Você está na página 1de 35

Analisis Khusus BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemycal

Oxygen Demand)

Disususn Oleh :
A. Nurul Mujahidah Muhammadiyah H311 15 308
Yogie Imanuel Putra B. H311 15 309
Zhafirah Dwi Fachrani H311 15 310

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
KIMIA ANALISIS KHUSUS
MAKASSAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber bagi kehidupan manusia. Salah satu sumber air

yang ada di permukaan bumi adalah sungai. Sungai sangat bermanfaat bagi

manusia dan tidak kalah pentingnya bagi biota air. Pembuangan limbah ke dalam

sungai, secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap

pencemaran air, dan mengakibatkan kualitas air sungai tidak sesuai dengan

peruntukannya. Selain itu, sungai yang tercemar juga akan berpotensi menjadi

sumber penyakit yang sering kita sebut sebagai “waterborn disease” yang akan

menurunkan derajat kesehatan bagi masyarakat disekitarnya.

Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan

secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan serta tidak

menimbulkan pencemaran lingkungan di daerah sekitar aliran sungai tersebut,

maka perlu upaya pengendalian dan pelestarian. Dalam Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan

Status Air terdapat metode untuk menentukan status mutu air dengan

menggunakan system nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)”

dengan mengklasifikasikan mutu air menjadi empat kelas, antara lain memenuhi

baku mutu, cemar ringan, cemar sedang dan cemar berat.

Untuk mengetahui pengaruh limbah terhadap kualitas air sungai, maka

perlu diketahui dari parameter-parameter yang dipengaruhi oleh limbah. Salah

satu sifat yang dapat diuji untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah BOD

(Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemycal Oxygen Demand).


1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

1. Apa pengertian BOD dan COD?

2. Bagaimana proses pengukuran BOD dan COD pada air?

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu:

1. Mengetahui pengertian BOD dan COD.

2. Mengetahui proses pengukuran BOD dan COD pada air.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biologycal Oxigen Demand (BOD)

Kebutuhan oksigen Biokimia atau

BOD adalah banyaknya oksigen yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme

untuk menguraikan bahan organiknya

yang mudah terurai. Bahan organik

yang tidak mudah terurai umumnya

Gambar 1. Alat analisis BOD berasal dari limbah pertanian,

pertambangan dan industri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air,

makin besar BOD nya sedangkan DO (Dissolved Oxygen ) akan makin rendah.

DO adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan

hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk

yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk

mikroorganisme seperti bakteri.

Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit

5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5

ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih

rendah dari 5 ppm akan berkembang.

Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung

bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk

mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida


dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan

akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Penyebab bau

busuk dari air yang tercemar berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil

proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob.

Parameter BOD merupakan salah satu parameter yang di lakukan dalam

pemantauan parameter air, khusunya pencemaran bahan organik yang tidak

mudah terurai. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikosumsi oleh respirasi

mikro aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar

20oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1998). Air yang bersih

adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/latau 1 ppm, jika BOD nya di atas 4ppm,

air dikatakan tercemar.

Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari

pencemaran organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam sampel

maka aktivitas bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi lebih rendah

dari yang semestinya (Mahida, 1981). Pada Tabel 1. di bawah. dapat dilihat

waktu yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik di dalam air.

Tabel 1. Waktu yang dibutuhkan untuk mengoksdasi bahan-bahan organik pada


suhu 20oC
Salah satu variabel penentu yang menentukan kualitas air sehingga kita

dapat menggolongkannya ke dalam empat golongan di atas adalah berdasarkan

kandungan bahan organiknya yang dapat dinyatakan sebagai nilai BOD dan COD.

Untuk golongan A, nilai ambang BOD adalah 20 dan COD adalah 40. Untuk

golongan B, nilai ambang BOD adalah 50 dan COD adalah 100. Untuk golongan

C, nilai ambang BOD adalah 150 dan COD adalah 300. Sedangkan untuk

golongan D, nilai ambang BOD adalah 300 dan COD adalah 600 (Perdana, 1992).

2.2 Metode analisa Biological Oxygen Demand (BOD)

Angka Biological Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi

bahan organik yang ada diperairan. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk

menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan

untuk mendisain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.

2.2.1 Prinsip Dasar Analisis BOD

Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan

oksigen didalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri

aerobik. Sebagian hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air dan amoniak.

