Você está na página 1de 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan
karena defisiensi makronutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi
pergeseran masalah gizi dari defisiensi makronutrient kepada defisiensi
mikronutrient, tetapi beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi
(> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan
prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan kwashiorkor, marasmus, dan
marasmik kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein.
Kwashiorkor merupakan salah satu bentuk kekurangan energi protein (KEP) yang
disebabkan oleh kurangnya asupan protein. Kwashiorkor sering dihubungkan
dengan adanya penyakit infeksi dan anemia. Tingkat kematian akibat kwashiorkor
dapat mencapai 10-30 persen. Penanganan kasus kwashiorkor melalui intervensi
bahan makanan harus dilakukan secara hati-hati karena terjadi penurunan
imunitas.
Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut
mengenai konsep dasar kwashiorkor dan Asuhan keperawatan pada anak yang
menderita kwashiorkor.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar kwasiorkor ?
2. Bgaimana Asuhan keperawatan pada anak yang menederita kwashiorkor?
1.3 Tujuan Umum
1. Memahami Konsep Asuhan keperawatan Kwashiorkor
1.4 Tujuan Khusus
1. Memahami konsep dasar kwashiorkor (definisi, etiolog, tanda dan gejala,
manifestasi klinis, masalah yang lazim muncul, pathway, MClarent scoring)
2. Memahami konsep asuhan keperawatan pada kwashiorkor ( pengkajian,
diagnose, rencana keperawatan)

1|Page
BAB II

KONSEP DASAR KWASHIORKOR

2.1 Pengertian Kwarshiorkor

Kwarshiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh


disfiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energy dan kalori tubuh
yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwarshiorkor atau busung lapar adalah
suatu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi
Protein (MEP), dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan
pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis.

Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar (Honger


Oedema). Pada kondisi kwashiorkor penampilan anak seperti anak yang
gemuk (sugarbaby) bilamana dietnya mengandung cukup energi
(karbohidrat), namun mengalami kekurangan protein. Keadaan tersebut
diperlihatkan adanya atrofi pada ekstremitas bawah bagian atas. Pertumbuhan
anak yang mengalami kwashiorkor menjadi terganggu, dan berat badan di
bawah 80% dari baku Havard persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu
pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah berlangsung lama (Pudjiadi,
2005).

Gambar kwashiorkor :

2|Page
2.2 Etiologi Kwarshiorkor

Kwarshiorkor paling sering dialami oleh anak usia 1-4 tahun, namun
dapat pula terjadi pada bayi. Kwarshiorkor yang mungkin terjadi pada orang
dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasite atau infeksi dari bakteri lain.
Banyak hal yang menjadi penyebab kwarshiorkor , namun factor yang paling
mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak
adekuat atau tidak seimbang setelah 1 tahun atau lebih, kwarshiorkor dapat
muncul bahkan ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi
masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau ketidaktahuan (kurangnya edukasi)
yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik.

Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang lain


mempersulit pola klinik kimiawinya, gejala-gejala utama malnutrisi protein
disebabkan oleh kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai
biologic yang baik. Bisa juga terdapat gangguan penyerapan protein, misalnya
yang dijumpai pada keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak
normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar
serta kegagalan melakukan sintesis protein, seperti yang didapatkan pula pada
penyakit hati yang kronis.

Sindrom protein calorie malnutrition dapat dibedakan menjadi dua


berdasarkan etiologinya yaitu :
1. Protein calorie malnutrition primer atau eksogen. PCM primer terjadi
karena intake yang inadekuat. Hal ini dikarenakan kemiskinan, komposisi
makanan yang tidak tepat, alkoholisme, drug addiction, alergi makanan, tidak
makan, idiosyncrasy (pantang makan makanan tertentu ), fad diet (makanan
yang tidak sehat), dan lain sebagainya yang bisa membuat intakenya
inadekuat.
2. Protein calorie malnutrition sekunder atau endogen. PCM sekunder yang
terjadi tidak dikarenakan intake yang inadekuat, tetapi lebih dikarenankan

3|Page
oleh faktor lain seperti peningkatan kebutuhan nutrisi. Pada intinya adanya
gangguan metabolisme atau malabsorpsi.

2.3 Patologi

Patologi : pada kwashiorkor klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel


menyebabkan edema dan perlemakan hepar. Kelainan ini merupakan gejala yang
mencolok. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi katabolisme jaringan
yang sangat berlebihan, oleh sebab persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah
kalori dari dietnya. Namun, kekurangan protein dalam diet menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino esensial untuk sintesis.

