Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan
karena defisiensi makronutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi
pergeseran masalah gizi dari defisiensi makronutrient kepada defisiensi
mikronutrient, tetapi beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi
(> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan
prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan kwashiorkor, marasmus, dan
marasmik kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein.
Kwashiorkor merupakan salah satu bentuk kekurangan energi protein (KEP) yang
disebabkan oleh kurangnya asupan protein. Kwashiorkor sering dihubungkan
dengan adanya penyakit infeksi dan anemia. Tingkat kematian akibat kwashiorkor
dapat mencapai 10-30 persen. Penanganan kasus kwashiorkor melalui intervensi
bahan makanan harus dilakukan secara hati-hati karena terjadi penurunan
imunitas.
Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut
mengenai konsep dasar kwashiorkor dan Asuhan keperawatan pada anak yang
menderita kwashiorkor.
1|Page
BAB II
Gambar kwashiorkor :
2|Page
2.2 Etiologi Kwarshiorkor
Kwarshiorkor paling sering dialami oleh anak usia 1-4 tahun, namun
dapat pula terjadi pada bayi. Kwarshiorkor yang mungkin terjadi pada orang
dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasite atau infeksi dari bakteri lain.
Banyak hal yang menjadi penyebab kwarshiorkor , namun factor yang paling
mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak
adekuat atau tidak seimbang setelah 1 tahun atau lebih, kwarshiorkor dapat
muncul bahkan ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi
masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau ketidaktahuan (kurangnya edukasi)
yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik.
3|Page
oleh faktor lain seperti peningkatan kebutuhan nutrisi. Pada intinya adanya
gangguan metabolisme atau malabsorpsi.
2.3 Patologi
Dari sekian banyak gejala klinis, tetapi ada beberapa gejala klinis tersebut
khas pada penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan
diagnosis kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah
pitting edema, hipoalbuminemia, rambut yang tidak hitam, mudah rontok, jarang
dan tipis, perut buncit karena hepatomegali, dan crazy pavement dermatosis.
Karena adanaya edema, maka kwashiorkor bisa disebut edematous protein calorie
malnutrition.
4|Page
Kwarshiorkor :
5|Page
12. Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran
crazy pavement dermarotis
13. Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin
dengan batas yang tegas)
14. Anemia akibat gangguan eritropoesis
15. Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolestrol serum darah
16. Pada biopsy hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis,
nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus
17. Hasil autopsy pasien kwarshiorkor yang berat menunjukan terjadinya
perbahan degenerative pada semoga organ (degenerasi ott jantung, atrofili
usus, osteoporosis dan sebagainya)
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan
6|Page
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan
dehidrasi adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan,
mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak
buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat
dilakukan :
a. Jika anak masih mnyusui, teruskan ASI dan berikan setiap ½ jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan
tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3
sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi
oral khusus KEP disebut ReSoMal.
b. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat
minum minum, lakukan rehidrasi intavena (infud) RL/ Glukosa5
% dan NaCl dengan perbandingan 1 : 1
4. Lakukan pemulihan ganggam keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP Berat/ gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
a. Kelebihan nattrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah
b. Defisiensi Kalium dan Magnesium
Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan
untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu
minimal 2 minggu. Berikan makan tanpa diberi garam/ rendah
garam, untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang
diencerkan 2x (dengan pe+an 1 liter air) ditambah 4 gr kecil dan
50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan
yang banyak mengandung mineral bentuk makanan lumat.
5. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara
rutin diberikan antibiotic spectrum luar.