Reaksi oksidasi akan dapat dituliskan sebagai berikut :

𝑎 𝑏 3𝑐 𝑎 3𝑐
CnHaObNc + ( n + 4 - 2 - ) O2 nCO2 + ( - ) H2O + c NH3
4 2 2

Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50 %

reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka

analisa BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis.
Tentu saja, reaksi tersebut juga berlangsung pada badan air sungai, air danau

maupun di instalasi pengolahan air buangan yang menerima air buangan yang

mengandung zat organik tersebut. Dengan kata lain, tes BOD berlaku sebagai

simulasi (berbuat seolah-olah terjadi) suatu proses biologis secara alamiah. Reaksi

biologis pada tes BOD dilakukan pada temperature inkubasi 20 oC dan dilakukan

selama 5 hari, namun di beberapa literatur terdapat lama inkubasi 6 jam atau 2

hari atau 20 hari. Demikian, jumlah zat organik yang ada didalam air diukur

melalui jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi zat

tersebut. Karena reaksi BOD dilakukan didalam botol yang tertutup, maka jumlah

oksigen yang telah dipakai adalah perbedaan antara kadar oksigen didalam larutan

pada t = 0 (biasanya baru ditambah oksigen dengan aerasi, hingga = 9 mg O 2/L,

yaitu konsentrasi kejenuhan).

2.2.2 Metoda titrasi dengan cara Winkler

Prinsip analisa BOD sama dengan penganalisaan Oksigen Terlarut salah

satunya adalah metode Winkler. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi

iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan

MnCl2 dan NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan

menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan

juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen

terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar

natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).

Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan :

MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2NaCI

2Mn(OH)2 + O2 2MnO2 + 2H2O


MnO2 + 2KI + 2H2O Mn(OH)2 + I2 + 2KOH

I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI

2.2.3 Metoda Elektrokimia

Metode

Elektrokimia adalah

menggunakan peralatan

DO Meter. Untuk

menganalisa kadar BOD

dengan alat ini adalah

dengan menganalisa

Gambar 2. Alat DO meter kadar DO hari 0 dan

selanjutnya menganalisa kadar DO hari ke 5. Selanjtnya kadar BOD dapat

dianalisa dengan mengurangkan selisih keduanya. Cara penentuan oksigen terlarut

dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen

terlarut dengan alat DO meter.

Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari

katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter,

probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara

keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi

permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah:

Katoda : O2 + 2H2O + 4e 4OH-

Anoda : Pb + 2OH- PbO + H2O + 2e


2.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis BOD

2.3.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler

Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisa BOD melalui

penganalisaan oksigen terlarut (DO) terlebih dahulu adalah metoda Winkler lebih

analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal

yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya,

standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti

prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil

penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus

diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan

salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara

DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan

kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan

pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih

dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat

kisaran. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO)

adalah dimana dengan cara Winkler penambahan indikator amilum harus

dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus

iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa

semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan

karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri

yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2,

oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.


2.3.2 Metoda Elektrokimia

Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia tidak lebih

akurat dibandingkan metode Winkler disebabkan alat ini tidak dapat mendeteksi

keseluruhan nilai oksigen terlarut dengan baik. Namun kelebihan metode ini

adalah alat ini mudah digunakan dan hasil yang diperoleh relatif cepat.

2.4 Cara Perhitungan BOD

Gambar 3. Menentukan nilai BOD limbah sebelum dan sesudah pelakuan

Gambar 4. Menghitung penurunan BOD limbah setelah selesai perlakuan

2.5 Penanggulangan Kelebihan Kadar BOD

Penanggulangan kelebihan kadar BOD adalah dengan cara sistem lumpur

aktif yang efisien dapat menghilangkan padatan tersuspensi dan BOD sampai

90%. Ada pula cara yang lain yaitu dengan Sistem Constructed Wetland

merupakan salah satu cara untuk pengolahan lindi yang memanfaatkan simbiosis
mikroorganisme dalam tanah dan akar tanaman. Sistem ini juga merupakan sistem

pengolahan limbah yang ekonomis. Penelitian ini bertujuan menganalisis

kemampuan sistem sub-surface constructed wetland untuk menurunkan

kandungan COD, BOD dan N total.

Apabila kandungan zat-zat organik dalam limbah tinggi, maka semakin

banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik tersebut,

sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk

menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan pengurangan zat-zat

organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke perairan.

Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah cair sebelum dibuang ke

perairan, dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat tersebut menggunakan

adsorben. Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan adsorpsi yang besar

adalah zeolit alam. Kemampuan adsorpsi zeolit alam akan meningkat apabila

zeolit terlebih dahulu diaktifkan.

2.6 Pengertian COD

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan

agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.,

atau jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik

yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan

sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).

COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang

ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi

secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organik tersebut
akan dioksidasi oleh kalium bikromat yang digunakan sebagai sumber oksigen

(oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion krom.

Prinsip reaksinya sebagai berikut :

H+(g) + CxHyOz(g) + Cr2O72- (l) CO2(g) + H2O(g) + Cr3+(s)


katalis

Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi

biologis, misalnya tannin, fenol, polisakarida dan sebagainya, maka lebih cocok

dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat

organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam

suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organik dapat dioksidasi.

Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi

kepentingan perikanan dan pertanian.Nilai COD pada perairan yang tidak

tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat

lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L.

2.7 Prinsip Analisis COD

Prinsip pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium

bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui)

yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan

selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan

cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan

organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.

2.8 Metode Analisis COD

Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya

peninjauan kritis metode standar penentuan COD tersebut, karena adanya


keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metode alternatif yang lebih baik

dan ramah lingkungan. Perkembangan metode-metode penentuan COD dapat

diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metode yang didasarkan pada

prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses

analisisnya. Kedua, metode yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada

bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia.

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik

yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan

mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air, namun tidak semua zat-

zat organik dalam air bungan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui

test COD antara lain :

 Zat organik yang dapat diuraikan seperti protein, glukosa

 Senyawa-senyawa organik yang tidak dapat teruraikan seperti NO2-, Fe2+,

S2-, dan Mn3+

 Homolog senyawa aromatik dan rantai hidrokarbon yang hanya dapat

dioksidasi oleh adanya katalisator Ag2SO4.

Dalam tes COD digunakan larutan K2Cr2O7 untuk mengoksidasikan zat-

zat organik dalam keadaan asam yang mendidih dengan reaksi :

H+(g) + CxHyOz(g) + Cr2O72- (l) CO2(g) + H2O(g) + Cr3+(s)


Ag2SO4

Selama reaksi yang berlangsung ± 2 jam ini, uap direfluks dengan alat

kondensor, agar zat organik yang bersifat volatil (mudah menguap) tidak lenyap

keluar.
Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat

reaksi. Sedangkan merkuri sulfat (HgSO4) ditambahkan untuk menghilangkan

gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.

Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi

maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7

yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa

oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi

dengan fero amonium sulfat (FAS), dengan reaksi yang berlangsung sebagai

berikut :

6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7H2O

Indikator feroin yang digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu

disaat warna hijau kebiruan larutan berubah menjadi cokelat kemerahan. Sisa

K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko

tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.

2.9 Prinsip Metode Photometri Spectro Quan 118 pada Analisis COD

Metode ini sesungguhnya sebanding dengan metode uji cara refluks titrasi,

yang membedakan hanya penggunaan volume larutan sampel dalam jumlah kecil

berupa kuvet bulat dari spektrofotometer untuk absorbansinya pada panjang

gelombang yang dipilih. Metode ini hanya diaplikasikan pada volume-volume

sampel yang sedikit dan menghendaki rentang tiap analisis serta penggunaan

bahan-bahan yang sedikit, sehingga lebih ekonomis.

Sampel dimasukkan dengan hati-hati pada tabung reaksi yang telah

dimasukkan reagen deret tinggi dan katalis Ag2SO4 terlebih dahulu kemudian di
tutup rapat. Teknik ini bertujuan untuk meminimalisi hilangnya bahan-bahan

organik yang mudah menguap.

Setelah ditutup, tabung dipanaskan dalam pemanas listrik pada suhu 148oC

selama 2 jam. Konsentrasi COD ditentukan melalui metode spektrofotometri pada

panjang gelombang 600 nm setelah pemanasan.

Bahan-bahan organik yang mudah menguap akan hilang bila sampel

dengan reagen dikocok-kocok sebelum kuvet ditutup. Hilangnya bahan-bahan

organik pada prosedur metode spektrofotometri lebih sedikit daripada metode

titrasi.

Kesalahan pengukuran secara spektrofotometer dapat terjadi karena

kekeruhan dari garam-garam yang terbentuk. Kuvet yang digunakan harus bebas

dari goresan pada kaca. Apabila kuvet kurang tepat untuk digunakan, jangan

masukan sampel kedalamnya.

Penetapan Kebutuhan Oksigen Kimiawi cara Photometer SQ 118 ini

berdasarkan kepada penentuan sisa oksidator, yaitu ke dalam larutan yang

dianalisis dilewatkan berkas sinar monokromatis. Energi sinar yang melewati

larutan tersebut hanya dapat diadsorb oleh dikromat. Besarnya energi yang

diadsorbsi oleh dikromat berbanding lurus dengan konsentrasi dikromat dalam

larutan.