Gejala klinis pada kwashiorkor : pitting edema, pertumbuhan tidak memadai,


kurangnya stamina, kehilangan massa atau jaringan otot, rambut menjadi jarang,
tipis, berubah waran dan tidak rontok, flaky paint, perut buncit, hepatomegali,
crazy pavement dermatosis, perut buncit, hipoalbuminemia, anemia, wajah
sembab, defisiensi multivitamin, anoreksia, cengeng, kegagalan adapasi, stress,
dan biasanya terjadi pada anak yang lebih besar.

Dari sekian banyak gejala klinis, tetapi ada beberapa gejala klinis tersebut
khas pada penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan
diagnosis kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah
pitting edema, hipoalbuminemia, rambut yang tidak hitam, mudah rontok, jarang
dan tipis, perut buncit karena hepatomegali, dan crazy pavement dermatosis.
Karena adanaya edema, maka kwashiorkor bisa disebut edematous protein calorie
malnutrition.

2.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwarshiorkor sebenarnya


berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997).

4|Page
Kwarshiorkor :

1. Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah


terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma
2. Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari
standar)
Perkiraan Berat Badan (Kg) :
- Lahir 3,25
- 3-12 bulan (bln+9)/2
- 1-6 tahun (thnx 2)+8
- 6-12 tahun {(thnx7)-5}/2

Perkiraan Tinggi Badan (cm)

- 1 tahun 1,5 x TB lahir


- 4 tahun 2 x TB lahir
- 6 tahun 1,5 TB 1 thn
- 13 tahun 3 x TB lahir
- Dewasa 3,5 x TB lahir = 2x TB 2 thn
3. Udema
4. Anoreksia dan diare
5. Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek
6. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut
7. Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit
yang dalam dan lebam, disertai defesiesi vitamin B kompleks, defesiensi
eritropoitin dan kerusakan kulit
8. Anak mudah terjangkit infeksi
9. Terjadi defisiesi vitamin dan mineral
10. Gejala gastrointensial (anoreksia, diare)
11. Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus,
jarang dan mudah dicabut)

5|Page
12. Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran
crazy pavement dermarotis
13. Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin
dengan batas yang tegas)
14. Anemia akibat gangguan eritropoesis
15. Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolestrol serum darah
16. Pada biopsy hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis,
nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus
17. Hasil autopsy pasien kwarshiorkor yang berat menunjukan terjadinya
perbahan degenerative pada semoga organ (degenerasi ott jantung, atrofili
usus, osteoporosis dan sebagainya)

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah : albumin, globulin, protein total, elektrolot serum,


biakan darah
2. Pemeriksaan urine : urine lengkp dan culture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru
6. Konsul THT

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kwarshiorkor mengikuti 10 langkah utma


penatalaksanaan gizi buruk yaitu sebagai berikut :

1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia


2. Pengobatan dan pencegahan kekurangan hipotermia
3. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan

6|Page
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan
dehidrasi adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan,
mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak
buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat
dilakukan :
a. Jika anak masih mnyusui, teruskan ASI dan berikan setiap ½ jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan
tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3
sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi
oral khusus KEP disebut ReSoMal.
b. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat
minum minum, lakukan rehidrasi intavena (infud) RL/ Glukosa5
% dan NaCl dengan perbandingan 1 : 1
4. Lakukan pemulihan ganggam keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP Berat/ gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
a. Kelebihan nattrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah
b. Defisiensi Kalium dan Magnesium
Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan
untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu
minimal 2 minggu. Berikan makan tanpa diberi garam/ rendah
garam, untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang
diencerkan 2x (dengan pe+an 1 liter air) ditambah 4 gr kecil dan
50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan
yang banyak mengandung mineral bentuk makanan lumat.
5. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara
rutin diberikan antibiotic spectrum luar.

7|Page
6. Pemberian makanan, balita KEP
Pemberian diet KEP berat dibagi 3 fase :
Fase Stabilisasi (1-2hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat berhati-hati,
karena keadaan faali anak yang sangat lemah dan kapasitas
homeostatic berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera
setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energy
dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula
khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/modisko ½ yang
dilanjutkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun agar dapat
mencapai prinsip tersebut dengan persyaratan diet sbb: porsi kecil,
sering, rendah serat dan rendah laktosa, energy 100kkal/kg/ hari, 1-1,5
gr /kgbb/ hari, cairan 130 ml/kg BB/ hari (jika ada edema berat 100ml/
kg bb/hari) , bila anak mendapat ASI diteruskan, dianjurkan memberi
formula WHO 75/pengganti/ modisco ½ dengan gelas, bila anak trlalu
lemah berikan dengan sendok/ pipet, pemberian formula WHO
75/pengganti/modisco ½ atau pengganti dan jadwal pemberian
makanan harus sesui dengan kebutuhan anak.
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita
Fase ini meliputi 2 fase : transisi dan rehabilitasi :
a. Fase transisi (minggu II)
- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan untuk
menghindari resiko resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak .
- Ganti formula khusus awal (energy 75 kal dan protein 0,9-1,0 gr/100
ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/ makanan keluarga
dapat digunakan asal kandungan energy dan protein sama.
- Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/ kg bb/ kali
pemberian (200nml/ kg bb/ hari).

