Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstrak
Babakan Siliwangi merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang termasuk cukup besar di kota Bandung,
khususnya kawasan Bandung Utara. Seperti kebanyakan kasus-kasus yang terjadi pada ruang terbuka hijau
kota-kota di Indonesia, Babakan Siliwangi juga mulai terancam eksistensinya setelah adanya rencana untuk
merubah peruntukan menjadi hunian (apartemen). Hal tersebut memicu terjadinya konflik antara pihak
pengembang, pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat.
Pada kasus Babakan Siliwangi terdapat banyak sudut pandang yang beragam. Masing-masing berdasarkan
pada nilai-nilai dan kepentingan yang berbeda terhadap hasilnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk menangani konflik ini, baik melalui pendekatan pada instasi pemerintah terkait,
maupun dengan pembelajaran pada masyarakat.
Unsur keterlibatan masyarakat dalam perencanaan kota merupakan sesuatu yang hal yang sudah harus
diakomodasi baik oleh pemerintah maupun perencana kota. Konflik merupakan suatu bentuk pembelajaran,
namun konflik harus dapat terselesaikan agar dihasilkan konsensus yang baik. Pada kasus ini, upaya
pembelajaran yang dilakukan dilakukan dengan pendekatan interverensi desain, bujukan, mediasi, kerjasama,
maupun advokasi.
Pengantar
Bentuk morfologi sebuah kota cenderung hanya pada kualitas fisik yang berkembang
pada lingkungan urban dan teridentifikasi dalam bentukan jalan, ruang terbuka, bangunan
umum, bangunan privat, dan lain-lain. Pembentukan kualitas fisik itu ditunjang oleh faktor
ekonomi dalam pengimplementasiannya. Unsur sosial sering kali terlupakan dalam
pengembangan kota. Padahal pada dasarnya perkembangan kota selalu mengaitkan proses
sosial dengan perluasan ruang yang membentuk ekologi urban. Dalam proses pembentukan
ekologi urban inilah peran serta seluruh masyarakat kota penting, namun pembentukan pola
fisik, sosial hingga sampai terbentuknya ciri karakteristik sebuah kawasan di kota
memerlukan waktu.
Bandung merupakan kota yang dirancangan sebagai sebuah kota taman (garden
city). Sebagai sebuah kota taman, Bandung memiliki beberapa taman kota yang hingga kini
masih dapat dikatakan dalam kondisi yang cukup baik. Kawasan Babakan Siliwangi
merupakan daerah salah satu ruang terbuka hijau yang ada di kota ini. Namun ruang
terbuka ini bukan berbentuk taman kota yang tertata dan memiliki nilai estetis. Dengan
posisi yang berada pada cekungan menghadap kearah sungai Cikapundung, Kawasan
Babakan Siliwangi lebih cenderung berbentuk ‘hutan kota kecil’ yang dibiarkan tumbuh
secara alami.
Sejarah Kawasan Babakan Siliwangi sendiri dimulai sebagai bagian dari Kawasan
Lebak Siliwangi. Sejak zaman Belanda, kawasan ini merupakan green belt kota Bandung
berupa area persawahan. Semasa pemerintahan Jepang, sempat direncanakan sebagai
tempat pembangunan museum. Namun proyek ini tidak terealisasi. Dapat dilihat bahwa
kawasan ini memang sejak dahulu sudah menarik banyak pengembang karena lokasinya
yang cukup strategis. (Kunto, 1986)
Hingga tahun 1970-an, Kawasan Lebak Siliwangi masih merupakan area
persawahan dengan beberapa rumah-rumah yang terpencar-pencar. Rumah-rumah ini telah
ada pada kawasan ini sejak awal abad ke-20. Namun sejalan dengan perkembangan kota
Bandung, secara perlahan, sebagian dari kawasan ini mulai dijadikan area pemukiman oleh
masyarakat. Sedangkan sebagian lagi tetap sebagai areal persawahan dan kolam
pemancingan. Sebagian besar kepemilikan lahan masih milik pemerintah daerah Bandung,
hanya beberapa lahan saja yang merupakan kepemilikan pribadi dan kemungkinan adalah
penduduk asli (Siregar, 1990).