7|Page
6. Pemberian makanan, balita KEP
Pemberian diet KEP berat dibagi 3 fase :
Fase Stabilisasi (1-2hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat berhati-hati,
karena keadaan faali anak yang sangat lemah dan kapasitas
homeostatic berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera
setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energy
dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula
khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/modisko ½ yang
dilanjutkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun agar dapat
mencapai prinsip tersebut dengan persyaratan diet sbb: porsi kecil,
sering, rendah serat dan rendah laktosa, energy 100kkal/kg/ hari, 1-1,5
gr /kgbb/ hari, cairan 130 ml/kg BB/ hari (jika ada edema berat 100ml/
kg bb/hari) , bila anak mendapat ASI diteruskan, dianjurkan memberi
formula WHO 75/pengganti/ modisco ½ dengan gelas, bila anak trlalu
lemah berikan dengan sendok/ pipet, pemberian formula WHO
75/pengganti/modisco ½ atau pengganti dan jadwal pemberian
makanan harus sesui dengan kebutuhan anak.
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita
Fase ini meliputi 2 fase : transisi dan rehabilitasi :
a. Fase transisi (minggu II)
- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan untuk
menghindari resiko resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak .
- Ganti formula khusus awal (energy 75 kal dan protein 0,9-1,0 gr/100
ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/ makanan keluarga
dapat digunakan asal kandungan energy dan protein sama.
- Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/ kg bb/ kali
pemberian (200nml/ kg bb/ hari).
8|Page
b. Fase Rehabilitasi (Minggu III-VII)
- Formula WHO-F 135/ pengganti/ modisco 1 ½ dengan jumlah tidak
terbatas dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kg bb/hari
- Protoin : 4-6 gr /kg bb/ hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan
makanan fomula karena energy dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral,
walapun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan
preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai
naik (pada minggu II). Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
a. Tambahan multivitamin lain
b. Bila BB mulai naik berikan zat besi dalam bentuk besi folat/ sirup
besi
c. Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis
tunggal
d. Vitamin A oral 1 kali
e. Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian
kapsul vitamin A.
9. Berikan stimulasi dan dukungan emosional
10. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
9|Page
Tanda dan gejala yang terjadi pada anak dengan Kwashiorkor antara lain
sebagai berikut.
a. Edema, umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis).
b. Wajah membulat dan sembab.
c. Pandangan mata sayu.
d. Rambut tipis kemerahan seperti warna jagung, mudah di cabut tanpa rasa sakit
dan rontok. Anak yang rambutnya keriting dapat menjadi lurus.
e. Perubahan status mental, apatis, dan rewel.
f. Tidak nafsu makan.
g. Pembesaran Hati.
h. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk.
i. Warna kulit pucat.
j. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
k. Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut; anemia; dan diare.
10 | P a g e
7. Ansietas b.d status ekonomi orang tua, perubahan status kesehatan
anak (malnutrisi)
2.7 Pathway
11 | P a g e
2.8 McLaren Scoring
12 | P a g e
BAB III
4.1 Pengkajian
Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no
medrec, diagnosa medis, alamat. Kwashiorkor paling seringnya pada usia antara 1 – 4
tahun, namun dapat pula terjadi pada bayi.
1. Keluhan utama:
a. Tahap Prenatal:
Hal yang dikaji adalah terkait asupan nutrisi pada ibu selama
kehamilan. Kekurangan nutrisi pada ibu selama kehamilan jugan
memungkinkan anak juga akan mengalami malnutrisi. Setelah itu, infeksi
13 | P a g e
yang mungkin dapat timbul pada ibu dan menyalur ke anak dan menjadi
infeksi kronis bagi anak.
b. Tahap Intranatal:
Hal yang dikaji adalah proses selama persalinan. Bayi mungkin dapat
lahir dengan berat badan rendah, dan karena pengetahuan ibu yang kurang
sehingga kwarshiorkor dapat timbul saat bayi.
Hal yang dikaji adalah asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif
dan pemberian nutrisi setelah asi eksklusif. Beberapa ibu terkadang tidak
memberikan asi eksklsif pada bayinya setelah melahirkan. Hal ini beresiko
anak mengalami malnutrisi.
