Você está na página 1de 5

Antara Dua Sungai

untuk Pai Yu-hua

I
Senja itu aku berdiri di tebing-beton Sungai Mutiara
Berapa lama sudah air ini bulak-balik ke laut?
Dia membawa duka dan suka dari muara,
derita berganti diusung dan dihanyutkan.
Kanton lahir dan tegak menjadi tua
bercermin air mengalir, pasang dan surut;
dia mengenal wajah sendiri dalam membisu
dia memikul beban tiada mengeluh.
Sudah berapa lama mesin-mesin menderu di sini?
Tanyakanlah pada air yang tak pernah membeda-bedakan,
lawan dan kawan didukungnya datang, didukungnya pergi.
Tanyakanlah pada Kanton yang membisu dan menahankan
pukulan dan hantaman sejarah yang membesarkannya.
Air sungai ini sejak dulu bercampur darah dan peluh
rakyat yang banting-tulang melanjutkan hidup diperas.
Pahlawan-pahlawan Pemberontakan Kanton sekali membalas
dan berdirilah komune selama tiga hari penuh.

Mungkin mayat-mayat pejuang pernah mengapar di sini


berkisar antara muara dan Kanton
menatap langit rendah musim rontok yang larut.
Di sini dimulai revolusi didukung dua kaki, kanan dan kiri
jatuh-bangun selama 38 tahun, akhirnya menang, tunggal dan merah.

Ketika malam mati di langit tak ada bintang


gumpalan-gumpalan awan bergerak berat menyimpan hujan
Sungai Mutiara seperti naga tidur membuntang
di sana-sini caya lampu membias di riak-air, membayang
seolah-olah sisik mengilatkan warna.
Kanton kelihatan bertambah tinggi tegak menegang
mendungak menupang langit yang akan runtuh.
Kapal-motor membawa barang kemalaman dari muara
mendengus kesaratan, sesekali menyentak menjerit panjang;
suara peluit itu terempas pada keterjalan kelam
menjadi serak dan pecah seperti lenguh sapi kelelahan.

Di saat-saat begini orang hanya berteman diri sendiri.


Ada yang rindu lalu menangis melegakan hati
ada yang memendam cinta, mengigau lena bermimpi
yang berdosa menyesali hari-hari lalu, harap pengampunan datang
yang dirundung duka merintihi luka dalam kesepian.
Di saat-saat begini aku merangkul dunia ke dalam pelukanku
terasa seluruh keharuan melebur dan kunikmati
dalam kegairahanku menyambut hari baru.
Tiada kesendirian pada kematian malam
karena genderang fajar menyingsing kudengar bertalu.
Dan Si Mungil diperkenalkan padaku sebagai teman
dalam perjalanan antara dua sungai, Mutiara dan Yalu.
Ah, alangkah lapang terasa dada, ketika Si Mungil menyapa
mengulurkan tangan sambil tertawa, “Selamat datang di negeri kami!”
Kenyamanan bukanlah bikinan, dia memancur dari hati
yang diantar ucapan Si Mungil, “Anggaplah negeri ini negeri sendiri.”
“Mungil,” kataku, “aku ini pengembara sejak mudaku;
hatiku melintasi samudra dan berada di semua benua
pikiranku menerawang menggarisi angkasa ke semua penjuru.
Negeri ini negeri tua yang puas dilanda derita setiap zaman,
tapi terlihat dan terasa sesuatu yang baru sedang mengembang
menebar di bumi dan langit yang mempesona setiap orang
untuk berdiri atas dua kaki dan mempergunakan tangan
siang-malam mengolah tanah, memperbarui yang lama
serta menegakkan kokoh yang baru-baru, berlomba-lomba
dengan kepulan asap pabrik menjulang tinggi.
Katakan padaku, apa sedang bersemi di negeri ini?”
“Negeri ini negeri kerja,” kata Si Mungil, “dan musim semi abadi
meliputi hati kami. Rakyat yang tegak melemparkan duka-duka lama.
Dari perut bumi kami gali kehidupan dan kami tegakkan bersama-sama
menjadi kenyataan yang memberi bahagia dan suka.
Dan bunga baja memerahi seluruh negeri.”

II
Di daerah antara dua sungai ini tiada persoalan pemilikan
tanah; orang sudah menguasai tanah dengan dua tangan.
Mereka suburkan tanah tandus dan keringkan rawa-rawa
mereka ratakan gunung dan timbuni laut, dan begitu saja
mereka alihkan arus dan pindahkan lembah-lembah.
Aku melihat tanah ditundukkan dan dipaksa menghasilkan
menurut ketentuan yang diperlukan dan menurut jatah-jatah.