8|Page
b. Fase Rehabilitasi (Minggu III-VII)
- Formula WHO-F 135/ pengganti/ modisco 1 ½ dengan jumlah tidak
terbatas dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kg bb/hari
- Protoin : 4-6 gr /kg bb/ hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan
makanan fomula karena energy dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral,
walapun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan
preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai
naik (pada minggu II). Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
a. Tambahan multivitamin lain
b. Bila BB mulai naik berikan zat besi dalam bentuk besi folat/ sirup
besi
c. Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis
tunggal
d. Vitamin A oral 1 kali
e. Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian
kapsul vitamin A.
9. Berikan stimulasi dan dukungan emosional
10. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah

2.5 Tanda dan Gejala

9|Page
Tanda dan gejala yang terjadi pada anak dengan Kwashiorkor antara lain
sebagai berikut.
a. Edema, umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis).
b. Wajah membulat dan sembab.
c. Pandangan mata sayu.
d. Rambut tipis kemerahan seperti warna jagung, mudah di cabut tanpa rasa sakit
dan rontok. Anak yang rambutnya keriting dapat menjadi lurus.
e. Perubahan status mental, apatis, dan rewel.
f. Tidak nafsu makan.
g. Pembesaran Hati.
h. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk.
i. Warna kulit pucat.
j. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
k. Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut; anemia; dan diare.

2.6 Masalah yang lazim muncul


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang kurang (protein) ditandai dengan pasien tidak mau makan,
anoreksia, makanan tidak berfariasi, tinggi badan tidak bertambah, BB
menurun
2. Etidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi
trakheobronkial sekunder terhadap infeksi saluran pernafasan
3. Resio pertumbuhan yang tidak proporsional b.d malnutrisi, defisiensi
protein
4. Resiko infeksi b.d prosedur infasif
5. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik
6. Resiko aspirasi b.d pemberian makna / minuman melalui selang
(personde) dan peningkatan sekresi trakeobronkhial.

10 | P a g e
7. Ansietas b.d status ekonomi orang tua, perubahan status kesehatan
anak (malnutrisi)

2.7 Pathway

11 | P a g e
2.8 McLaren Scoring

12 | P a g e
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KWARSHIORKOR

4.1 Pengkajian

4.1.1 Identitas Pasien

Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no
medrec, diagnosa medis, alamat. Kwashiorkor paling seringnya pada usia antara 1 – 4
tahun, namun dapat pula terjadi pada bayi.

4.1.2 Riwayat sakit dan Kesehatan

1. Keluhan utama:

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan


pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada
tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan
kekurangan gizi.

2. Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan kwashiorkor biasanya mengalami gangguan


pertumbuhan (BB < 80% dari BB normal seusianya), bengkak, serta
mengalami keterbelakangan mental yaitu apatis dan rewel. Pada anak
kwarshiorkor juga mengalami penurunan nafsu makan ringan sampai berat.
3. Riwayat Peri natal

a. Tahap Prenatal:

Hal yang dikaji adalah terkait asupan nutrisi pada ibu selama
kehamilan. Kekurangan nutrisi pada ibu selama kehamilan jugan
memungkinkan anak juga akan mengalami malnutrisi. Setelah itu, infeksi

13 | P a g e
yang mungkin dapat timbul pada ibu dan menyalur ke anak dan menjadi
infeksi kronis bagi anak.

b. Tahap Intranatal:

Hal yang dikaji adalah proses selama persalinan. Bayi mungkin dapat
lahir dengan berat badan rendah, dan karena pengetahuan ibu yang kurang
sehingga kwarshiorkor dapat timbul saat bayi.

c. Tahap Post natal

Hal yang dikaji adalah asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif
dan pemberian nutrisi setelah asi eksklusif. Beberapa ibu terkadang tidak
memberikan asi eksklsif pada bayinya setelah melahirkan. Hal ini beresiko
anak mengalami malnutrisi.

4. Riwayat penyakit keluarga.

Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan


terjadinya kwarshiorkor. Namun, sebagian besar tidak ada pengaruh genetik
yang dapat menyebabkan kwarshiorkor. Penyebab kwarshiorkor dikaitkan
dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat.

5. Pengkajian Psikososial :

Ibu dengan anak yang menderita kwarshiorkor dapat mengalami


cemas dikarenakan penurunan berat badan anak, penurunan nafsu makan serta
anak yang sering rewel.

6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas:

Lingkungan yang buruk, dapat memicu timbulnya infeksi. Anak dapat


terkena kwarshiorkor dikarenakan infeksi yang kronik misalnya diare yang
membuatnya mengalami gangguan penyerapan protein.