5. Pengkajian Psikososial :
14 | P a g e
7. Riwayat nutrisi :
15 | P a g e
Pasien dapat memiliki gangguan gastointestinal seperti diare dan anoreksia. Diare
dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu infeksi dapa saluran cerna, intoleransi laktosa, dan
malabsorbsi lemak
4. Pola aktivitas dan latihan
Anak akan mengalami gangguan aktivitas akibatstatus mental yang apatis dan
rewel. Aktifitas jugan akan terganggu akibat udem yang ada pada ekstremitas, serta
penurunan fungsi otot.
16 | P a g e
makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa
menurun, dan anak menjadi pasif.
b. Pengukuran Antopometri
Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal usianya. LLA
(Lingkar Lengan Atas) <14cm
c. Otot
Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah terus-menerus, tidak
mampu berjalan dengan baik.
d. Kontrol Sistem Saraf
Kurang perhatian, iritabilitas, bingung.
e. Sistem gastrointestinal
Terjadi anoreksia, diare tampak pada sebagian besar penderita.
f. Sistem kardiovaskular
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan
hipokalemi dan hipomagnesemia.
g. Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit, warna menjadi kemerahan. Pada penderita kwashiorkor
lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi
putih.
h. Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit.
Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti kulit yang keringdengan garis kulit
yang mendalam. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa
trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.
i. Gigi
Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
j. Tulang
17 | P a g e
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan
hambatan pertumbuhan.
k. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
l. Hati
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang
batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba.
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan
usus halus terjadi perlemakan.
18 | P a g e
kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam
makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Pemeriksaan radiologis juga perlu
dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru. Selain itu juga ditemukan:
e. Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi tidak sebanyak
menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor terdapat rasio
albumin/globulin yang biasanya 2 menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor
yang berat ditemukan rasio yang terbalik (Kadar globulin normal: 2.0- 3.5 g/dl)
f. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam
amino non essiensial.
h. Anemia
19 | P a g e
sehat.
20 | P a g e
caries pada gigi.
21 | P a g e
4.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan
kalori dan protein yang tidak adekuat.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
3. Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak
adekuat.
4. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi
vitamin A.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status
metabolik.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan faktor sekunder akibat
malnutrisi.
7. Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.
8. Diare berhubungan dengan inflamasi GI, malabsorbsi lemak.
9. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah.
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.
22 | P a g e
4.4 Rencana Keperawatan
23 | P a g e
kesinambungan program
stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak
dengan memberdayakan
sistem pendukung yang
ada.
2 Setelah dilakukan Kaji antropometri. Untuk menentukan berat
tindakan asuhan
2. Kaji pola makan klien. badan, osteometri dan
keperawatan selama 3 resiko berat berlemak,
x 24 jam, kebetuhan
3. Berikan intake makan kurus.
nutrisi pasien adekuat tinggi potein, kalori,2. Untuk mengetahui
mineral, dan vitamin. kebiasaan makan klien.
4. Timbang berat badan. 3. Untuk mempertahankan
berat badan, kebutuhan
5. Tingkat pemberian ASI memenuhi metabolik dan
dengan pemasukan nutrisi meningkatkan
yang adekuat pada ibu penyembuhan
4. Untuk menentukan diet
6. Kolaborasi dengan dan menetahui keefektifan
ahli gizi. terapi.
5. Pemberian ASI yang
adekuat mempengaruhi
kebutuhan nutrisi si anak
dan pemasukan nutrisi
pada ibu dapat
meningkatkan produksi
ASI si ibu.
6. Untuk merencanakan
masukan nutrisi dan cairan.
3 Setelah dilakukan
Pantau Tanda-tanda vital. Untuk mengetahui keadaan
tindakan asuhan umum pasien.
24 | P a g e
keperawatan selama 2.
2 Ukur intake dan output. 2. Untuk mengetahui status
x 24 jam, kebutuhan keseimbangan cairan.
cairan pasien
3. Kaji terjadinya kulit
3. Menunjukkan kehilangan
terpenuhi kering, membran mukosa cairan berlebih.
kering dan pengisian
kapiler.
