Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oxygen Demand)
Disususn Oleh :
A. Nurul Mujahidah Muhammadiyah H311 15 308
Yogie Imanuel Putra B. H311 15 309
Zhafirah Dwi Fachrani H311 15 310
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
KIMIA ANALISIS KHUSUS
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Air merupakan sumber bagi kehidupan manusia. Salah satu sumber air
yang ada di permukaan bumi adalah sungai. Sungai sangat bermanfaat bagi
manusia dan tidak kalah pentingnya bagi biota air. Pembuangan limbah ke dalam
pencemaran air, dan mengakibatkan kualitas air sungai tidak sesuai dengan
peruntukannya. Selain itu, sungai yang tercemar juga akan berpotensi menjadi
sumber penyakit yang sering kita sebut sebagai “waterborn disease” yang akan
secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan serta tidak
Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan
Status Air terdapat metode untuk menentukan status mutu air dengan
dengan mengklasifikasikan mutu air menjadi empat kelas, antara lain memenuhi
satu sifat yang dapat diuji untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah BOD
TINJAUAN PUSTAKA
pertambangan dan industri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air,
makin besar BOD nya sedangkan DO (Dissolved Oxygen ) akan makin rendah.
DO adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan
hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk
yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit
5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5
ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih
bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk
akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Penyebab bau
busuk dari air yang tercemar berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil
mudah terurai. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikosumsi oleh respirasi
mikro aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar
20oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1998). Air yang bersih
adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/latau 1 ppm, jika BOD nya di atas 4ppm,
pencemaran organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam sampel
maka aktivitas bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi lebih rendah
dari yang semestinya (Mahida, 1981). Pada Tabel 1. di bawah. dapat dilihat
kandungan bahan organiknya yang dapat dinyatakan sebagai nilai BOD dan COD.
Untuk golongan A, nilai ambang BOD adalah 20 dan COD adalah 40. Untuk
golongan B, nilai ambang BOD adalah 50 dan COD adalah 100. Untuk golongan
C, nilai ambang BOD adalah 150 dan COD adalah 300. Sedangkan untuk
golongan D, nilai ambang BOD adalah 300 dan COD adalah 600 (Perdana, 1992).
menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan
untuk mendisain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.
oksigen didalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri
aerobik. Sebagian hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air dan amoniak.
𝑎 𝑏 3𝑐 𝑎 3𝑐
CnHaObNc + ( n + 4 - 2 - ) O2 nCO2 + ( - ) H2O + c NH3
4 2 2
reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka
analisa BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis.
Tentu saja, reaksi tersebut juga berlangsung pada badan air sungai, air danau
maupun di instalasi pengolahan air buangan yang menerima air buangan yang
mengandung zat organik tersebut. Dengan kata lain, tes BOD berlaku sebagai
simulasi (berbuat seolah-olah terjadi) suatu proses biologis secara alamiah. Reaksi
biologis pada tes BOD dilakukan pada temperature inkubasi 20 oC dan dilakukan
selama 5 hari, namun di beberapa literatur terdapat lama inkubasi 6 jam atau 2
hari atau 20 hari. Demikian, jumlah zat organik yang ada didalam air diukur
melalui jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi zat
tersebut. Karena reaksi BOD dilakukan didalam botol yang tertutup, maka jumlah
oksigen yang telah dipakai adalah perbedaan antara kadar oksigen didalam larutan
menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan
juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
Metode
Elektrokimia adalah
menggunakan peralatan
DO Meter. Untuk
dengan menganalisa
katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter,
probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara
keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi
penganalisaan oksigen terlarut (DO) terlebih dahulu adalah metoda Winkler lebih
analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal
yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya,
prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil
penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus
diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan
salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara
dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus
iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa
semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan
karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri
yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2,
akurat dibandingkan metode Winkler disebabkan alat ini tidak dapat mendeteksi
keseluruhan nilai oksigen terlarut dengan baik. Namun kelebihan metode ini
adalah alat ini mudah digunakan dan hasil yang diperoleh relatif cepat.