Tanah seolah-olah gembira menyerahkan isinya yang terpendam


ratusan, ribuan tahun: bijih-bijih besi dan berbagai logam,
batu-bara dan segala macam yang sekalipun Jules Verne
tak pernah mengangankan. Pabrik-pabrik dan tanur-tanur berdiri
mulai dari bengkel-bengkel dan dapur-dapur kampungan
sampai kepada pabrik-pabrik dan tanur-tanur raksasa di Ansan,
di Wuhan, dan menebar di seluruh negeri
sebab di daerah antara dua sungai ini kerja tak pernah henti.
Ai, alangkah mempesonanya kerja ini:
kerja yang pertama-tama menciptakan dua belah tangan
kemudian dua belah kaki, dan terciptalah manusia baru,
manusia yang berjalan atas dua kaki dan bekerja dengan dua tangan
manusia yang menguasai tanah dan menundukkan tanah itu
menurut rencananya: lima tahun pertama, lima tahun kedua,
maju melompat menunggang kuda bersayap, dan menang.

Aku melihat petugas-petugas pilihan rakyat bekerja berlomba-lomba


dengan pemilih-pemilihnya; dipilih berarti dipercayai
dan di sini kepercayaan lebih berharga dari mas-intan
karena kepercayaan berarti kesempatan dengan kecakapan mengabdi negeri.

Bayangkan seorang pekerja terbaik di antara 600 juta manusia


yang jadikan kerja kebutuhan hidup, serupa minum dan makan;
dia pasti seorang Titan, yang pernah menaklukkan Yangce-kiang
mengalahkan banjir dan musim kering, yang menciptakan cantata-cantata,
yang melakukan long march, melewati seribu gunung dan seribu sungai.
Dan Titan-titan ada di semua bidang kerja, mulai bidang pemusnahan hama
lewat pengumpulan besi-tua sampai ke pembikinan baja,
dari pemberantasan buta-huruf sampai penciptaan balada Sungai Mutiara.
Daerah antara dua sungai ini adalah daerah Titan-titan, sambil bernyanyi
membangun titi dan bendungan, menegakkan gedung-gedung belasan tingkat
beradu-tahan menghadapi dapur-dapur pengecoran dan api menjilat-jilat
berkompetisi menghasilkan baja, juga berlomba membunuh lalat.
Aku berjumpa dengan mereka, bersalaman dan bersenda-gurau
tawanya lebar, kelakarnya sehat. Mereka anak-anak rakyat
dibesarkan derita dan juang: dengan ideologi mereka tegak dan maju
akhirnya menang. Nyanyi bergema sepanjang hari, musim semi di semua hati
kemakmuran datang ke desa, kemakmuran datang ke desa.

III
Aku datang ke daerah antara dua sungai ini dengan hati terbuka
aku disambut dengan uluran tangan, dengan bunga, dengan rasa persahabatan
yang terasa nyaman segar seperti simburan ombak mendampar ke pantai.
Aku berjumpa dengan seorang Komunar Kanton, dengan dia aku bicara
aku berjumpa dengan peserta long march, padaku dia bercerita
aku berjumpa dengan penyanyi-penyanyi, dengan penari-penari, dengan
sastrawan-sastrawan
kami cerita-menceritai tentang masa silam yang sudah dikalahkan
dan beradu dalil tentang pemilihan jalan menuju masa depan gemilang.
Di daerah ini jalan sudah dipilih, kuda bersayap sudah mendompak.

Aku bicara dengan seorang buruh tua di Peking


dengan seorang Haji bangsa Hui di Tiencing
dengan direktur pabrik mesin-berat di Senyang
dengan penempa baja di Ansan
dengan penjaga pameran industri di Nanning
dengan pedayung sampan di Sungai Li di Kuiling
dengan penyanyi opera klasik di Kanton
dengan supir-supir taksi, dengan buruh kereta api
dengan petani-petani di Komune Rakyat
dengan penjual buah-buahan di tepi jalan
dengan dokter-dokter, dengan gubernur-gubernur dan walikota-walikota
dengan pemain-pemain sulap dan akrobat-akrobat
ya, aku bicara dengan siapa saja, seperti aku sedang kecarian.
Ai, aku memang mencari: aku mencari petani yang bernyanyi
“Begitu banyak bintang di langit, lebah banyak hutangku pada kaisar”
Aku mencari pengembara seperti digambarkan Li Yu Tang, yang
menikmati kehidupan dengan bermalas-malas, tanpa kerja ialah kebahagiaan.
Aku mencari sisa-sisa sesuatu yang masih ada di pikiranku sendiri.
Dari yang lama hanya ada peristiwa-peristiwa, batu-batu istana yang mati
pengobatan dengan jarum, opera klasik dan tradisi-tradisi
tapi ini semua pun sudah berkembang
yang tiada daya berkembang, yang beku akhirnya musnah sendiri.
Burung Feng Huang lama sudah membakar dirinya menjadi abu
dan dari abu ini lahir Feng Huang baru
yang sudah menjalani pesucian, yang kini bernyanyi:
“Kita kuat, kita bebas
kita tanpa takut, kita abadi!”*

IV
Aku meninggalkan Kanton
dan akhirnya Sumcun, stasiun perbatasan.
Di hatiku Feng Huang bernyanyi:
Aku api
Kau api
Api adalah api
Mari menjulang tinggi
Mari bernyanyi suka, mari bernyanyi!
Negeri Cina
Agustus-Oktober 1959