14 | P a g e
7. Riwayat nutrisi :

Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami malnutrisi terutama


defisiensi protein. Ana juga kekurangan asupan karbohidrat, lemak, vitamin,
dan mineral penting yang diperlukan tubuh. Vitamin yang kurang diantaranya
pembentuk darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6) dan
vitamin A yang penting untuk pertumbuhan mata.

8. Riwayat pertumbuhan perkembangan :

a) Anak yang menderita kwarshiorkor mengalami keterlambatn


pertumubuhan akibat defisiensi protein dan gangguan penglihatan

b) Kecerdasan anak dengan kwarshiorkor juga akan menurun akibat


keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan

c) Anak CP yang mengalami gangguan anoreksia dapat memperberat


gangguan nutrisi sehingga intake nutrisi semakin berkurang

4.1.3 Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon:

1. Persepsi kesehatan dan Pola manajemen


Orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan malnutrisi
atau kwarshiorkor namun tidak mengetahui perawatan pada anak dan bagaiamana
mengasuh anak yang menderita kwarshiorkor.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami defisiensi nutrisi seperti protein,
karbohidrat, lemak, dan mineral yang penting untuk tubuh.metabolisme akan
terganggu akibat zat – zat yang tidak tersedia, contohnya adalah pembesaran hati
karena kekurangan asam amino.
3. Pola eliminasi

15 | P a g e
Pasien dapat memiliki gangguan gastointestinal seperti diare dan anoreksia. Diare
dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu infeksi dapa saluran cerna, intoleransi laktosa, dan
malabsorbsi lemak
4. Pola aktivitas dan latihan
Anak akan mengalami gangguan aktivitas akibatstatus mental yang apatis dan
rewel. Aktifitas jugan akan terganggu akibat udem yang ada pada ekstremitas, serta
penurunan fungsi otot.

5. Pola istirahat dan tidur


Anak akan mengalami gangguan tidur akibat edema.
6. Pola persepsi dan kognitif
Anak akan mengalami gangguan kgonitif akibat asupan nutrisi yang kurang,
keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan serta gangguan penglihatan akibat
defisiensi vitamin A.
7. Pola konsep diri
Anak akan merasa malu untuk berkomunikasi dengan dunia luar akibat
gangguan penglihatan dan ketidaknormalan tubunhnya.
8. Pola peran dan hubungan
Hubungan sosial anak dengan dunia luar akan terhambat akibat
keterbelakangan mental dan gangguan pertumbuhan yang dirasakan.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien tidak mengalami kelainan apapun.
10. Pola keyakinan dan nilai
Keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien

4.1.4 Pemeriksaan Fisik


a. Penampilan Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada
ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda
moon face dari akibat terjadinya edema. Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu

16 | P a g e
makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa
menurun, dan anak menjadi pasif.
b. Pengukuran Antopometri
Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal usianya. LLA
(Lingkar Lengan Atas) <14cm
c. Otot
Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah terus-menerus, tidak
mampu berjalan dengan baik.
d. Kontrol Sistem Saraf
Kurang perhatian, iritabilitas, bingung.
e. Sistem gastrointestinal
Terjadi anoreksia, diare tampak pada sebagian besar penderita.
f. Sistem kardiovaskular
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan
hipokalemi dan hipomagnesemia.

g. Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit, warna menjadi kemerahan. Pada penderita kwashiorkor
lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi
putih.
h. Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit.
Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti kulit yang keringdengan garis kulit
yang mendalam. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa
trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.
i. Gigi
Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
j. Tulang

17 | P a g e
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan
hambatan pertumbuhan.

k. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.

l. Hati
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang
batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba.

m. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang


Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai
penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat
dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang
penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat,
B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga
menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi
defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.

n. Pankreas dan Kelenjar Lain

Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan
usus halus terjadi perlemakan.

4.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia

18 | P a g e
kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam
makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Pemeriksaan radiologis juga perlu
dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru. Selain itu juga ditemukan:

a. Penurunan kadar albumin (Kadar Albumin normal : 3.5-5.0 g/dl)

b. Penurunan kadar kreatinin

c. Kurangnya kadar kalsium, kalium dan magnesium

d. Penurunan kolesterol (Kadar Kolesterol normal : < 200 mg/dl)

e. Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi tidak sebanyak
menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor terdapat rasio
albumin/globulin yang biasanya 2 menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor
yang berat ditemukan rasio yang terbalik (Kadar globulin normal: 2.0- 3.5 g/dl)

f. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam
amino non essiensial.

g. Kadar amylase, esterase, kolinasterase, transaminase, lipase dan alkali fostase


menurun

h. Anemia

4.2 Analisa Data


No. Data Masalah Keperawatan

1. Anak dengan kwashiorkor dalam asupan Gangguan pertumbuhan


kalori dan protein tidak adekuat. dan perkembangan
Umumnya kandungan karbohidrat pada
makanan yang dikonsumsi anak tinggi,
namun mutu dan kandungan proteinnya
rendah. Berat dan tinggi badan anak
kwashirkor akan berbeda dengan anak

19 | P a g e
sehat.

