Você está na página 1de 34

CASE BASED DISCUSSION

Acute Limfoblastic Leukemia (ALL)

Oleh:

Elma Rosa Vidia, S.Ked

Penguji:

dr. Juspeni Kartika, Sp. PD-FINASIM

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah, puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun

laporan dengan judul Acute Limfoblastic Leukemia (ALL) ini.

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik ilmu

penyakit dalam RSUD H. Abdul Moeloek. Kepada dr. Juspeni Kartika, Sp. PD-

FINASIM sebagai dosen pembimbing, penulis mengucapkan terima kasih atas

segala pengarahannya sehingga laporan ini dapat penulis susun dengan cukup

baik.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik

dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis meminta

maaf atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya

pengetahuan, wawasan, dan keterampilan penulis. Selain itu, kritik dan saran dari

pembaca sangat penulis harapkan guna kesempurnaan referat selanjutnya dan

perbaikan untuk kita semua.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan

berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Bandar Lampung, Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I IDENTIFIKASI KASUS..............................................................................1

BAB II PENDAHULUAN.....................................................................................12

2.1 Latar Belakang...........................................................................................12

BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13

3.1 Definisi......................................................................................................13

3.2 Patofisiologi...............................................................................................14

3.3 Diagnosis...................................................................................................15

3.4 Penatalaksanaan.........................................................................................20

3.5 Prognosis....................................................................................................22

Daftar Pustaka........................................................................................................24

iii
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Bekri, Lampung Tengah
No RM : 54.93.55

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 04
Juni 2018.

Keluhan Utama
Badan Lemas

Keluhan Tambahan
Nyeri perut sebelah kiri, berat badan berkurang, demam hilang timbul 2 minggu
SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit daerah Sepulau Raya Lampung
Tengah, pasien datang ke rumah sakit Abdul Moelok pada tanggal 19 Mei 2018
dengan keluhan badan terasa lemas sejak 2 bulan SMRS, keluhan dirasakan
semakin memberat dan berlangsung sepanjang hari. Pasien juga mengatakan
tampak semakin pucat dan terkadang merasakan pusing berputar, riwayat pingsan
(-), sesak (-).
Pasien mengeluh perut terasa membesar sehingga perut terasa penuh. Keluhan ini
disertai adanya nyeri perut sebelah kiri.

1
Keluhan lain berupa mual, mata berkunang, telinga mendenging, sakit
kepala, nafsu makan menurun, panas badan, berat badan menurun, berkeringat
malam, sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengeluh BAK bewarna kuning pekat
sudah lama dan semakin sering dalam 1 minggu terakhir. Pasien mengeluh
memiliki riwayat BAB berwarna hitam. Kemerahan pada kulit (+), perdarahan
spontan pada kulit, gusi, hidung ataupun telinga (-), nyeri tenggorokan (-).

Pasien mengatakan nyeri-nyeri pada tulang kaki dan bengkak sehingga pasien
sulit berjalan, tidak disertai nyeri pada pinggang dan nyeri tulang belakang.

Riwayat Penyakit Dahulu


- cacar air (+)
- batuk rejan (-)
- influenza (-)
- tifus abdominalis (-)
- malaria (-)
- alergi (-)
- gastritis (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


- asma (+)
- hipertensi (-)

Anamnesis Sistemik
Kulit : kuning
Kepala : dalam batas normal
Mata : sklera ikterik +/+, konjungtiva anemis +/+
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Tenggorokan : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal

2
Dada (Jantung/Paru) : dalam batas normal
Abdomen (Lambung/Usus) : mual, muntah, nyeri perut, perut membesar.
Saluran kemih/Alat kelamin : BAK kuning pekat
Saraf/otot : otot lemah
Berat badan : turun

Riwayat Hidup
Tempat lahir : Rumah
Ditolong oleh : Dukun

Riwayat Imunisasi
- hepapitits (✓)
- BCG (✓)
- Campak (✓)
- DPT (✓)
- Polio (✓)
- Tetanus (✓)

Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 3x
Jumlah/hari : 3 piring sedang
Variasi/hari : bervariasi
Nafsu makan : menurun

Pendidikan
SLTA

Kesulitan
Tidak ada kesulitan keuangan, pekerjaan, keluarga, dan lain-lain

3
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
A. Status umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit berat
b. Kesadaran : Composmentis, GCS : 15, E: 4, V: 5, M: 6
c. Kulit : Akral hangat, turgor cukup
B. Pemeriksaan fisik
1. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/60 mmHg
b. Pernafasan : 22 x/menit , reguler
c. Nadi : 97 x/menit , reguler, teraba kuat, isi cukup
d. Suhu : 37,3 0C axila

