Você está na página 1de 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi
fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit
dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan
tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan
ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih
50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral
terutama calsium kurang lebih 67% dan bahan seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota
ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang
di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas
merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke.
Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan
mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang
mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata
setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal
dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di
mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277
orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977
orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620
orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur
(patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas
fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan
dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan
dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat
adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun
1
fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami
pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke
samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan
fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas,
lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis
fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha)
memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang
femur 1/3 tengah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu fraktur?
2. Bagaimana etiologi fraktur?
3. Bagaimana patofisologi fraktur?
4. Bagaimana pengobatan dengan pasien fraktur?
5. Apa saja klasifikasi dari fraktur?
6. Apa manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari fraktur?
7. Apa jenis pemeriksaan penunjang fraktur?
8. Apa jenis komplikasi dari fraktur?
9. Bagaimana merumuskan proses asuhan keperawatan dengan gangguang
sistem muskuloskletal dengan pasien fraktur?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan gangguan sistem muskuloskletal dengan pasien
fraktur.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian fraktur.
b. Untuk mengetahui etiologi fraktur.
c. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur.
d. Untuk mengetahui pengobatan dengan pasien fraktur.
e. Untuk mengetahui jenis klasifikasi fraktur.
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari fraktur.
g. Untuk mengetahui pemeriksaaan penunjang fraktur.
h. Untuk mengetahui kompikasi fraktur.
i. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan dengan gangguang sistem
muskuloskletal dengan pasien fraktur.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada
tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap.
(Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan.
B. Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
3
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3.Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
C. Patofisiologi

Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long,
1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela
dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
(Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut.

4
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
D. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri
dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti
fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang
akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi
kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378). Kurang
perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan
nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
E. Klasifikasi
1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak,
dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
5
3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-
union, dan infeksi tulang
F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat
di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah

H. Komplikasi
1) Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2) Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
3) Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4) Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di
dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
6
5) Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6) Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia
70 sampai 80 fraktur tahun.
7) Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasipada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila
terjadi padabedah ortopedi.
8) Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat
9) Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena
nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
I. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a) Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b) Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan
plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya
dalam proses penyembuhan.
c) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat
utama pada teknik ini.
d) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
7
2) Penatalaksanaan pembedahan.
a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal
Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada
derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan
protesa pada tulang yang patah

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode proses


keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1.Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
(b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya

9
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D,
1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.
(b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
10
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitasklien.
(c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan
Istirahat.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 2002).
(d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
(e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
(1) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(2) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
11
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(3) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D,
1995).
(4) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
(f) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
1) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
(2) Secara sistematik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen

12
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.

(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan).
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
(g) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(2) Perkusi
Suara ketok sonor, taka da erdup atau suara tambahan lainnya.
(3) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.

13
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Pperistaltik usus normal ± 20 kali/menit.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
(1) Inspeksi
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
(2) Palpasi
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan

14
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time Normal 3– 5
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan
pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas
dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuranderajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran
metrik.Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguangerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihatadalah gerakan aktif dan
pasif.(Reksoprodjo, Soelarto, 1995).
2) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
15
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
3. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
4. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang denganmenunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual.
No Intervensi Keperawatan Rasional
Pertahankan imobilisasi bagian yang Mengurangi nyeri dan
1. sakit dengan tirah baring, malformasi, mencegah yang sakit dengan
gips,bebar atau traksi. tirah baring, malformasi,
2. Tinggikan posisi ekstermitas yang Meningkatkan aliran balik vena,
terkena mengurangi edama/nyeri.

