Você está na página 1de 17

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK


ACARA I
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI JANTAN

Disusun oleh :
Abednego Oriel Yulandra
17/414797/PT/07486
Kelompok XI

Asisten: Estialsa Puspa Giwang

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK


DEPARTEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI JANTAN

Tinjauan Pustaka

Reproduksi merupakan kemampuan makhluk hidup untuk


menghasillkan keturunan yang baru. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak punah. Hal
tersebut juga bertujuan untuk keseimbangan alam tetap terjaga. Putra
(2012) menyatakan bahwa ternak jantan dalam melakukan proses
reproduksi memiliki organ-organ yang memiliki fungsi masing-masing yang
berperan dalam proses berkembang biak. Organ reproduksi jantan secara
anatomi terdiri dari testis, epididymis, ductus deferens, urethra, penis, dan
kelenjar aksesoris yang meliputi kelenjar vesicularis, kelenjar prostataa dan
kelenjar cowpery. Lestari (2013) menyatakan bahwa system reproduksi
vertebrata jantan terdiiri atas sepasang testis, saluran reproduksi jantan,
kelenjar seks asesoris, dan organ kopulatori.
Mahmud et al., (2015) menyatakan bahwa ductus deferens adalah
struktur tubular yang menyalurkan spermatozoa dari epididymis ke urethra.
Tamrin (2014) menyatakan bahwa urethra adalah saluran tunggal yang
memanjang dari persimpangan ampulla ke ujung penis. Akmal et al., (2014)
menyatakan bahwa penis dibungkus oleh lipatan kulit yang disebut
preputium dan terdiri atas bagian radix, corpus, dan glans penis. Selain
organ-organ utama, dalam sistem reproduksi dikenal juga kelenjar
tambahan atau kelenjar aksesoris. Mahfud et al., (2015) menyatakan bahwa
kelenjar aksesoris berperan penting pada proses reproduksi. Kelenjar ini
menghasilkan sekreta yang merupakan bagian dari plasma semen,
berfungsi sebagai nutrisi dan media transpor bagia spermatozoa,
perlindungan terhadap berbagai kuman infeksi, pembilas saluran urethra
terhadap sisa-sisa urin, dan berperan dalam proses netralisasi pH saluran
reproduksi jantan dan betina sebelum dilewati spermatozoa.
Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum anatomi organ
reproduksi jantan adalah pita ukur, alat tulis, dan lembar kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum anatomi organ
reproduksi jantan adalah preparat anatomi organ reproduksi sapi
Peranakan Ongole jantan.

Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum antomi organ reproduksi
jantan adalah dengan diamati preparat organ reproduksi dan diketahui
fungsinya. Bagian-bagian organ reproduksi jantan kemudian diukur dengan
menggunakan pita ukur, lalu hasil pengukuran dicatat di lembar kerja.
Hasil dan Pembahasan