2. Kepala dan muka


a. Bentuk dan ukuran : Normocephal, simetris
b. Mata
 Konjungtiva : Anemis (+/+)
 Sklera : Ikterik (+/+)
c. Telinga : Bentuk normal
d. Hidung : Tidak diperiksa
e. Tenggorokan : Tidak diperiksa
f. Mulut : krusta (+)

3. Leher
 Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran
 Kelenjar tiroid : Dalam batas normal
 JVP : Dalam batas normal

4. Dada (thorax)
Depan Belakang

Inspeksi Hemithoraks simetris kiri Tidak dilakukan


dan kanan pemeriksaan

4
Palpasi - Fremitus taktil Tidak dilakukan
teraba getaran suara pemeriksaan
dada kanan sama
dengan kiri.

- Ekspansi dinding
dada terasa pergerakan
dinding thorax kanan
dan kiri seimbang.
Perkusi Sonor (+/+) Tidak dilakukan
pemeriksaan
Auskultasi - vesikuler (+/+) Tidak dilakukan
- wh (-/-) pemeriksaan
- rh (-/-)

5. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung: ICS ll parasternal dextra
Auskultasi : BJ I dan II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
6. Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Palpasi :
: Nyeri perut (+) regio hipokondrium dextra, epigastrium,
hipokondrium sinistra, umbilikal sinistra, iliaca sinistra.

Perkusi : Hepar tidakshifting


: Timpani, teraba ,dullness
lien teraba
(-) di schuffner VI.
Auskultasi : Bising usus (+) 6 x/menit

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 15/05/2018
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,8 14,0 – 18,0 g/dL

5
Leukosit 281.000 4800 – 10.800 /μL
Eritrosit 3,1 4,7 – 6,1 juta/μL
Hematokrit 27 42 – 52 %
Trombosit 136.000 150.000 – 450.000 /μL
MCV 86 79 - 99 fL
MCH 34 27 – 31 Pg
MCHC 40 30 – 35 g/dL
Hitung Jenis
- basofil 0 0–1 %
- eosinofil 0 2–4 %
- batang 0 3–5 %
- segmen 50 50 – 70 %
- limfosit 44 25 – 40 %
- monosit 6 2–8 %
LED 30 0 – 10 mm/jam

Laboratorium 16/05/2018
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
KIMIA
Bilirubin total 9,4 0,3 – 1,2 mg/dL
Bilirubin direk 7,1 0,0 – 0,3 mg/dL
Bilirubin indirek 2,3 0,1 – 1,0
SGOT 106 < 31 U/L
SGPT 42 < 31 U/L

Laboratorium 24/05/2018 pukul 12:32


Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Trombosit 129.000 150.000 – 450.000 /μL
Hemoglobin 14.2 11,5-16,5 g/dL
Leukosit 629.800 150000-400000 / μL

Laboratorium 24/05/2018 pukul 12:32


Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
KIMIA
Ureum 41 13-43 mg/dL
Creatinine 0,47 0,55-1,02 mg/dL

6
Laboratorium 04/06/2018 pukul 17:32
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 7,8 14,0 – 18,0 g/dL
Leukosit 298.000 4800 – 10.800 /μL
Eritrosit 2,0 4,7 – 6,1 juta/μL
Hematokrit 16 42 – 52 %
Trombosit 55.000 150.000 – 450.000 /μL
MCV 82 79 - 99 fL
MCH 40 27 – 31 Pg
MCHC 48 30 – 35 g/dL
Hitung Jenis
- basofil 0 0–1 %
- eosinofil 0 2–4 %
- batang 0 3–5 %
- segmen 61 50 – 70 %
- limfosit 31 25 – 40 %
- monosit 8 2–8 %
LED 85 0 – 10 mm/jam

Laboratorium 05/06/2018 pukul 11:38


Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 8,2 14,0 – 18,0 g/dL
Leukosit 297.000 4800 – 10.800 /μL
Eritrosit 2,0 4,7 – 6,1 juta/μL
Hematokrit 17 42 – 52 %
Trombosit 60.000 150.000 – 450.000 /μL
MCV 83 79 - 99 fL
MCH 40 27 – 31 Pg
MCHC 48 30 – 35 g/dL
Hitung Jenis
- basofil 0 0–1 %
- eosinofil 0 2–4 %
- batang 0 3–5 %
- segmen 10 50 – 70 %
- limfosit 86 25 – 40 %
- monosit 4 2–8 %
KIMIA

7
Bilirubin direk 7,1 0,0-0,3 mg/dL
Bilirubin total 9,4 0,3-1,2 mg/dL
Bilirubin indirek 2,3 0,1-1,0 mg/dL
SGOT 93 < 31 U/L
SGPT 24 < 31 U/L
Ureum 33 13-43 mg/dL
Calsium 8,3 8,6-10,0 mg/dL
Chlorida 104 96-106 mmol/L
Gamma GT 59 < 38 U/L
Gula Darah Sewaktu 72 < 140 mg/dL
Alkaline Phosphatase 692 33-98 g/dL