2. Anak dengan kwashiorkor mengalami Perubahan nutrisi kurang


anoreksia dan diare sehingga nutrisi dalam dari kebutuhan tubuh
tubuh kurang dari kebutuhan tubuh. Faktor
yang paling mungkin adalah menyusui
ketika ASI digantikan oleh makanan
pengganti ASI yang tidak adekuat atau
tidak seimbang (kurang protein).

3. Anak dengan kwashiorkor mengalami Gangguan kekurangan


intake cairan yang tidak adekuat. Hal ini cairan
dikarenakan penyerapan tidak berjalan
dengan baik, terutama penyerapan protein.

4. Anak dengan kwashiorkor mengalami Gangguan persepsi


perubahan dalam penerimaan sensori di sensori (penglihatan)
mata karena defisiensi vitamin A.

5. Anak dengan kwashiorkor mengalami Gangguan integritas kulit


gangguan nutrisi dan status metabolik.
Kulit biasanya kering dengan garis-garis
kulit yang lebih mendalam dan lebar serta
crazy pavement dermatosis.

6. Anak dengan kwashiorkor mengalami Intoleransi aktivitas


penurunan asupan kalsium sehingga
mengalami kelemahan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.

7. Anak dengan kwashiorkor mengalami Kerusakan gigi


penurunan asupan kalsium sehingga terjadi

20 | P a g e
caries pada gigi.

8. Anak dengan kwashiorkor mengalami Diare


inflamasi GI dan malabsorbsi dalam
menyerap protein. Hal ini dikarenakan
infeksi atau infestasi usus, intoleransi
laktosa, dan malabsorbsi lemak.

9. Anak dengan kwashiorkor mengalami Ansietas


perubahan mental dan anoreksia.

10. Anak dengan kwashiorkor memiliki daya Resiko infeksi


tahan tubuh yang rendah sehingga mudah
terserang infeksi, baik bakteri maupun
virus. Infeksi dapat memperburuk keadaan
gizi anak dan MEP akan menurunkan
imunitas tubuh terhadap infeksi. Anak
akan udah terserang infeksi seperti ISPA,
TBC, polio, dan lain-lain.

11. Orang tua anak dengan kwashiorkor Kurang pengetahuan


umumnya memiliki pengetahuan yang
terbatas tentang asupan kebutuhan nutrisi
yang tepat bagi anak sehingga
menyebabkan keseimbangan nutrisi anak
tidak terkontrol dengan baik. Selain itu,
keluarga tertentu memiliki beberapa
pantangan dalam mengkonsumsi makanan
tertentu yang sebenarnya bermanfaat bagi
anak.

21 | P a g e
4.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan
kalori dan protein yang tidak adekuat.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
3. Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak
adekuat.
4. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi
vitamin A.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status
metabolik.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan faktor sekunder akibat
malnutrisi.
7. Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.
8. Diare berhubungan dengan inflamasi GI, malabsorbsi lemak.
9. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah.
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.

22 | P a g e
4.4 Rencana Keperawatan

No dx Tujuan/ Kriteria hasil Intervensi Rasional


1 Setelah dilakukan
. Ajarkan kepada orang tua
Untuk meningkatkan
tindakan asuhan tentang standar pengetahuan keluarga
keperawatan selama 3 pertumbuhan fisik dan tentang keterlambatann
x 24 jam, pasien tugas-tugas perkembangan pertumbuhan dan
mampu bertumbuh sesuai uisa anak. perkembangan anak.
dan berkembang
2. Kaji keadaan fisik
sesuai usianya. kemampuan anak. 2. Untuk mengetahui
pertumbuhan fisik dan
3. Lakukan pemberian tugas perkembangan anak
makanan/minuman sesuai yang belum tercapai sesuai
terapi diit pemulihan. umur.
3. Diit khusus untuk
pemulihan nutrisi
4. Lakukan program diprogramkan secara
antropometrik secara bertahap sesuai dengan
berkala. kebutuhan anak dan
5. Lakukan stimulasi tingkat kemampuan toleransi
perkembanngan sesuai system pencernaan.
dengan usia klien. 4. Untuk menilai
perkembangan masalah
6. Lakukan rujukan ke klien.
lembaga pendukung
5. Stimulasi diperlukan
stimulasi pertumbuhan dan untuk mengejar
perkembanagan keterlambatan
(puskesmas/posyandu) perkembangan anak dalam
aspek motorik, bahasa, dan
personal/social.
6. Mempertahankan

