

"Pada waktu itu, terdakwa Liu Youngxue bersama Lee Xuzhang ditangkap. Lee
Xuzhang melakukan peralawanan sehingga ditembak mati petugas," kata Patris.
Liu Youngxue diproses pidana dengan Pasal 114 ayat 2 Jucto Pasal 132 ayat 2 UU
Nomor 35 Tahun 1939 tentang Narkotika.

"JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat telah menuntut
terdakwa dengan hukuman mati pada 7 Maret 2018," kata Patris.

2
Kasus kedua melibatkan dua terdakwa yang mengendalikan peredaran sabu-sabu
seberat 50 kilogram dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang,
Jakarta Timur. Kedua orang tersebut yaitu warga Hong Kong, Chan Chun Kwan
(47) alias Mike, dan warga Indonesia Andriyansyah (35) alias Perek.

Kedua orang itu melibatkan Santoso alias Aliong untuk menerima sabu-sabu dari
China yang dikirim melalui ekspedisi. Aliong telah ditembak mati aparat lantaran
melakukan perlawanan pada Januari 2017.

Polisi mengetahui dalang peredaran sabu-sabu itu ada di penjara setelah ada
pengungkapan transaksi yang dilakukan Abdul Aziz di kawasan Bandengan,
Jakarta Barat. Namun, Abdul masih dalam daftar pencarian orang hingga saat ini.

"Baru ketahuan otaknya di dalam penjara. Jadi pas ditangkap sempat diintrogasi
dan sampailah yang di LP. Dia hanya mengedar dan membeli," kata Patris. Pada
20 Febuari 2018 keduanya dituntut jaksa penuntut umum dari Kejari Jakarta Barat
dengan hukuman mati.

Patris menambahkan, kasus yang kedua berawal dari jaringan yang terbongkar
pada Agustus 2016 yang membawa 10 kg sabu-sabu dari China.

3
PEMBAHASAN

A. Analisis Berita :

Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang secara langsung maupun


tidak langsung menyerang hak untuk hidup dan hak atas kehidupan. Kejahatan
narkoba tergolong sebagai kejahatan luar biasa. Oleh karena itu terhadap
kejahatan luar biasa tentu saja cara mengatasinya juga harus dengan cara yang
luar biasa, salah satunya melalui hukuman mati.

Dalam kasus pertama, 2 orang warga negara asing didakwa telah


membawa 41,5 kg sabu, dan kasus kedua melibatkan dua terdakwa yang
mengendalikan peredaran sbu-sabu seberat 50 kg dari dalam Lapas. Pada 20
Februari 2018 keduanya dituntut jaksa penuntut umum dari Kejari Jakarta Barat
dengan hukuman mati.

Hukuman mati bagi para pengedar Narkotika masih menjadi perdebatan


yang menarik, karena selalu menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Penolakan terutama berasal dari kalangan masyarakat sipil, alasan mereka
berkaitan dengan hukuman mati sebagai hukuman yang bertentangan dengan hak
asasi manusia hingga belum terjaminnya peradilan yang adil.

Namun pemerintah seakan tutup telinga dan tetap memberlakukan


hukuman mati di Indonesia dengan alasan hukuman mati diterapkan adalah
sebagai pesan kepada semua sindikat narkoba agar jangan mengaggap remeh
ketegasan yang melekat pada sistem hukum di Indonesia dan karena kejahatan
mereka sangat membahayakan keselamatan masyarakat dan generasi muda.

Menurut pendekatan Utilitarianisme sebuah bentuk hukuman dibenarkan


apabila memberi manfaat bagi banyak orang. Jika kejahatan dapat dicegah
sehingga tercipta keamanan di masyarakat , hukuman tersebut boleh diberikan
pada pelaku kejahatan.

4
Hukuman mati kemudian dilihat sebagai bentuk hukuman yang efektif
dalam menakut-nakuti. Nilai dari hukuman mati tidak terletak pada “tindakan
membunuh secara legal atas perintah pengadilan”, tetapi pada manfaat yang
dihasilkan, yaitu mencegah kejahatan dan memberikan efek jera pada pelaku
kejahatan.