HASIL MORFOLOGI SUMSUM TULANG (19/05/2018)


Hasil pemeriksaan darah rutin
Hb : 12,1 g/dL
WBC : 557,000 sel/uL
PLT : 124,000 sel/uL
MCV : 85,8 fL
MCH : 36,5 pg
MCHC : 42,5 g/dL
Hasil pemeriksaan Sumsum Tulang
Selularitas : hiperseluler
ME ratio : tidak dapat dinilai
Gambaran Sumsum tulang : fragmen (+)
Hasil Mielogram
Granulopoiesis : 70 (14,02)%
 Meiloblast :0
 Promielosit : 3 (4,28 %)
 Mielosit : 0 (12,85%)
 Mielosit eosinofilik :0
 Netrofil batang : 4 (5,71%)
 Netrofil segmen : 43 (61,42%)
 Eosinofil : 1 (1,42%)
 Monosit : 9 (12,85%)
 Monoblast :0

8
 Plasma Cell :0
Limfopoiesis : 429 (85,97%)
 Limfoblast : 308 (71,79%)
 Prolimfosit :0
 Limfosit matur : 121 (28,20%)
 Limfosit atipik :0
Eritropoiesis : tidak tampak
 Pronormoblast : tidak tampak
 N. Basofil : tidak tampak
 N. Asidofil : tidak tampak
 N. Polikromatofil : tidak tampak
Trombopoiesis
 Megakariosit : ditemukan, ativitas (+)

Kesan:
- sumsum tulang tampak hiperseluler
- peningkatan aktivitas limfopoiesis
- tampak aktivitas eritropoiesis dan granulopoiesis tertekan
- ditemukan infiltrasi blast (limfoblast)
- Gambaran mengarah ke leukemia akut (ALL)
- DD: AML

Ringkasan
Os datang dengan keluhan perut terasa membesar nyeri di sebelah kiri, disertai
demam (+), lemas (+), mual (+), BAK kuning pekat (+), riwayat BAB hitam (+),
kulit kuning (+).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan: keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran
kompos mentis, TD 100/60 mmHg, N 97 x/m, RR 20 x/m, T 37,3 °C. Kulit
jaundice, sklera ikterik, konjungtiva anemis, nyeri tekan seluruh regio abdomen.

9
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (+), leukositosis (+),
trombositopenia (+), LED memanjang (+), bilirubin meningkat (+).

Daftar Masalah:
1. Jaundice, demam, nyeri peru, lemas
2. Pemeriksaan fisik: sklera ikterik, konjungtiva anemis, kulit jaundice, purpura,
nyeri tekan abdomen, perbesaran pada lien.
3. Pemeriksaan penunjang: anemia, trombositopenia, bilirubin meningkat,
leukositosis.

Diagnosis Kerja
Akut Limfoblastik Leukemia (ALL) + anemia

Diagnosis Banding
Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL)

Rencana Pengelolaan
Rdx/:
 Konsul supervisor
 Cek darah setiap habis transfusi
o Trombosit
o HB
o Bilirubin
 Leukoparesis
 Rencana kemoterapi

RTh/:
 Non Farmakologi
o Tirah baring
o Pasang jalur IV
o Hindari trauma/benturan
o Transfusi PRC, TC, FFP
 Farmakologi
o Demam : PCT 500 mg
o Mual, muntah : Omeprazole, sucralfat syr
o Perdarahan : Asam traneksamat, vit K
o Induksi Remisi pada pasien dewasa :
- Vinkristin 1,5 mg/m2 IV hari 1 (maksimal 2 minggu)
- Daunorubisin 30 mg/m2 IV hari 1,2,14.21,48

10
- Prednison 40 mg/m2 PO hari 1-28, tappering off 2 minggu
- L-asparaginase 10.000 U/m2 diberikan jika mendekati remisi
komplit selama 4 hari sebelum radiasi kranial.
- Aspirasi sumsum tulang dilakukan minggu ke 5 jika trombosit
> 100.000/mm3
Prognosis
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad sanationam : dubia ad malam
Qua ad fungsionam : dubia ad malam

11
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi


leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini
menyebabkan timbulnya gejala karena, kegagalan sum-sum tulang dan
infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak,
kulit, atau testis. Kegagalan sum-um tulang menimbulkan gejala berupa
anemia, netropenia, trombositopenia.

