Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Dosen Pengampu :
Frandi Argadinata, M.H
1
3 Terdakwa Narkoba Dituntut Hukuman Mati di Jakarta Barat
Kasus pertama, terdakwa yang dituntut hukuman mati adalah Liu Youngxue (32),
warga negara China. Ia didakwa telah membawa 41,5 kilogram sabu dan
ditangkap pada 18 Juli 2018 di Taman Surya, Kalideres, Jakarta Barat.
"Pada waktu itu, terdakwa Liu Youngxue bersama Lee Xuzhang ditangkap. Lee
Xuzhang melakukan peralawanan sehingga ditembak mati petugas," kata Patris.
Liu Youngxue diproses pidana dengan Pasal 114 ayat 2 Jucto Pasal 132 ayat 2 UU
Nomor 35 Tahun 1939 tentang Narkotika.
"JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat telah menuntut
terdakwa dengan hukuman mati pada 7 Maret 2018," kata Patris.
2
Kasus kedua melibatkan dua terdakwa yang mengendalikan peredaran sabu-sabu
seberat 50 kilogram dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang,
Jakarta Timur. Kedua orang tersebut yaitu warga Hong Kong, Chan Chun Kwan
(47) alias Mike, dan warga Indonesia Andriyansyah (35) alias Perek.
Kedua orang itu melibatkan Santoso alias Aliong untuk menerima sabu-sabu dari
China yang dikirim melalui ekspedisi. Aliong telah ditembak mati aparat lantaran
melakukan perlawanan pada Januari 2017.
Polisi mengetahui dalang peredaran sabu-sabu itu ada di penjara setelah ada
pengungkapan transaksi yang dilakukan Abdul Aziz di kawasan Bandengan,
Jakarta Barat. Namun, Abdul masih dalam daftar pencarian orang hingga saat ini.
"Baru ketahuan otaknya di dalam penjara. Jadi pas ditangkap sempat diintrogasi
dan sampailah yang di LP. Dia hanya mengedar dan membeli," kata Patris. Pada
20 Febuari 2018 keduanya dituntut jaksa penuntut umum dari Kejari Jakarta Barat
dengan hukuman mati.
Patris menambahkan, kasus yang kedua berawal dari jaringan yang terbongkar
pada Agustus 2016 yang membawa 10 kg sabu-sabu dari China.
3
PEMBAHASAN
A. Analisis Berita :
4
Hukuman mati kemudian dilihat sebagai bentuk hukuman yang efektif
dalam menakut-nakuti. Nilai dari hukuman mati tidak terletak pada “tindakan
membunuh secara legal atas perintah pengadilan”, tetapi pada manfaat yang
dihasilkan, yaitu mencegah kejahatan dan memberikan efek jera pada pelaku
kejahatan.
Utilitarianisme berasal dari kata latin yaitu “Utilis”, yang berarti berguna,
bermanfaat, berfaedah atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut
sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme
adalah kebahagiaan yang sangat besar.1
1 H.M.Agus Santoso, Hukum, Moral, dan Keadilan, Sebuah Kajian Filsafat Hukum, cet.1
(Jakarta : Kencana, 2012), hal.58-59.
5
baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah dan
menguntungkan atau tidak.
Aliran Utilitarianisme timbul sebagai reaksi terhadap ciri metafisis dan abstrak
dari filsafat hukum pada abad ke-18. Dimulai dengan filsuf Jeremy Bentham
(1748 – 1832), lalu John Stuart Mill (1806 – 1873), hingga kemudian Rudolf Von
Jhering. Aliran ini telah dianut oleh banyak kalangan pada masanya, hanya
karena pemikiran-pemikiran Bentham terlihat dapat langsung dan mudah untuk
diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. 2Walaupun pada saat diutarakan
untuk pertama kalinya, aliran ini tergolong atau dianggap sebagai suatu pemikiran
yang radikal, oleh karena Utilitarianisme lebih mengedepankan hasil dan
mengesampingkan peraturan.