aktif yang efisien dapat menghilangkan padatan tersuspensi dan BOD sampai
90%. Ada pula cara yang lain yaitu dengan Sistem Constructed Wetland
merupakan salah satu cara untuk pengolahan lindi yang memanfaatkan simbiosis
mikroorganisme dalam tanah dan akar tanaman. Sistem ini juga merupakan sistem
sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk
menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan pengurangan zat-zat
Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah cair sebelum dibuang ke
adsorben. Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan adsorpsi yang besar
adalah zeolit alam. Kemampuan adsorpsi zeolit alam akan meningkat apabila
agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.,
atau jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik
yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang
ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi
secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organik tersebut
akan dioksidasi oleh kalium bikromat yang digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion krom.
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi
biologis, misalnya tannin, fenol, polisakarida dan sebagainya, maka lebih cocok
organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi
tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat
lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L.
yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan
cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan
organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metode alternatif yang lebih baik
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air, namun tidak semua zat-
zat organik dalam air bungan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui
Selama reaksi yang berlangsung ± 2 jam ini, uap direfluks dengan alat
kondensor, agar zat organik yang bersifat volatil (mudah menguap) tidak lenyap
keluar.
Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat
maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7
oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi
dengan fero amonium sulfat (FAS), dengan reaksi yang berlangsung sebagai
berikut :
Indikator feroin yang digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu
disaat warna hijau kebiruan larutan berubah menjadi cokelat kemerahan. Sisa
K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko
2.9 Prinsip Metode Photometri Spectro Quan 118 pada Analisis COD
Metode ini sesungguhnya sebanding dengan metode uji cara refluks titrasi,
yang membedakan hanya penggunaan volume larutan sampel dalam jumlah kecil
sampel yang sedikit dan menghendaki rentang tiap analisis serta penggunaan
dimasukkan reagen deret tinggi dan katalis Ag2SO4 terlebih dahulu kemudian di
tutup rapat. Teknik ini bertujuan untuk meminimalisi hilangnya bahan-bahan
Setelah ditutup, tabung dipanaskan dalam pemanas listrik pada suhu 148oC
titrasi.
kekeruhan dari garam-garam yang terbentuk. Kuvet yang digunakan harus bebas
dari goresan pada kaca. Apabila kuvet kurang tepat untuk digunakan, jangan
larutan tersebut hanya dapat diadsorb oleh dikromat. Besarnya energi yang
larutan.
konsentrasi dari zat yang terdapat dalam sampel. Lampu halogen yang tersedia
berfungsi sebagai sumber cahaya dalam Photometer SQ 118. Lampu halogen ini
sinar yang didifraksikan melalui celah kedua dilewatkan ke dalam larutan sampel
yang diukur. Sinar yang tidak diserap oleh larutan sampel tetapi melewati larutan
dilewatkan celah ketiga dan dilewatkan melalui lensa kedua sampai pada
pemilihan filter. Bagian ini digunakan untuk menyeleksi bagian sempit dari deret
panjang gelombang kira-kira 10 nm. Sebagai contoh filter hijau, hanya cahaya
akan dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu dan sisanya diteruskan. Jika
intensitas sinar yang diteruskan, maka perbandingan antara intensitas sinar yang
Keterangan :
yang berbunyi:
“Bila suatu cahaya monokromatis melalui suatu media yang transparan, maka
Gangguan
Kadar klorida (Cl-) sampai 800 mg/L di dalam sampel dapat menggangu
bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh
bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida, sesuai reaksi di bawah
ini :
Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil dan
dalam blanko.
- Sanggup menguji air limbah industri yang beracun dan tidak dapat diuji
membutuhkan pengenceran.
- Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi
tersebut diatas maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang
biologis.
diperkenankan.
