Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Wajah adalah bagian anterior dari kepala, dengan batas kedua telinga di lateral,
dagu di inferior dan garis batas tumbuhnya rambut di superior. Wajah terbentuk dari
tulang belakang dan jaringan lunak yang terletak diatasnya (jaringan otot, jaringan tulang
rawan, pembuluh darah, saraf, pembuluh limfe dan kelenjar-kelenjar), yang secara
bersama-sama memberikan tampilan dan fingsi dari wajah..
KULIT WAJAH
Garis kerutan dikulit wajah berjalan membentuk pola kulit bawang dari mulut
sampai ke telinga, sejajar dan bersesuaian dengan sumbu panjang otot yang berada
dibawahnya. Sebaliknya, keriput ketuaan memiliki pola tegak lurus dengan otot
dibawahnya. Jika dilakukan insisi pada wajah, hendaklah dilakukan sejajar dengan garis
kerutan wajah sehongga penyembuhkan luka memberikan parut minimal.
OTOT WAJAH
Berdasarkan embriologinya, otot-otot ekspresi wajah terbentuk dari mesoderm
lengkung faring II. Otot-otot wajah dipersarafi oleh saraf lengkung faring II yaitu nervus
fasialis (N.VII).
Berdasarkan fungsinya, otot-otot wajah diklasifikasikan sebagai otot-otot sfingter
dan otot-otot dilator, kedua jenis otot tersebut mengelilingi orifisium pada wajah (mata,
hidung, mulut) dan memiliki fungsi yang berlawanan. Fungsi keduanya secara silih
berganti mengatur gerakan orifisium pada wajah sehingga terbentuk mimik dan ekspresi
dari wajah.
Pendahuluan
Kelenjar parotid adalah yang terbesar dari tiga kelenjar ludah besar berpasangan dan terletak
tepat di depan dan di bawah telinga. Bersama dengan kelenjar submandibular dan sublingual,
yang merupakan dua kelenjar lain yang berpasangan, yang memproduksi dan melepaskan
ludah ke rongga mulut.
Kelenjar parotid, dan bahkan semua kelenjar ludah besar, dapat membengkak karena
beberapa sebab, di antaranya yang paling umum karena virus atau infeksi bakteri,
pembentukan batu dan peradangan. Kondisi di atas sering kali terjadi sementara dan tidak
berbahaya, dan akan sembuh dengan cepat dengan perawatan medis, kecuali untuk batu
parotid yang mungkin memerlukan pengangkatan.
Kelenjar parotid juga dapat mengakibatkan tumor atau neoplasma. Hal ini umumnya muncul
seperti benjolan biasa yang berada di sekitar sudut rahang atau tepat di bawah daun telinga.
Tumor juga dapat timbul dari kelenjar submandibular dan sublingual (yang berada di bawah
garis-rahang dekat dagu dan di bawah lidah berturut-turut), tetapi hal ini lebih jarang
daripada kelenjar parotid.
Penilaian
Evaluasi tumor parotid biasanya memerlukan pemindaian diagnostik, CT atau MRI, dan bipsi
aspirasi jarum halus (FNAB). Investigasi ini memberikan kami penilaian yang bagus tentang
apakah tumor termasuk jinak atau ganas dengan akurasi 80 – 90%. Sedangkan kebanyakan
tumor parotid, antara 75 – 80% termasuk jinak, proporsi yang cukup tinggi darinya, kira-kira
20 - 25% mungkin termasuk kanker. Oleh karena itu, selain fakta bahwa tumor jinak akan
terus tumbuh, dan sebagian kecil darinya mungkin berubah menjadi kanker setelah beberapa
tahun, kebanyakan tumor parotid direkomendasikan untuk dibedah.
KELENJAR PAROTIS
ANATOMI
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di depan
telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang meluas ke
muka di bawah lengkung zigomatik (Leeson dkk., 1990; Rensburg, 1995). Kelenjar parotis
terbungkus dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari
tepi anterior kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah
medial, menembus otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2
permanen rahang atas (Leeson dkk., 1990; Moore dan Agur, 1995).