Hukuman mati haruslah dipahami sebagai upaya untuk menegakkan


keadilan. Di mana, keadilan harus ditegakkan berdasar atas hukum, tidak boleh
hanya didasarkan atas perspektif pelaku kejahatan, akan tetapi yang jauh lebih
penting juga melihat perspektif korban serta keluarga korban akibat kejahatan
narkoba.

Eksekusi mati diklaim sebagai tindakan tegas dan genderang perang


terhadap peredaran narkotika, dan merupakan bentuk tanggung jawab negara
dalam melindungi generasi mendatang.

B. Pengertian Aliran Utilitarianisme

Utilitarianisme berasal dari kata latin yaitu “Utilis”, yang berarti berguna,
bermanfaat, berfaedah atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut
sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme
adalah kebahagiaan yang sangat besar.1

Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan


sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan
(happiness). Bergantung kepaea apakah hukum itu memberikan kebahagiaan
kepada manusia tentang suatu kebaikan. Sehingga esensi hukum harus
bermanfaat, artinya hukum yang dapat membahagiakan sebagian terbesar
masyarakat (the greatest happiness for the greatest number of people).

Utilitarianisme merupakan faham etis yang berpendapat bahwa yang baik


adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat
atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu

1 H.M.Agus Santoso, Hukum, Moral, dan Keadilan, Sebuah Kajian Filsafat Hukum, cet.1
(Jakarta : Kencana, 2012), hal.58-59.

5
baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah dan
menguntungkan atau tidak.

C. Sejarah Pemikiran Aliran Utilitarianisme

Aliran Utilitarianisme timbul sebagai reaksi terhadap ciri metafisis dan abstrak
dari filsafat hukum pada abad ke-18. Dimulai dengan filsuf Jeremy Bentham
(1748 – 1832), lalu John Stuart Mill (1806 – 1873), hingga kemudian Rudolf Von
Jhering. Aliran ini telah dianut oleh banyak kalangan pada masanya, hanya
karena pemikiran-pemikiran Bentham terlihat dapat langsung dan mudah untuk
diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. 2Walaupun pada saat diutarakan
untuk pertama kalinya, aliran ini tergolong atau dianggap sebagai suatu pemikiran
yang radikal, oleh karena Utilitarianisme lebih mengedepankan hasil dan
mengesampingkan peraturan.
Tokoh utama dalam aliran ini adalah Jeremy Bentham yang mengetengahkan
pada satu prinsip dalam alirannya ke dalam lingkungan hukum , yaitu manusia
akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penderitaannya. 3Jeremy Bentham menolak pandangan hukum kodrat
yang begitu yakin pada nilai-nilai ‘subjektif’dibalik hukum yang harus dicapai
dan sangat menentang setiap teori yang mengajarkan tentang hak-hak asasi yang
tidak dapat diganggu gugat. Berawal dari pemikiran Jeremy Bentham mengenai
ultilitarianisme individual ini lah, lahir pemikiran John Stuart Mill pada tahun
1806 – 1873 yang sependapat dengan Jeremy Bentham. John Stuart Mill
mengetengahkan bahwa keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak
dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa
saja yang mendapatkan simpati dari kita. Penyesuaian kepentingan individu
terhadap kepentingan masyarakat dalam kenyataannya lebih merupakan
kewajiban daripada hak individu, itulah yang menjadi ciri khusus dari teori hukum
John Stuart Mill. Kemudian lahirlah pemikiran Rudolf van Jhering pada tahun

2 Soekanto, Soerjono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada,


1997, hal 56
3 H.M.Agus Santoso, Hukum, Moral, dan Keadilan, Sebuah Kajian Filsafat Hukum, cet.1
(Jakarta : Kencana, 2012), hal.59

6
1818-1889 mengenai social utilitarianism. Teorinya merupakan penggabungan
antara pikiran Bentham dan John Stuart Mill dengan positivisme hukum John
Austin. Pusat perhatian filsafat hukum Jhering adalah konsep tentang “tujuan”
hukum. Jhering menolak anggapan aliran sejarah.
Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukkan ke dalam Positivisme Hukum,
mengingat faham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan dari
hukum adalah menciptakan ketertiban masyarkat, disamping untuk memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak.