Sekitar tahun 1980-an, mulai dibangun restoran Babakan Siliwangi oleh pemerintah
kota Bandung dan Sanggar Olah Seni dan Sanggar Mitra Seni oleh Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat. Kedua fungsi ini diharapkan dapat menghidupkan
kawasan Babakan Siliwangi sebagai salah satu tempat kunjungan wisata budaya di
Bandung.
Gambar 02. Sanggar Mitra Wisata di Gambar 03. Sanggar Olah Seni (SOS) di
Kawasan Babakan Siliwangi Kawasan Babakan Siliwangi
Selain itu, di kawasan ini juga memiliki acara kesenian yang cukup unik, yaitu seni
ketangkasan domba yang telah berlangsung sejak tahun 1960-an hingga kini. Kegiatan ini
dilakukan oleh Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) dan
dilaksanakan setiap bulan pada minggu pertama. Kegiatan ini dilaksanakan pada sebuah
lapangan khusus yang disediakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat.
Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Prof. Otto Sumarwoto, kawasan Lebak
Siliwangi ini juga merupakan lahan percobaan bagi pertanian. Tercatat pada kawasan ini
ditanam tanaman padi (Mina Padi) yang dahulu merupakan salah padi jenis unggul di
Indonesia. Apabila dilihat dari sejarahnya, kawasan ini sebenarnya cukup memiliki nilai
budaya dan ilmiah yang cukup penting di kota Bandung.
Gambar 04. Suasana Kawasan Babakan Gambar 05. Suasana tempat adu domba di
Siliwangi kawasan Babakan Siliwangi
Kronologi Konflik
Perkembangan Kota Bandung sebagai kota jasa terutama setelah masa otonomi
daerah menuntut peningkatan PAD. Hal ini mempengaruhi pada kebijakan pengembangan
kota, apalagi kota Bandung cenderung mengalami perkembangan yang sangat pesat baik
sebagai daerah tujuan wisatawan dari Jakarta maupun sebagai kota pelajar. Peningkatan
jumlah pendatang dan penduduk ke kota Bandung dianggap sebagai salah satu potensi
untuk mengembangkan fungsi hunian dan komersial. Namun lahan yang terbatas pada
pusat kota merupakan hambatan dalam upaya pengembangan fungsi-fungsi tersebut.
Kawasan Babakan Siliwangi merupakan sebuah ruang terbuka yang berada dipusat
kota. Dengan luas area 3,84ha, kawasan ini memiliki lokasi yang cukup strategis karena
dekat dengan perguruan tinggi dan pusat aktivitas kota Bandung. Sebagai sebuah ruang
terbuka hijau di kota Bandung, Babakan Siliwangi dianggap beban bagi Pemerintah Kota
karena tidak menghasilkan income bagi PAD kota Bandung. Fungsi-fungsi yang ada di
kawasan ini seperti restoran dan sanggar seni dinilai tidak menghasilkan keuntungan. Oleh
karena itu, usulan rencana pembangunan apartemen pada kawasan ini dinilai sebagai hal
positif dalam upaya memberi masukan (income) yang besar bagi PAD kota.
Awal dari rencana pembangunan apartemen ini adalah pada bulan Juni tahun 2001,
seseorang menelfon konsultan atas perintah Walikota Bandung untuk menanyakan
boleh/tidaknya pembangunan apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi. Karena dengan
adanya rencana pembangunan Apartemen, berarti akan mengubah peruntukan lahan
kawasan ini. Konsultan kemudian menghubungi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk
menanyakan peruntukan lahan kawasan tersebut. Peruntukan lahan kawasan Babakan
Siliwangi adalah ruang terbuka hijau. Namun menurut Pemda, kawasan itu adalah beban
karena tidak dapat memberikan income untuk kota. Konsultan menanyakan izin
pembangunan di kawasan dengan peruntukan ruang terbuka hijau. Menurut Pemda,
kawasan itu sudah tidak mungkin masuk pada peruntukan ruang terbuka hijau (RTH) karena
sudah ada bangunan-bangunan termasuk milik ITB, sehingga kemudian Pemda
memutuskan bahwa lahan itu boleh dibangun dengan KDB sebesar 20%.