Spektofotometri adalah suatu proses analisis optis. Proses ini

menggunakan serapan cahaya yang dilewatkan dalam larutan untuk menentukan

konsentrasi dari zat yang terdapat dalam sampel. Lampu halogen yang tersedia

berfungsi sebagai sumber cahaya dalam Photometer SQ 118. Lampu halogen ini

memancarkan cahaya spektrum dilewatkan melalui celah masuk dan didispersikan


oleh lensa. Pita panjang gelombang yang sempit (idealnya monokhromatis) dari

sinar yang didifraksikan melalui celah kedua dilewatkan ke dalam larutan sampel

yang diukur. Sinar yang tidak diserap oleh larutan sampel tetapi melewati larutan

dilewatkan celah ketiga dan dilewatkan melalui lensa kedua sampai pada

pemilihan filter. Bagian ini digunakan untuk menyeleksi bagian sempit dari deret

panjang gelombang kira-kira 10 nm. Sebagai contoh filter hijau, hanya cahaya

hijau yang diperbolehkan untuk digunakan, sedangkan panjang gelombang yang

lain memutar kembali. Kemudian setelah didapatkan panjang gelombang yang

cocok sampai pada photodiode silicon dari instrumen, selanjutnya untuk

mengukur intensitas sinar ditransmisikan secara elektronik dan pengukuran data

diukur oleh mikro processor secara digital.


Bila cahaya jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk

akan dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu dan sisanya diteruskan. Jika

intensitas sinar yang diteruskan, maka perbandingan antara intensitas sinar yang

masuk dengan intensitas sinar yang diteruskan digambarkan sebagai transmisi.

Keterangan :

Io = Intensitas cahaya mula-mula

Ia = Intensitas cahaya yang diserap

Ir = Intensitas cahaya yang dipantulkan

It = Intensitas cahaya yang diteruskan atau dipancarkan

Hukum yang mendasari alat spektrofotometer yaitu Hukum Lambert-Beer,

yang berbunyi:

“Bila suatu cahaya monokromatis melalui suatu media yang transparan, maka

bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan

bertambahnya tebal media dan kepekatan zat uji.”


2.10 Gangguan, Keuntungan dan Kekurangan Analisis COD

 Gangguan

Kadar klorida (Cl-) sampai 800 mg/L di dalam sampel dapat menggangu

bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh

dikromat, sesuai reaksi di bawah ini :

6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+ 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O

Gangguan ini dapat dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat

(Hg2SO4) pada sampel, sebelum penambahan pereaksi lainnya. Ion merkuri

bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida, sesuai reaksi di bawah

ini :

Hg2+ + 2 Cl- HgCl2

Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil dan

tidak mengganggu oksidasi zat organik dalam tes COD.

Nitrit (NO2-) juga teroksidasi menjadi nitrat (NO3-). 1 mg NO2 – N* ~ i,

1 mg COD. Jika konsentrasi NO2 – N > 2 mg/L, maka harus dilakukan

penambahan 10 mg asam sulfamat per mg NO2 – N baik dalam sampel maupun

dalam blanko.

 Keunggulannya antara lain:

- Sanggup menguji air limbah industri yang beracun dan tidak dapat diuji

dengan pengujian BOD karena bakteri akan mati.

- Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan

analisa BOD memerlukan waktu 5 hari.


- Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/L, tidak dibutuhkan

pengenceran sampel sedan pada umumnya analisa BOD selalu

membutuhkan pengenceran.

- Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi

dari tes BOD.

- Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada

tes BOD, tidak menjadi soal menjadi tes COD.

 Kekurangannya antara lain :

Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu

reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang seharusnya

terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja, karena hal

tersebut diatas maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang

sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara

biologis.

2.11 Ketelitian dan Perhitungan dalam Analisis BOD dan COD

Penyimpangan baku antar laboratorium adalah 13 mg/L. Penyimpangan

maksimum dari hasil analisis dalam suatu laboratorium sebesar 6 % masih

diperkenankan.

Perhitungan COD yaitu :

(b-a) x N x 8 x 1000
COD (mg/L) =
S

Keterangan:

b = Volume FAS yang dibutuhkan untuk titrasi blanko.


a = Volume FAS yang dibutuhkan untuk titrasi sampel.

N = Normalitas FAS yang digunakan

S = Volume sampel yang digunakan.


