Você está na página 1de 5

BAB I

PENDAHULUAN

Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 13 juta ha yang dibedakan kedalam gambut
dangkal, sedang, dan sangat dalam (Widjaja-Adhi et al. 1992). Lahan gambut pada umumnya
dimanfaatkan untuk tanaman pangan maupun perkebunan, walaupun tingkat produksinya masih
rendah. Tanah gambut digolongkan kedalam tanah marginal. Hal ini dicirikan dengan reaksi
tanah yang masam hingga sangat masam, ketersediaan hara dan kejenuhan basa yang rendah dan
kandungan asam-asam organik yang tinggi, terutama derivat asam fenolat sehingga bersifat
racun bagi tanaman (Tadano et al. 1990; Rachim, 1995; Prasetyo, 1996; Salampak, 1999). Asam-
asam fenolat tersebut merupakan hasil biodegradasi anaerob dari senyawa lignin dalam bahan
asal kayu-kayuan (Tsutsuki dan Kondo, 1995).

Pengaruh buruk dari derivat asam-asam fenolat dapat dikurangi dengan pemberian
kation-kation polivalen seperti Al, Fe, Cu, dan Zn (Rachim, 1995; Prasetyo, 1996; Saragih
1996). Penurunan asam-asam fenolat disebabkan oleh adanya erapan kation-kation polivalen
oleh tapak reaktif tanah gambut sehingga membentuk senyawa kompleks. Koloid asam-asam
humat dan asam fulvat diendapkan dengan elektrolit yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pH,
sifat elektrolit dan konsentrasi koloid (Stevenson, 1994).

Tapak ligan sebagai pengikat kation pada asam humat dan asam fulvat terdapat pada
gugus yang mengandung oksigen seperti karboksilat, hidroksil dari fenolat, alkohol dan enol,
serta karbonil. Selain itu gugus amino dan gugus yang mengandung S dan P juga dapat
mengkelat kation (Stevenson dan Fitch, 1986).

Hasil penelitian Rachim (1995), pada tanah gambut Air Sugihan Sumatera Selatan
menunjukkan bahwa erapan kation mengikuti pola: Al3+ > Fe3+ > Cu2+, 12611, 12319 dan
1553 g g-1 atau 1.40, 0.66 dan 0.49 me g-1. Dari hasil penelitian Saragih (1996), kapasitas
erapan Fe3+ adalah yang paling kuat di antara tujuh kation yang dicobakan pada tanah gambut
Jambi. Urutan kestabilan kompleks kation organik adalah sebagai berikut: Fe3+ > Fe2+ > Al3+
> Cu2+ > Ca2+ > Mn2+ > Zn2+, dengan nilai erapan maksimum Fe3+ dan Al3+
BAB II

PEMBAHASAN

Kelarutan Fe dari Bahan Amelioran Tanah Mineral

Kelarutan Fe dari bahan amelioran dibutuhkan untuk menentukan dosis bahan amelioran
yang akan digunakan. Pengukuran kelarutan Fe dilakukan setelah inkubasi tanah 4 minggu.
Berdasarkan hasil penelitian Salampak (1999) kelarutan Fe+3 dari tanah mineral konstan pada
waktu inkubasi 4 minggu. Kelarutan Fe dari bahan amelioran tanah mineral dalam tanah gambut
pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelarutan Fe dari Bahan Amelioran Tanah Mineral dalam Tanah Gambut pada
Inkubasi 4 Minggu .
Kelarutan Fe dari bahan amelioran tanah mineral ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagai
berikut :

Kelarutan Fe = (Fe-larut + Fe-CA + Fe-AAC + Fe-DTPA + Fe-CN)/Total Fe diberikan.


Untuk setiap perlakuan, kelarutan Fe ditetapkan dengan melakukan koreksi dengan perlakuan
kontrol. Total Fe yang diberikan masing-masing perlakuan adalah 310, 920 dan 1220 Fe g/g.
Berdasarkan perhitungan tersebut rata-rata kelarutan Fe+3 dari tanah mineral adalah (17,22 +11+
10,76)/3 = 13% (Tabel 1).

Penentuan Takaran Bahan Amelioran Tanah Mineral

Penentuan takaran bahan amelioran tanah mineral didasarkan pada erapan maksimum
Fe+3 bahan tanah gambut, kandungan Fe, serta kelarutan Fe dari tanah mineral. Berdasarkan
penelitian Saragih (1996) dan Salampak (1999) yang dilakukan di laboratorium dan lapangan
menunjukkan takaran 5 sampai 7,5% erapan maksimum Fe+3 efektif dalam menurunkan
reaktivitas asam-asam fenolat dan mampu meningkatkan produksi padi pada tanah gambut
Kalimantan Tengah. Erapan Fe maksimum pada gambut yaitu sebesar 5102 ( g g-1) (Hartatik,
2003). Perhitungan kebutuhan bahan amelioran tanah mineral = kadar Fe total tanah mineral x
kelarutan Fe tanah mineral x dosis Fe (erapan Fe maksimum) x volume gambut dalam 1 ha
dengan kedalaman gambut 20 cm. Berdasarkan perhitungan tersebut maka dosis kebutuhan
bahan amelioran tanah mineral dengan takaran 2,5; 5; 7,5 dan 10% erapan maksimum Fe adalah
berturut-turut sebesar 7,3; 14,6; 21,8 dan 29,1 ton/ha (Tabel 2).

Tabel 2. Kebutuhan Bahan Amelioran Tanah Mineral untuk Perbaikan Tanah Gambut
dari Air Sugihan Kiri
BAB III
KESIMPULAN

1. Distribusi bentuk-bentuk Fe dari pemberian amelioran tanah mineral yaitu Fe-DTPA (khelat)
> Fe- terikat kuat > Fe- larut > Fe- tersedia > Fe- terikat lemah.

2. Peningkatan dosis amelioran tanah mineral meningkatkan Fe larut dan sebaliknya menurunkan
Fe-DTPA(khelat). Bentuk Fe-larut berkorelasi negatif dengan Fe-DTPA (khelat).

3. Rata-rata kelarutan Fe dari tanah mineral sebesar 13%. Dosis kebutuhan bahan amelioran
tanah mineral masing-masing pada 2,5; 5; 7,5; dan 10% adalah berturutturut sebesar 7,3; 14,6;
21,8 dan 29,1 t.ha-1

4. Efektivitas pengendalian asam-asam fenolat dapat ditingkatkan dengan pemberian amelioran


tanah mineral yang berkadar Fe tinggi melalui pembentukan senyawa kompleks organik-Fe.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Hartatik, 1998. Penggunaan Fosfat Alam Dan SP-36 Pada Tanah Gambut Yang Diberi Bahan
Amelioran Tanah Mineral Dalam Kaitannya Dengan Pertumbuhan Tanaman Padi.
Disertasi. Program PascaSarjana. Institut Pertanian Bogor.

Salampak, 1999. Peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian
bahan amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana,
IPB Bogor.

Hartatik, Wiwik. DISTRIBUSI BENTUK-BENTUK FE DAN KELARUTAN AMELIORAN


TANAH MINERAL DALAM GAMBUT. 12 November 2016. http://
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/en/publikasi-mainmenu-78/art/630-
gambut143

Você também pode gostar