Hasil pengukuran anatomi organ reproduksi sapi bangsa Peranakan


Ongole yang dilakukan pada saat praktikum disajikan pada tabel sebagai
berikut.
Tabel 1. Hasil pengukuran organ reproduksi jantan
Panjang Lebar Tinggi Keliling
Nama Organ
(cm) (cm) (cm) (cm)
Testis 10 6 - 13
Epididymis 13 - - -
Ductus deferens 27 - - -
Urethra - - - -
Kelenjar Vesicularis - - - -
Kelenjar Prostataa - - - -
Kelenjar Cowperi - - - -
Penis 10 - - -
Testis
Testis sapi hasil pengukuran memiliki panjang 10 cm, lebar 6 cm
dan keliling 13 cm. Yudi (2009) menyatakan bahwa panjang testis pada sapi
jantan dewasa berkisar antara 10 sampai 13 cm, dengan tebal 5 sampai 6,5
dan berat 300 sampai 400 gram. Prayogo (2013) menyatakan bahwa Rata-
rata lingkar scrotum dari sapi Limousin dan Simmental masing-masing
36,57 ± 2,20 cm dan 40,58 ± 2,11 cm. Hasil pengukuran panjang dan lebar
testis yang didapatkan sesuai dengan literatur namun pada keliling tidak
sesuai. Adhyatma et al. (2013) menyatakan bahwa berat dan ukuran testis
ternak dipengaruhi oleh umur, bobot badan serta bangsa ternaknya.
Testis adalah organ reproduksi primer jantan, bentuk testis (tunggal)
atau testes (jamak) bulat memanjang vertikal. Testis dikatakan sebagai
organ reproduksi primer karena mempunyai fungsi memproduksi gamet
jantan (spermatozoa) dan hormon kelamin jantan yaitu hormon androgen
dan testosteron Sakir (2017). Testis digantung oleh funiculus spermaticus.
Prastowo (2008) menjelaskan bahwa testis mempunyai bagian-bagian,
yaitu rete testis dan mediastinum. Rete testis terdiri dari saluran-saluran
yang beranastomose dalam mediastinum testis. Saluran-saluran ini terletak
di antara tubulus seminiferus dan ductus deferens yang berhubungan
dengan ductus epididymis dalam caput epidiyimis. Sel leydig menghasilkan
hormon kelamin jantan testosteron yang terdapat di dalam jaringan pengikat
di antara tubulus seminiferus.
Lapisan pembungkus testis dari luar ke dalam meliputi scrotum,
tunica dartos, tunica vaginalis propia, dan tunica albuginea. Scrotum
berfungsi untuk melindungi dan menyokong testis, mengatur temperatur
testis dan epididimis supaya temperatur dalam testis 4 sampai 7°C di bawah
temperatur tubuh. Tunica dartos mengelilingi kulit scrotum berfungsi untuk
dapat mengerut atau mengendorkan permukaan scrotum. Tunica vaginalis
propria adalah jaringan ikat yang berfungsi untuk membungkus testis.
Tunica albuginea adalah jaringan ikat putih mengkilap yang berada di
bawah tunica vaginalis propria yang juga berfungsi untuk membungkus
testis. Sakir (2017) menyatakan bahwa lapisan luar dari testis adalah tunica
albuginea testis, merupakan membran jaringan ikat elastis berwarna putih.
Pembuluh darah dalam jumlah besar dijumpai tepat di bawah permukaan
lapisan ini.
Cryptorchid adalah peristiwa gagalnya testis untuk turun dari rongga
perut menuju scrotum. Cryptorchid ada 2 macam, yaitu cryptorchid
unilateral yang merupakan gagalnya salah satu testis untuk turun dari
rongga perut menuju scrotum dan cryptorchid bilateral yaitu gagalnya kedua
testus untuk turun dari rongga perut menuju scrotum. Sander (2012)
menyatakan bahwa salah satu kelainan pada testis yang mungkin terjadi
adalah tidak terjadinya penurunan testis yang disebut cryptorchid.
Cryptorchid ada 2 macam yakni unilateral yang terjadi jika salah satu testis
saja yang tidak turun dan multilateral yang terjadi jika kedua testis tidak
dapat turun ke rongga perut.
Mekanisme regulasi suhu pada testis dilakukan oleh musculus
cremaster externa, musculus cremaster interna, tunica dartos, dan plexus
pampiniformis. Musculus cremaster externa berfungsi untuk menjauhkan
testis dari tubuh pada saat suhu panas. Musculus cremaster interna
berfungsi untuk mendekatkan testis dengan tubuh pada saat suhu dingin.
Tunica dartos berfungsi untuk mengerutkan scrotum pada saat suhu dingin
dan mengendorkan scrotum saat suhu panas. Plexus pampiniformis
mengandung banyak pembuluh darah yang berfungsi untuk megalirkan
darah menuju dan keluar dari testis. Prastowo (2008) menyatakan bahwa
tunica dartos menarik testis mendekati perut sehingga permukaan testis
menjadi lebih kecil dan melipat untuk mencegah pengeluaran panas.
Musculus cremaster externus dan musculus cremaster internus akan
relaksasi apabila temperatur panas, sehingga testis turun menjauhi perut
untuk mempercepat pengeluaran panas. Mekanisme regulator temperatur
testis diatur oleh plexus pampiniformis, dimana vena dan arteri saling
menjalin secara kompleks dengan darah dalam vena yang meninggalkan
testes menuju tubuh untuk mendinginkan darah arteri yang menuju testis.
Testis pada semua ternak terdapat di dalam suatu kantong luar yang
disebut scrotum. Scrotum berfungsi untuk melindungi dan menyokong
testis, mengatur temperatur testis dan epididimis supaya temperatur dalam
testis 4 sampai 7° C di bawah temperatur tubuh.
Kastrasi adalah proses pemotongan saluran reproduksi jantan yaitu
testis. Sariubang dan Qomariyah (2010) menjelaskan bahwa kastrasi
artinya menghentikan aktivitas testis, menyebabkan kelenjar asesorius
mundur aktivitasnya, sifat khas jantan berangsur hilang dan kegiatan
spermatogenesis berhenti. Hormon gonadotropin akan terakumulasi pada
pars distalis hipofisa akibatnya sel basophil mengalami perubahan
identitasnya selanjutnya dikenal dengan castration cells. Kastrasi yang
dilakukan sebelum dewasa kelamin akan menimbulkan tanda khas jantan
tidak akan timbul.
Rete testis