Tokoh utama dalam aliran ini adalah Jeremy Bentham yang mengetengahkan
pada satu prinsip dalam alirannya ke dalam lingkungan hukum , yaitu manusia
akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penderitaannya. 3Jeremy Bentham menolak pandangan hukum kodrat
yang begitu yakin pada nilai-nilai ‘subjektif’dibalik hukum yang harus dicapai
dan sangat menentang setiap teori yang mengajarkan tentang hak-hak asasi yang
tidak dapat diganggu gugat. Berawal dari pemikiran Jeremy Bentham mengenai
ultilitarianisme individual ini lah, lahir pemikiran John Stuart Mill pada tahun
1806 – 1873 yang sependapat dengan Jeremy Bentham. John Stuart Mill
mengetengahkan bahwa keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak
dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa
saja yang mendapatkan simpati dari kita. Penyesuaian kepentingan individu
terhadap kepentingan masyarakat dalam kenyataannya lebih merupakan
kewajiban daripada hak individu, itulah yang menjadi ciri khusus dari teori hukum
John Stuart Mill. Kemudian lahirlah pemikiran Rudolf van Jhering pada tahun
6
1818-1889 mengenai social utilitarianism. Teorinya merupakan penggabungan
antara pikiran Bentham dan John Stuart Mill dengan positivisme hukum John
Austin. Pusat perhatian filsafat hukum Jhering adalah konsep tentang “tujuan”
hukum. Jhering menolak anggapan aliran sejarah.
Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukkan ke dalam Positivisme Hukum,
mengingat faham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan dari
hukum adalah menciptakan ketertiban masyarkat, disamping untuk memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak.
7
Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja
yang mendapatkan simpati dari kita, sehingga hakikat keadilan mencakup semua
persyaratan moral yang hakiki bagi kesejahteraan umat manusia. [13] Mill setuju
dengan Bentham bahwa suatu tindakan hendaklah ditujukan kepada pencapaian
kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah apabila menghasilkan
sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Lebih lanjut, Mill
menyatakan bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya,
akan tetapi bahwa asal-usul kesadaran akan keadilan itu tidak diketemukan pada
kegunaan, melainkan pada dua hal yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri
dan perasaan simpati. Menurut Mill keadilan bersumber pada naluri manusia
untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri
maupun oleh siapa saja yang mendapat simpati dari kita. Perasaan keadilan akan
memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar
kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu sampai kepada orang lain
yang kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga hakikat keadilan mencakup
semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.
3. Rudolf von Jhering (1800-1889)
Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah Rudolf von Jhering
dikenal sebagai penggagas teori Sosial Utilitarianisme atau Interessen
Jurisprudence (kepentingan). Teorinya merupakan penggabungan antara teori
Bentham dan Stuar Mill dan positivisme hukum dari John Austin. Pusat perhatian
filsafat hukum Jhering adalah tentang tujuan, seperti dalam bukunya yang
menyatakan bahwa tujuan adalah pencipta dari seluruh hukum, tidak ada suatu
peraturan hukum yang tidak memiliki asal usul pada tujuan ini, yaitu pada motif
yang praktis. Lebih lanjut Jhering menyatakan bahwa tujuan hukum adalah
kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan evaluasi hukum dilakukan
berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum,
berdasarkan orientasi ini isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan
penciptaan kesejahteraan negara.
8
E. Langkah-langkah dalam menganalisa sebuah kasus menggunakan
Aliran Utilitarianisme
1. Mencari berita yang relevan dengan kasus yang berhubungan dengan aliran
Utilitarianisme dalam sosiologi hukum
2. Mengecek ulang atau mengkoreksi berita tersebut apakah dari sumber yang
terpercaya atau tidak, untuk menghindari berita palsu
3. Menentukan apa yang menjadi masalah utama di dalam berita tersebut
4. Menganalisis dengan menggunakan aliran utilitarianisme, dengan cara
menentukan kemanfaatan apa yang didapat di dalam sebuah kasus