PAROTIDEKTOMI
Prosedur pembedahan yang paling umum untuk pengangkatan tumor parotid disebut
PAROTIDEKTOMI SUPERFISIAL, disebut demikian karena mengangkat keseluruhan
lobus superfisial kelenjar parotid lengkap dengan tumor.
Bedah parotid merupakan operasi besar, dan sangat penting karena pengangkatan kelenjar
parotid memerlukan pemotongan yang hati-hati dan teliti dan preservasi syaraf wajah. Syaraf
wajah merupakan syaraf penting yang keluar dari dasar tengkorak, melalui zat parotid dan
membagi menjadi lima cabang rumit atau lebih, yang memasok otot-otot animasi wajah.
Otot-otot ini memengaruhi fungsi-fungsi seperti penutupan kelopak mata, mengerutkan dahi,
tersenyum dan meniup. Bidang syaraf wajah dan cabangnya membagi kelenjar parotid
menjadi lobus superfisial dan lobus dalam, dan karena kebanyakan tumor terletak di dalam
lobus superfisial, parotidektomi superfisial adalah prosedur pembedahan yang sesuai. Risiko
kerusakan permanen pada syaraf wajah kurang dari 1 % jika pembedahan dilakukan oleh
dokter yang berpengalaman dalam bedah parotid. Apabila tumor terletak di lobe dalam dari
kelenjar parotid, maka baik lobus superfisial dan lobus dalam diangkat, prosedur ini disebut
PAROTIDECTOMI TOTAL, yang dilakukan lagi dengan preservasi yang hati-hati pada
saraf wajah dan semua cabang periferinya.
Umumnya bedah kelenjar parotid dilakukan melalui sayatan yang cukup besar yang dimulai
dari bagian atas belakang dan membelok ke bawah dengan lembut sampai leher paling
bawah, yang disebut sayatan Blair termodifikasi. Alasan untuk sayatan lebar tradisional ini
adalah agar dapat mengidentifikasi dengan hati-hati dan mempelajari saraf wajah dari titik
keluarnya di dasar tengkorak melalui kelenjar.
Namun, selama satu dekade terakhir, sayatan yang jauh lebih estetis, yang disebut sayatan
facelift termodifikasi, telah dikembangkan untuk mengangkat tumor parotid. Sayatan ini juga
dimulai di bagian atas telinga, tetapi membelok di sekeliling cuping telinga di belakang
telinga, dilanjutkan ke garis rambut bukan ke bawah leher. Sayatan ini nyaris tidak terlihat
setelah penyembuhan total, oleh karena itu lebih disukai pasien. Meskipun pasien harus
sangat berhati-hati untuk memilih pendekatan ini, saat ini kami rutin melakukan sayatan
facelift termodifikasi pada kebanyakan pasien yang memerlukan bedah parotid.
Bentuk pemulihan bedah parotid cepat. Umumnya pasien hanya menginap satu malam di
rumah sakit, dan diperbolehkan meninggalkan rumah sakit sehari setelah bedah dilakukan
dengan fungsi normal dan diet, mobilitas mandiri dan sakit pascaoperasi yang minimal.
Jahitan diambil seminggu setelah pembedahan.
KOMPLIKASI :
1. Lesi nervus fasialis
Biasanya temporer, bila permanen dikoreksi dengan :-
Neurotransfer menggunakan n hipoglossus
Nervgraft dengan n aurikularis magnus
Muskulo temporalsing pada bibir dan lidload pada palbebra superior
2. Infeksi
Berikan antibiotika sesuai pola kuman,lakukan kultur pus bila ada pusnya.
3. Fistel
Biasanya akan menutup spontandengan perawatan luka dan bebat tekan
4. Sindroma Frey’s,
Disebabkan oleh crosinnervasi cabang parasimfatis(sekretomotorik) dari korda timpani
yangikut n aurikulo temporalis yang terpotong.