Mediasternum testis

Gambar 1. Anatomi testis


Epididymis
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pengukuran panjang
epididymis adalah 13 cm. Yudi (2009) menyatakan bahwa panjang
epididymis sapi berkisar 18,5 cm. Data hasil pengukuran pada saat
praktikum menunjukkan bahwa ukuran epididymis tidak sesuai dengan
literatur. Samsudewa dan Purbowati. (2010) menyatakan bahwa ukuran
epididymis dipengaruhi oleh umur, spesies, dan pakan. Berat badan
berkorelasi dengan panjang testis, diameter testis, volume testis, panjang
epididymis, diameter cauda epididymis, dan volume cauda epididymis.
Epididymis memiliki tiga bagian, yaitu caput, corpus, dan cauda.
Caput berfungsi sebagai transport spermatozoa. Corpus memiliki fungsi
untuk tempat pematangan dan pemasakan spermatozoa. Cauda berfungsi
untuk tempat penimbunan spermatozoa. Akmal et al., (2015) menjelaskan
bahwa epididymis terdiri dari tiga bagian yaitu caput, corpus, dan cauda.
Setiap bagian epididimis mempunyai fungsi yang spesifik. Caput dan
corpus epididimis berfungsi sebagai tempat pematangan awal dan akhir
spermatozoa, sedangkan bagian cauda berfungsi utama sebagai tempat
penyimpanan spermatozoa yang matang.
caput
cauda

corpus

Gambar 2. Anatomi epididymis

Ductus deferens
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pengukuran panjang
ductus deferens adalah 27 cm. Novelina et. al. (2014) menyatakan bahwa
panjang ductus deferens adalah 11,03 + 0,08 cm. Data hasil pengukuran
pada saat praktikum menunjukkan bahwa ukuran epididymis tidak sesuai
dengan literatur. Kuswahyuni (2008) menyatakan bahwa jika terdapat
perbedaan ukuran disebabkan oleh faktor umur, berat badan, dan faktor
genetik.
Ductus deferens berbentuk saluran pipa berotot yang berfungsi
dalam transport spermatozoa ke urethra. Pelebaran pada ductus deferens
disebut ampulla ductus deferens. Sakir (2017) menyatakan bahwa ductus
deferens berfungsi untuk mengangkut sperma dari ekor epididymis ke
urethra. Dindingnya mengandung otot-otot licin yang penting dalam
mekanisasi pengangkutan semen waktu ejakulasi.
Vasektomi adalah operasi pembelahan untuk mengangkat sebagian
ductus deferens pada hewan jantan dewasa. Ifanasari (2012) menjelaskan
bahwa vasektomi adalah cara untuk mencegah keluar cairan sperma
dengan tindakan mengikat dan memotong pada kedua saluran ductus
deferens.
Ductus deferens

Ampulla
Deferen

Gambar 3. Anatomi ductus deferens


Urethra
Praktikum anatomi reproduksi jantan pada urethra sapi tidak
dilakukan pengukuran, sehingga tidak diketahui ukuran urethra sapi yang
sedang diamati. Urethra adalah saluran reproduksi jantan yang berfungsi
sebagai saluran di sepanjang penis yang menyalurkan urin dan cairan
semen. Novelina (2014) menyatakan bahwa urethra merupakan saluran
reproduksi jantan yang berjalan di sepanjang penis, berfungsi untuk
menyalurkan urin dan semen. Urethra pada jantan memiliki dua fungsi,
yaitu: sebagai saluran urinasi dan saluran reproduksi saat spermatozoa
diejakulasikan.
Urethra dibagi menjadi tiga bagian yaitu pars pelvina, pars
bulbourethralis, dan pars penis. Pars pelvina merupakan bagian urethra
yang dekat dengan pelvis. Pars bulbourethralis merupakan bagian urethra
yang dekat dengan kelenjar bulbourethralis. Pars penis merupakan bagian
urethra yang dekat dengan penis. Colliculus seminalis merupakan katup
yang terdapat pada urethra yang mengatur keluarnya urin dan cairan
semen agar tidak keluar secara bersamaan. Colliculus seminalis akan
menutup saluran yang menyalurkan urin pada saat akan mengeluarkan
cairan semen melalui urethra dan juga akan menutup saluran yang
manyalurkan cairan semen pada saat akan mengeluarkan urin melalui
urethra. Akmal et al. (2014) menyatakan bahwa ductus deferens berfungsi
untuk menyalurkan spermatozoa menuju urethra melalui colliculus
seminalis. Widayati et al. (2008) menjelaskan bahwa urethra berdasarkan
letaknya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pars pelvina, pars bulbourethralis,
dan pars penis. Bagian pelvis (pars pelvina) merupakan suatu saluran
silindrik dengan panjang 15 sampai 20 cm dan diselubungi oleh otot urethra
yang kuat dan terletak pada lantai pelvis. Bagian bulbourethralis (pars
bulbourethralis) adalah bagian yang melengkung seputar arcus ischiadicus.
Bagian penis (pars penis) merupakan termasuk dari kelengkapan penis.

Urethra

Gambar 5. Anatomi penis


Kelenjar tambahan
Kelenjar vesikularis
Praktikum anatomi reproduksi jantan pada kelenjar vesikularis sapi
tidak dilakukan pengukuran, sehingga tidak diketahui ukuran kelenjar
vesikularis sapi yang sedang diamati. Kelenjar vesikularis berfungsi untuk
menghasilkan zat-zat organik seperti protein, kalium, asam sitrat, dan
fruktosa. Kelenjar vesikularis berjumlah sepasang terletak di ampulla
ductus deferens di sebelah kanan dan kiri. Khalaf (2010) menjelaskan
bahwa fungsi dari kelenjar vesikularis adalah memberi energi berupa
fruktosa dan cairan tambahan untuk spermatozoa sehingga dapat
memperbesar volume spermatozoa. Sakir (2017) menjelaskan bahwa
faktor yang dapat mempengaruhi ukuran kelenjar vesikularis adalah usia,
berat badan, dan bangsa kambing. Faktor yang mempengaruhi perbedaan
ukuran dari kelenjar vesikularis adalah umur, berat badan, dan bangsa.
Kelenjar prostata
Praktikum anatomi reproduksi jantan pada kelenjar prostata tidak
dilakukan pengukuran, sehingga tidak diketahui ukuran prostata organ
reproduksi anatomi sapi yang sedang diamati. Kelenjar prostat berfungsi
untuk menghasilkan zat-zat anorganik seperti Na, Cl, dan Mg. Kelenjar
prostat berjumlah satu. Zega (2015) menyatakan bahwa kelenjar prostata
terdapat pada pangkal urethra. Kelenjar ini terdiri dari bagian corpus
prostataa dan pars diseminata. Kelenjar ini mempunyai banyak saluran
(ductus prostacici). Kelenjar prostata berfungsi untuk mensekresikan ion
anorganik dan memberi bau khas pada sperma. Phadmacanty (2013)
menyatakan bahwa prostat merupakan kumpulan kelenjar tubulo-alveolar
bercabang yang salurankeluar bermuara ke dalam urethra pars prostataica.
Prostat menghasilkan cairan prostat dan disimpan di bagian dalam untuk
dikeluarkan selama ejakulasi.
Kelenjar cowperi
Praktikum anatomi reproduksi jantan pada kelenjar cowperi sapi
tidak dilakukan pengukuran, sehingga tidak diketahui ukuran kelenjar
cowperi sapi yang sedang diamati. Kelenjar cowperi berfungsi untuk
menghasilkan cairan yang berfungsi untuk membersihkan saluran
reproduksi dari urin. Kelenjar cowperi berjumlah sepasang di belokan
dimana urethra membelok ke bawah. Phadmacanty (2013) menjelaskan
bahwa kelenjar cowperi merupakan sepasang kelenjar berbentuk ovoid
dan berukuran kecil. Kelenjar cowperi terdapat sepasang di sisi kanan kiri
urethra mendekati penis. Arissusila (2017) menyatakan bahwa kelenjar ini
mengeluarkan cairan mukosa berfungsi sebagai pelicin. Kelenjar ini juga
mengeluarkan cairan untuk membersihkan saluran reproduksi dari sisa
urine.

Penis
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pengukuran panjang
penis sapi adalah 10 cm. Greathouse (2008) menyatakan bahwa panjang
penis sapi adalah 28,6 cm sampai 29,8 cm. Data hasil pengukuran pada
saat praktikum menunjukkan bahwa ukuran penis tidak sesuai dengan
literatur. Perbedaan ukuran penis dipengaruhi umur, bangsa, dan berat
badan.
Putra (2012) menyatakan bahwa tipe penis pada sapi adalah
fibroelastis. Penis sapi hanya dapat memanjang ketika ereksi, namun tidak
bertambah besar ukurannya. Pembengkokan menyerupai huruf S akan
terjadi saat keadaan relaks. Bagian ini disebut flexura sigmoidea. Tipe penis
yang lain adalah cavernosa. Tipe ini dapat memanjang dan membesar saat
ereksi. Penis tipe ini dimiliki kuda dan manusia. Otot untuk memanjangkan
dan memendekkan penis ada 2 macam, yaitu musculus retractor penis
yang dapat merelaks dan kontraksi serta corpus cavernosum penis yang
dapat menegangkan penis.
Kambing memiliki glans penis kecil dan urethranya sebagian dapat
keluar dari glans penis, bagian urethra ini disebut dengan processus
urethralis. Waktu kambing mulai terangsang dan semen akan
diejakulasikan maka processus urethralisnya bergetar dengan cepat dan
semen disemprotkan ke semua arah dengan tidak menentu dalam vagina
kambing betina. Phadmacanty et al (2013) menjellaskan bahwa processus
urethralis adalah suatu bagian dari organ reproduksi jantan yang berfungsi
untuk mendeposisikan semen tepat pada serviks.

Penis

Gambar 5. Anatomi penis


Praeputium
Mentari et al. (2014) menyatakan bahwa penis dilindungi oleh
selaput kulit yang disebut praeputium. Penis berbentuk silinder panjang dan
bersifat fibroelastic (kenyal). Praeputium memiliki orificium yang sempit
serta memiliki diverticulum preputii, kantong ini mengandung campuran urin
yang telah terurai dan sel-sel epitel yang telah rusak. Praeputium adalah
suatu invaginasi berganda dari kulit yang berisi dan menyelubungi bagian
bebas penis sewaktu ereksi. Fornix preputii adalah daerah pembatas antara
penis dengan praeputium. Anisatuzzahro (2015) menyatakan bahwa
praeputium melindungi penis dari pengaruh luar dan kekeringan. Putra
(2012) menjelaskan bahwa fornix preputii adalah daerah
dimana preputii bertaut dengan penis tepat cauda dari glans penis.

Praeputium

Gambar 6. Anatomi praeputium


Kesimpulan

Praktikum anatomi organ reproduksi jantan yang telah dilakukan


dapat disimpulkan bahwa organ reproduksi ternak jantan secara anatomi
terdiri dari testis, epididymis, ductus deferens, urethra, kelenjar tambahan
kelenjar vesicularis, kelenjar prostata, kelenjar cowperi, penis, dan
praeputium. Masing-masing organ memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Berdasarkan praktikum organ yang sesuai dengan literatur yaitu testis,
sedangkan organ yang tidak normal yaitu epididymis, ductus deferens dan
penis. Faktor yang mempengaruhi yaitu umur, spesies, dan penyakit ternak.
Daftar Pustaka