4. Edema dapat terjadi
4. Pantau adanya edema karena perpindahan cairan
dan berkenaan dengan
5. Berikan cairan yang penurunan kadar albunim
adekuat sesuai dengan serum / protein.
kondisi. 5. Untuk meminimalkan
Kolaborasikan untuk terjadinya dehidrasi.
adanya pemberian cairan Untuk mempertahankan
parental. keseimbangan cairan
elektrolit
4 Setelah dilakukan Kaji ketajaman
Untuk mengetahui ketajaman
tindakan asuhan pengelihatan. pengelihatan klien dan
keperawatan selama 2 sumber pengelihatan
x 24 jam, tidak terjadi
2. Dorong agar pasien menurut ukuran yang baku.
gangguan persepsi mengekspresikan perasaan
2. Pada saat intervensi dini
sensori (penglihatan) tentang kehilangan atau mencegah kebutaan, pasien
kemungkinan kehilangan menghadapi kemungkinan
pengelihatan. kehilangan pengelihatan
3. Lakukan tindakan untuk sebagian atau total,
membantu klien menangani meskipun kehilangan
keterbatasan pengelihatan, pengelihatan telah terjadi
contoh : kurangi kekacauan, tidak dapat diperbaiki
atur prabot, perbaiki sinar meskipun dengan
yang suram dan masalah pengobatan kehilangan
pengelihatan malam. lanjut dapat dicegah.
25 | P a g e
4. Kolaborasikan untuk
3. Untuk menurunkan
dilakukan Test adaptasi bahaya keamanan
gelap. sehubungan dengan
perubahan lapang pandang
5. Lakukan kolaborasi untuk atau kehilangan
pemberian obat sesuai pengelihatan dan
indikasi, pemberian vitamin akomodasi pupil terhadap
A dalam dosis terapeutik sinar lingkungan.
yaitu vitamin A oral 50.000-
4. Untuk mengetahui
75.000 IU/kgBB tidak lebih adanya kelainan atau
dari 400.000-500.000 IU. abnormalitas dari fungsi
6. Lakukan kolaborasi untuk pengelihatan klien.
pengobatan kelainan pada
5. Pemberian vitamin A
mata dosis terapeutik dapat
Stadiu mengatasi gangguan
pengelihatan secara teratur
dapat mengembalikan
pengelihatan pada mata.
Untuk mengembelikan ke
fungsi pengelihatan yang
beik da mencegah
terjadinya komplikasi lebih
lanjut.
5 Setelah dilakukan
Obervasi adanya kemerahan,. Area ini meningkat
tindakan asuhan pucat, ekskoriasi. resikonya untuk kerusakan
keperawatan selama 2 dan memerlukan
x 24 jam, tidak terjadi
2. Gunakan krim kulit 2 kali pengobatan dan perawatan
gangguan integritas sehari setelah mandi, pijat lebih intensif
kulit pada pasien kulit, khususnya di daerah2. Melicinkan kulit dan
di atas penonjolan tulang. menurunkan gatal.
26 | P a g e
3. Lakukan perubahan posisi Pemijatan sirkulasi pada
sering. kulit, dapat meningkatkan
tonus kulit.
Tekankan pentingnya
masukan nutrisi/cairan3. Meningkatkan sirkulasi
adekuat. dan perfusi kulit dengan
mencegah tekanan lama
pada jaringan.
Perbaikan nutrisi dan
hidrasi akan memperbaiki
kondisi kulit.