16
3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot
pasif/aktif dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler
4. Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum,
meningkatkan kenyamanan (masase, menurunkan area tekanan local
perubahan posisi) dan kelelahan otot.
5. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap
manajemen nyeri (latihan napas nyeri, meningkatkan kontrol
dalam, imajinasi visual, aktivitas terhadap nyeri yang mun gkin
dipersional) berlangsung lama.
6. Lakukan kompres dingin selama fase Menurunkan edema dan rasa
akut (24-48 jam pertama) sesuai nyeri
keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Menurunkan nyeri melalui
indikasi. mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, Menilai perkembangan masalah
petunjuk verbal dan non verbal klien.
perubahan, tanda-tanda vital))

17
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus).
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengankriteria akral
hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergeraksecara aktif.

No. Intervensi Keperawatan Rasional


1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah
melakukan latihan menggerakkan dan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedea
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan
tekanan bebat/spaik yang terlalu kuat. sebagi petunjuk perlunya
penyesuaian keketatan
beban/spaik.
3. Pertahankan letak tinggi ekstermitas Meningkatkan drainase veca dan
yang cedera kecuali ada yang meurunkan edema keualli pada
kontraindikasi adaya sindroma adanya keadaan hambatan aliran
kompartemen. arteri yang menyebabkan
penurunan perfusi.
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) Mungkin diberikan sebagai
bila diperlukan. upaya untuk merunkan
thrombus vena.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran Mengevaluasi perkembangan
kapiler, warna kulit dan kehangatan masalah klien dan perlunya
kulit distal cedera, bandingkan dengan intervensi sesuai dengan
sisi yang normal. keadaan klien.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria
klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
No. Intervensi Keperawatan Rasional
1. Instruksikan/ bantu latihan napas Meningkatkan ventilasi alveolar dan
dalam dan latihan batuk efektif. perfusi

18
2. Lakukan dan ajarkan perubaha Reposisi meningkatkan drainase
posisi yang aman sesuai keadaan secret dan menurunkan kongesti paru.
klien
3. Kolaborasi pemberian obat Mencegah terjadinya pembekuan
antikoagulan (warfarin, heparin) darah pada keadaan tromboemboli.
dan kortikosteroid sesuai Kortikostreroid telah menunjukkan
indikaasi. keberhasilan untuk mencegah/
mengatasi embolilemak.
4. Analisa pemeriksaan gas darah Penurunan Pao2 dan peningkatan
Hb, kalium, LED, lemak dan PCO2 menunjukkan gangguan
trombosit. pertukaran gas; anemia,
hipokalesemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli lemak.
5. Evaluasi frekuensi pernapasan Adanya takipnea, dyspnea dan
dan upaya bernapas, perhatikan perubahan mental merupakan tanda
adanya stridor, penggunaan otot dini insufiensi pernapasan, mungkin
aksesori pernapasan, retraksi sela menunjukkan terjadinya emboli pary
iga dan sianosis sentral. tahap awal.

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi


restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan
tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas.
No. Interevensi Keperawatan Rasional
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan
rekreasi terapeutik (radio, Koran, perhatian,meningkatkan rasa
kunjungan temen/keluarga) sesuai control diri/garha diri, membantu
keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.
2. Bantu latihan rentang gerak. Meningkatkan sirkulasi darah pasif

19
aktif pada ekstremitas
musculoskeletal, mempertahankan
yang sakit maupun yang sehat tonus
otot, mempertahanan gerak sesuai
keadaan klien sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan mencegah
reabsorbsi kalsium karena
imobilisasi.
3. Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posisi fungsional
ekstermitas, gulungan
trokanter/tangan sesuai indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan dalam perawatan diri sesuai kondisi
klien. keterbatasan klien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai Menurunkan insiden komplikasi
keadaan klien. dan pernapasan (decubitus,
atelectasis, pneumonia).
6. Dorong/pertahankan asupan cairan Mempertahankan hidrasi adekuat,
2000-3000 ml/hari. mencegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
7. Berikan diet TKTP. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untk proses
penyembuhan dan memperthankan
fungsi fisiologis tubuh.
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi Kerjasama dengan fisioterapis perlu
sesuai indikasi. untuk menyusun program aktivitas
secara individual.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien Menilai perkembangan masalah
dan program imobillisasi. klien.