23 | P a g e
kesinambungan program
stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak
dengan memberdayakan
sistem pendukung yang
ada.
2 Setelah dilakukan Kaji antropometri. Untuk menentukan berat
tindakan asuhan
2. Kaji pola makan klien. badan, osteometri dan
keperawatan selama 3 resiko berat berlemak,
x 24 jam, kebetuhan
3. Berikan intake makan kurus.
nutrisi pasien adekuat tinggi potein, kalori,2. Untuk mengetahui
mineral, dan vitamin. kebiasaan makan klien.
4. Timbang berat badan. 3. Untuk mempertahankan
berat badan, kebutuhan
5. Tingkat pemberian ASI memenuhi metabolik dan
dengan pemasukan nutrisi meningkatkan
yang adekuat pada ibu penyembuhan
4. Untuk menentukan diet
6. Kolaborasi dengan dan menetahui keefektifan
ahli gizi. terapi.
5. Pemberian ASI yang
adekuat mempengaruhi
kebutuhan nutrisi si anak
dan pemasukan nutrisi
pada ibu dapat
meningkatkan produksi
ASI si ibu.
6. Untuk merencanakan
masukan nutrisi dan cairan.
3 Setelah dilakukan
Pantau Tanda-tanda vital. Untuk mengetahui keadaan
tindakan asuhan umum pasien.

24 | P a g e
keperawatan selama 2.
2 Ukur intake dan output. 2. Untuk mengetahui status
x 24 jam, kebutuhan keseimbangan cairan.
cairan pasien
3. Kaji terjadinya kulit
3. Menunjukkan kehilangan
terpenuhi kering, membran mukosa cairan berlebih.
kering dan pengisian
kapiler.
4. Edema dapat terjadi
4. Pantau adanya edema karena perpindahan cairan
dan berkenaan dengan
5. Berikan cairan yang penurunan kadar albunim
adekuat sesuai dengan serum / protein.
kondisi. 5. Untuk meminimalkan
Kolaborasikan untuk terjadinya dehidrasi.
adanya pemberian cairan Untuk mempertahankan
parental. keseimbangan cairan
elektrolit
4 Setelah dilakukan Kaji ketajaman
Untuk mengetahui ketajaman
tindakan asuhan pengelihatan. pengelihatan klien dan
keperawatan selama 2 sumber pengelihatan
x 24 jam, tidak terjadi
2. Dorong agar pasien menurut ukuran yang baku.
gangguan persepsi mengekspresikan perasaan
2. Pada saat intervensi dini
sensori (penglihatan) tentang kehilangan atau mencegah kebutaan, pasien
kemungkinan kehilangan menghadapi kemungkinan
pengelihatan. kehilangan pengelihatan
3. Lakukan tindakan untuk sebagian atau total,
membantu klien menangani meskipun kehilangan
keterbatasan pengelihatan, pengelihatan telah terjadi
contoh : kurangi kekacauan, tidak dapat diperbaiki
atur prabot, perbaiki sinar meskipun dengan
yang suram dan masalah pengobatan kehilangan
pengelihatan malam. lanjut dapat dicegah.

25 | P a g e
4. Kolaborasikan untuk
3. Untuk menurunkan
dilakukan Test adaptasi bahaya keamanan
gelap. sehubungan dengan
perubahan lapang pandang
5. Lakukan kolaborasi untuk atau kehilangan
pemberian obat sesuai pengelihatan dan
indikasi, pemberian vitamin akomodasi pupil terhadap
A dalam dosis terapeutik sinar lingkungan.
yaitu vitamin A oral 50.000-
4. Untuk mengetahui
75.000 IU/kgBB tidak lebih adanya kelainan atau
dari 400.000-500.000 IU. abnormalitas dari fungsi
6. Lakukan kolaborasi untuk pengelihatan klien.
pengobatan kelainan pada
5. Pemberian vitamin A
mata dosis terapeutik dapat
Stadiu mengatasi gangguan
pengelihatan secara teratur
dapat mengembalikan
pengelihatan pada mata.

Untuk mengembelikan ke
fungsi pengelihatan yang
beik da mencegah
terjadinya komplikasi lebih
lanjut.
5 Setelah dilakukan
Obervasi adanya kemerahan,. Area ini meningkat
tindakan asuhan pucat, ekskoriasi. resikonya untuk kerusakan
keperawatan selama 2 dan memerlukan
x 24 jam, tidak terjadi
2. Gunakan krim kulit 2 kali pengobatan dan perawatan
gangguan integritas sehari setelah mandi, pijat lebih intensif
kulit pada pasien kulit, khususnya di daerah2. Melicinkan kulit dan
di atas penonjolan tulang. menurunkan gatal.