Berdasarkan tanggapan dari Pemda Bandung tersebut, pihak konsultan melakukan studi
kelayakan tanpa menebang pohon-pohon yang ada.
Usulan desain dari pihak investor adalah apartemen sebanyak 4 buah yang masing-masing
terdiri dari 15 lantai, KDB 23,44%, dan KLB 1,73.
Dari hasil studi yang dilakukan konsultan, ternyata menunjukkan bahwa pembangunan
apartemen sesuai dengan usulan investor tidak memungkinkan pada kawasan ini. Desain
optimal yang ditawarkan oleh konsultan adalah hotel sebanyak 4 buah yang masing-masing
terdiri dari 5 lantai, KDB 14,71%, dan KLB 0,39. Usulan yang ditawarkan oleh konsultan
pada investor dinilai tidak dapat memberikan keuntungan ekonomi, sehingga investor
mundur.
Kasus ini muncul ketika DPRD Pansus 2 membahas lembar rencana no 17 tahun
2002 pada awal bulan Oktober. Saat itu BAPPEDA tidak mempunyai konsep
pengembangan kawasan Babakan Siliwangi, oleh karena itu BAPPEDA mengajukan usulan
rencana dari investor tentang pembangunan apartemen di kawasan Babakan Siliwangi.
Rencana ini kemudian di presentasikan oleh investor kepada DPRD pada tanggal 12
November 2002. Sehari setelah presentasi ini, berita menyebar ke masyarakat melalui
media cetak.
yang dapat mengganggu sistem air tanah. Selain itu, limbah baik dalam bentuk cair maupun
padat juga memberikan dampak negatif pada lingkungan sekitar.
Masih banyak persoalan lain yang muncul sebagai dapak dari pembangunan
apartemen bila ditinjau dari aspek pengembangan wilayah kota Bandung. Untuk mengatasi
hal tersebut, maka dilakukan upaya untuk menjembatani konflik sehingga dapat dicapai
konsensus yang baik.
Selaku instansi yang juga terkait dengan persoalan Babakan Siliwangi, pihak rektorat
ITB juga menanggapi kasus ini dengan membentuk sebuah tim pengkajian ilmiah. Selain itu,
civitas akademika yang terdiri dari dosen, mahasiswa dan alumni juga mulai melakukan aksi
untuk menanggapi kasus ini. Sosialisasi pada pihak akademik dimulai pada tanggal 18
Feburari 2003 di Jurusan Teknik Arsitektur ITB. Acara ini terbuka untuk umum dan
merupakan wadah untuk melihat berbagai sudut pandang masyarakat terkait permasalahan
rencana pembangunan di Kawasan Babakan Siliwangi. Selain itu dalam pertemuan ini,
konsultan-konsultan yang membuat studi kelayakan juga diundang untuk menjelaskan
rekomendasi yang telah dibuat dan sekarang dijadikan developer sebagai acuan dalam
upaya memperoleh perizinan dari pemerintah daerah. Dari penjelasan yang diberikan,
didapatkan bahwa rencana pembangunan apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi
memang tidak memungkinkan. Studi kelayakan yang dibuat konsultan hanya
mempertimbangkan aspek mikro belum aspek makro skala kota.
intensif setiap hari untuk evaluasi maupun perumusan langkah berikutnya. Untuk
mempertegas dan memperjelas keberadaan forum, dibuat pernyataan sikap penolakan
terhadap rencana pembangunan apartemen di kawasan Babakan Siliwangi. Bersamaan
dengan itu, juga mulai dilakukan pengumpulan tandatangan untuk mendukung aksi ini, serta
penyebaran berita ke mailing list-mailing list terkait.
Selain gerakan dari Kampus, para seniman di Babakan Siliwangi (SOS) juga
berupaya untuk menarik masyarakat melihat langsung kondisi maupun aktivitas yang ada
disana. Untuk itu, diadakan acara diskusi dan layar tancap pada tanggal 20 Februari 2003
jam 19.00 malam. Pada acara tersebut, dibahas dampak positif maupun negatif dari rencana
pembangunan apartemen tersebut. Cukup menarik bahwa masyarakat seni menjadi terlibat
pada pembicaraan yang berkaitan dengan aspek legal masalah perkotaan.