(b-a) x N x 8 x 1000
COD (mg/L) =
S
Keterangan:
Perhitungan:
Sampel I (air Kali Kenjeran)
COD = (ml FAS titrasi blanko – ml FAS titrasi sampel) x N x 8000
ml sampel
= (20,9 – 15,5) x 0,05 x 8000
20
= 5,4 x 0,05 x 8000
20
= 2160
20
= 108 mg O2/l
Sampel II (air Sungai Kalimas)
COD = (ml FAS titrasi blanko – ml FAS titrasi sampel) x N x 8000
ml sampel
= (20,9/2 – 8,15) x 0,05 x 8000
20
= 2,3 x 0,05 x 8000
20
= 920
20
= 46 mg O2/l
4.2 Hasil Praktikum Pemeriksaan BOD
Tabel 4.2 Pemeriksaan BOD
Vol titrasi Vol titrasi
DO0 DO5 BOD
tiosulfat tiosulfat
(mg O2/l) (mg O2/l) (mg O2/l)
(ml) (ml)
Sampel I
(air Kali 12,5 6,17 8,9 4,40 12
Kenjeran)
Sampel II
(air sungai 12,9 6,37 9,8 4,84 4
kalimas)
Blanko 12,9 6,37 10,6 5,23 -
Larutan standar (Cr2O7 0,1 N + H2SO4 pekat + KI) ditambahi tiosulfat sedikit
demi sedikit sebagai standarisasi untuk mendapatkan normalitas tiosulfat.
Volume Cr2O7 = 1 ml
Normalitas Cr2O7 = 0,1 N
Volume tiosulfat = 16,2 ml
Normalitas tiosulfat = Normalitas Cr2O7 x Volume Cr2O7
Volume tiosulfat
= 0,1 x 1 ml
16,2
= 0,00617 N
Perhitungan:
= 12 mg O2/l
Sampel II (air sungai kalimas)
DO0 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000
Volume botol winkler
= 12,9 x 0,00617 x 8000
100
= 6,37 mg O2/l
DO5 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000
Volume botol winkler
= 9,8 x 0,00617 x 8000
100
= 4,84 mg O2/l
( DO0 sampel 2 – DO5 sampel 2 )−(DO0 Blanko – DO5 Blanko)(1−P)
BOD5 = 𝑃
(6,37−4,84)−(6,37−5,23)(1−0,1)
= 0,1
= 4 mg O2/l
4.3 Pembahasan
Tabel 4.3 Perbandingan hasil pemeriksaan BOD COD dengan PERDA KOTA
SURABAYA tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air NOMOR : 02 TAHUN 2004
Pada analisis yang telah dilakukan yakni pengukur kadar BOD dan COD
pada sampel air sungai kalimas dan sungai dekat Industri Tahu Kenjeran diperoleh
hasil sebagai berikut :
a. Nilai COD sampel sungai dekat industri Tahu kenjeran yaitu 108 mgO2/l
yang bermakna jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-
zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air tersebut secara kimia adalah
sebesar 108 mgO2.
b. Nilai COD sampel sungai Kalimas Surabaya yaitu 46 mgO2/l yang
bermakna jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organis yang ada dalam 1 liter sampel air tersebut secara kimia adalah
sebesar 46 mgO2.
c. Nilai BOD5 sampel sungai dekat Industri Tahu Kenjeran yaitu 12 mgO2/l
maknanya bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat
organis yang tersuspensi dalam 1 liter sampel air tersebut secara biologi
sebesar 12 mgO2.
d. Nilai BOD5 sampel sungai Kalimas Surabaya yaitu 4 mgO2/l maknanya
bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan
hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang
tersuspensi dalam 1 liter sampel air tersebut secara biologi sebesar 4
mgO2.
e. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, sungai yang
menjadi sampel kami yaitu kali Kenjeran dan sungai Kalimas termasuk ke
dalam sungai kelas III dengan ketentuan kadar COD maksimal 50 mgO2/l
dan kadar BOD maksimal 6 mgO2/l.
f. Dari hasil penghitungan COD dan BOD5 sampel I (air Kali Kenjeran)
diatas, maka hasil yang diperoleh yaitu COD = 108 mgO2/l dan BOD5 =
12 mgO2/l. Jika dibandingkan dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya
No. 2 Tahun 2004 maka kadar COD sampel I > CODmax (108 mgO2/l > 50
mgO2/l), BOD5 sampel I > BOD5 max (12 mgO2/l> 6 mgO2/l) maka kualitas air
kali kenjeran tidak memenuhi nilai maksimum sungai kelas III yang
ditetapkan oleh perda Surabaya no 2 tahun 2004. Dengan dihasilkan nilai
BOD dan COD tersebut maka air pada Kali Kenjeran termasuk tercemar
untuk parameter BOD dan COD. Selain itu, dari nilai BOD dan COD
tersebut Kali Kenjeran juga sesuai dengan kriteria sungai kelas IV.