6 Terjadi peningkatan
Catat frekuensi jantung, irama,
Mengetahui kondisi terkini
toleransi pada klien dan perubahan TD selama pasien sebelum dan setelah
setelah dilaksanakan dan sesudah aktifitas. melakukan aktivitas.
tindakan keperawatan
2. Tingkatkan istirahat (di
2. Menurunkan kinerja
selama di RS. Kriteria tempat tidur) dan batasi metabolise tubuh dan
hasil klien aktifitas pada dasar nyeri mengurangi penggunaan
berpartisipasi dalam dan berikan aktifitas sensori energi.
aktifitas sesuai yang tidak berat.
kemampuan klien. 3. Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari tingkat
3. Meningkatkan
aktifitas. pengetahuan pasien dalam
perubahan bertahapa pada
4. Kaji ulang tanda tingkatan aktivitas.
gangguan yang menunjukan
4. Mengetahui gangguan
tidak toleran terhadap yang terjadi akibat pasien
aktifitas. tidak toleran pada suatu
5. Fasilitasi klien aktivitas.
memilih aktivitas yang 5. Meningkatkan
mampu dilakukan secara kemampuan klien dalam
mandiri dan aktivitas yang beraktivitas secara
27 | P a g e
memerlukan bantuan dari bertahap dan mengurangi
orang lain. resiko kecelakaan dari
intoleransi aktivitas
7 Setelah dilakukan
1. Kaji kondisi umum gigi
1. Mengetahui kondisi
tindakan keperawatan klien. umum gigi klien yang
diharapkan kerusakan mengalami caries gigi.
gigi berkurang
2. Anjurkan klien gosok gigi
2. Menjaga kebersihan
teratasi, dengan 2x sehari. mulut dan gigi untuk
kriteria hasil kondisi
3. Meningkatkan asupan mengurangi pengeroposan
gigi pasien mulai kalsium klien untuk gigi.
membaik dan caries mengurangi caries gigi. 3. Kalsium merupakan
gigi berkurang. bagian penting yang ada
4. Informasikan kepada digigi dan jika tubuh
pasien pentingnya asupan kekurangan kalsium maka
kalsium bagi tulang dan tubuh akan mengambil
gigi. kalsium dari gigi.
4. Meningkatkan
pengetahuan pasien
mengenai pentingnya
kalsium.
8 Setelah dilakukan
Observasi tanda-tanda vital
Mengetahui keadaan umum
tindakan keperawatan klien. pasien.
diharapkan diare
2. Observasi adanya demam,
teratasi, dengan takikardi, ansietas dan
2. Tanda terjadinya
Kriteria Hasil: kelemahan. perforasi atau toksik
1. Fungsi usus stabil. 3. Observasi dan catat megakolon.
2. BAB anak frekuensi BAB,
berkurang dan karakteristik, jumlah dan
3. Mengetahui keadaan
konsistensi normal. faktor pencetus. klien dan membantu
3. Tanda-tanda vital
4. Berikan masukan membedakan kondisi dan
dalam keadaan makanan dan cairan per oral keparahan penyakit.
28 | P a g e
normal. secara bertahap . 4. Bertahap dapat
memberikan periode
istirahat pada kolon,
Elaborasi dengan tim sedangkan pemasukan
kesehatan lain terkait kembali mencegah kram
pemberian antibiotik (sesuai dan diare.
indikasi). Mengobati infeksi
supuratif lokal.
9 Setelah dilakukan
1. Kaji ulang pembatasan1. Memberikan informasi
tindakan keperawatan aktivitas pasca operasi. pada pasien untuk
selama 1x24 jam merencanakan kembali
tingkat kecemasan
2. Ajarkan teknik relaksasi: rutinitas biasa tanpa
pasien menurun. nafas dalam untuk menimbulkan masalah.