Pada Tanggal 24 Februri 2003, Forum Warga ITB Peduli Babakan Siliwangi bertemu
dengan DPRD komisi D untuk membahas rencana pembangunan apartemen ini. Bertepatan
dengan acara tersebut, Mentri Lingkungan Hidup, Nabil Makarim berkunjung ke ITB dalam
rangka acara Gelar Peduli Lingkungan 2 yang diadakan oleh himpunan mahasiswa Teknik
Lingkungan ITB. Kesempatan ini dimanfaatkan juga untuk bertemu dan menyampaikan
pernyataan sikap untuk memperoleh dukungan dari pemerintah pusat. Tanggapan yang
didapat dari mentri lingkungan hidup cukup baik. Namun pada dasarnya setelah otonomi
daerah, pusat tidak lagi memiliki wewenang untuk keputusan yang berkaitan dengan
kebijakan daerah. Sehingga pihak kementrian hanya dapat memberikan saran saja.
Sedangkan hasil pertemuan dengan pihak DPRD komisi D aspirasi dari forum ditampung
untuk sementara dan akan diadakan public hearing pada awal atau pertengahan bulan
Maret 2003.
Menanggapi usulan akan dilakukannya public hearing pada bulan Maret 2003, maka
dilakukan sosialisasi mengenai persoalan Babakan Siliwangi kepada masyarakat kota
Bandung. Upaya yang dilakukan adalah menghubungi para seniman SOS serta rekan-rekan
mahasiswa (Keluarga Mahasiswa-ITB) untuk membantu mensosialisasikan dan membuat
acara yang dapat menarik perhatian masyarakat dalam upaya pembentukan opini publik.
Pada tanggal 4 Maret 2003, dilakukan sosialisasi melalui radio. Pada acara ini,
dijelaskan dampak yang akan terjadi dari aspek mikro dan makro skala kota apabila rencana
pembangunan apartemen ini dilaksanakan. Respon masyarakat ternyata cukup beragam,
ada yang masih bingung karena berita yang didapat simpang siur, menolak rencana
pembangunan, maupun yang setuju. Namun sebagian besar menolak rencana
pembangunan tersebut. Dalam menyampaikan aspirasinya, masyarakat mengalami
kesulitan karena belum adanya badan yang dapat dijadikan sebagai tempat penyampaian
aspirasi mereka. Merespon persoalan tersebut, Forum setuju sebagai badan/lembaga
penerima aspirasi untuk kemudian disampaikan kepada Pemerintah Daerah.
Sosialisasi pada masyarakat juga dilakukan melalui orasi yang dilakukan di gerbang kampus
ITB pada hari yang sama. Acara ini mengundang berbagai perguruan tinggi yang ada di
Bandung melalui perwakilan dari pihak mahasiswa serta masyarakat Bandung. Pada acara
ini, dijelaskan mengenai dampak yang akan terjadi apabila pembangunan apartemen ini
dilaksanakan. Selain orasi, acara juga diisi dengan pertunjukan kesenian dari seniman-
seniman dari SOS dan mahasiswa dari beberapa universitas lain. Acara ini cukup
mengundang perhatian dan mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat.
Selain itu, juga dilakukan pendekatan pada pihak rektorat ITB sebagai institusi yang
terkait dalam proses pengambilan keputusan perubahan peruntukan lahan kawasan Lebak
Siliwangi pada saat pembangunan sarana olahraga dahulu. Pada pengkajian yang
disampaikan, dijelaskan bahwa pembangunan tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang
ada dan dampak negatifnya bagi kota Bandung jauh lebih banyak dibandingkan dampak
positif. Hal ini dipandang penting mengingat ITB merupakan salah satu institusi yang turut di
undang pada acara public hearing. Namun upaya pendekatan ini belum ada hasil yang pasti
karena pihak rektorat juga masih belum dapat mengeluarkan keputusan resmi yang tegas.