Leukemia dapat dibagi menjadi 2 yaitu, leukemia akut dan Kronis, yang
masing-masing lebih lanjut dibagi menjadi limfoid atau mieloid. Kelainan
mieloproliferatif, sekelompok keadaan yang ditandai dengan proliferasi
abnormal satu atau leih sel-sel hemopoetik dalam sumsum tulang dan pada
banyak kasus juga di hepar, limpa. Sel-sel hemopoetik yaitu, eritroid,
granulosit dan monosit, serta Megakariosit. Sedangkan Kelainan
Limfoproliferatif, sekelompok keadaan yang ditandai oleh proliferasi
abnormal sistem limforetikuler (limfosit, plasmosit, histiosit). 1

Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan


transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor
hemopoietik sumsum tulang dini, disebut sel blas. Gambaran klinis dominan
penyakit-penyakit ini biasanya adalah kegagalan sumsum tulang yang
disebabkan akumulasi sel blas walaupun juga terjadi infiltrasi jaringan.
Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi,
secara paradoks, lebih mudah diobati dibandingkan leukemia kronik.

Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya leih dari 30% sel blas dalam
sumsum tulang pada saat manifestasi klinis. Leukemia akut selanjutnya
dibagi menjadi leukemia mieloid akut (AML) dan Leukemia Limfoblastik
akut (ALL) berdasarkan apakah sel blasnya terbukti sebagai mieloblas atau
limfoblas. 1,2

12
Leukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di
bawah 14 tahun, ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak
normal sehingga menyebabkan pucat, pusing, pembesaran kelenjar getah
bening, demam, nyeri, dan perdarahan sebagai manifestasi klinis. LLA
merupakan salah satu masalah penting pada kanker anak.Sebagai strategi
untuk meningkatkan manajemen masalah kanker anak, khususnya LLA,
diperlukan gambaran epidemiologi dan hasil pengobatan pasien.
Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais (2000-2008), LLA
banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1
dengan risiko biasa adalah jenis LLA terbanyak.Dari penelitian, 44,9%
pasien meninggal dan 27,5 % hidup.

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Leukemia merupakan keganasan hematologik yang terjadi akibat
proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest)
pada berbagai tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi
progresif dari kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang,
yang kemudian beredar secara sistemik. Leukemia akut merupakan
leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat dan dibagi atas leukemia
limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA).1
Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel
prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit
B dan sisanya berasal dari sel T. Sementara itu, leukemia mieloblastik akut
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan
gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid. Leukemia ditanda
dengan kelainan mieloproliferatif yang ditandai dengan peningkatan
proliferasi sel granulositik, dengan prevalens 20% dari kejadian leukemia.16
Leukemia akut merupakan keganasan yang paling sering ditemukan
pada anak, yaitu mencapai 30-40% dari seluruh keganasan dan merupakan
97% dari semua leukemia pada anak. Insidens rata-rata leukemia akut yaitu
4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah usia 15 tahun dan lebih banyak
ditemukan pada anak kulit putih dibandingkan anak kulit hitam.8
Di negara berkembang, leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan
82% dari seluruh kasus leukemia akut pada anak dengan insidensi tertinggi
pada usia 3-5 tahun dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Sementara itu, leukemia mieloblastik akut (LMA)
lebih sering ditemukan pada dewasa dan berjumlah 18% dari seluruh kasus
leukemia akut pada anak dengan insidensi yang tetap dari lahir hingga usia
10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Pada leukemia akut, rasio
laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLA dan mendekati 1 untuk
LMA.

14
Klasifikasi Morfologi
Berdasarkan morfologi sel dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli
hematologi Amerika, Perancis dan Inggris pada tahun 1976 menetapkan
klasifikasi LMA yang terdiri dari 8 subtipe. Klasifikasi ini dikenal dengan
nama klasifikasi FAB (France, American and British) dan sampai saat ini
masih menjadi diagnosis dasar LMA. Klasifikasi morfologik menurut FAB
adalah seperti berikut :
M-0 Leukemia mielositik akut dengan diferensiasi minimal
M-1 Leukemia mielositik akut tanpa maturasi
M-2 Leukemia mielositik akut dengan maturasi
M-3 Leukemia promielositik hipergranuler
M-4 Leukemia mielomonositik akut
M-5 Leukemia monositik akut
M-6 Leukemia eritroblastik (eritroleukemia)
M-7 Leukemia megakariositik akut
Sementara itu, untuk LLA, penelitian yang dilakukan pada leukemia
limfoblastik akut menunjukkan bahwa sebagian besar LLA mempunyai
homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini
memberi dugaan bahwa populasi sel leukemia itu berasal dari sel tunggal.
Oleh karena homogenitas itu maka dibuat klasifikasi LLA secara morfologik
untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, klasifikasi LLA
menurut FAB adalah sebagai berikut:
L-1 Terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin
homogeni, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
L-2 Pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti
L-3 Terdiri dari sel limfoblas besar, homogeni dengan kromatin
berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi

15
Gambar 1. Klasifikasi LLA secara morfologik menurut FAB (French,
American, British). Kiri atas gambaran morfologi L1. Kanan atas gambaran
morfologi L2. Bawah gambaran morfologi L3.3

16
3.3 Patofisiologi
Sel-sel ganas leukemia lymphoblastic akut (ALL) adalah prekursor
sel-sel limfoid (yaitu, limphoblas) yang ditahan di tahap awal
pengembangan. Penahanan ini disebabkan oleh abnormal ekspresi gen,
seringkali sebagai akibat dari translokasi kromosom. Limphoblas
menggantikan elemen sumsum normal, mengakibatkan penurunan tajam
dalam produksi sel darah normal Akibatnya, anaemia, trombositopenia, dan
neutropenia terjadi pada derajat yang bervariasi. Limphoblas juga bisa
berproliferasi di organ lain dari sumsum, khususnya hati, limpa, dan
kelenjar getah bening.

Secara sederhananya dapat dijelaskan sebagai berikut. Sel-sel yang


belum matang, dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit,
berubah jadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu
menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah
yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah da
berpindah ke organ-organ tubuh lainnya dan melanjutkan pertumbuhannya
dan membelah diri dan merusak organ-organ yang ditempatinya itu.

17
Leukemia Limfoblastik Akut terjadi dikarenakan oleh adanya
perubahan abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada LLA,
kebanyakan kasus disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya LLA seperti faktor genetika,
imunologi, lingkungan, dan obat-obatan. LLA terjadi karena pada sel
progenitornya mengalami abnormalitas.

Faktor genetika mempunyai peranan paling penting dalam proses terjadinya


LLA. Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi gangguan pada
gen ARID5B dan IKZF yang ternyata berperan dalam regulasi transkripsi
dan diferensiasi sel limfosit B. Selain peranan genetik, faktor lingkungan
seperti radiasi dan beberapa bahan kimia, infeksi, serta imunodefisiensi juga
berpengaruh. Paparan terhadap radiasi meningkatkan angka kejadian LLA
karena menyebabkan adanya gangguan terhadap sel-sel darah yang berada
di sumsum tulang. Peranan infeksi terhadap kejadian LLA masih dalam
proses pengembangan oleh karena adanya tumpang tindih antara usia anak-
anak terkena infeksi dengan insidens puncak dari LLA.7

Gejala Leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara


penderita, namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut
4
:

1. Anemia

18
Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel
darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang,
akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan
kekurangan oxygen dalam tubuh).

2. Perdarahan

Ketika Platelet (sel pembeku darah_trombosit) tidak terproduksi dengan


wajar karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan
mengalami perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah
lebar/kecil dijaringan kulit).

3. Terserang Infeksi

Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama
melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih
yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak
berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi
virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan
adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.

4. Nyeri Tulang dan Persendian

Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow)
mendesak padat oleh sel darah putih.

5. Nyeri Perut.

Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana
sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang
menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah
nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita
leukemia.

6. Pembengkakan Kelenjar Lympa.

Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar


lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar

19
lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini
dan menyebabkan pembengkakan.

7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).


Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri
dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan

3.3 Diagnosis
Diagnosis LLA ditegakkan melakukan anamnesis yang terarah dan
pemeriksaan lab. Pada pemeriksaan lab, hasil yang didapatkan adalah:

1) Darah tepi : Pemeriksaan hematologik memperlihatkan adanya anemia


normositik normokromik dengan trombositopenia pada sebagian besar
khasus. Jumlah leukosit dapat menurun, normal, atau meningkat hingga
200 X 109/l atau lebih. Pada umumnya akan terjadi anaemia  Hb,Ht,
eritrosit menurun dan trombositopenia (kurang dari 25,000/mm3).
Proporsi sel blas pad hitung leukosit dapat bervariasi dari 0 sampai
100%. Berdasarkan hitung leukosit dan adanya blas, leukemia dibagi :

a. Leukemia leukemik : leukositosis >30.000, blas ++

b. Leukemia subleukemik : N, 10.000-an, blas +

c. Leukemia aleukemik : leukopeni 4000-an/<, blas (-)

Sediaan Hapus Darah Tepi :

 Eritrosit normositik normokrom, eritrosit berinti

 Sel blas bervariasi , +/-

 Pada ANLL, pada sel blas mungkin terdapat Auer rod

2) Aspirasi dan biopsi tulang: pada sediaan apus tulang ditemukan


hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak >/=30%, dan
gambaran monoton. Eritropoesis, trombopoesis tertekan. Tapi jika
sumsum tulang digantikan oleh sel-sel leukemia  dry-tap (karena
serabut retikulin bertambah), maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak
berhasil.