BAB III
METODE ANALISIS

3.1 Metode Pengambilan Sampel


Tipe sampel air yang digunakan pada praktikum ini menggunakan sampel
grab (sampel sesaat). Sampel grab ini mewakili keadaan air pada suatu saat dari
suatu tempat. Sampel air dalam pemeriksaan ini adalah air sungai kalimas dan air
limbah industri tahu kenjeran.
Untuk sampel air Sungai Kalimas, lokasi pengambilan sampel yang dipilih
adalah daerah yang potensial terkontaminasi yaitu lokasi yang mengalami
perubahan kualitas air, pada hal ini dipilih akibat aktivitas domestik. Lokasi yang
diambil adalah di daerah Jalan Ketabang Kali yang diketahui termasuk kawasan
dekat rumah penduduk dan buangan rumah tangganya yang langsung ke badan air
atau sungai. Titik pengambilan sampel air dipilih pada bagian tengah sungai
sekitar 15 meter dari tepi sungai dan sampel air yang di ambil adalah air
permukaan sungai.
Untuk sampel air Kali Kenjeran, lokasi dan titik pengambilan sampel yang
dipilih adalah titik perairan setelah air limbah masuk ke badan air. Jarak
pengambilan sampel dari outlet pabrik tahu adalah 30,13 meter. Dan lebar sungai
adalah 15 meter. Titik pengambilan sampel air yaitu di titik tengah sungai yang
berjarak 7,5 meter dari tepi sungai. Dan sampel air yang diambil adalah bagian air
permukaan sungai.
a. Alat dan Bahan yang diperlukan :
1. Botol air mineral
2. Tali rafia
3. Alat tulis
4. Buku catatan
5. Tas Lapangan
b. Cara Pengambilan :
1. Membersihkan terlebih dahulu botol yang akan dipergunakan untuk
mengambil sampel.
2. Membenamkan botol ke perairan yang akan diperiksa pada titik
pengambilan yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Mengambil sampel air sampai memenuhi botol dan langsung
menutupnya.
4. Mencatat waktu pengambilan sampel dan memberi label pada botol
tentang sampel tersebut.
5. Menyimpan botol tersebut didalam tas lapangan.
a. Waktu Pengiriman Sampel
Menurut metode pemeriksaan sampel air, sebaiknya pemeriksaan sampel
air dilakukan tidak lebih dari 2 jam setelah pengambilan sampel terutama
sampel air untuk pemeriksaan BOD. Pada praktikum ini, waktu yang
dibutuhkan dari pengambilan sampel hingga ke laboratorium tempat
pemeriksaan BOD dan COD adalah 30 menit.

3.1 Metode Pemeriksaan COD


Metode pemeriksaan : dengan refluks (titrasi di laboratorium)
Prinsip analisis :
Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator K2Cr2O7 yang
berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperatur tertentu.
Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadi
air dan CO2, setelah pemanasan maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini
dengan jalan titrasi dengan fero amonium sulfat (FAS), oksigen yang ekifalen
dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm.
a. Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan COD ini adalah:
1. Alat refluks, terdiri dari gelas erlenmeyer 250 ml, kondensor, dan alat
pemanas bunsen.
2. Pemanas listrik atau pembakar bunsen
3. Pipet
4. Gelas ukur
5. Buret
Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan COD ini adalah:
1. Sampel air
2. Merkuri sulfat HgSO4
3. K2Cr2O7 0,1 N
4. H2SO4 pekat
5. Larutan standard fero amonium sulfat (FAS)
6. Indikator fenantrolin fero sulfat (feroin)
7. Aquades
b. Prosedur kerja
1. Menyiapkan 3 gelas erlenmeyer COD 250 ml untuk sampel 1(air
limbah tahu), sampel 2 (air sungai kalimas), dan blanko.
2. Memindahkan HgSO4 ke dalam gelas erlenmeyer COD 250 ml.
3. Memasukkan sampel sebanyak 20 ml ke dalam gelas erlenmeyer.
Untuk blanko, 20 ml aquadest.
4. Menambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N pada sampel I dan 5 ml
pada sampel II.
5. Menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 20 ml sebagai katalisator ke
masing-masing gelas erlenmeyer tadi.
6. Mengalirkan air pendingin pada kondensor dan meletakkan gelas
erlenmeyer di bawah kondensor kemudian menempatkan kondensor
dengan gelas erlenmeyer COD (gelas refluks) di atas pemanas bunsen.
7. Menyalakan alat pemanas dan refluks larutan selama ± 2 jam.
8. Membiarkan gelas refluks dingin dahulu kemudian melepasnya dari
kondensor sampai larutan berada pada suhu ruang.
9. Menambahkan 3 tetes indikator feroin.
10. Dikromat yang tersisa di dalam larutan sesudah direfluks, dititrasi
dengan larutan standar fero amonium sulfat (FAS) 0,05 N sampai
warna hijau biru menjadi coklat merah.
11. Melakukan hal yang sama terhadap blanko yang mengandung semua
reagen yang ditambahkan pada larutaan sampel.
3.2 Metode Pemeriksaan BOD
Metode Pemeriksaan : Winkler (Titrasi di Laboratorium).
Prinsip analisis :
Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik
dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya
bakteri aerobik.
a. Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan BOD ini adalah:
1. Botol-botol winkler lengkap dengan tutupnya.
2. Inkubator
3. Pipet gondok
4. Tabung Erlenmeyer
5. Pipet tetes
6. Labu takar 500 ml
7. Aquadest
Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan BOD adalah:
1. Sampel air
2. KI
3. MnSO4 10 %
4. H2SO4 pekat
5. Larutan Thiosulfat
6. Indikator kanji
b. Prosedur kerja
Pengenceran
1. Memasukkan sampel I sebanyak 25 ml ke labu takar lalu
mengencerkannya 20x dengan aquadest sampai 500 ml.
2. Memindahkannya ke botol winkler pelan-pelan, dibagi 2 bagian
yaitu pada botol winkler besar 350 ml dan botol winkler 150 ml.
3. Pada sampel II sebanyak 50 ml dincerkan 10x dengan aquadest
sampai 500 ml pada labu takar.
4. Kemudian melakukan hal yang sama pada sampel II seperti sampel I,
begitu pula dengan blanko.
DO0
1. Memasukkan 0,5 ml KI dengan pipet ke dalam botol winkler 150 ml
yang berisi sampel.
2. Menambahkan MnSO4 sebanyak 0,5 ml dengan pipet yang lain.
Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah
terperangkapnya udara dari luar, kemudian dikocok dengan
membolak-balikkan botol beberapa kali.
3. Biarkan hingga terbentuk endapan.
4. Menambahkan 0,5 ml H2SO4 pekat kemudian botol digoyangkan
dengan hati-hati sehingga semua endapan melarut.
5. Memindahkan larutannya ke dalam tabung erlenmeyer sebanyak 100
ml.
6. Menambahkan indikator kanji sehingga larutan berubah menjadi
berwarna hitam. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan tersebut
kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat sampai warna biru
hilang.
7. Melakukan hal yang sama pada blanko.
DO5
1. Memasukkan 1 ml KI dengan pipet ke dalam botol winkler 350 ml
yang berisi sampel.
2. Menambahkan MnSO4 sebanyak 1 ml dengan pipet yang lain. Botol
ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah terperangkapnya
udara dari luar, kemudian dikocok dengan membolak-balikkan botol
beberapa kali.
3. Biarkan hingga terbentuk endapan.
4. Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat kemudian botol digoyangkan
dengan hati-hati sehingga semua endapan melarut.
5. Memindahkan larutannya ke dalam tabung erlenmeyer sebanyak 100
ml.
6. Menambahkan indikator kanji sehingga larutan berubah menjadi
berwarna hitam. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan tersebut
kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat sampai warna biru
hilang.
7. Melakukan hal yang sama pada blanko.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan COD


Tabel 4.1 Pemeriksaan COD
ml FAS titrasi COD (mg O2/l)
Sampel I (air Kali Kenjeran) 15,5 108
Sampel II (air sungai kalimas) 8,15 46
Blanko 20,9 -

Perhitungan:
Sampel I (air Kali Kenjeran)
COD = (ml FAS titrasi blanko – ml FAS titrasi sampel) x N x 8000
ml sampel
= (20,9 – 15,5) x 0,05 x 8000
20
= 5,4 x 0,05 x 8000
20
= 2160
20
= 108 mg O2/l
Sampel II (air Sungai Kalimas)
COD = (ml FAS titrasi blanko – ml FAS titrasi sampel) x N x 8000
ml sampel
= (20,9/2 – 8,15) x 0,05 x 8000
20
= 2,3 x 0,05 x 8000
20
= 920
20
= 46 mg O2/l
4.2 Hasil Praktikum Pemeriksaan BOD
Tabel 4.2 Pemeriksaan BOD
Vol titrasi Vol titrasi
DO0 DO5 BOD
tiosulfat tiosulfat
(mg O2/l) (mg O2/l) (mg O2/l)
(ml) (ml)
Sampel I
(air Kali 12,5 6,17 8,9 4,40 12
Kenjeran)
Sampel II
(air sungai 12,9 6,37 9,8 4,84 4
kalimas)
Blanko 12,9 6,37 10,6 5,23 -

Larutan standar (Cr2O7 0,1 N + H2SO4 pekat + KI) ditambahi tiosulfat sedikit
demi sedikit sebagai standarisasi untuk mendapatkan normalitas tiosulfat.
Volume Cr2O7 = 1 ml
Normalitas Cr2O7 = 0,1 N
Volume tiosulfat = 16,2 ml
Normalitas tiosulfat = Normalitas Cr2O7 x Volume Cr2O7
Volume tiosulfat
= 0,1 x 1 ml
16,2
= 0,00617 N
Perhitungan:

Sampel I (air Kali Kenjeran)


DO0 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000
Volume botol winkler
= 12,5 x 0,00617 x 8000
100
= 6,17 mg O2/l
DO5 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000
Volume botol winkler
= 8,9 x 0,00617 x 8000
100
= 4,40 mg O2/l

( DO0 sampel 1 – DO5 sampel 1)−(DO0 Blanko – DO5 Blanko)(1−P)


BOD5 = 𝑃
(6,17−4,40)−(6,37−5,23)(1−0,05)
= 0.05

= 12 mg O2/l
Sampel II (air sungai kalimas)
DO0 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000
Volume botol winkler
= 12,9 x 0,00617 x 8000
100
= 6,37 mg O2/l
DO5 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000
Volume botol winkler
= 9,8 x 0,00617 x 8000
100
= 4,84 mg O2/l
( DO0 sampel 2 – DO5 sampel 2 )−(DO0 Blanko – DO5 Blanko)(1−P)
BOD5 = 𝑃
(6,37−4,84)−(6,37−5,23)(1−0,1)
= 0,1

= 4 mg O2/l
4.3 Pembahasan
Tabel 4.3 Perbandingan hasil pemeriksaan BOD COD dengan PERDA KOTA
SURABAYA tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air NOMOR : 02 TAHUN 2004

Kriteria Kelas Air


menurut PERDA No:02
Hasil TAHUN 2004
Praktikum BOD COD
No Sampel maksimal maksimal Keterangan
(mg O2/l) (mg O2/l)
BOD COD
(mg (mg Kelas III Kelas III
O2/l) O2/l)
Tidak memenuhi
Sampel I (air
kadar maksimal
1 Kali 12 108 6 50
BOD dan COD yang
Kenjeran)
diperbolehkan
Memenuhi kadar
Sampel II
maksimal BOD dan
2 (air sungai 4 46 6 50
COD yang
kalimas)
diperbolehkan

Pada analisis yang telah dilakukan yakni pengukur kadar BOD dan COD
pada sampel air sungai kalimas dan sungai dekat Industri Tahu Kenjeran diperoleh
hasil sebagai berikut :
a. Nilai COD sampel sungai dekat industri Tahu kenjeran yaitu 108 mgO2/l
yang bermakna jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-
zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air tersebut secara kimia adalah
sebesar 108 mgO2.
b. Nilai COD sampel sungai Kalimas Surabaya yaitu 46 mgO2/l yang
bermakna jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organis yang ada dalam 1 liter sampel air tersebut secara kimia adalah
sebesar 46 mgO2.
c. Nilai BOD5 sampel sungai dekat Industri Tahu Kenjeran yaitu 12 mgO2/l
maknanya bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat
organis yang tersuspensi dalam 1 liter sampel air tersebut secara biologi
sebesar 12 mgO2.
d. Nilai BOD5 sampel sungai Kalimas Surabaya yaitu 4 mgO2/l maknanya
bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan
hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang
tersuspensi dalam 1 liter sampel air tersebut secara biologi sebesar 4
mgO2.
e. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, sungai yang
menjadi sampel kami yaitu kali Kenjeran dan sungai Kalimas termasuk ke
dalam sungai kelas III dengan ketentuan kadar COD maksimal 50 mgO2/l
dan kadar BOD maksimal 6 mgO2/l.
f. Dari hasil penghitungan COD dan BOD5 sampel I (air Kali Kenjeran)
diatas, maka hasil yang diperoleh yaitu COD = 108 mgO2/l dan BOD5 =
12 mgO2/l. Jika dibandingkan dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya
No. 2 Tahun 2004 maka kadar COD sampel I > CODmax (108 mgO2/l > 50
mgO2/l), BOD5 sampel I > BOD5 max (12 mgO2/l> 6 mgO2/l) maka kualitas air
kali kenjeran tidak memenuhi nilai maksimum sungai kelas III yang
ditetapkan oleh perda Surabaya no 2 tahun 2004. Dengan dihasilkan nilai
BOD dan COD tersebut maka air pada Kali Kenjeran termasuk tercemar
untuk parameter BOD dan COD. Selain itu, dari nilai BOD dan COD
tersebut Kali Kenjeran juga sesuai dengan kriteria sungai kelas IV.
g. Dari hasil penghitungan COD dan BOD5 sampel II (air Sungai Kalimas)
diatas, maka hasil yamg diperoleh yaitu COD = 46 mgO2/l dan BOD5 = 4
mgO2/l. Jika dibandingkan dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2
Tahun 2004 maka kadar COD sampel II < CODmax (46 mgO2/l < 50 mgO2/l),
BOD5 sampel II < BOD5 max (4 mgO2/l < 6 mgO2/l), maka kualitas air sungai
kalimas memenuhi nilai yang ditetapkan oleh perda Surabaya no 2 tahun
2004 untuk sungai kelas III.
h. Bahaya apabila BOD/COD melewati ambang batas adalah akan
berpengaruh pada kehidupan biota air, apabila BOD/COD tinggi maka
kandungan oksigen akan menjadi rendah sehingga oksigen yang
dibutuhkan oleh biota air kurang, dapat menyebabkan kematian pada biota
air. Kadar BOD/COD yang tinggi juga menunjukkan tingkat pencemaran
yang tinggi baik yang bersifat biologi dan bahan kimia, karena semakin
tinggi kadar pencemaran semakin tinggi pula kadar oksigen yang
digunakan oleh mikroorganisme pengurai untuk menguraikan bahan
pencemar di dalam air. Pencemaran air yang tinggi dapat menjadi sumber
penyakit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kadar BOD dan COD kali kenjeran yang terukur sebesar 12 mgO2/l dan
108 mgO2/l. Mengacu pada kriteria air kelas III menurut PERDA No.2
Tahun 2004, yakni bahwa kadar BOD dan COD maksimal yang
diperbolehkan sebesar 6 mgO2/l dan 50 mgO2/l. Sehingga ukuran ini
menunjukkan bahwa air kali kenjeran memiliki kadar BOD dan COD
yang tinggi sebesar dua kali dari standar kriteria air kelas III. Karena
BOD dan COD yang terukur lebih tinggi, maka diperlukan tindakan
segera dari Pemerintah Kota Surabaya untuk menurunkan kadar
BOD/COD nya.
2. Kadar BOD dan COD Sungai Kalimas yang terukur sebesar 4 mgO2/l dan
46 mgO2/l. Mengacu pada kriteria air kelas III menurut PERDA No.2
Tahun 2004, yakni bahwa kadar BOD dan COD maksimal yang
diperbolehkan sebesar 6 mgO2/l dan 50 mgO2/l. Sehingga ukuran ini
menunjukkan bahwa air sungai Kalimas masih berada dalam kriteria yang
sesuai dengan standar kriteria air kelas III. Meskipun kadar BOD dan
COD terbilang sedikit lebih rendah, apabila terdapat aktivitas yang
menyebabkan bahan organik terbuang atau dibuang di dalamnya, maka
akan menyebabkan meningkatnya kadar BOD/COD air Sungai Kalimas.

5.2 Saran
1. Supaya industri tahu tidak membuang limbahnya pada kali kenjeran
karena kondisi airnya sudah tidak sesuai dengan kondisi kelas air yang
diperbolehkan dalam hal kadar BOD/COD nya.
2. Industri tahu harus bisa mengolah limbah tahu menjadi pakan ternak atau
bahan yang bermanfaat lebih. Jika perlu pelatihan, maka sedianya untuk
dinas terkait bisa bekerja sama dalam hal ini.
3. Perlu adanya pemantauan periodik dari pemerintah terhadap air sungai
kalimas.
4. Mengadakan sosialisasi aktivitas masyarakat dalam upaya menjaga
kebersihan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan air sungai kalimas
dan melakukan pengadaan fasilitas yang berkaitan dengan sosialisasi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan Santika, S. 1987. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional:


Surabaya.
Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sungai Tapung Kiri Oleh Limbah Industri
Kelapa Sawit Pt. Peputra Masterindo Di Kabupaten Kampar. Available at:
eprints.undip.ac.id/15421/1/Azwir.pdf
BSN. 2004.Tata cara pengambilan contoh dalam rangka pemantauan kualitas air
pada suatu daerah pengaliran sungai. Available at
http://balitbang.pu.go.id/sni/pdf/SNI%2006-2412-1991.pdf.
Hadi, Anwar. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 tentang Pengelolaan kualitas

air dan pengendalian pencemaran air. http://puu-

pi.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-3-2001-lLampiran.pdf. Diakses tanggal

17 April 2012 pukul 12.47 WIB

Você também pode gostar