Tanggal 9 Maret 2003, diadakan acara di kawasan Babakan Siliwangi dengan tema
‘Selamatkan Babakan Siliwangi’. Acara tersebut diisi oleh berbagai kegiatan antara lain
lomba gambar untuk siswa SD dengan tema ‘Hutan Tempat Kita Bermain’, workshop tanah
liat, diskusi dan acara penghijauan yang diadakan oleh Mahasiswa Jurusan Teknik
Arsitektur bekerjasama dengan SOS dan Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan.
Ternyata peminat lomba gambar dan penghijauan ini cukup banyak dan berasal dari
berbagai lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak, masyarakat umum, mahasiswa,
kalangan profesional, LSM, akademisi, hingga anggota DPRD. Pada kesempatan ini
dilakukan proses pembelajaran dengan membagikan selebaran berbentuk wacana singkat
yang menjelaskan mengapa kawasan Babakan Siliwangi harus dipertahankan dan dilakukan
orasi singkat. Selain penanaman pohon, juga dilakukan penjualan pohon untuk
menghijaukan kawasan Babakan Siliwangi. Ternyata tanggapan masyarakat cukup baik.
Masyarakat yang dahulu tidak tahu aktivitas apa yang ada di kawasan ini, serta pentingnya
sebuah ruang terbuka bagi kota, mulai dapat mengerti bagaimana kontribusi lain yang dapat
diberikan oleh ruang terbuka kota diluar perhitungan ekonomi. Acara ini juga diisi dengan
drama yang mengangkat tema lingkungan dengan tujuan memberikan masukan pada anak-
anak tentang pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan disekitar mereka, sehingga
dapat tercipta lingkungan yang harmonis.
Pertengahan Maret 2003 belum ada kabar dari DPRD mengenai rencana public
hearing, tetapi upaya untuk mencari dukungan penolakan rencana pembangunan
apartemen di kawasan Babakan Siliwangi terus berjalan. Memasuki akhir bulan Maret 2003,
terlihat bahwa rencana untuk mengadakan public hearing tidak mungkin terlaksana karena
akan ada pemilihan walikota Bandung yang baru. Untuk itu status kawasan Babakan
Siliwangi dapat disimpulkan diambangkan dahulu.
Antara bulan Juni-Juli 2003, dimulai kampanye pemilihan walikota Bandung.
Babakan Siliwangi dianggap sebagai isu yang tepat untuk diangkat dalam kampaye.
Berbagai bentuk kegiatan diadakan di kawasan ini, mulai dari menanam pohon, acara
kesenian, diskusi dan lain-lain yang pada intinya adalah upaya untuk mencari dukungan
masyarakat bagi kepentingan politis. Memang seolah ada keuntungan pada kedua belah
pihak, namun dalam prosesnya tidaklah demikian. Setelah acara kampanye selesai
Babakan Siliwangi seolah terlupakan begitu saja. Status kawasan ini diambangkan hingga
terpilih walikota Bandung yang baru nanti.
Selama masa status quo itu, kawasan Babakan Siliwangi seolah tidak tersentuh oleh
hukum, sehingga dapat digunakan oleh siapa saja. Dalam kurun waktu itu, ruang-ruang
yang kosong (khususnya bekas restoran Babakan Siliwangi) dimanfaatkan sebagai cafe
tanpa adanya izin usaha. Demikian juga lahan-lahan kosong yang tidak terawat di lokasi
bekas restoran sempat direncanakan untuk dibangun saung-saung bagi para seniman,
namun kemudian gagal karena ada golongan masyarakat tertentu yang memprotes
pembangunan itu. Pada periode ini juga kawasan ini di gunakan untuk berbagai kegiatan
mulai dari pameran seni hingga kegiatan sekolah gratisan bagi siapa saja yang berminat.
Puncak dari ketidakjelasan status kawasan ini adalah pembakaran karya seni Tisna
Sanjaya, lesung, dan patung karya seniman dari Gerbong Bawah Tanah oleh aparat
kebersihan Pemerintah Kota pada tanggal 5 Februari 2004. Kejadian ini kemudian kembali
memicu upaya untuk memperjelas peruntukan lahan di kawasan Babakan Siliwangi.