20
3) Sitokimia : Pada LLA, pewarnaan Sudan black dan mieloperoksidase
akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim
sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekusor
granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokemia juga
berguna untuk membedakan precusor B dan B-ALL dari T-ALL.
Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas,
sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan
periodic acis Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas
dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow
cytometry.

4) Sitogenik: mungkin ditemukan kromosom Philadelphia. Kromosom


Philadelphia ialah kromosom yang mengalami translokasi dimana
terdapat serpihan kromosom 9 dan serpihan kromosom 22 berganti
tempat. Hal ini menyebabkan terbentuknya gen BCR-ABL. Terdapat
juga kelaianan translokasi yang lain misalnya t(8;14), t(2;8), dan t(8;22)
yang dapat ditemukan pada LLA sel B.

Gambar.2. Kromosom piladelphia

5) Tes immunophenotyping: tergantung sel limfosit mana yang mengalami


keganasan. Tes ini sangat berguna dalam mengklasifikasi LLA.

6) Biologi molekular: jika terdeteksi gen BCR-LBR maka prognosis


buruk.

Leukemia Limfoblastik Akut

21
Penyakit ini disebabkan oleh akumulasi limfoblas

Berikut adalah klasifikasi untuk LLA.

1) Klasifikasi immunologi:

a. Prekusor ALL-B : CD19+, CD22+ sitoplasma dan TdT+ tiga


subtipe :

 Early pra-B, CD10-

i. Juga disebut ALL pre-pre-B atau pro-B

ii. Sering dijumpai pada bayi

 Early pra-B, CD10+ dikenal sebagai common ALL (cALL)

 Pra-B

i. µ+intrasitoplasma

ii. CD10- atau CD10+

b. T-ALL(25%), memperlihatkan adanya antigen sel T (misal CD7 dan


CD3 sitoplasma)

c. B-ALL(5%), memperlihatkan adanya imunoglobulin permukaan


TdT-All-B biasanya sesuai dengan tipe morfologik L3, sedangkan
tipe prekusor B atau T mungkin L1 dan secara morfologik tidak
dapat dibedakan.

2) Klasifikasi Morfologi the French American British(FAB) :

- L1 : sel blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan


nukleoli yang tidak jelas.

Gambar.3.Morfologi sel LLA tipe L1

22
- L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan

rasio inti sitoplasma yang rendah.

Gambar.4.Morfologi sel LLA tipe L2.

- L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik.

Gambar.5.Morfologi sel LLA tipe L35

*kebanyakan LLA pada anak mempunyai morfologi L1 sedangkan dewasa L2.

ALL adalah bentuk leukemia yang paling lazim dijumpai pada anak. Insiden
tertinggi terdapat pada usia 3-7tahun, dan menurun pada usia 10 tahun. Tipe
prekusor B yang lazim dijumpai (CD10+), paling sering ditemukan pada
anak dan mempunyai insidensi yang sama untuk kedua jenis kelamin.
Terdapat predominasi pria yang menderita ALL-T. Frekuensi kejadian ALL
lebih rendah setelah usia 10 tahun dengan peningkatan sekunder usia 40
tahun.11,13

Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada penyakit LLA terjadi akibat hal-hal berikut :

1. Kegagalan sumsum tulang yang menyebabkan :

a. Anemia, dengan gambaran klinis : pucat, letargi, dan dispnea

23
b. Leukopenia, dengan gambaran klinis : demam, malaise, gambaran
infeksi mulut, tenggorok, kulit, pernapasan, perianal atau infeksi
lain

c. Trombositopenia, dengan gambaran klinis berupa : memar spontan,


purpura, gusi berdarah, dan menorhagia.

2. Infiltrasi organ yang dapat mengenai tulang, limfa, dan organ-organ


tubuh lain, berupa :

a. Nyeri tulang, terutama pada anak

b. Limfadenopati superfisial

c. Splenomegali sedang

d. Hepatomegali

e. Sindrom meningeal, dengan gambaran klinis seperti : sakit kepala,


mual dan muntah, penglihatan kabur dan diplopia. Pemeriksaan
fundus dapat memperlihatkan adanya papiledema dan kadang-
kadang perdarahan.

f. Manifestasi yang lebih jarang terjadi adalah pembengkakan testis


atau tanda-tanda kompresi mediastinum di ALL-T.