20
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
tekhnikuntuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai
indikasi,mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
No. Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko
nyaman dan aman (kering, bersih, kerusakan/abrasi kulit yang lebih
alat tenun kencang, bantalan luas.
bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan
penonjolan tulang dan area distal meningkatkan kelemasan kulit dan
bebat/gips. otot terhadap tekanan yang relative
konstan pada imobilisasi.
3. Lindungi kulit dan gips pada Mencegah gangguan integritas kulit
daerah perianal. dan jaringan akibat kontaminasi
fekal.
4. Observasi keadaan kulit, Menilai perkembangan masalah
penekanan gips/ bebat terhadap klien.
kulit, ibsersi pen/traksi.

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma


jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang.
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
atau eritema dan demam.
No. Intervensi Keperawatan Rasional
1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunder dan
perawatan luka sesuai SOP. mempercepat penyembuhan luka.
2. Ajarkan klien untuk mempertahankan Meminimalkan kontaminasi.
sterilitas insersi pen.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan Antibiotika spectrum luas atau
toksoid tetanus sesuai indikasi. spesifik dapat digunakan secara

21
profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid tetanus
untuk mencegah infekdi tetanus.
4. Analisa hasil pemeriksaam Leukositosis biasanya terjadi pada
laboratorium proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi
pada osteomilitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.
5. Observasi tanda-tanda vital dan tanda- Mengevaluasi perkembangan
tanda peradangan lokal pada luka. masalah klien.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurangterpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurangakurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien
mengerti dan memahami tentang penyakitnya.
No. Intervensi Keperawatan Rasional
1. Kaji kesiapan klien mengikuti proses Efektivitas pross pembelajaran
pembelajaran. dipengaruhi oleh kesiapan fisik
dan mental klien untuk mengikuto
program pembelajaran.
2. Diskusikan metode monilitas dan Meningkatkan partisipasi dan
ambulasi sesuai program terapi fisik. kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik.
3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang Meningkatkan kewaspadaan klien
memerlkan evaluasi medic (nyeri untuk mengenali tanda/gejala dini
berat, demam, perubahan sensasi kulit yang memerlukan intervensi lenih
distal cedera). lanjut.
4. Persiapkan klien untuk mengikuti Upaya pembedahan mungkin
terapi pembedahan jika diperlukan. diperlukan untuk mengatasi
masalah sesuai kondisi klien.

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Penyebab dari fraktur adalah Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, kontraksi otot ekstrim, letih karena otot tidak dapat
mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh, kelemahan tulang akibat penyakit
kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis. Pengobatan dari fraktur tertutup dapat
konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau
bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi
tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna. Klasifikasi dari fraktur adalah
fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Tanda dan gejala fraktur
adalah nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas, pemendekan tulang,
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah dengan menggunakan radiologi dan laboratorium.
Komplikasi dari penyakit fraktur adalah malunion, delaed union nudio, dll.
Penatalaksanaan untuk yang tepat bagi pasien fraktur adalah penatalaksanaan konservatif
dan penatalaksanaa pembedahan. Proses keperawatan yang tepat adalah yang dimulai dari
pengkajian, analisa data, menentukan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
penatalaksanaan dan evaluasi keperawatan.
B. Saran
Tidak ada saran yang terlalu mengikat dalam kasus ini, hanya saja diharapkan
makalah ini dapat memberikan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa calon perawat.
Sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai “Asuhan Keperawatan Fraktur” menjadi
bekal dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan harus mampu memberikan edukasi
tentang upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya fraktur. Sebagai care
giver, perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara profesional sesuai
standar operasional prosedur dengan menyesuaikan respon setiap individu.

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis.
Jakarta: EGC.

Rosyidi, Kholid. 2013. Musculoskeletal : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajaar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC

NANDA International. Diagnosis Keperawatan. 2011. Jakarta: EGC.

24

Você também pode gostar