5. Hematoma
6. Anestesia didaerah telinga
LAPORAN KASUS
Seorang wanita umur 56 tahun, datang ke poliklinik Bedah dengan keluhan benjolan di depan
bawah telinga kanan yang makin lama makin besar sejak 2 tahun yang lalu, tidak nyeri dan tidak
merah, tidak disertai demam dan tidak dikeluhkan mulut mencong serta tidak disertai penurunan
berat badan.
Pada pemeriksaan :
Didapatkan keadaan umum baik, kesadaran komposmentis, kooperatif, tidak demam. Pada
pemeriksaan Telinga, hidung dan tenggorok tidak didapatkan kelainan. Regio parotis dekstra
didapatkan benjolan ukuran 5x4x2 cm, kenyal, dan ada bagian yang fluktuatif, tidak nyeri tekan,
tidak terdapat tanda-tanda radang, permukaan licin, tidak terfiksir pada jaringan disekitarnya dan
tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan tanda parese N.Fasialis.
Saat itu ditegakkan diagnosis kerja tumor parotis dekstra, dan direncanakan untuk dilakukan
BAJAH,. Hasil pemeriksaan BAJAH (No. S.759-05) didapatkan hasil makroskopik, keluar
cairan 10 cc merah kecoklatan, dari pemeriksaan mikroskopik hanya tampak eritrosit (darah)
dengan sel makrofag, tak tampak sel-sel tumor, kesan hematom. Dari CT scan parotis didapatkan
hasil kesan, sugestif tumor parotis superfisial kanan. Selanjutnya direncanakan untuk
pengangkatan tumor dalam narkose, untuk itu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah,
rontgen toraks PA, EKG dan dari konsul bagian Penyakit Dalam tidak ada kontra indikasi untuk
dilakukan operasi dalam narkose.
Pada Tanggal 9 Agustus 2005 dilakukan operasi parotidektomi superfisial dektra dengan
pemeliharaan saraf fasial. Insisi menembus subkutis dimulai dari anterior tragus kearah inferior
kebagian bawah lobulus membelok ke posterior menyusuri tepi batas depan M.
sternokleidomastoideus dan melengkung setinggi hioid. Dilakukan identifikasi massa tumor,
selanjutnya dilakukan diseksi secara tumpul dengan melepaskan kapsul tumor dari jaringan
sekitarnya. N. Fasialis diidentifikasi dan cabang-cabangnya dan dibebaskan dari jaringan
sekitarnya, massa tumor dengan bagian yang kistik mengandung cairan berwarna coklat
kehitaman dilepaskan secara intoto, dengan ukuran 5x4x2 cm, dilakukan pemasangan salir, luka
operasi ditutup lapis demi lapis. Selama perawatan keadaan umum baik, luka operasi tenang ,
pada pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda parese N. Fasialis. Pengobatan pasca operasi
diberikan Antibiotik, analgetik, antiimolamasi steroid dan neurotrofik. Salir (drain) dicabut hari
ketiga pasca tindakan. Dari Pemeriksaan Patologi Anatomi (No.P.2173-05) terhadap massa
tumor didapatkan hasil, kesan pleomorfik adenoma dengan bagian-bagian yang melebar kistik
serta sialodenitis kronis. Pada hari ke tujuh pasca operasi jahitan dibuka, luka operasi tenang, dan
tidak terdapat tanda-tanda parese saraf fasial. Pada follow up satu dan dua bulan pasca operasi
tidak terdapat tanda-tanda kekambuhan dan tanda sindroma frey.
Referensi :
1. Sadler TW head and neck. In : Sadler TW editor. Langeman’s medical embryology
5th edition. Baltimore : Williams & Wilkins, 1985 ; p281 – 308.
2. McMinn RMH. Face. In : McMinn RMH (editor). Last’s anatomy : regional and
applied. 9th edition. London : Churchill-Livingstone, 1994 : p445-53.
3. Anderson JE (editor). Grant’s atlas of anatomy. 8th edition. Baltimore : Williams &
Wilkins, 1983.
4. Staubesand J (editor). Atlas anatomi manusia Sobota. Edisi ke-19.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1989.