g. Dari hasil penghitungan COD dan BOD5 sampel II (air Sungai Kalimas)
diatas, maka hasil yamg diperoleh yaitu COD = 46 mgO2/l dan BOD5 = 4
mgO2/l. Jika dibandingkan dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2
Tahun 2004 maka kadar COD sampel II < CODmax (46 mgO2/l < 50 mgO2/l),
BOD5 sampel II < BOD5 max (4 mgO2/l < 6 mgO2/l), maka kualitas air sungai
kalimas memenuhi nilai yang ditetapkan oleh perda Surabaya no 2 tahun
2004 untuk sungai kelas III.
h. Bahaya apabila BOD/COD melewati ambang batas adalah akan
berpengaruh pada kehidupan biota air, apabila BOD/COD tinggi maka
kandungan oksigen akan menjadi rendah sehingga oksigen yang
dibutuhkan oleh biota air kurang, dapat menyebabkan kematian pada biota
air. Kadar BOD/COD yang tinggi juga menunjukkan tingkat pencemaran
yang tinggi baik yang bersifat biologi dan bahan kimia, karena semakin
tinggi kadar pencemaran semakin tinggi pula kadar oksigen yang
digunakan oleh mikroorganisme pengurai untuk menguraikan bahan
pencemar di dalam air. Pencemaran air yang tinggi dapat menjadi sumber
penyakit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kadar BOD dan COD kali kenjeran yang terukur sebesar 12 mgO2/l dan
108 mgO2/l. Mengacu pada kriteria air kelas III menurut PERDA No.2
Tahun 2004, yakni bahwa kadar BOD dan COD maksimal yang
diperbolehkan sebesar 6 mgO2/l dan 50 mgO2/l. Sehingga ukuran ini
menunjukkan bahwa air kali kenjeran memiliki kadar BOD dan COD
yang tinggi sebesar dua kali dari standar kriteria air kelas III. Karena
BOD dan COD yang terukur lebih tinggi, maka diperlukan tindakan
segera dari Pemerintah Kota Surabaya untuk menurunkan kadar
BOD/COD nya.
2. Kadar BOD dan COD Sungai Kalimas yang terukur sebesar 4 mgO2/l dan
46 mgO2/l. Mengacu pada kriteria air kelas III menurut PERDA No.2
Tahun 2004, yakni bahwa kadar BOD dan COD maksimal yang
diperbolehkan sebesar 6 mgO2/l dan 50 mgO2/l. Sehingga ukuran ini
menunjukkan bahwa air sungai Kalimas masih berada dalam kriteria yang
sesuai dengan standar kriteria air kelas III. Meskipun kadar BOD dan
COD terbilang sedikit lebih rendah, apabila terdapat aktivitas yang
menyebabkan bahan organik terbuang atau dibuang di dalamnya, maka
akan menyebabkan meningkatnya kadar BOD/COD air Sungai Kalimas.
5.2 Saran
1. Supaya industri tahu tidak membuang limbahnya pada kali kenjeran
karena kondisi airnya sudah tidak sesuai dengan kondisi kelas air yang
diperbolehkan dalam hal kadar BOD/COD nya.
2. Industri tahu harus bisa mengolah limbah tahu menjadi pakan ternak atau
bahan yang bermanfaat lebih. Jika perlu pelatihan, maka sedianya untuk
dinas terkait bisa bekerja sama dalam hal ini.
3. Perlu adanya pemantauan periodik dari pemerintah terhadap air sungai
kalimas.
4. Mengadakan sosialisasi aktivitas masyarakat dalam upaya menjaga
kebersihan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan air sungai kalimas
dan melakukan pengadaan fasilitas yang berkaitan dengan sosialisasi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA