Você está na página 1de 5

Hadirin Jama’ah Jum’at Yang Berbahagia. . .

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah yang sampai saat ini masih
memberikan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Sehingga pada saat ini, kita masih dapat menghirup udara yang segar serta
merasakan indahnya hari ini. Dan juga kita masih dapat melangkahkan kaki ini
menuju ke tempat yang mubarokah ini, guna untuk melaksanakan kewajiban
kita sebagai ummat Islam yaitu shalat Jum’at secara berjama’ah. Dan tak lupa
marilah kita kembali meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita kepada Allah
SWT, yaitu dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala apa
larangnya.
Selawat dan salam kepada Nabiullah Muhammad SAW sebagai Nabi dan
Rasul terakhir, yaitu Nabi yang telah mengeluarkan manusia dari alam
kegelapan menuju ke alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan
pada saat ini. Dan Nabi yang telah berjuang membelah agama Allah dari orang-
orang kafir, demi tegaknya kalimat tauhid dipermukaan bumi ini, Yaitu
kalimat “LA ILAAHA ILLALLAH”
Hadirin Jama’ah Jum’at Yang Berbahagia. . .
Allah berfirman dalam surah At-Tahriim : 6

Artinya : wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.
Rasulullah SAW bersabda :

َ ‫َص َرانِ ِه أَو يُ َم ِ ِّج‬


(‫سانِ ِه )رواه البخاري‬ ِّ ِ ‫ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّ ِودَانِ ِه أَو يُن‬،ِ‫علَى ال ِفط َرة‬
َ ُ ‫ُكل َمولُود يُولَد‬
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang suci (fitrah), maka
orang tuanya yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau
Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Hadirin Jama’ah Jum’at Yang Berbahagia. . .
Alangkah manisnya dan alangkah indahnya dunia ini, sehingga banyak
manusia yang tejerat oleh tipu dayanya, Sehingga tidak heran apabila banyak
diantara manusia yang lalai akan kehidupan akhiratnya, dan lebih
mengutamakan kehidupan dunianya. Dengan alasan bahwa mereka akan hidup
selama-lamanya di permukaan bumi ini, akan tetapi anggapan mereka itu salah
besar.
Dalam surat At-Tahriim ayat 6 tersebut, terdapat salah satu kewajiban
bagi manusia diantara kewajiban-kewajiban lainnya yang Allah tetapkan bagi
kita semua. Adapun kewajiban tersebut yaitu Allah memerintahkan agar kita
manusia menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka dan selalu mengingat
Allah, dan tidak lalai akan kehidupan akhirat nantinya.
Ali r.a berkata dalam menafsirkan ayat ini :
‫ع ِلِّ ُموا ُهم‬
َ ‫أ َ ِدِّبُوا ُهم َو‬
Sebagaimana juga telah yang telah diterangkan dalam hadits Bukhari tadi,
bahwa yang menyebabkan seorang anak menjadi yahudi atau nasrani ataupun
majusi, tidak lain adalah orang tuanya sendiri. Hadits ini juga menegaskan
bahwasanya, orang tua merupakan faktor dominan yang akan membentuk
sebuah karakter seorang anak yaitu dengan memanfaatkan saat-saat awal
seorang anak mengalami pertumbuhannya. Dengan cara menanamkan dalam
jiwa seorang anak akan kecintaan terhadap agamanya, cinta terhadap Allah
SWT dan Rasul-Nya, sehingga ketika seorang anak tersebut berhadapan dengan
lingkungan yang berbeda, anak tersebut memiliki daya resistensi yang dapat
menangkal setiap pengaruh negatif yang akan merusak dirinya.

Hadirin Jama’ah Jum’at Yang Berbahagia. . .


Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi
dan dicintainya. Dan anak yang shaleh adalah merupakan salah satu aset bagi
kedua orang tua dunia dan akhirat. Akan tetapi begitu banyak orang tua yang
menelantarkan anaknya sehingga anaknya menjadi anak yang salah bukan
menjadi anak yang shaleh. Sebagai orang tua yang bertanggungjawab, maka
seharusnya meraka menjaga amanah yang dititipkan oleh Allah SWT, dengan
memberikan berbagai pengajaran dan pendidikan kepada anaknya.
Begitu banyak nasehat-nasehat yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an,
namun begitu banyak pula orang tua yang melalaikan akan penjelasan naseha-
nasehat tersebut. Diantaranya nasehat-nasehat Luqman kepada anaknya.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Luqman : 12-13

Artinya : (12) “Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada


Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur
kepada Allah, Maka Sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan
barang siapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji”. (13) “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-
benar kezaliman yang besar”.

Hadirin Jama’ah Jum’at Yang Berbahagia. . .


Ayat di atas sudah sangat jelas, bahwasanya Allah memerintahkan kepada
para orang tua untuk memberikan pelajaran yang baik kepada anaknya,
menunjukkan arah yang baik kepada anaknya, tidak membiarkan anaknya pada
jalan kesesatan, dan terpengaruh dengan lingkungan yang rusak, agar nantinya
anak tersebut bisa menjadi aset bagi orang tuanya, dan bisa memberikan
pertolongan serta syafaat pada hari akhir kelak nantinya. Karena pada umumnya
orang tua menginginkan kelak anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang shaleh,
agar ketika dewasa nantinya dapat membalas jasa-jasa kedua orang tuanya.
Namun, kita perhatikan di zaman sekarang ini tidak sedikit orang tua yang
menelantarkan anaknya, serta membiarkannya di arah yang sesat.
Inilah orang tua yang tidak bertanggung jawab pada anaknya. Bahkan
orang tua yang seperti ini bisa dikatakan orang tua yang durhaka kepada
anaknya, lain kata durhaka kepada amanah yang diberikan atau dititipkan oleh
Allah SWT. Sehingga menghasilkan obsesi yang dilakukan oleh orang tua tidak
sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan karakter anak.
Obsesi tanpa usaha adalah hayalan semu yang tak akan mungkin dapat menjadi
kenyataan.
Dan akibat pandangan yang keliru juga , tidak sedikit orang tua
menginginkan agar kelak anak-anaknya bisa menjadi bintang film atau artis,
bintang iklan, fotomodel dan lain-lain. Karena mereka beranggapan dengan itu
semua kelak anak-anak mereka dapat hidup makmur seperti kaum selebritis
yang terkenal itu. Padahal dibalik itu, semua mereka berada di dalam kesalahan
yang fatal. Sehingga sangat jarang kita saksikan atau kita dapatkan orang tua
yang perduli dengan tujuan hakiki mereka diciptakan oleh Allah SWT. Apakah
kita menginginkan anak-anak kita menjadi orang yang jauh dari agamanya yang
kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di akhirat? Tentu tidak.
Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa: 9

Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka”.

Hadirin Jama’ah Jum’at Yang Berbahagia. . .


Pengertian lemah dalam ayat ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah
intelektual dan lemah ekonomi. Oleh karena itu selaku orang tua yang
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, maka mereka harus memperhatikan
keempat hal ini. Karena Pengabaian salah satu dari empat hal ini dapat
menyebabkan ketidak seimbangan pada anak.
Imam Ibnu Katsir dalam komentarnya bahwa pengertian lemah pada ayat
ini memfokuskan pada masalah ekonomi. Beliau mengatakan selaku orang tua
hendaknya tidak meninggalkan keadaan anak-anak mereka dalam keadaan
miskin. (Tafsir Ibnu Katsir: I, hal 432)
Dan terbukti berapa banyak kaum muslimin yang rela meninggalkan
aqidahnya atau murtad di era ini akibat keadaan ekonomi mereka yang dibawah
garis kemiskinan. berapa banyak orang tua yang mementingkan perkembangan
anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi semata dan mengabaikan
perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan hal apapun yang
penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi, sementara untuk
memasukkan anak-anak mereka pada pendidikan TK-TP Al-Qur’an terasa
begitu enggan. Padahal aspek iman merupakan kebutuhan pokok yang bersifat
mendasar bagi anak.
Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi
anak-anak mereka dari keempat masalah pokok di atas, namun usaha yang
dilakukannya kearah tersebut sangat diskriminatif dan tidak seimbang. Sebagai
contoh: Ada orang tua yang dalam usaha mencerdaskan anaknya dari segi
intelektual telah melaksanakan usahanya yang cukup maksimal, segala sarana
dan prasarana kearah tercapainya tujuan tersebut dipenuhinya dengan sungguh-
sungguh. Namun dalam usaha memenuhi kebutuhan anak dari hal keimanan,
orang tua terlihat setengah hati, padahal mereka telah memperhatikan anaknya
secara bersungguh-sungguh dalam segi pemenuhan otaknya.

Hadirin Jama’ah Jum’at Yang Berbahagia. . .


Karena itu sebagai orang tua yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan
langkah-langkah yang harus di tempuh dalam merealisasikan obsesinya dalam
melahirkan anak yang shalih. beberapa langkah yang cukup membantu
mewujudkan obsesi tersebut:
1. Opini atau persepsi orang tua tersebut harus benar-benar sesuai dengan
kehendak Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, bersabda:

‫عو‬ َ ‫ار َية أَو ِعلم يُنت َ َف ُع ِب ِه أَو َولَد‬


ُ ‫صا ِلح َيد‬ َ ،‫ط َع َع َملُهُ ِإلا ِمن ثَالَث‬
ِ ‫صدَقَة َج‬ َ َ‫ات ب ُن آدَ َم اِنق‬
َ ‫ِإذَا َم‬
.ُ‫لَه‬

Artinya: “Jika wafat anak cucu Adam, maka terputuslah amalan-


amalannya kecuali tiga: Sadaqah jariah atau ilmu yang bermanfaat atau anak
yang shalih yang selalu mendoakannya.” (HR.Muslim).

Dalam hadits ini sangat jelas disebutkan ciri anak yang shalih adalah anak
yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. Sementara kita telah sama
mengetahui bahwa anak yang senang mendoakan orang tuanya adalah anak
sedari kecil yang telah terbiasa terdidik dalam melaksanakan kebaikan-
kebaikan, melaksanakan perintah-perintah Allah, dan menjauhi larangan-
larangan-Nya. Anak yang shalih adalah anak yang tumbuh dalam naungan
Dien-Nya, maka mustahil ada anak dapat bisa mendoakan orang tuanya jika
anak tersebut jauh dari perintah-perintah Allah SWT, dan senang bermaksiat
kepada-Nya. Anak yang senang bermaksiat kepada Allah, jelas akan jauh dari
perintah Allah dan kemungkinan besar senang pula bermaksiat kepada kedua
orang tuanya sekaligus.
Dalam hadits ini juga telah dijelaskan tentang keuntungan memiliki anak
yang shalih yaitu, amalan-amalan mereka senantiasa berkorelasi dengan kedua
orang tuanya walaupun sang orang tua telah wafat. Jika sang anak melakukan
kebaikan atau mendoakan orang tuanya maka amal dari kebaikannya juga
merupakan amal orang tuanya dan doanya akan segera terkabul oleh Allah
SWT. Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang
taat kepada Allah, menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang
tuanya dan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif ke arah terciptanya anak yang shalih.
karena lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksanakan aktifitas-
aktifitasnya. Baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat.

Hadirin Jama’ah Jum’at Yang Berbahagia. . .


Amar ma’ruf adalah kewajiban setiap individu masing-masing yang harus
dilaksanakan. Jika tidak maka Alla, pasti akan menimpakan adzabnya di tengah-
tengah kita dan pasti kita akan tergolong orang-orang yang rugi.
Sebagaimana firman Allah Ali Imron : 104

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung”.
Maka dari pada itu, kembali kita saling mengingatkan, agar supaya kita
tidak lalai dari apa-apa yang telah Allah anugrahkan atau yang amanahkan
kepada kita di kehidupan ini. Sehingga kebahagian dunia dan akhirat bisa kelak
kita raih dengan sempurna. Serta marilah kita peduli terhadap kelangsungan
hidup generasi-generasi kita, semoga dengan kepedulian kita itulah Allah SWT
akan senantiasa menurunkan pertolonganNya kepada kita dan memenangkan
Islam di atas agama-agama lainnya. Dan tidak lupa, mari kita selalu kembali
meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita hanya kepada Allah
semata, sang maha pengasih dan penyayang.

Você também pode gostar