* Dari kumpulan sajak Kuo Mo-yo “The Goddesses”


(dari: Lintasan Ingatan)

Malam
aku melawan malam, memusuhi kelam
yang menyembunyikan wajah-wajah jelek
yang menyuburkan kebejatan
yang mengaburkan kemunafikan.
aku membenci malam
bila anjing-anjing melolongi langit
selagi bintang-bintang gemerlapan.

malam dan kegelapan


sama dengan kepalsuan.
penyulapan putih menjadi hitam
penyajian mesum sebagai suci
pengkhianatan sebagai bakti
yang palsu sebagai yang sejati.

tapi aku pun dilahirkan malam


ketika kelam menyelimuti kekasih berpelukan
dan kerinduan mendengus kepuasan.
malam seperti ini menjadi teman
ketika pikiran menyusuri jalan-hidup
yang ditempuh – larut dalam kenangan.
bila kemilau bintang-bintang menjadi redup
kumbang bercumbu berhenti berdengung
nyamuk-nyamuk kekenyangan menggelimpang tiada daya
aku lena tertelungkup –
air-liurku membasahi lembaran-lembaran kafka
dan embun subuh membasahi kawat-duri.

[Dari kumpulan: Surat-surat Desember, (1965)]

HR BANDAHARO

Você também pode gostar

  • Gerai Musim
    Gerai Musim
    Documento4 páginas
    Gerai Musim
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Pada Matamu Yang Bening
    Pada Matamu Yang Bening
    Documento4 páginas
    Pada Matamu Yang Bening
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Aku Bicara Perihal Cinta
    Aku Bicara Perihal Cinta
    Documento2 páginas
    Aku Bicara Perihal Cinta
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Nafas Hujan
    Nafas Hujan
    Documento5 páginas
    Nafas Hujan
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Riwayat Matahari
    Riwayat Matahari
    Documento5 páginas
    Riwayat Matahari
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Gadis Hijau
    Gadis Hijau
    Documento4 páginas
    Gadis Hijau
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Percakapan Sunyi
    Percakapan Sunyi
    Documento4 páginas
    Percakapan Sunyi
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Fatamorganisma
    Fatamorganisma
    Documento4 páginas
    Fatamorganisma
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Kemarau Diam
    Kemarau Diam
    Documento4 páginas
    Kemarau Diam
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Menari Dalam Bayangan
    Menari Dalam Bayangan
    Documento4 páginas
    Menari Dalam Bayangan
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Menghidupi Bangkai-Bangkai
    Menghidupi Bangkai-Bangkai
    Documento4 páginas
    Menghidupi Bangkai-Bangkai
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Malam Yang Hangus
    Malam Yang Hangus
    Documento4 páginas
    Malam Yang Hangus
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Riwayat Reruntuhan Daun-Daun
    Riwayat Reruntuhan Daun-Daun
    Documento4 páginas
    Riwayat Reruntuhan Daun-Daun
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Mata Betina
    Mata Betina
    Documento4 páginas
    Mata Betina
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Puisi
    Puisi
    Documento1 página
    Puisi
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Fatamorganisma
    Fatamorganisma
    Documento4 páginas
    Fatamorganisma
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Bunyi Sunyi
    Bunyi Sunyi
    Documento4 páginas
    Bunyi Sunyi
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Kawin Kakawin
    Kawin Kakawin
    Documento5 páginas
    Kawin Kakawin
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Di Hamburg Sepi Menghambur
    Di Hamburg Sepi Menghambur
    Documento4 páginas
    Di Hamburg Sepi Menghambur
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Cinta Pertama Sitok
    Cinta Pertama Sitok
    Documento3 páginas
    Cinta Pertama Sitok
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Kau Angin
    Kau Angin
    Documento4 páginas
    Kau Angin
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Cinta Pertama Sitok
    Cinta Pertama Sitok
    Documento3 páginas
    Cinta Pertama Sitok
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Senyum Hatiku
    Senyum Hatiku
    Documento1 página
    Senyum Hatiku
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Pacar Senja
    Pacar Senja
    Documento1 página
    Pacar Senja
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Cinta Pertama Sitok
    Cinta Pertama Sitok
    Documento3 páginas
    Cinta Pertama Sitok
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Puisi Korrie Layun Rampan
    Puisi Korrie Layun Rampan
    Documento1 página
    Puisi Korrie Layun Rampan
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Malam
    Malam
    Documento1 página
    Malam
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • API Yang Nyala
    API Yang Nyala
    Documento1 página
    API Yang Nyala
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Terkadang Di Kala
    Terkadang Di Kala
    Documento2 páginas
    Terkadang Di Kala
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações
  • Terkadang Di Kala
    Terkadang Di Kala
    Documento2 páginas
    Terkadang Di Kala
    Budi Setiyono
    Ainda não há avaliações