26 | P a g e
3. Lakukan perubahan posisi Pemijatan sirkulasi pada
sering. kulit, dapat meningkatkan
tonus kulit.
Tekankan pentingnya
masukan nutrisi/cairan3. Meningkatkan sirkulasi
adekuat. dan perfusi kulit dengan
mencegah tekanan lama
pada jaringan.
Perbaikan nutrisi dan
hidrasi akan memperbaiki
kondisi kulit.
6 Terjadi peningkatan
Catat frekuensi jantung, irama,
Mengetahui kondisi terkini
toleransi pada klien dan perubahan TD selama pasien sebelum dan setelah
setelah dilaksanakan dan sesudah aktifitas. melakukan aktivitas.
tindakan keperawatan
2. Tingkatkan istirahat (di
2. Menurunkan kinerja
selama di RS. Kriteria tempat tidur) dan batasi metabolise tubuh dan
hasil klien aktifitas pada dasar nyeri mengurangi penggunaan
berpartisipasi dalam dan berikan aktifitas sensori energi.
aktifitas sesuai yang tidak berat.
kemampuan klien. 3. Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari tingkat
3. Meningkatkan
aktifitas. pengetahuan pasien dalam
perubahan bertahapa pada
4. Kaji ulang tanda tingkatan aktivitas.
gangguan yang menunjukan
4. Mengetahui gangguan
tidak toleran terhadap yang terjadi akibat pasien
aktifitas. tidak toleran pada suatu
5. Fasilitasi klien aktivitas.
memilih aktivitas yang 5. Meningkatkan
mampu dilakukan secara kemampuan klien dalam
mandiri dan aktivitas yang beraktivitas secara

27 | P a g e
memerlukan bantuan dari bertahap dan mengurangi
orang lain. resiko kecelakaan dari
intoleransi aktivitas
7 Setelah dilakukan
1. Kaji kondisi umum gigi
1. Mengetahui kondisi
tindakan keperawatan klien. umum gigi klien yang
diharapkan kerusakan mengalami caries gigi.
gigi berkurang
2. Anjurkan klien gosok gigi
2. Menjaga kebersihan
teratasi, dengan 2x sehari. mulut dan gigi untuk
kriteria hasil kondisi
3. Meningkatkan asupan mengurangi pengeroposan
gigi pasien mulai kalsium klien untuk gigi.
membaik dan caries mengurangi caries gigi. 3. Kalsium merupakan
gigi berkurang. bagian penting yang ada
4. Informasikan kepada digigi dan jika tubuh
pasien pentingnya asupan kekurangan kalsium maka
kalsium bagi tulang dan tubuh akan mengambil
gigi. kalsium dari gigi.
4. Meningkatkan
pengetahuan pasien
mengenai pentingnya
kalsium.
8 Setelah dilakukan
Observasi tanda-tanda vital
Mengetahui keadaan umum
tindakan keperawatan klien. pasien.
diharapkan diare
2. Observasi adanya demam,
teratasi, dengan takikardi, ansietas dan
2. Tanda terjadinya
Kriteria Hasil: kelemahan. perforasi atau toksik
1. Fungsi usus stabil. 3. Observasi dan catat megakolon.
2. BAB anak frekuensi BAB,
berkurang dan karakteristik, jumlah dan
3. Mengetahui keadaan
konsistensi normal. faktor pencetus. klien dan membantu
3. Tanda-tanda vital
4. Berikan masukan membedakan kondisi dan
dalam keadaan makanan dan cairan per oral keparahan penyakit.

28 | P a g e
normal. secara bertahap . 4. Bertahap dapat
memberikan periode
istirahat pada kolon,
Elaborasi dengan tim sedangkan pemasukan
kesehatan lain terkait kembali mencegah kram
pemberian antibiotik (sesuai dan diare.
indikasi). Mengobati infeksi
supuratif lokal.
9 Setelah dilakukan
1. Kaji ulang pembatasan1. Memberikan informasi
tindakan keperawatan aktivitas pasca operasi. pada pasien untuk
selama 1x24 jam merencanakan kembali
tingkat kecemasan
2. Ajarkan teknik relaksasi: rutinitas biasa tanpa
pasien menurun. nafas dalam untuk menimbulkan masalah.
Kriteria hasil: mengurangi kecemasan2. Untuk membantu pasien
1. Menyatakan pasien memperoleh kenyamanan .
pemahamannya
tentang proese
3. Informasikan kondisi
penyakit, pengobatan. pasien dan kondisi penyakit3. Pemahaman
2. Berpartisipasidalam yang dialami. meningkatkan kerjasama
program perawatan. dengan program terapi,
meningkatkan
4. Identifikasi gejala yang penyembuhan dan
memerlukan evaluasi mengurangi tingkat
medik, contoh peningkatan kecemasan pasien.
nyeri, edema/eritema luka,4. Upaya intervensi
adanya drainase menurunkan resiko
komplikasi serius dan
mengurangi kecemasan
pasien
10 Setelah dilakukan
1. Awasi TTV. Perhatikan
1. Dugaan adanya infeksi.
tindakan keperawatan demam, menggigil,