Menanggapi persoalan tersebut, walikota Bandung yang baru terpilih mengeluarkan
pernyataan tidak tertulis bahwa Babakan Siliwangi tetap diperuntukkan sebagai daerah
hijau. Pernyataan ini dimuat dikoran Kompas dan Pikiran Rakyat. Namun dari hasil
wawancara dengan ketua seniman SOS, pemerintah daerah memiliki rencana untuk
mengembangkan daerah ini dengan catatan bukan berupa apartemen.
Untuk mempertegas pernyataan dari walikota Bandung itu, maka pada tanggal 4
Maret 2004 akan diadakan pameran lukisan serta saresehan berkaitan dengan Babakan
Siliwangi. Rencananya walikota Bandung yang baru akan diundang untuk berdiskusi
langsung dengan para seniman dan masyarakat yang peduli dengan kawasan Babakan
Siliwangi. Diharapkan, salah satu hasil saresehan adalah ketegasan untuk tetap
mempertahankan peruntukan lahan di kawasan Babakan Siliwangi sebagai jalur hijau/taman
kota dan kawasan pendidikan sesuai dengan RTRW, RTRWK 2010 dan RDTR WP
Cibeunying.
dan budaya serta adanya rencana pengembangan di kawasan ini namun bukan apartemen
tetap mengundang pertanyaan. Rencana pameran dan saresehan pada tanggal 4-25 Maret
2004, dapat dijadikan momentum yang baik dalam upaya memperjelas dan menggali
masukan/ide-ide dari pemerintah dan masyarakat berkaitan dengan pengembangan
kawasan Babakan Siliwangi.
Kesimpulan
Kasus di kawasan Babakan Siliwangi masih dalam proses penyelesaian. Proses ini
mungkin dapat memakan waktu yang lama ataupun tidak semua tergantung dari
kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak yang bertentangan. Banyaknya
kepentingan yang terlibat dalam kasus ini menunjukkan bahwa konflik belum tentu dapat
diselesaikan hanya melalui desain. Demikian juga dalam proses pengambilan keputusan
perubahan sebuah peraturan kota yang berkaitan dengan kebijakan publik.
Diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam upaya pencapaian sebuah kesepakatan,
menunjukkan bahwa dalam melakukan sebuah perencanaan kota banyak pertimbangan
yang harus menjadi dasar dalam pembuatan keputusan. Desain adalah bagian akhir dari
sebuah proses pada kasus yang melibatkan banyak pihak yang berkepentingan dan
berkaitan langsung dengan kepentingan umum di kota.
Dalam upaya menyelesaikan konflik di kawasan Babakan Siliwangi ini tidak ada
metoda spesifik yang digunakan. Bentukan yang digunakan lebih pada proses pembelajaran
pada masyarakat yang lebih bersifat umum mencakup beberapa tahap, antara lain bantuan
teknik, evaluasi bersama, saresehan, dan usulan pengembangan bersama.
Upaya pembelajaran masyarakat untuk kasus Babakan Siliwangi masih dalam
proses memperjelas ketidakpastian. Diharapkan dengan peran serta masyarakat yang
cukup aktif dalam rencana pengembangan kelak, dapat membantu mengontrol kebijakan
Pemerintah Daerah atas ruang publik serta menghasilkan solusi yang terbaik bagi kota
Bandung.
Daftar Pustaka
- Catanese, Anthony J. And Snyder, James C, 1988: Urban Planning, McGraw-Hill,
London.
- Hajer, Maarten, 2001: In Search of New Public Domain, NAi Publishers, Rotterdam
- Madanipour, Ali, 1996: Design of Urban Space, Wiley, New York
- Siregar, Sandi A., June, 1990: Bandung The Architecture of A City In Development,
Urban Analysis of a Regional Capital an A Contribution to the Present Debate on
Indonesian Urbanity and Architecture Identity, Volume I & II, Doctorate Thesis.
- Trancik, Roger, 1986: Finding Lost Space, Van Nostrand Reindhold Company, New
York.
- Tibbalds, Francis, 2001: Making People-Friendly Towns, Spon Press, London.