D. Tokoh –Tokoh Aliran Utilitarianisme


1. Jeremy Bentham (1748-1832)
Jeremy Bentham yang terkenal sebagai salah seorang tokoh Utilitarianisme
hukum, dilahirkan di London pada tahun 1748. Bentham hidup selama masa
perubahan sosial, politik dan ekonomi. Revolusi industri dengan perubahan sosial
dan ekonomi yang masif yang membuatnya bangkit, juga revolusi di Perancis dan
Amerika semua merefleksikan pikiran Bentham. Pemikiran hukum Bentham
banyak diilhami oleh karya David Hume (1711-1776) yang merupakan seorang
pemikir dengan kemampuan analisis luar biasa, yang meruntuhkan dasar teoritis
dari hukum alam, di mana inti ajaran Hume bahwa sesuatu yang berguna akan
memberikan kebahagiaan. Atas dasar pemikiran tersebut, kemudian Bentham
membangun sebuah teori hukum komprehensif di atas landasan yang sudah
diletakkan Hume tentang asas manfaat. Bentham merupakan tokoh radikal dan
pejuang yang gigih untuk hukum yang dikodifiasikan, dan untuk merombak
hukum yang baginya merupakan sesuatu yang kacau. Ia merupakan pencetus
sekaligus pemimpin aliran kemanfaatan. Menurutnya hakikat kebahagiaan adalah
kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Bentham menyebutkan
bahwa “The aim of law is The Greatest Happines for the greatest number”
2. John Stuar Mill (1806-1873)
Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah John Stuar Mill.
Sejalan dengan pemikiran Bentham, Mill memiliki pendapat bahwa suatu
perbuatan hendaknya bertujuan untuk mencapai sebanyak mungkin kebahagian.

7
Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja
yang mendapatkan simpati dari kita, sehingga hakikat keadilan mencakup semua
persyaratan moral yang hakiki bagi kesejahteraan umat manusia. [13] Mill setuju
dengan Bentham bahwa suatu tindakan hendaklah ditujukan kepada pencapaian
kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah apabila menghasilkan
sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Lebih lanjut, Mill
menyatakan bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya,
akan tetapi bahwa asal-usul kesadaran akan keadilan itu tidak diketemukan pada
kegunaan, melainkan pada dua hal yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri
dan perasaan simpati. Menurut Mill keadilan bersumber pada naluri manusia
untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri
maupun oleh siapa saja yang mendapat simpati dari kita. Perasaan keadilan akan
memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar
kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu sampai kepada orang lain
yang kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga hakikat keadilan mencakup
semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.
3. Rudolf von Jhering (1800-1889)
Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah Rudolf von Jhering
dikenal sebagai penggagas teori Sosial Utilitarianisme atau Interessen
Jurisprudence (kepentingan). Teorinya merupakan penggabungan antara teori
Bentham dan Stuar Mill dan positivisme hukum dari John Austin. Pusat perhatian
filsafat hukum Jhering adalah tentang tujuan, seperti dalam bukunya yang
menyatakan bahwa tujuan adalah pencipta dari seluruh hukum, tidak ada suatu
peraturan hukum yang tidak memiliki asal usul pada tujuan ini, yaitu pada motif
yang praktis. Lebih lanjut Jhering menyatakan bahwa tujuan hukum adalah
kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan evaluasi hukum dilakukan
berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum,
berdasarkan orientasi ini isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan
penciptaan kesejahteraan negara.

8
E. Langkah-langkah dalam menganalisa sebuah kasus menggunakan
Aliran Utilitarianisme
1. Mencari berita yang relevan dengan kasus yang berhubungan dengan aliran
Utilitarianisme dalam sosiologi hukum
2. Mengecek ulang atau mengkoreksi berita tersebut apakah dari sumber yang
terpercaya atau tidak, untuk menghindari berita palsu
3. Menentukan apa yang menjadi masalah utama di dalam berita tersebut
4. Menganalisis dengan menggunakan aliran utilitarianisme, dengan cara
menentukan kemanfaatan apa yang didapat di dalam sebuah kasus

Você também pode gostar