Kriteria hasil: mengurangi kecemasan2. Untuk membantu pasien
1. Menyatakan pasien memperoleh kenyamanan .
pemahamannya
tentang proese
3. Informasikan kondisi
penyakit, pengobatan. pasien dan kondisi penyakit3. Pemahaman
2. Berpartisipasidalam yang dialami. meningkatkan kerjasama
program perawatan. dengan program terapi,
meningkatkan
4. Identifikasi gejala yang penyembuhan dan
memerlukan evaluasi mengurangi tingkat
medik, contoh peningkatan kecemasan pasien.
nyeri, edema/eritema luka,4. Upaya intervensi
adanya drainase menurunkan resiko
komplikasi serius dan
mengurangi kecemasan
pasien
10 Setelah dilakukan
1. Awasi TTV. Perhatikan
1. Dugaan adanya infeksi.
tindakan keperawatan demam, menggigil,
29 | P a g e
selama 2x24 jam berkeringat, perubahan
diharapkan resiko mental, meningkatkan nyeri
infeksi berkurang. abdomen. Menurunkan resiko
Pasien akan
2. Lakukan pencucian tangan penyebaran bakteri.
menunjukkan bebas yang benar dalam perawatan
3. Pengetahuan tentang
tanda pasien. kemajuan situasi
infeksi/inflamasi, 3. Berikan informasi yang memberikan dukungan
drainase tepat, jujur, dan jelas pada emosional, membantu
purulen,eritema dan pasien atau orang terdekat. menurunkan ansietas.
edema 4. Kolaborasi pemberian
4. Mencegah dan
antibiotik sesuai indikasi. menurunkan penyebaran
bakteri di rongga abdomen.
11 Setelah dilakukan1. Memvalidasi tingkat saat1. Mengidentifikasi
tindakan keperawatan ini pemahaman, pengetahuan pasein,
2x24 jam pengetahuan mengidentifikasi sehingga dapat meberikan
klien adekuat pembelajaran kebutuhan, pendidikan kesehatan yang
kriteria Hasil: dan menyediakan basis tepat.
klien memahami pengetahuan dari mana
informasi terkait klien dapat membuat
penyakit kwarsiokor keputusan 2. Memudahkan pendidikan
adanya perubahan2. Membantu identifikasi ide, yang diberikan oleh
perilaku dan sikap, rasa takut, perawat.
berpartisipasi pada kesalahpahaman,dan
program perawatan kesenjangan dalam
identifikasi pengetahuan tentang3. Persepsi klien
dangunakan sumber kwarsiokor mempengaruhi proses
informasi yang tepat3. Tentukan persepsi klien perawatan anak.
terkait penyakit tentang perawatan4. Pengalaman membantu
kwarsiokor proses adaptasi klien
4. Tanyakan tentang sendiri
atau sebelumnya
30 | P a g e
pengalaman klien atau
pengalaman dengan orang5. Meningkatkan
lain yang memiliki riwayat pengetahuan klien
kwarsiokor .
5. Memberikan informasi6. Media membantu
yang jelas dan akurat secara meningkatkan pengetahuan
faktual. klien.
6. Menyediakan bahan-bahan
tertulis tentang kwarsiokor,
pengobatan, dan
tersediasistem pendukung.
31 | P a g e
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kwashiorkor adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori
tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti
tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari
kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi
kronik.Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam
garis kemiskinan.Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia
enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada
usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.
5.2 Saran
Perawat harus mengetahui tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan serta asuhan
keperawatan terhadap pasien yang menderita kwarshiorkor. Hal ini sangat penting untuk
diketahui oleh perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan. Karena jika nantinya salah
dalam memberi penanganan, pasien akan mengalami beberapa perubahan, diantaranya
perubahan mental.
32 | P a g e
Daftar Pustaka
Anggraeny, O., Dianovita, C., Putri, E.N., Sastrina, M. and Dewi, R.S., 2016.
Korelasi Pemberian Diet Rendah Protein Terhadap Status Protein, Imunitas, Hemoglobin,
dan Nafsu Makan Tikus Wistar Jantan (The Correlation of Low Protein Diet
Administration on Status of Protein, Immunity, Hemoglobin, and Appetite of Male
Wistar Rats Rattus norvegicus). Indonesian Journal of Human Nutrition, 3(2), pp.105-
122.
33 | P a g e