29 | P a g e
selama 2x24 jam berkeringat, perubahan
diharapkan resiko mental, meningkatkan nyeri
infeksi berkurang. abdomen. Menurunkan resiko
Pasien akan
2. Lakukan pencucian tangan penyebaran bakteri.
menunjukkan bebas yang benar dalam perawatan
3. Pengetahuan tentang
tanda pasien. kemajuan situasi
infeksi/inflamasi, 3. Berikan informasi yang memberikan dukungan
drainase tepat, jujur, dan jelas pada emosional, membantu
purulen,eritema dan pasien atau orang terdekat. menurunkan ansietas.
edema 4. Kolaborasi pemberian
4. Mencegah dan
antibiotik sesuai indikasi. menurunkan penyebaran
bakteri di rongga abdomen.
11 Setelah dilakukan1. Memvalidasi tingkat saat1. Mengidentifikasi
tindakan keperawatan ini pemahaman, pengetahuan pasein,
2x24 jam pengetahuan mengidentifikasi sehingga dapat meberikan
klien adekuat pembelajaran kebutuhan, pendidikan kesehatan yang
kriteria Hasil: dan menyediakan basis tepat.
klien memahami pengetahuan dari mana
informasi terkait klien dapat membuat
penyakit kwarsiokor keputusan 2. Memudahkan pendidikan
adanya perubahan2. Membantu identifikasi ide, yang diberikan oleh
perilaku dan sikap, rasa takut, perawat.
berpartisipasi pada kesalahpahaman,dan
program perawatan kesenjangan dalam
identifikasi pengetahuan tentang3. Persepsi klien
dangunakan sumber kwarsiokor mempengaruhi proses
informasi yang tepat3. Tentukan persepsi klien perawatan anak.
terkait penyakit tentang perawatan4. Pengalaman membantu
kwarsiokor proses adaptasi klien
4. Tanyakan tentang sendiri
atau sebelumnya

30 | P a g e
pengalaman klien atau
pengalaman dengan orang5. Meningkatkan
lain yang memiliki riwayat pengetahuan klien
kwarsiokor .
5. Memberikan informasi6. Media membantu
yang jelas dan akurat secara meningkatkan pengetahuan
faktual. klien.
6. Menyediakan bahan-bahan
tertulis tentang kwarsiokor,
pengobatan, dan
tersediasistem pendukung.

31 | P a g e
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kwashiorkor adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori
tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti
tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari
kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi
kronik.Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam
garis kemiskinan.Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia
enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada
usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.

5.2 Saran
Perawat harus mengetahui tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan serta asuhan
keperawatan terhadap pasien yang menderita kwarshiorkor. Hal ini sangat penting untuk
diketahui oleh perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan. Karena jika nantinya salah
dalam memberi penanganan, pasien akan mengalami beberapa perubahan, diantaranya
perubahan mental.

32 | P a g e
Daftar Pustaka

digilib.unimus.ac.id . 2017. Etiologi Kwarshiorkor


(digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-iibristumu-5177-3-bab2.pdf), diakses
pada 30 September 2017

ayahaja.wordpress.com . 2008. Patologi Kwarshiorkor.


(https://ayahaja.wordpress.com/2008/11/29/gizi-buruk-marasmus-kwashiorkor/), diakses
pada 30 September 2018

Nurafif-huda. Kusuma Hardhi. 2015. Pengertian, manifestasi klinis dan etiologi


kwarshiorkor. (NANDA NIC-NOC 2015 Jilid 2)

Anggraeny, O., Dianovita, C., Putri, E.N., Sastrina, M. and Dewi, R.S., 2016.
Korelasi Pemberian Diet Rendah Protein Terhadap Status Protein, Imunitas, Hemoglobin,
dan Nafsu Makan Tikus Wistar Jantan (The Correlation of Low Protein Diet
Administration on Status of Protein, Immunity, Hemoglobin, and Appetite of Male
Wistar Rats Rattus norvegicus). Indonesian Journal of Human Nutrition, 3(2), pp.105-
122.

Tumenggung, I., 2015. PENATALAKSANAAN DIET DAN


PERKEMBANGAN STATUS GIZI BALITA GIZI BURUK DI TFC (Therapeutic
Feeding Center) PUSKESMAS TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN
2011–2013. JOURNAL HEALTH AND NUTRITIONS, 1(1), pp.1-15.

33 | P a g e

Você também pode gostar