Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Search:
I. DEFINISI
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan tersebut
disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari tiga minggu
(Samer Qarah, 2007).
Bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam setahun
selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3
bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak
terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada
penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru)
dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Macam-macam Bronchitis
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut.
Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2
hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa masalah
yang lain.
Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam jangka
waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti menderita batuk
yang dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga tahunan.
II. ETIOLOGI
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh,
yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan sehingga infeksi
bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkhus
sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga drainase
lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
III. PATOFISIOLOGI
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari
serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis
bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang
lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi
(terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons
inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme.
Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan
alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami
hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan
produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence,
yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan
bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih
mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat.
infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali
ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding
bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula
hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran
napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama
selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan
acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga
pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi
eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV
dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia
akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar x dadaDapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan
area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi. Tes fungsi paruUntuk menentukan
penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi. TLC :
Meningkat.
Volume residu : Meningkat. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat. GDA : PaO2
dan PaCO2 menurun, pH Normal. BronchogramMenunjukkan di latasi silinder bronchus saat
inspirasi, pembesaran duktus mukosa. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya
infeksi, mengidentifikasi patogen. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P
pada lead II, III, AVF
VI. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang
biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada
mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus.
Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) , cabang
arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan
tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi
darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan
jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan
limpa serta proteinurea.
X. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN CRITERIA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk Respiratory status : Airway Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau obstruksi patency suctioning
dari saluran pernafasan untuk Aspiration Control Auskultasi suara nafas sebelum dan
mempertahankan kebersihan jalan sesudah suctioning.
nafas. Kriteria Hasil : Informasikan pada klien dan keluarga
Mendemonstrasikan batuk tentang suctioning
Batasan Karakteristik : efektif dan suara nafas yang Minta klien nafas dalam sebelum
- Dispneu, Penurunan suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan suction dilakukan.
- Orthopneu dyspneu (mampu Berikan O2 dengan menggunakan
- Cyanosis mengeluarkan sputum, mampu nasal untuk memfasilitasi suksion
- Kelainan suara nafas (rales, bernafas dengan mudah, tidak nasotrakeal
wheezing) ada pursed lips) Gunakan alat yang steril sitiap
- Kesulitan berbicara Menunjukkan jalan nafas yang melakukan tindakan
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada paten (klien tidak merasa Anjurkan pasien untuk istirahat dan
- Mata melebar tercekik, irama nafas, napas dalam setelah kateter
- Produksi sputum frekuensi pernafasan dalam dikeluarkan dari nasotrakeal
- Gelisah rentang normal, tidak ada Monitor status oksigen pasien
- Perubahan frekuensi dan irama suara nafas abnormal) Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas Mampu mengidentifikasikan melakukan suksion
dan mencegah factor yang Hentikan suksion dan berikan oksigen
Faktor-faktor yang berhubungan: dapat menghambat jalan nafas apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
- Lingkungan : merokok, menghirup dll.
asap rokok, perokok pasif-POK,
infeksi
- Fisiologis : disfungsi Airway Management
neuromuskular, hiperplasia dinding Buka jalan nafas, guanakan teknik
bronkus, alergi jalan nafas, asma. chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan Posisikan pasien untuk
nafas, sekresi tertahan, banyaknya memaksimalkan ventilasi
mukus, adanya jalan nafas buatan, Identifikasi pasien perlunya
sekresi bronkus, adanya eksudat di pemasangan alat jalan nafas buatan
alveolus, adanya benda asing di jalan Pasang mayo bila perlu
nafas. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa;
Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica Ester, Edisi
3. EGC: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi,
Edisi 5. EGC. Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. 1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Penerbit FKUI: Jakarta.
http://botol-infus.blogspot.com/2010/07/askep-bronkitis.html
http://medicastore.com/penyakit/14/Bronkitis.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bronkitis