Presentasi klinis leukemia akut sangat bervariasi. Pada umumnya gejala


klinis menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan
ekstrameduler oleh sel leukemia. Gejala pertama biasanya non spesifik dan
meliputi anoreksia, iritabel dan letargi. Mungkin ada riwayat infeksi virus
atau eksantem dan penderita seperti tidak mengalami kesembuhan
sempurna. Leukemia akut memperlihatkan gambaran klinis sebagai
berikut:1,3,5,6
1. Onset mendadak. Sebagian besar pasien datang dalam 3 bulan setelah
onset gejala. Kira-kira 66% anak dengan LLA mempunyai gejala dan
tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu diagnosis.
2. Gejala berkaitan dengan depresi sumsum tulang normal. Gejala
tersebut mencakup rasa mudah lelah, letargi, pusing dan sesak yang

24
terutama karena anemia; demam yang mencerminkan infeksi akibat
tidak adanya leukosit matang; dan perdarahan (ptekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi) akibat trombositopenia.
3. Nyeri tekan dan nyeri pada tulang. Hal ini terjadi akibat ekspansi
sumsum tulang disertai infiltrasi subperiosteum. Gejala ini lebih sering
ditemuka pada LLA dibandingkan LMA.
4. Limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali. Ketiganya
mencerminkan penyebaran sel leukemia; keadaan tersebut terjadi pada
semua leukemia akut, tetapi lebih mencolok pada LLA. Pada LLA,
limfadenopati biasanya nyata dan splenomegali dijumpai pada lebih
kurang 66% kasus namun hepatomegali jarang ditemukan. Sementara
pada LMA, hepatoslenomegali sering ditemukan dan limfadenopati
mungkin ada. Hipertrofi gingival atau pembengkakan kelenjar parotis
terkadang ditemukan pada LMA.
5. Manifestasi susunan saraf pusat. Keadaan tersebut mencakup nyeri
kepala, muntah dan kelumpuhan saraf akibat penyebarab ke meningen.
Kondisi ini lebih sering ditemukan pada LLA daripada LMA.
6. Keadaan hiperkatabolik. Keadaan ini ditandai dengan kaheksia,
keringat malam dan hiperurisemia.

3.4 Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan adalah dengan kemoterapi di mana terdapat
penggunaan bermacam-macam gabungan obat antaranya dari golongan
sitostatik dan kortikosteroid. Pemberiaan obat-obatan ini umummnya
mempunyai protokol yang telah ditetapkan oleh ahli-ahli hematologi,
onkologi dan pediatrik. Berikut adalah pembagiaan terapi.

1) Terapi induksi remisi.

Tujuannya adalah mencapai remisi komplit dan mengembalikan


hemopoiesis normal. Regimennya bisa 4 jenis obat atau 5 jenis obat.
Untuk 4 jenis obat adalah vincristine, prednisone, anthracycline dan
cyclophosphamide atau L-asparaginase. Dimana 5 jenis obat adalah

25
vincristine, prednisone, anthracycline, cyclophosphamide dan L-
asparaginase.

2) Terapi intensifikasi atau konsolidasi

Tujuan terapi adalah untuk mengeliminasi sel leukemia residual.


Regimennya adalah daunorubicin dan cytosine arabinoside(Ara-C).

3) Pemeliharaan jangka panjang

Dilakukan untuk mencegah relaps. Regimennya adalah 6-


mercaptopurin dan methotrexate. Namun terdapat juga beberapa
protokol tidak memerlukan terapi pemeliharaan jangka panjang.

4) Terapi untuk B-ALL

Kebanyakan LLA sel B tidak dapat diterapi oleh regimen LLA


konvensional karena kecepatan proliferasi sel-sel leukemianya
tinggi. Maka diberikan terapi hiperfractional dari cyclophosphamid
dosis tinggi dan methrotrexat dosis tinggi atau ifosfamide dan
methrotrexate dosis tinggi.

5) Terapi untuk LLA yang disebabkan oleh kromosom Philadelphia

Regimen yang diberikan adalah nilotinib dan dasatinib. Regimen ini


pada dasarnya menghambat BCR-ABL.

Selain itu, pilihan terapi untuk leukemia adalah : kemoterapi, terapi


biologi, terapi radiasi, atau transplantasi sel stem. Jika terdapat
pembesaran limpa, mungkin dibutuhkan pembedahan untuk mengatasi
limpa yang membesar tersebut. Tujuan utama terapi leukemia adalah
untuk mencapai remisi sempurna.3-5,7-13

 Kemoterapi : Kebanyakan pasien leukemia akan diberikan kemoterapi.


Tujuannya adalah untuk memusnahkan sel leukemia. Regimen
kemoterapi yang digunakan tergantung dari jenis leukemianya.3-5,7-13

 Terapi biologi : Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan ketahanan


tubuh terhadap kanker. Terapi biologi diberikan melalui injeksi. Untuk
beberapa pasien dengan leukemia limfositik kronik, jenis terapi biologi

26
yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan berikatan
dengan sel leukemia sehingga memungkinkan sel kekebalan tubuh
membunuh sel leukemia tersebut. Untuk beberapa pasien dengan
leukemia mieloid kronik, terapi biologi yang dapat digunakan adalah
interferon.1-3,5-11

 Terapi radiasi : Terapi radiasi / radioterapi menggunakan sinar x dosis


tinggi untuk membunuh sel leukemia. Umumnya mesin radioterapi
diarahkan ke limpa, otak, atau bagian tubuh lainnya di mana sel
leukemia berkumpul. Pada beberapa pasien mungkin dilakukan radiasi
seluruh tubuh (umumnya sebelum dilakukan transplantasi sumsum
tulang).