Adhyatma, M., N. Isnaini, dan Nuryadi. 2013. Pengaruh bobot badan


terhadap kualitas dan kuantitas semen sapi simmental. Jurnal
Ternak Tropika. 14(2): 53-62.
Akmal, M., Dian M., Hafizzudin, dan Fitriani. 2015. Epididimis dan perannya
pada pematangan spermatozoa. Jurnal Embriologi dan Histologi. 4
(2) : 1-9.
Akmal Y., Nisa, C., dan Novelina. 2014. Anatomi organ reproduksi jantan
trenggiling (Manis javanica). Jurnal Acta Veterinaria Indonesiana.
Institut Pertanian Bogor. 2(2): 74-81
Anisatuzzahro. 2015. Kajian Anatomi Organ Reproduksi Jantan Codot
Besar (Cynopterus titthaecheilus Temmick, 1825). Skripsi. Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Yogyakarta.
Arissusila, I. W. 2017. Dampak pergaulan bebas sebagai sumber ide
penciptaan karya seni. Jurnal Kesehatan UNHI Denpasar. 15 (1):
111-120.
Greathouse, J. R., Hunt, M. C., Dikeman, M. E. 2008. Ralgo implanted bulls:
performance, carcass characteristic, longissimus palatability and
carcass electrical stimulation. Animal Science. 57(2): 355-363
Ifanasari, Gading. 2012. Asuhan Kebidanan Akseptor KB Suntik Tricloferm
Pada Ny. A P1 A0 Umur 28 Tahun Dengan Peningkatan Berat Badan
Di PKD Wahyu Sehat Wonorejo Karanganyar. Skripsi. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.
Kuswahyuni, I. S. 2008. Lingkar scrotum, volume testis, volume semen, dan
konsentrasi sperma pada beberapa sapi potong. Agromedia. 26 (1)
Lestari, L. A. P. 2013. Struktur Anatomi dan Histologi Organ Reproduksi
Jantan pada Kadal (Mabouya multifasciata Kuhl, 1820). Skripsi.
Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Yogyakarta. Yogyakarta.
Mahfud, A. Winarto, dan C. Nisa. 2015. Morfologi kelenjar aksesoris
kelamin biawak air (Varanus salvator bivittatus) jantan. Jurnal Kajian
Veteriner. 3(2): 83-91.
Mahmud, M. A., J. Onu, S. A. Shehu, A. Umaru, A. Danmaigoro, dan M. S.
Atabo. 2015. Morphological studies on epididymis and vas deferens
of one – humped camel bull (Camelus dromedarius), uda ram and
red sokoto buck. American Journal of Bioscience and
Bioengineering. 3(5): 65-71.
Mentari, F. K., Y. S. Ondho, dan Sutiyono. 2014. Pengaruh umur terhadap
ukuran epididimis abnormalitas spermatozoa dan volume semen pada
sapi simmental di balai inseminasi buatan Ungaran. Animal Agriculture
Journal, 3 (4) : 523 – 528.
Novelina, S., S. M. Putra, C. Nisa’, dan H. Setijanto. 2014. Tinjauan
makroskopik organ reproduksi jantan musang luak (Paradoxurus
hermaphroditus). 2(1): 26-30.
Phadmacanty, N. L. P. R dan R. T. P. Nugraha, dan Wirateti. 2013. Organ
reproduksi jantan Sulawesi Giant Rat (Paruromys dominator). JSV.
1(31)
Prastowo, A. 2008. Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Babi Yorkshire
dalam Nilai Ejakulat dengan Pewarnaan Williams. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prayogo, K. V. E., Tagama, T. R., Maidaswar. 2013. Hubungan Ukuran
Lingkar Scrotum dengan Volume Semen, Konsentrasi, dan Motilitas
Spermatozoa Pejantan Sapi Limousin dan Simmental. Ilmiah
Peternakan. 1(3): 1050-1056
Putra, S. M. 2012. Morfologi Organ Reproduksi Musang Luak Jantan
(Paradoxurus hermaphroditus). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Sariubang, M. dan N. Qomariyah 2010. Kajian Pengaruh Kastrasi Terhadap
Tingkat Kandungan Kolesterol Daging Kambing Marica di Kabupaten
Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Sakir, N. 2017. Pengaruh Pemberian Moringa oleifera Multinutrient Block
terhadap Kualitas Semen Segar Sapi Persilangan. Skripsi. Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar.
Samsudewa, D., dan E. Purbowati. 2008. Ukuran organ reproduksi domba
lokal jantan pada umur yang berbeda. Jurnal Veteriner, 62 (1) : 413 –
418
Sander, M. A. 2012. Studi kasus tumor ganas pada testis: komplikasi kronis
kriptokismus. Jurnal Keperawatan. 3(2):159-170.
Tamrin, A. M. N. 2014. Pengaruh Penambahan Ekstrak Kopi pada Medium
Pengencer Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi Simental. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Widayati, D.T, Kustono., Ismaya., S. Bintara. 2008. Ilmu Reproduksi
Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yudi, Yusuf, T. L., Purwantara, B. 2009. Biometri organ reproduksi bagian
luar dan karakteristik ejakulat anoa (Bubalus sp) yang dikoleksi
menggunakan elektroejakulator setelah diinjeksi hCG. Media
Peternakan. 32(1): 1-11
Zega, I. 2015. Kualitas Spermatozoa Sapi Limousin Selama Penyimpanan
pada Refrigerator dalam Pengenceran Two-Step Extender dengan
Suplementasi Kuning Telur. Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Você também pode gostar