 Transplantasi sel stem : transplantasi sel stem memungkinkan untuk


dilakukan terapi dengan dosis obat, radiasi, atau keduanya yang tinggi.
Terdapat beberapa macam transplantasi sel stem, yaitu transplantasi
sumsum tulang, transplantasi sel stem perifer, dan transplantasi darah
umbilikal. Pada pasien LLA yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps
dilakukan transplantasi sumsum tulang alogenik pada remisi komplit
yang pertama. Resiko tinggi untuk relaps yaitu :

 Kromosom Philadelphia

 Perubahan susunan gen MLL

 Hiperleukositosis

 Gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu.

Pasien LLA dewasa yang mengalami relaps setelah mencapai remisi


komplit harus menjalani transplantasi sumsum tulang alogenik begitu
remisi kedua tercapai.

Terapi awal bertujuan untuk menghilangkan gejala dan tanda/remisi.


Kemudian, setelah gejala dan tanda menghilang, diberikan terapi
lanjutan untuk mencegah kekambuhan / relaps (disebut terapi
maintenance).5

27
Kebanyakan pasien dengan leukemia akut dapat disembuhkan.
Sedangkan leukemia kronik lebih sulit disembuhkan. Selain terapi
untuk mengatasi leukemianya, mungkin juga dibutuhkan terapi untuk
mengurangi nyeri dan gejala lainnya, yang disebut terapi paliatif.5

Tahapan terapi LLA : 11

1. Terapi Remisi (4-6 minggu) :

Prednisone 40 mg/m2 (maks 60 mg) IV/minggu,

Vinkristin 1,5 mg/m2 (maks 2 mg) PO/hari,

Asparginase 10.000 U/m2/hari selama 2 mingguan IM.

2. Terapi Intratekal

Terapi triple : MTX ( metotreksat)

HC ( hidrokortison )

Ara-C ( sitarabin )

Mingguan 6 kali selama induksi dan kemudian tiap 8 minggu untuk 2


tahun

3. Terapi Lanjutan Sistemik

6-MP (6-Merkaptopurin) 50 mg/m2/hari PO

MTX 20 mg/m2/minggu PO, IV, IM

Atur MTX ± 6-MP diberikan dengan dosis tinggi

4. Penambahan ( Reinforcement )

Vinkristin 1,5 mg/m2 ( maks. 2 mg ) IV tiap 4 minggu

Prednison 40 mg/m2/hari PO X 7 hari tiap 4 minggu

3.5 Prognosis
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal
dalam waktu 4 bulan setelah penyakit terdiagnosis. Lebih dari 90%
penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal. Banyak
penderita yang mengalmi kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak

28
memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan.
Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik. Pada pasien anak-
anak maupun dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari
25.000 sel/mikro L darah cenderung memilik prognosis yang lebih baik
daripada penderita yang memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.10

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Fianza PI. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi


B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi Keempat vol. 1. Jakarta: Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu
penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006: p. 728-
734.
2. Kurnianda J. Leukemia Mieloblastik Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi Keempat vol. 1. Jakarta: Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu
penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006: p. 706-
709.
3. Aster J. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Hartanto H, Darmaniah N,
Nanda W, dkk (eds). Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7 Bahasa
Indonesia Vol.2. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007: p. 475-
477, 489-491.
4. Bakta IM. Buku Ajar Hematologi Klinik Ringkas. Denpasar, UPT Penerbit
Universitas Udayana, 2001:119-141.

5. Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia, National Cancer Institute, US


National Institute of Health, 2011.

6. Panji IF, Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
jilid 2, edisi 5. Jakarta : ECG, 2009. Hal.1266 – 1275.

7. Conter V, Rizzari C, Sala A, Chiesa R, Citterio M, Biondi A, Acute


Lymphoblastic Leukemia, 2004.

8. Parveen K, Michael C. Acute Leukaemias, Malignant Disease, Kumar &


Clark’s Clinical Medicine. Spanyol. 2005(7):468 - 472

9. Johan K. Leukemia Mieloblastik Akut_Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.


jilid 2. edisi 5, Jakarta: 2009.1234 – 1240.

30
10. Karen S, Clarence SA, Francisco T, Ronald AS, Emmanual CB, Acute
Myelogenous Leukemia, 2011.

11. Karen S, Clarence SA, Francisco T, Ronald AS, Rajalaxmi McK,


Emmanuel CB, Acute Lymphoblastic Leukemia, 2011.

31

Você também pode gostar